MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DENGAN PENGOBATAN KLOFASIMIN, OFLOXASIN DAN MINOKSIKLIN SELAMA 18 BULAN.
LAPORAN KASUS
MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DENGAN
PENGOBATAN KLOFASIMIN, OFLOXASIN DAN MINOKSIKLIN
SELAMA 18 BULAN
I Putu Adi Mahardika, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K),
dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar
ABSTRAK
Morbus Hansen atau kusta adalah penyakit infeksi yang kronik dan menular,
disebabkan oleh Myobacterium leprae. Pintu masuk infeksi bakteri ini melalui kulit
yang sudah lecet dan berkembang pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin.
Dilaporkan kasus seorang laki-laki berumur 33 tahun dengan diagnosis morbus
hansen tipe borderline tuberkuloid. Tanda klinis pasien tersebut berupa anestia pada
nodul eritema multipel berbentuk bulat dengan diameter 1-2,5 cm dan plak eritema
multipel berbentuk bulat dengan diameter 1-2 cm. Plak eritema berbentuk oval
dengan ukuran 3x4 cm sampai dengan 4x5 cm pada bagian tengahnya terdapat
central clearing dan terdapat nodul eritema multipel berbentuk bulat dengan diameter
1-1,5 cm. Pada pemeriksaan basil di cuping dan punggung tangan tidak ditemukan
kuman. Pemeriksaan histopatologis mengarah kepada morbus hansen tipe borderline
tuberculoid (BT). Penatalaksanaan diberikan klofasimin 1x 50mg/ hari, ofloxasin 1x
400mg/hari, minoksiklin 1x100 mg/hari selama 6 bulan, vitamin B1 B6 B12 1x1 dan
dilanjutkan dengan klofasimin dan ofloxasin selama 18 bulan. Prognosis pasien baik.
Kata kunci : Morbus Hansen, Kusta, RSUP Sanglah, M. leprae
1
BORDERLINE TUBERCULOID TYPE OF MORBUS HANSEN WITH
CLOFAZIMINE, OFLOXACIN AND MINOCYCLINE DURING 18 MONTHS
ABSTRACT
Morbus Hansen is an infectious disease caused by Myobacterium leprae. M. leprae
infects a wound and grows in colder area of human body. Reported the case 33 years
old man was diagnosed with borderline tuberculoid type of morbus hansen. Clinical
feature of the patient were anesthesia in the 1-2,5 cm round multiple erythema nodul
and 1-2 round plaque multiple erythema. The ovale plaque erythema sized 3x4 cm
until 4x5 cm with central healing, 1-1,5 round multiple erythema. Histopathological
exam show the characteristic of borderline tuberculoid type of morbus hansen.
Klofasimin 1x 50mg/ day, ofloxasin 1x 400mg/day, minoksiklin 1x100 mg/day as
long as 6 month, continued with kofasimin and ofloxasin as long as 18 month. With
good prognosis
Keyword: Morbus Hansen, Leprosy, RSUP Sanglah, M. leprae
mukosa mulut, saluran nafas bagian
PENDAHULUAN
Penyakit morbus hansen atau kusta
masih menjadi permasalahan yang
atas dan organ lain kecuali sistem saraf
pusat.1,2,3,4
dihadapi oleh sebagian besar negara
Menurut
berkembang. Kecenderungan tingkat
Epidemiological
sosial ekonomi yang rendah pada
morbus hansen tahun 2010, prevalensi
negara berkembang merupakan salah
tertinggi penyakit kusta terdapat di
satu faktor resiko penyakit morbus
India,
hansen ini. Morbus hansen atau kusta
sebanyak 87.190 jiwa pada tahun
adalah penyakit infeksi yang kronik
2009. Pada peringkat kedua terdapat
dan menular. Penyebabnya adalah
Brazil,
dengan
Myobacterium leprae yang bersifat
38.179
jiwa
intraseluler
ini
Indonesia berada pada peringkat ketiga
pertama kali akan menyerang kulit,
dengan jumlah penderita sebanyak
obligat.
Bakteri
WHO
dengan
Weekly
Report
jumlah
jumlah
pada
mengenai
penderita
penderita
tahun
2009.
2
21.026
jiwa
Berdasarkan
pada
dari
tahun
2009.
digolongkan kedalam beberapa jenis
laporan
WHO
berdasarkan teori Ridley dan Jopling,
tersebut, selama tahun 2009 terdapat
klasifikasi
sebanyak
1953) dan menurut WHO.2,4,7,8
Indonesia,
17.260
kasus
dengan
baru
14.227
di
kasus
teridentifikasi sebagai kasus morbus
hansen tipe multi basiler (MB) adalah
tipe yang dapat menular. Dengan
perbandingan
penderita
anak-anak
sebanyak 2.076 kasus dan perempuan
sebanyak 6.887 kasus. Pada tahun
2012 terjadi peningkatan jumlah kasus
baru sebanyak 18.994 orang dengan
15.703 kasus diidentifikasi sebagai
morbus hansen tipe multi basiler,
internasional
(Madrid,
Pada proses penegakan diagnosis dapat
diperoleh dengan mencari tanda utama
atau tanda kardinal yang ditunjukkan
pasien secara keseluruhan. Karena di
setiap
tempat
akan
memberikan
gambaran yang berbeda jika hanya
dilihat dari satu sisi saja. Pemeriksaan
penunjang dapat berupa pemeriksaan
bakterioskopik, pemeriksaan serologis,
dan pemeriksaan histopatologis.8
wanita
sebanyak
6.667
Pengobatan kusta pada awalnya hanya
anak-anak
sebanyak
2.191
menggunakan terapi dosis tunggal
kasus dan kasus relaps sebanyak 194
berupa diaminodifenil sulfon (DDS).
kasus. 3,5,6
Setelah beberapa tahun pemakaian
mengenai
kasus,
Perkembangan
penyakit
morbus
hansen memerlukan jumlah bakteri M.
leprae minimal untuk menimbulkan
gejala klinis, derajat infeksi dan derajat
penyakit. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan sistem imunitas seseorang. M.
leprae menginfeksi melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh yang bersuhu
relatif lebih dingin dan pada bagian
hidung.
