UPAYA PENINGKATAN AKTUALISASI DIRI PADA KLIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RSJD ARIF ZAINUDIN SURAKARTA Upaya Peningkatan Aktualisasi Diri Pada Klien Dengan Harga Diri Rendah Di Rsjd Arif Zainudin Surakarta.

(1)

UPAYA PENINGKATAN AKTUALISASI DIRI PADA KLIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RSJD ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

GARRY REYNALDI J200130032

PRODI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2016


(2)

(3)

(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam studi kasus karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar diploma di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan oleh daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, ... 2016 Penulis

GARRY REYNALDI J 200 1300 3


(5)

UPAYA PENINGKATAN AKTUALISASI DIRI PADA KLIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RSJD ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

ABSTRAK

Latar Belakang : Skizofrenia adalah sekumpulan sindroma klinik yang ditandai dengan perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku. Konsep diri adalah gambaran konsep diri sebagai ide, perasaan dan kepercayaan untuk mengenal dan siap untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Klien dengan

harga diri rendah di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta tahun 2014 sebanyak 620 pasien pada bulan

Januari dan 647 pasien pada bulan Febuari.

Tujuan : Penulis dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa harga diri rendah

dibangsal Sena RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

Metode : Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus, yaitu dengan melakukan asuhan keperawatan pada pasienharga diri rendah mulai dari pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam pada pasien dengan harga diri rendah masalah teratasi sebagian dan intervensi harus dilanjutkan.

Kesimpulan : masalah teratasi sebagian, sehingga membutuhkan perwatan lebih lanjut dan kerja sama dengan tim medis lain, klien serta keluarga yang sangat diperlukan untuk keberhasilan asuhan keperawatan. Adanya pengaruh terapi komunikasi terapeutik terhadap peningkatan kemampuan positif yang dimiliki klien sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Direkomendasikan untuk klien harga diri rendah sebagai tindakan mandiri keperawatan.

Kata Kunci : Peningkatan Aktualisasi Diri¸ Harga Diri Rendah.

ABSTRACT

Schizophrenia is a group of clinical syndrome characterized by cognitive changes , emotions, perceptions and other aspects of behavior. Background : The concept itself is a picture of self-concept as an idea , a feeling and confidence to know and are ready to connect and communicate with others , low self esteem is feeling worthless, mean and low self-esteem due to a negative evaluation of self and ability self. Clients with low self-esteem in RSJD dr . Arif Zainudin Surakarta in 2014 as many as 620 patients in January and 647 patients in February.


(6)

2

Objective : Authors can understand nursing care in patients with a diagnosis of low self esteem dibangsal Sena RSJD dr . Arif Zainudin Surakarta.

Methods : The method used is descriptive case study approach , is to perform nursing care at lower self pasienharga ranging from assessment , intervention , implementation and evaluation of nursing.

Results : After 3x24 -hour nursing care for patients with low self esteem issue is resolved in part and interventions should be continued.

Conclusion : The issue is resolved partially , thus requiring more care in and cooperation with other medical teams , clients and families that are indispensable for the success of nursing care . The influence of therapeutic communication therapy to increase its positive capabilities clients before and after the intervention . Recommended for clients low self-esteem as an act of self- nursing .

Keywords : Increasing Self-Esteem Low self-actualization.

1. PENDAHULUAN

Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, tercantum bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemerintah Indonesia menegaskan perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang dituangkan dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144 yang menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Ayat ke 2, upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa dan masalah psikososial.

Kesehatan jiwa adalah suatu kesehatan kondisi sehat secara emosional, psikologi dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videback dalam Prabowo, 2014).

Kesehatan jiwa merupakan berbagai karakter positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan setiap individu (WHO dalam Kusumawati dkk, 2010). Kesehatan jiwa merupakan kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselaraasan dalam mengendalikan diri, serta terbebas dari stres berlebih (Rosdahi dalam Kusumawati dkk, 2010).

World Health Organization (WHO dalam Wakhid dkk, 2013)

memperkirakan sebanyak 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental. Terdapat sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara


(7)

keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Di Indonesia pada tahun 2007 memiliki prevalensi sebesar 4.6 permil, artinya bahwa dari

1000 penduduk Indonesia terdapat empat sampai lima diantaranya menderita gangguan jiwa berat

(Puslitbang Depkes RI dalam Wakhid dkk, 2013).

Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut skizofrenia didaerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah perkotaan. Didaerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan dipasung mencapai 18,2 persen. Sementara didaerah perkotaan , proporsinya hanya mencapai 10,7 persen. Nampaknya, hal ini memberikan konfirmasi bahwa teanan hidup yang dialami penduduk pedesaan lebihh berat dibanding penduduk perkotaan. Dan mudah diduga, salah satu bentuk tekanan hidup itu, meski tidak selalu adalah kesulitan ekonomi (Riskesdas, 2013)

Prevalensi gangguan jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari seluruh populasi yang ada

(Balitbangkes, 2008). Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus yang mengalami gangguan jiwa dan beberapa dari kasus tersebut hidup dalam pasungan. Angka tersebut diperoleh ddati pendataan sejak januari hingga november 2012 (Hendry, 2012). Berdasarkan jumlah kunjungan masyarakat yang mengalami gangguan jiwa kepelayanan kesehatan baik puskesmas, rumah sakit, maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya pada tahun 2009 terdapat 1,3 juta orang melakukan kunjungan, hal ini diperkirakan sebanyak 4,09 % (Profil Kesehatan Kab/ Kota Jawa Tengah Tahun 2009).

Gangguan jiwa berat yang paling sering ditemui di masyarakat adalah skizofrenia (Ibrahim dalam Suerni). Skizofrenia adalah sekumpulan sindroma klinik yang ditandai dengan perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek dari perilaku (Kaplan dan Saddock dalam Suerni). Dalam broken brain, The Biological

Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia

merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor, seperti perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik (Nancy dalan Yosep, 2016).

Gejala negatif dari skizofrenia adalah sulit untuk memulai pembicaraan, afek tumpul atau datar, berkurangnya motivasi diri, berkurangnya atensi, pasif, apatis dan menarik diri secara sosial dan timbulnya rasa tidak nyaman (Videbeck dalam Suerni).

Konsep diri merupakan pengetahuan individu tentang dirinya sendiri, gambaran tentang diri

dan gabungan kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi baik yang disadari maupun tidak disadari. Konsep diri juga merupakan cerminan individu, pusat dari


(8)

4 (Potter dan Perry dalam Dermawan, 2013).

Konsep diri adalah gambaran tentang diri sendiri sebagai ide, perasaan dan kepercayaan untuk mengenal dan siap untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain serta berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri juga dapat diartikan cara tiap individu memandang dirinya secara utuh baik secara fisik, mental, intelektual, sosial, dan spiritual (Rawlin dalam Dermawan, 2013).

Harga diri merupakan penilaian tiap individu terhadap hasil yang telah dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku yang memenuhi ideal diri: merupakan bagian dari kebutuhan manusia (Maslow dalam Farida, 2010).

Harga diri rendah adalah penilaian diri negatif yang berkembang sebagai respons terhadapa

hilangnya atau berubahnyya perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai penilaian diri yang positif (NANDA).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri, dan sering juga disertai dengan kurangnya perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani bertatap muka dengan lawan bicara, lebih banyak menundukkan kepala, berbicara lambat dan nada suara lemah (Keliat dalam Suerni,2013).

Harga diri rendah adalah penilaian negatif individu terhadap diri sendiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck dalam Afnuhazi).

Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya rasa percaya diri

dan harga diri, merasa gagal untuk mencapai keinginan (Keliat dalam Fitria, 2009).

Kebijakan pemerintah dalam manangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Undang- undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatanjiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2) mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan difasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan, dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.

Menurut data Rekam Medik (RM) yang penulis peroleh dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta (RSJD) pada bulan Januari sampai dengan Febuari 2014 terdapat pasien yang mengalami gangguan jiwa dengan masalah keperawatan konsep diri : Harga Diri Rendah sebanyak 620 pasien pada bulan Januari dan 647 pasien pada bulan Febuari.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat masalah gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah menjadi masalah keperawatan utama dalam pembuatan karya tulis ilmiah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta (RSJD).


(9)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualsasi Diri Harga Diri Kerancuan Dipersonalis

Postif Identitas

Sumber Dermawan & Rusdi (2013) Keterangan :

1. Aktualisasi diri : Pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan pengalaman latar belakang sukses.

2. Konsep diri positif : Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam perwujudan dirinya.

3. Harga diri rendah : Perasaan negatif terhadapa diri sendiri, termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berdaya, pesimis. 4. Kerancuan identitas : Kegagalan individu untuk

mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.

5. Dipersonalisasi : Perasaan tidak realitik dalm kegiatan dari diri sendiri, kesulitan

membedakan diri sendiri, merasa tidak nyata dan asing baginya.

2. METODE

Metode deskriptif merupakan studi mengenai jumlah dan distribusi suatu penyakit pada manusia atau masyarakat menurut karakteristik orang yang menderita (Person), tempat Kejadian (place) dan waktu terjadinya (Time) penyakit (Chandra, 2008 ).