Morbus
hansen
dapat
DDS terjadi resistensi terhadap terapi
dosis tunggal ini. Untuk menangani
resistensi
terhadap
menyarankan
untuk
DDS,
WHO
menggunakan
metode pengobatan kombinasi untuk
mengobati semua jenis kusta.4,9
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, tuan A, berumur 33
tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUP Sanglah pada tanggal
3
18 Desember 2013 dengan nomor
dermatologis tidak ditemukan kelainan
rekam
Pasien
pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar
datang dengan keluhan utama tangan
limfe dan tidak terdapat stigmata
tidak terasa dan timbul merah-merah
atopik. Ditemukan anhidrosis pada lesi
pada kaki dan tangan. Berdasarkan
atau kulit yang mengalami bercak
anamnesa bercak merah timbul pada
kemerahan pada saat pemeriksaan
wajah,
dan
fungsi kelenjar keringat. Kelainan kulit
punggung kaki kanan sejak 7 bulan
atau lesi ditemukan pada lengan atas
sebelum ke rumah sakit. Pada awalnya
dan bawah pada tangan kanan dan kiri,
bercak-bercak muncul pada lengan
serta pada punggung kaki kanan.
kanan bawah kemudian menyebar ke
Bentuk
efloresensi
kepala, badan dan punggung kaki.
eritema
multipel
Pasien mengeluh bercak ini mati rasa.
dengan diameter 1-2,5 cm dan plak
Penderita
eritema
medis
13.03.61.42.
badan,
juga
lengan
atas
mengeluh
sering
multipel
berupa
berbentuk
berbentuk
nodul
bulat
bulat
kesemutan di seluruh tubuh. Riwayat
dengan diameter 1-2 cm. Plak eritema
pengobatan sebelumnya pasien sudah
berbentuk oval dengan ukuran 3 x4 cm
pernah berobat ke dokter spesialis kulit
sampai dengan 4x5 cm pada bagian
dan kelamin dan diberikan rifampisin
tengahnya terdapat central healing,
600 mg, ofloksasin 400 mg dan
dan terdapat nodul eritema multipel
minoksiklin 100 mg.
berbentuk bulat dengan diameter 1-1,5
Pasien
memiliki
riwayat
rifampisin,
obat
untuk
digunakan
cortidex.
alergi
alerginya
Pada
saat
anamnesis, tidak ditemukan penyakit
penyerta, tidak ditemukan riwayat
transfusi dan operasi. Selain itu, tidak
ditemukan keluarga yang mengalami
penyakit yang sama. Status internus
pasien dalam batas normal. Pada status
cm. Pada pemeriksaan sensibilitas
ditemukan
terhadap
penurunan
raba,
nyeri,
sensibilitas
dan
suhu.
Penebalan saraf positif, n. auricularis
magnus positif, n. ulnaris sinistra
negatif, dan voluntary muscle test baik.
Keadaan umum tampak baik, tekanan
darah 110/70 mmHg, frekuensi nafas
20 kali/menit, nadi 80 kali/menit, suhu
36oC. Pada saat kontrol lanjutan tidak
4
pernah muncul lesi
baru.
Pasien
mengalami kerusakan integritas kulit
karena lesi sebelumnya yang sudah
diderita pasien.
Pada pemeriksaan basil tahan asam
(BTA) pada cuping kanan negatif,
pemeriksaan BTA cuping kiri negatif,
pemeriksaan BTA pada punggung
tangan
kanan
negatif.
Pada
pemeriksaan histopatologis ditemukan
epidermis tampak mengalami atrofi.
Sedangkan
pada
lapisan
dermis
tampak infiltrat padat sel radang
epiteloid histosit membentuk struktur
tuberkuloid granuloma, dan sel radang
limfosit
yang
tersebar
disekitar
granuloma. Tidak ditemukan area
bebas
sel
radang
(green
zone
negative). Infiltrat radang tersebut juga
berada di jaringan periadnexa, dan
perivaskuler. Diagnosis kerja adalah
morbus
hansen
tuberkuloid
berupa
(BT).
pemberian
tipe
borderline
Penatalaksanaan
klofasimin
1x
50mg/ hari, ofloksasin 1x 400mg/hari,
minoksiklin 1x100 mg/hari selama 6
bulan dan vitamin B1, B6, B12 satu
tablet per hari. Komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) adalah kontrol
kembali setelah 7 hari.
DISKUSI
Perkembangan
penyakit
morbus
hansen memerlukan jumlah bakteri M.
leprae minimal untuk menimbulkan
gejala klinis, derajat infeksi dan derajat
penyakit. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan sistem imunitas seseorang.
Sumber
penularan
penyakit
kusta
adalah dari penderita kusta lainya,
yang paling berpotensi menularkan
adalah penderita dengan tipe kusta
multi basilar. M. leprae menginfeksi
melalui droplet dari penderita kusta
tipe MB dan bisa juga masuk melalui
kulit yang lecet pada bagian tubuh
yang bersuhu relatif lebih dingin dan
pada bagian hidung. M. leprae bersifat
obligat intraseluler yang terutama pada
sel makrofag di seluruh pembuluh
darah pada dermis dan sel Schwann
pada jaringan saraf. Fagositosis pada
tubuh terjadi jika bakteri M. leprae
sudah menginfeksi tubuh. Pada kasus
sumber penularannya kurang jelas
karena
berdasarkan
anamnesis,
di
lingkungan keluarga tidak ada yang
5
mengalami
penyakit
diderita pasien.
seperti
yang
1,2,4,7,8
saraf perifer yang menebal, 3. BB (Mid
Morbus hansen dapat digolongkan
kedalam beberapa jenis berdasarkan
klasifikasi
internasional
(Madrid,
1953), menurut WHO dan teori Ridley
dan Jopling yang akan dibahas lebih
lanjut. Menurut teori Ridley dan
Jopling,
morbus
satelit biasanya ada dan terletak dekat
hansen
diklasifikasikan berdasarkan tipe atau
bentuk, yaitu: 1. TT (Tuberkuloid
Type) dimana lesi ini mengenai kulit
maupun saraf perifer. Lesi kulit bisa
satu atau beberapa, dapat berupa
makula maupun plakat, batas jelas dan
pada bagian tengah dapat ditemukan
lesi yang regresi atau central healing.
Permukaan lesi dapat bersisik dengan
tepi yang meninggi bahkan dapat
menyerupai gambaran psoriasis. Dapat
disertai penebalan saraf perifer yang
biasanya teraba dan kelemahan otot . 2.
BT (Borderline Tuberculoid) mirip
gambaran pada tipe TT, tetapi terdapat
gambaran hipopigmentasi, kekeringan
kulit atau skuama yang tidak jelas
seperti pada tipe tuberkuloid. Adanya
gangguan saraf yang tidak seberat tipe
tuberkuloid, biasanya asimetris. Lesi
merupakan
Borderline)
tipe
yang
paling tidak stabil diantara semua
spektrum penyakit kusta, disebut juga
bentuk dimorfik. Lesi berbentuk plak,
permukaannya dapat berkilat, batas
lesi
kurang
jelas
dan
cenderung
simetris. Lesi sangat bervariasi baik
ukuran, bentuk maupun distribusinya.
Bisa ditemukan lesi punched out, yaitu
hipopigmentasi berbentuk bulat pada
bagian tengah dengan batas jelas, 4.
BL (Borderline Lepromatous ) lesi
dimulai
dengan
infiltrat
yang
menyebar dengan cepat ke seluruh
tubuh.
Makula
lebih
kecil
dan
bervariasi bentuknya. Papul dan nodul
yang muncul lebih tegas walaupun
lebih kecil dan distribusinya hampir
simetris. Tidak terdapat kerusakan
saraf
berupa
hilangnya
sensasi,
hipopigmentasi, berkurangnya keringat
dan gugurnya rambut lebih cepat
muncul dibandingkan tipe LL dengan
penebalan saraf yang dapat teraba di
tempat predileksi, 5. LL (Lepromatous
Type) jumlah lesi infiltrat sangat
banyak, simetris, permukaan halus,
lebih eritematosa, berkilat, berbatas
6
tidak tegas. Distribusi lesi khas yaitu
pada saraf tepi (neuritis perifer),
di wajah, dahi, pelipis, dagu, cuping
3.Ditemukannya
telinga, sedangkan pada bagian badan
pada
bagian
punggung
belakang,
tangan
dan
lengan,
permukaan
ekstensor tungkai bawah. Kerusakan
saraf yang luas menyebabkan anestesi
yang
disebut
glove
and
socking
anesthesi. Bila penyakit ini berlanjut,
maka makula dan papul baru muncul,
sedangkan lesi yang lama menjadi
plakat dan nodus. Pada stadium lanjut
serabut-serabut
mengalami
saraf
degenerasi
perifer
hialin
atau
fibrosis yang menyebabkan anestesi
dan atrofi otot tangan dan kaki. 1,7,8
M.
pemeriksaan bakteriologis.
Pada
kasus
pada
leprae
1,2.7,8
ditemukan
pasien
memenuhi 2 kriteria tanda cardinal
berupa lesi kulit yang mengalami mati
rasa dan terjadi penebalan saraf tepi.
Pemeriksaan penunjang yang biasanya
dilakukan
berupa
pemeriksaan
bakterioskopik,
pemeriksaan
histopatologis,
dan
pemeriksaan
serologis. Pemeriksaan bakterioskopik,
sediaan dibuat dari kerokan jaringan
kulit dan kerokan mukosa hidung yang
diwarnai dengan pewarnaan terhadap
BTA. Pengambilan kerokan idealnya
Sesuai dengan diagnosis kusta dilihat
dilakukan pada 4-10 tempat, pada
dari tanda klinis pada kasus berupa
umumnya
nodul dan plak eritema multipel
cuping telinga bagian bawah dan pada
dengan central healing di bagian
lesi yang paling eritematosa dan
tengahnya disertai dengan anestesia.
infiltratif. Tempat pengambilan sampel
Tanda
kardinal
digunakan
untuk
menegakkan diagnosis, terdiri dari 1.
lesi kulit yang mengalamai mati rasa
(hipopigmentasi atau erithematous),
2.Penebalan saraf tepi yang disertai
dengan
gangguan
fungsi
saraf.
Gangguan fungsi saraf tepi disebabkan
oleh peradangan kronis yang terjadi
harus
dilakukan
dicatat
pada
karena
kedua
untuk
membandingkan dengan jumlah basil
pada
tempat
penanganan.
yang
Hasil
sama
setelah
interpretasi
uji
bakterioskopik disajikan dalam bentuk
IB (indeks bakteri) dan IM (indeks
morfologi). Indeks bakteri dihitung
dengan melihat kepadatan BTA pada
7
sediaan dalam tiap rentang lapang
perpaduan
kedua
unsur
tipe
1,2.7,8
pandang dengan rentang skala 0
tuberkuloid dan tipe lepromatosa.
sampai 6+ (Ridley), dapat dilihat pada
Pada kasus pemeriksaan histopatologis
Tabel 1. Indeks morfologi adalah
ditemukan
perbandingan antara BTA bentuk solid
mengalami atrofi. Sedangkan pada
dan nonsolid. 1,2.7,8
lapisan dermis tampak infiltrat padat
sel
Tabel 1 Klasifikasi indeks Bakteri
epidermis
radang
membentuk
tampak
epiteloid
struktur
histosit
tuberkuloid
Nilai
Jumlah BTA
Lapang Pandang
1+
1-10
100
2+
1-10
10
3+
1-10
1
4+
11-100
1
di
5+
101-1000
1
perivaskuler. Hasil pemeriksaan sesuai
6+
>1000
1
dengan diagnosis kusta tipe borderline
0
0
100
granuloma, dan sel radang limfosit
yang tersebar disekitar granuloma.
Infiltrate radang tersebut juga berada
jaringan
periadnexa,
dan
tuberkuloid.
Pada kasus tidak ditemukan basil tahan
Pemeriksaan serologis kusta dinilai
asam pada pemeriksaan BTA pada
dari terbentuknya antibodi pada tubuh
cuping dan punggung tangan.
pasien yang terinfeksi oleh M. leprae.
Pemeriksaan histopatologis, gambaran
Antibodi yang terbentuk dapat bersifat
histopatologis tipe tuberkuloid adalah
spesifik dan non spesifik. Pemeriksaan
tuberkel
serologis dilakukan jika tanda klinis
dan
kerusakan
saraf,
terkadang ditemukan sedikit basil non
dan
solid bahkan tidak ditemukan sama
memberikan gambaran yang jelas. Uji
sekali basil. Pada tipe lepramatosa
serologis
terdapat subepidermal clear
zone,
menentukan kusta non klinis yang
bawah
tidak menimbulkan lesi di kulit. Uji
tidak
serologi yang biasanya digunakan
patologis ditemukan sel lepra dengan
adalah uji RIA (Radio Immuno Assay),
banyak basil. Tipe borderline adalah
uji MLPA (Mycobacterium Leprae
yaitu
daerah
epidermis
langsung
yang
di
jaringannya
uji
bakteriologis
juga
digunakan
belum
untuk
8
Particle
Aglutination),
uji
ELISA
Rifampisin 600 mg/ bulan, dikonsumsi
(Enzyme
Linked
Immuno-Sorbent
dihadapan
Assay),
dan
ML
dilakukan selama 6-9 bulan. Golongan
dipstick
petugas.
Pengobatan
(Myobacterium Leprae Dipstick).1,2.7,8
florokuinolon juga dapat digunakan
Pada
dilakukan
untuk tatalaksana kusta. Mekanisme
karena
kerja obat ini adalah menghambat
diagnosis sudah ditegakkan melalui
enzim DNA girase bakteri. Efek
anamnesis
samping yang timbul pada penggunaan
kasus
pemeriksaan
tidak
serologis
pemeriksaan
BTA
dan
pemeriksaan histopatologis.
obat golongan ini berupa nausea, diare
Regimen pada pengobatan untuk kusta
tipe pausi basiler (PB) dengan lesi
tunggal
diberikan
dosis
tunggal
rifampisin-ofloksasin-minosiklin
dan gangguan saluran cerna serta
berbagai gangguan sistem saraf pusat
termasuk
insomnia,
nyeri
kepala,
halusinasi, dan kecemasan. 1,4,10,11
(ROM) dengan dosis (dewasa 50-
Pada kasus ini, riwayat
70kg) rifampisin 300 mg, ofloksasin
sebelumnya pasien sudah diberikan
400
regimen
mg,
minosiklin
100
mg.
ROM.
pengobatan
Dengan
dosis
Pengobatan kusta yang paling banyak
rifampisin 600mg, ofloksasin 400mg
dipakai saat ini adalah DDS namun
dan minoksiklin 100mg. Karena pasien
sejak
memiliki alergi terhadap rifampisin
munculnya
kasus
resistensi
terhadap DDS maka diambil sebuah
maka
kebijakan untuk menggunakan metode
1x50mg,
pengobatan kombinasi dengan tujuan
minoksiklin 1x100mg selama 6 bulan
menurunkan
resistensi,
dan vitamin B1, B6, B12 satu kali per
memperpendek waktu pengobatan dan
hari lalu dilanjutkan dengan pemberian
pemutusan mata rantai penularan lebih
klofasimin dan ofloksasin saja selama
cepat. Sekarang metode pengobatan
18 bulan. Prognosis pasien baik karena
kombinasi diberikan kepada semua
tidak terdapat bakteri yang masih
penderita tipe kusta. Untuk kusta tipe
hidup pada tubuh pasien.
angka
diganti
dengan
ofloxasin
klofasimin
1x400mg,
PB diberikan Dapson 100 mg/hari,
9
SIMPULAN
Seorang laki-laki, berusia 33 tahun
menderita kusta tipe BT. Pasien diberi
pengobatan
metode
pengobatan
kombinasi berupa klofasimin 1x50mg,
ofloxasin
1x
400mg,
minoksiklin
1x100mg selama 6 bulan dan vitamin
B1, B6, B12 satu kali per hari dan
dilanjutkan
dengan
pemberian
4. Adriaty, D., Wahyuni, R.,
Iswahyudi, Prakoeswa, C. R.,
Abdullah, R., Agusni, I., et al.
(2012). Dapsone Resistance In
A Mycobacterium Leprae
Isolate With Two Point
Mutations In Folp Gene From
A Leprosy Patient. The
Indonesian Journal of the
Tropical
and
Infectious
Desease.108-111.
5. WHO.
(2010).
Weekly
epidemiological
record.
geneva: WHO.
klofasimin dan ofloxasin selama 18
bulan. Prognosis pasien baik karena
tidak terdapat bakteri yang masih
hidup pada tubuh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
2009.
2. Eduardo Chimenos Küstner,
M. P. (2006). Lepromatous
leprosy: A review and case
report. Oral Medicine and
Pathology, E474-E479.
3. Selum, & Umbul, W. C.
(2012). Risiko Kecacatan pada
Ketidakteraturan Berobat. The
Indonesian Journal of Public
Health, 8, 117–121.
6. WHO.
(2013).
epidemiological
geneva: WHO.
Weekly
record.
7. Parkash,
O.
(2009).
Classification of leprosy into
multibacillaryand
paucibacillary
groups:
ananalysis. FEMS Immunol
Med Microbiol, 55, 1-5.
8. LOCKWOOD, S. L. (2008).
Leprosy Type 1 (reversal)
reactions
and
their
management. Lepr Rev, 79,
372–386.
9. the COLEP Study Group.
(2008). Effectiveness of single
dose rifampicin in preventing
leprosy in close contacts of
patients with newly diagnosed
leprosy:cluster
randomised
controlled trial. BMJ, 336, 761764.
10
10. DESIKAN,
K.
V.,
SUNDARESH,
P.,
TULASIDAS, I., & RAO, E.
V. (2008). An 8–12 year
follow-up of highly bacillated
Indian leprosy patients treated
with WHO Multi- Drug
Teraphy. Lepr Rev, 79, 65-75.
11. WHO. (2005). Global Strategy
for Further Reducing the
Leprosy Burden and Sustaining
Leprosy Control Activities.
geneva: WHO.
11
MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DENGAN
PENGOBATAN KLOFASIMIN, OFLOXASIN DAN MINOKSIKLIN
SELAMA 18 BULAN
I Putu Adi Mahardika, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K),
dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar
ABSTRAK
Morbus Hansen atau kusta adalah penyakit infeksi yang kronik dan menular,
disebabkan oleh Myobacterium leprae. Pintu masuk infeksi bakteri ini melalui kulit
yang sudah lecet dan berkembang pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin.
Dilaporkan kasus seorang laki-laki berumur 33 tahun dengan diagnosis morbus
hansen tipe borderline tuberkuloid. Tanda klinis pasien tersebut berupa anestia pada
nodul eritema multipel berbentuk bulat dengan diameter 1-2,5 cm dan plak eritema
multipel berbentuk bulat dengan diameter 1-2 cm. Plak eritema berbentuk oval
dengan ukuran 3x4 cm sampai dengan 4x5 cm pada bagian tengahnya terdapat
central clearing dan terdapat nodul eritema multipel berbentuk bulat dengan diameter
1-1,5 cm. Pada pemeriksaan basil di cuping dan punggung tangan tidak ditemukan
kuman. Pemeriksaan histopatologis mengarah kepada morbus hansen tipe borderline
tuberculoid (BT). Penatalaksanaan diberikan klofasimin 1x 50mg/ hari, ofloxasin 1x
400mg/hari, minoksiklin 1x100 mg/hari selama 6 bulan, vitamin B1 B6 B12 1x1 dan
dilanjutkan dengan klofasimin dan ofloxasin selama 18 bulan. Prognosis pasien baik.
Kata kunci : Morbus Hansen, Kusta, RSUP Sanglah, M. leprae
1
BORDERLINE TUBERCULOID TYPE OF MORBUS HANSEN WITH
CLOFAZIMINE, OFLOXACIN AND MINOCYCLINE DURING 18 MONTHS
ABSTRACT
Morbus Hansen is an infectious disease caused by Myobacterium leprae. M. leprae
infects a wound and grows in colder area of human body. Reported the case 33 years
old man was diagnosed with borderline tuberculoid type of morbus hansen. Clinical
feature of the patient were anesthesia in the 1-2,5 cm round multiple erythema nodul
and 1-2 round plaque multiple erythema. The ovale plaque erythema sized 3x4 cm
until 4x5 cm with central healing, 1-1,5 round multiple erythema. Histopathological
exam show the characteristic of borderline tuberculoid type of morbus hansen.
Klofasimin 1x 50mg/ day, ofloxasin 1x 400mg/day, minoksiklin 1x100 mg/day as
long as 6 month, continued with kofasimin and ofloxasin as long as 18 month. With
good prognosis
Keyword: Morbus Hansen, Leprosy, RSUP Sanglah, M. leprae
mukosa mulut, saluran nafas bagian
PENDAHULUAN
Penyakit morbus hansen atau kusta
masih menjadi permasalahan yang
atas dan organ lain kecuali sistem saraf
pusat.1,2,3,4
dihadapi oleh sebagian besar negara
Menurut
berkembang. Kecenderungan tingkat
Epidemiological
sosial ekonomi yang rendah pada
morbus hansen tahun 2010, prevalensi
negara berkembang merupakan salah
tertinggi penyakit kusta terdapat di
satu faktor resiko penyakit morbus
India,
hansen ini. Morbus hansen atau kusta
sebanyak 87.190 jiwa pada tahun
adalah penyakit infeksi yang kronik
2009. Pada peringkat kedua terdapat
dan menular. Penyebabnya adalah
Brazil,
dengan
Myobacterium leprae yang bersifat
38.179
jiwa
intraseluler
ini
Indonesia berada pada peringkat ketiga
pertama kali akan menyerang kulit,
dengan jumlah penderita sebanyak
obligat.
Bakteri
WHO
dengan
Weekly
Report
jumlah
jumlah
pada
mengenai
penderita
penderita
tahun
2009.
2
21.026
jiwa
Berdasarkan
pada
dari
tahun
2009.
digolongkan kedalam beberapa jenis
laporan
WHO
berdasarkan teori Ridley dan Jopling,
tersebut, selama tahun 2009 terdapat
klasifikasi
sebanyak
1953) dan menurut WHO.2,4,7,8
Indonesia,
17.260
kasus
dengan
baru
14.227
di
kasus
teridentifikasi sebagai kasus morbus
hansen tipe multi basiler (MB) adalah
tipe yang dapat menular. Dengan
perbandingan
penderita
anak-anak
sebanyak 2.076 kasus dan perempuan
sebanyak 6.887 kasus. Pada tahun
2012 terjadi peningkatan jumlah kasus
baru sebanyak 18.994 orang dengan
15.703 kasus diidentifikasi sebagai
morbus hansen tipe multi basiler,
internasional
(Madrid,
Pada proses penegakan diagnosis dapat
diperoleh dengan mencari tanda utama
atau tanda kardinal yang ditunjukkan
pasien secara keseluruhan. Karena di
setiap
tempat
akan
memberikan
gambaran yang berbeda jika hanya
dilihat dari satu sisi saja. Pemeriksaan
penunjang dapat berupa pemeriksaan
bakterioskopik, pemeriksaan serologis,
dan pemeriksaan histopatologis.8
wanita
sebanyak
6.667
Pengobatan kusta pada awalnya hanya
anak-anak
sebanyak
2.191
menggunakan terapi dosis tunggal
kasus dan kasus relaps sebanyak 194
berupa diaminodifenil sulfon (DDS).
kasus. 3,5,6
Setelah beberapa tahun pemakaian
mengenai
kasus,
Perkembangan
penyakit
morbus
hansen memerlukan jumlah bakteri M.
leprae minimal untuk menimbulkan
gejala klinis, derajat infeksi dan derajat
penyakit. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan sistem imunitas seseorang. M.
leprae menginfeksi melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh yang bersuhu
relatif lebih dingin dan pada bagian
hidung.
Morbus
hansen
dapat
DDS terjadi resistensi terhadap terapi
dosis tunggal ini. Untuk menangani
resistensi
terhadap
menyarankan
untuk
DDS,
WHO
menggunakan
metode pengobatan kombinasi untuk
mengobati semua jenis kusta.4,9
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, tuan A, berumur 33
tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUP Sanglah pada tanggal
3
18 Desember 2013 dengan nomor
dermatologis tidak ditemukan kelainan
rekam
Pasien
pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar
datang dengan keluhan utama tangan
limfe dan tidak terdapat stigmata
tidak terasa dan timbul merah-merah
atopik. Ditemukan anhidrosis pada lesi
pada kaki dan tangan. Berdasarkan
atau kulit yang mengalami bercak
anamnesa bercak merah timbul pada
kemerahan pada saat pemeriksaan
wajah,
dan
fungsi kelenjar keringat. Kelainan kulit
punggung kaki kanan sejak 7 bulan
atau lesi ditemukan pada lengan atas
sebelum ke rumah sakit. Pada awalnya
dan bawah pada tangan kanan dan kiri,
bercak-bercak muncul pada lengan
serta pada punggung kaki kanan.
kanan bawah kemudian menyebar ke
Bentuk
efloresensi
kepala, badan dan punggung kaki.
eritema
multipel
Pasien mengeluh bercak ini mati rasa.
dengan diameter 1-2,5 cm dan plak
Penderita
eritema
medis
13.03.61.42.
badan,
juga
lengan
atas
mengeluh
sering
multipel
berupa
berbentuk
berbentuk
nodul
bulat
bulat
kesemutan di seluruh tubuh. Riwayat
dengan diameter 1-2 cm. Plak eritema
pengobatan sebelumnya pasien sudah
berbentuk oval dengan ukuran 3 x4 cm
pernah berobat ke dokter spesialis kulit
sampai dengan 4x5 cm pada bagian
dan kelamin dan diberikan rifampisin
tengahnya terdapat central healing,
600 mg, ofloksasin 400 mg dan
dan terdapat nodul eritema multipel
minoksiklin 100 mg.
berbentuk bulat dengan diameter 1-1,5
Pasien
memiliki
riwayat
rifampisin,
obat
untuk
digunakan
cortidex.
alergi
alerginya
Pada
saat
anamnesis, tidak ditemukan penyakit
penyerta, tidak ditemukan riwayat
transfusi dan operasi. Selain itu, tidak
ditemukan keluarga yang mengalami
penyakit yang sama. Status internus
pasien dalam batas normal. Pada status
cm. Pada pemeriksaan sensibilitas
ditemukan
terhadap
penurunan
raba,
nyeri,
sensibilitas
dan
suhu.
Penebalan saraf positif, n. auricularis
magnus positif, n. ulnaris sinistra
negatif, dan voluntary muscle test baik.
Keadaan umum tampak baik, tekanan
darah 110/70 mmHg, frekuensi nafas
20 kali/menit, nadi 80 kali/menit, suhu
36oC. Pada saat kontrol lanjutan tidak
4
pernah muncul lesi
baru.
Pasien
mengalami kerusakan integritas kulit
karena lesi sebelumnya yang sudah
diderita pasien.
Pada pemeriksaan basil tahan asam
(BTA) pada cuping kanan negatif,
pemeriksaan BTA cuping kiri negatif,
pemeriksaan BTA pada punggung
tangan
kanan
negatif.
Pada
pemeriksaan histopatologis ditemukan
epidermis tampak mengalami atrofi.
Sedangkan
pada
lapisan
dermis
tampak infiltrat padat sel radang
epiteloid histosit membentuk struktur
tuberkuloid granuloma, dan sel radang
limfosit
yang
tersebar
disekitar
granuloma. Tidak ditemukan area
bebas
sel
radang
(green
zone
negative). Infiltrat radang tersebut juga
berada di jaringan periadnexa, dan
perivaskuler. Diagnosis kerja adalah
morbus
hansen
tuberkuloid
berupa
(BT).
pemberian
tipe
borderline
Penatalaksanaan
klofasimin
1x
50mg/ hari, ofloksasin 1x 400mg/hari,
minoksiklin 1x100 mg/hari selama 6
bulan dan vitamin B1, B6, B12 satu
tablet per hari. Komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) adalah kontrol
kembali setelah 7 hari.
DISKUSI
Perkembangan
penyakit
morbus
hansen memerlukan jumlah bakteri M.
leprae minimal untuk menimbulkan
gejala klinis, derajat infeksi dan derajat
penyakit. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan sistem imunitas seseorang.
Sumber
penularan
penyakit
kusta
adalah dari penderita kusta lainya,
yang paling berpotensi menularkan
adalah penderita dengan tipe kusta
multi basilar. M. leprae menginfeksi
melalui droplet dari penderita kusta
tipe MB dan bisa juga masuk melalui
kulit yang lecet pada bagian tubuh
yang bersuhu relatif lebih dingin dan
pada bagian hidung. M. leprae bersifat
obligat intraseluler yang terutama pada
sel makrofag di seluruh pembuluh
darah pada dermis dan sel Schwann
pada jaringan saraf. Fagositosis pada
tubuh terjadi jika bakteri M. leprae
sudah menginfeksi tubuh. Pada kasus
sumber penularannya kurang jelas
karena
berdasarkan
anamnesis,
di
lingkungan keluarga tidak ada yang
5
mengalami
penyakit
diderita pasien.
seperti
yang
1,2,4,7,8
saraf perifer yang menebal, 3. BB (Mid
Morbus hansen dapat digolongkan
kedalam beberapa jenis berdasarkan
klasifikasi
internasional
(Madrid,
1953), menurut WHO dan teori Ridley
dan Jopling yang akan dibahas lebih
lanjut. Menurut teori Ridley dan
Jopling,
morbus
satelit biasanya ada dan terletak dekat
hansen
diklasifikasikan berdasarkan tipe atau
bentuk, yaitu: 1. TT (Tuberkuloid
Type) dimana lesi ini mengenai kulit
maupun saraf perifer. Lesi kulit bisa
satu atau beberapa, dapat berupa
makula maupun plakat, batas jelas dan
pada bagian tengah dapat ditemukan
lesi yang regresi atau central healing.
Permukaan lesi dapat bersisik dengan
tepi yang meninggi bahkan dapat
menyerupai gambaran psoriasis. Dapat
disertai penebalan saraf perifer yang
biasanya teraba dan kelemahan otot . 2.
BT (Borderline Tuberculoid) mirip
gambaran pada tipe TT, tetapi terdapat
gambaran hipopigmentasi, kekeringan
kulit atau skuama yang tidak jelas
seperti pada tipe tuberkuloid. Adanya
gangguan saraf yang tidak seberat tipe
tuberkuloid, biasanya asimetris. Lesi
merupakan
Borderline)
tipe
yang
paling tidak stabil diantara semua
spektrum penyakit kusta, disebut juga
bentuk dimorfik. Lesi berbentuk plak,
permukaannya dapat berkilat, batas
lesi
kurang
jelas
dan
cenderung
simetris. Lesi sangat bervariasi baik
ukuran, bentuk maupun distribusinya.
Bisa ditemukan lesi punched out, yaitu
hipopigmentasi berbentuk bulat pada
bagian tengah dengan batas jelas, 4.
BL (Borderline Lepromatous ) lesi
dimulai
dengan
infiltrat
yang
menyebar dengan cepat ke seluruh
tubuh.
Makula
lebih
kecil
dan
bervariasi bentuknya. Papul dan nodul
yang muncul lebih tegas walaupun
lebih kecil dan distribusinya hampir
simetris. Tidak terdapat kerusakan
saraf
berupa
hilangnya
sensasi,
hipopigmentasi, berkurangnya keringat
dan gugurnya rambut lebih cepat
muncul dibandingkan tipe LL dengan
penebalan saraf yang dapat teraba di
tempat predileksi, 5. LL (Lepromatous
Type) jumlah lesi infiltrat sangat
banyak, simetris, permukaan halus,
lebih eritematosa, berkilat, berbatas
6
tidak tegas. Distribusi lesi khas yaitu
pada saraf tepi (neuritis perifer),
di wajah, dahi, pelipis, dagu, cuping
3.Ditemukannya
telinga, sedangkan pada bagian badan
pada
bagian
punggung
belakang,
tangan
dan
lengan,
permukaan
ekstensor tungkai bawah. Kerusakan
saraf yang luas menyebabkan anestesi
yang
disebut
glove
and
socking
anesthesi. Bila penyakit ini berlanjut,
maka makula dan papul baru muncul,
sedangkan lesi yang lama menjadi
plakat dan nodus. Pada stadium lanjut
serabut-serabut
mengalami
saraf
degenerasi
perifer
hialin
atau
fibrosis yang menyebabkan anestesi
dan atrofi otot tangan dan kaki. 1,7,8
M.
pemeriksaan bakteriologis.
Pada
kasus
pada
leprae
1,2.7,8
ditemukan
pasien
memenuhi 2 kriteria tanda cardinal
berupa lesi kulit yang mengalami mati
rasa dan terjadi penebalan saraf tepi.
Pemeriksaan penunjang yang biasanya
dilakukan
berupa
pemeriksaan
bakterioskopik,
pemeriksaan
histopatologis,
dan
pemeriksaan
serologis. Pemeriksaan bakterioskopik,
sediaan dibuat dari kerokan jaringan
kulit dan kerokan mukosa hidung yang
diwarnai dengan pewarnaan terhadap
BTA. Pengambilan kerokan idealnya
Sesuai dengan diagnosis kusta dilihat
dilakukan pada 4-10 tempat, pada
dari tanda klinis pada kasus berupa
umumnya
nodul dan plak eritema multipel
cuping telinga bagian bawah dan pada
dengan central healing di bagian
lesi yang paling eritematosa dan
tengahnya disertai dengan anestesia.
infiltratif. Tempat pengambilan sampel
Tanda
kardinal
digunakan
untuk
menegakkan diagnosis, terdiri dari 1.
lesi kulit yang mengalamai mati rasa
(hipopigmentasi atau erithematous),
2.Penebalan saraf tepi yang disertai
dengan
gangguan
fungsi
saraf.
Gangguan fungsi saraf tepi disebabkan
oleh peradangan kronis yang terjadi
harus
dilakukan
dicatat
pada
karena
kedua
untuk
membandingkan dengan jumlah basil
pada
tempat
penanganan.
yang
Hasil
sama
setelah
interpretasi
uji
bakterioskopik disajikan dalam bentuk
IB (indeks bakteri) dan IM (indeks
morfologi). Indeks bakteri dihitung
dengan melihat kepadatan BTA pada
7
sediaan dalam tiap rentang lapang
perpaduan
kedua
unsur
tipe
1,2.7,8
pandang dengan rentang skala 0
tuberkuloid dan tipe lepromatosa.
sampai 6+ (Ridley), dapat dilihat pada
Pada kasus pemeriksaan histopatologis
Tabel 1. Indeks morfologi adalah
ditemukan
perbandingan antara BTA bentuk solid
mengalami atrofi. Sedangkan pada
dan nonsolid. 1,2.7,8
lapisan dermis tampak infiltrat padat
sel
Tabel 1 Klasifikasi indeks Bakteri
epidermis
radang
membentuk
tampak
epiteloid
struktur
histosit
tuberkuloid
Nilai
Jumlah BTA
Lapang Pandang
1+
1-10
100
2+
1-10
10
3+
1-10
1
4+
11-100
1
di
5+
101-1000
1
perivaskuler. Hasil pemeriksaan sesuai
6+
>1000
1
dengan diagnosis kusta tipe borderline
0
0
100
granuloma, dan sel radang limfosit
yang tersebar disekitar granuloma.
Infiltrate radang tersebut juga berada
jaringan
periadnexa,
dan
tuberkuloid.
Pada kasus tidak ditemukan basil tahan
Pemeriksaan serologis kusta dinilai
asam pada pemeriksaan BTA pada
dari terbentuknya antibodi pada tubuh
cuping dan punggung tangan.
pasien yang terinfeksi oleh M. leprae.
Pemeriksaan histopatologis, gambaran
Antibodi yang terbentuk dapat bersifat
histopatologis tipe tuberkuloid adalah
spesifik dan non spesifik. Pemeriksaan
tuberkel
serologis dilakukan jika tanda klinis
dan
kerusakan
saraf,
terkadang ditemukan sedikit basil non
dan
solid bahkan tidak ditemukan sama
memberikan gambaran yang jelas. Uji
sekali basil. Pada tipe lepramatosa
serologis
terdapat subepidermal clear
zone,
menentukan kusta non klinis yang
bawah
tidak menimbulkan lesi di kulit. Uji
tidak
serologi yang biasanya digunakan
patologis ditemukan sel lepra dengan
adalah uji RIA (Radio Immuno Assay),
banyak basil. Tipe borderline adalah
uji MLPA (Mycobacterium Leprae
yaitu
daerah
epidermis
langsung
yang
di
jaringannya
uji
bakteriologis
juga
digunakan
belum
untuk
8
Particle
Aglutination),
uji
ELISA
Rifampisin 600 mg/ bulan, dikonsumsi
(Enzyme
Linked
Immuno-Sorbent
dihadapan
Assay),
dan
ML
dilakukan selama 6-9 bulan. Golongan
dipstick
petugas.
Pengobatan
(Myobacterium Leprae Dipstick).1,2.7,8
florokuinolon juga dapat digunakan
Pada
dilakukan
untuk tatalaksana kusta. Mekanisme
karena
kerja obat ini adalah menghambat
diagnosis sudah ditegakkan melalui
enzim DNA girase bakteri. Efek
anamnesis
samping yang timbul pada penggunaan
kasus
pemeriksaan
tidak
serologis
pemeriksaan
BTA
dan
pemeriksaan histopatologis.
obat golongan ini berupa nausea, diare
Regimen pada pengobatan untuk kusta
tipe pausi basiler (PB) dengan lesi
tunggal
diberikan
dosis
tunggal
rifampisin-ofloksasin-minosiklin
dan gangguan saluran cerna serta
berbagai gangguan sistem saraf pusat
termasuk
insomnia,
nyeri
kepala,
halusinasi, dan kecemasan. 1,4,10,11
(ROM) dengan dosis (dewasa 50-
Pada kasus ini, riwayat
70kg) rifampisin 300 mg, ofloksasin
sebelumnya pasien sudah diberikan
400
regimen
mg,
minosiklin
100
mg.
ROM.
pengobatan
Dengan
dosis
Pengobatan kusta yang paling banyak
rifampisin 600mg, ofloksasin 400mg
dipakai saat ini adalah DDS namun
dan minoksiklin 100mg. Karena pasien
sejak
memiliki alergi terhadap rifampisin
munculnya
kasus
resistensi
terhadap DDS maka diambil sebuah
maka
kebijakan untuk menggunakan metode
1x50mg,
pengobatan kombinasi dengan tujuan
minoksiklin 1x100mg selama 6 bulan
menurunkan
resistensi,
dan vitamin B1, B6, B12 satu kali per
memperpendek waktu pengobatan dan
hari lalu dilanjutkan dengan pemberian
pemutusan mata rantai penularan lebih
klofasimin dan ofloksasin saja selama
cepat. Sekarang metode pengobatan
18 bulan. Prognosis pasien baik karena
kombinasi diberikan kepada semua
tidak terdapat bakteri yang masih
penderita tipe kusta. Untuk kusta tipe
hidup pada tubuh pasien.
angka
diganti
dengan
ofloxasin
klofasimin
1x400mg,
PB diberikan Dapson 100 mg/hari,
9
SIMPULAN
Seorang laki-laki, berusia 33 tahun
menderita kusta tipe BT. Pasien diberi
pengobatan
metode
pengobatan
kombinasi berupa klofasimin 1x50mg,
ofloxasin
1x
400mg,
minoksiklin
1x100mg selama 6 bulan dan vitamin
B1, B6, B12 satu kali per hari dan
dilanjutkan
dengan
pemberian
4. Adriaty, D., Wahyuni, R.,
Iswahyudi, Prakoeswa, C. R.,
Abdullah, R., Agusni, I., et al.
(2012). Dapsone Resistance In
A Mycobacterium Leprae
Isolate With Two Point
Mutations In Folp Gene From
A Leprosy Patient. The
Indonesian Journal of the
Tropical
and
Infectious
Desease.108-111.
5. WHO.
(2010).
Weekly
epidemiological
record.
geneva: WHO.
klofasimin dan ofloxasin selama 18
bulan. Prognosis pasien baik karena
tidak terdapat bakteri yang masih
hidup pada tubuh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
2009.
2. Eduardo Chimenos Küstner,
M. P. (2006). Lepromatous
leprosy: A review and case
report. Oral Medicine and
Pathology, E474-E479.
3. Selum, & Umbul, W. C.
(2012). Risiko Kecacatan pada
Ketidakteraturan Berobat. The
Indonesian Journal of Public
Health, 8, 117–121.
6. WHO.
(2013).
epidemiological
geneva: WHO.
Weekly
record.
7. Parkash,
O.
(2009).
Classification of leprosy into
multibacillaryand
paucibacillary
groups:
ananalysis. FEMS Immunol
Med Microbiol, 55, 1-5.
8. LOCKWOOD, S. L. (2008).
Leprosy Type 1 (reversal)
reactions
and
their
management. Lepr Rev, 79,
372–386.
9. the COLEP Study Group.
(2008). Effectiveness of single
dose rifampicin in preventing
leprosy in close contacts of
patients with newly diagnosed
leprosy:cluster
randomised
controlled trial. BMJ, 336, 761764.
10
10. DESIKAN,
K.
V.,
SUNDARESH,
P.,
TULASIDAS, I., & RAO, E.
V. (2008). An 8–12 year
follow-up of highly bacillated
Indian leprosy patients treated
with WHO Multi- Drug
Teraphy. Lepr Rev, 79, 65-75.
11. WHO. (2005). Global Strategy
for Further Reducing the
Leprosy Burden and Sustaining
Leprosy Control Activities.
geneva: WHO.
11