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan proses keperawatan jiwa yang terdiri dari pengkajian, diagnose keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi, sedangkan teknik penulisan yang digunakan adalah observasi partisipasif, wawancara, studi dokumentasi, studi pustaka. Penulis menggunakan cara pendekatan interpersonal dengan salah satu klien yang mengalami harga diri rendah di RSJD dr.Arif Zainudin Surakarta.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar, mempunyai tujuan, serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, dari kegunaannya untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama melalui hubungan tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien, sehingga kualitas hubungan ini akan memberikan dampak positif yang mempercepat proses penyembuhhan pasien. Maka komunikasi terapeutik sangat efektif untuk meningkatkan harga diri klien dengan caraa mengajarkan SP 1 sampai denganSP 2. SP 1 mendiskusikan


(10)

6

kemampuan atau aspek positif yang masih dimiliki klien, SP 2 melatih kemampuan yang dipilih klien (Chandra, 2008).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Self esteem dipengaruhi oleh pengalaman tiap individu dalam perkembangan fungsi ego, dimana anak-anak yang dapat beradaptasi dengan lingkungan internal dan eksternal biasanya mempunyai perasaan aman terhadap lingkungan dan menunjukkan self esteem yang positif. Seif dangkan individu dengan harga diri rendah cendrung memandang lingkungannya negatif dan sangat mengancam (Antai Otong dalam Yosep, 2016).

Harga diri berkaitan dengan pengalaman yang dialami tiap individu, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me, anak yang sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan sekitar dan apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah (Peplau

& Sulivan dalam Yosep, 2016).

Pengkajian merupakan tahap dalam proses keperawatan yang pertama. Tahap ini sangat penting dalam menentukan tahap yang selanjutnya, untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang tepat dilakukan pengumpulan data yang komprehensif dan valid yang akan berpengaruh dalam perencanaan keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Pengkajian dilakukan pada tanggal 29 maret 2016 dengan harga diri rendah. Saat dikaji keluhan utama malu dan selalu tidur, 15 hari sebelum masuk RSJ, klien gelisah, sering ngeluyur, bicara sendiri, bicara kasar, dan tidak mau masuk kedalam rumah, sebelumnya klien pernah masuk RSJ tahun

2014 yang lalu dengan keluhan yang hampir sama, klien mengatakan pengobatan sebelunya kurang berhasil karena klien sering lupa meminum obat sehingga membuatnya kembali masuk ke RSJ, klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti klien saat ini, ketika ditanya tentang dirinya, klien menjawab bahwa dirinya baik-baik saja, klien tidak mengerti mengapa dirinya dibawa ke RSJ, klien datang ke RSJ diantar oleh ibu nya menggunakan mobil bus, saat pemeriksaan fisik kepala mesocephal dengan rambut berwarna hitam, mata simetris,sklera ikterik dan fungsi penglihatan baik, hidung simetris dan fungsi penciuman baik, mulut mukosa bersih gigi tampak kuning, telinga simetris antara kanan dan kiri dan pendengaran baik, pada leher tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, dada simetris dan tidak ada nyeri tekan, ekstremitas klien normal tidak ada batasan gerak, warna kulit sawo matang terdapat scabies pada kaki dan tangan, turgor kulit baik. Klien adalah anak kedua dari tiga bersaudara,klien tinggal dirumah bersama ibunya, klien mempunyai dua saudara kandung, klien mempunyai kakak perempuan dan adik laki-laki, kakak perempuannya telah menikah dan berkeluarga sehingga sudah tinggal dirumah ibunnya, adik laki-laki klien sudah meninggal dunia, kegiatan klien sehari-hari


(11)

dirumah membantu ibunya disawah, klien belum menikah karena merasa malu dengan dirinya, klien menganggap bahwa dirinya berbeda dengan teman-temannya, klien kurang percaya diri. Konsep diri mengenai citra tubuh klien mengatakan dirinya berbeda dengan orang lain, klien jarang berbicara dengan orang lain sehingga klien tidak mempunyai teman diruangan, klien selalu tidur, sesuai dengan teori menurut (Potter dan Perry dalam Dermawan, 2013) citra tubuh dapat dipengaruhi oleh pandangan seseorang tentang sifat-sifat fisik dan kemampuan yang dimiliki dan persepsi orang lain terhadap dirinya. Citra tubuh dipengaruhi juga oleh perkembangan kognitif dan pertumbuhan fisik. Ukuran, bentuk, massa, struktur, fungsi tubuh beserta bagian-bagiannya bersifat dinamis dan sangat mungkin untuk berubah. Citra tubuh akan berubah seiring perubahan yang terjadi pada anatomi tubuh dan kepribadian seseorang (Rawlins et al dalam Dermawan). Klien menyatakan bahwa dirinya adalah seorang laki-laki berusia 35 tahun yang tidak bekerja. Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri dalam mengobservasi dan menilai, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart dan Sundeen dalam Dermawan)

. Klien mengatakan tidak pernah ikut dalam berorganisasi, klien juga jarang berbaur dengan rekan sejawatnya, Penampilan peran ialah beberapa perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial yang berbeda (Stuart dan Laria dalam Dermawan). Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang kerumah berkumpul dengan keluarganya, hal ini merupakan ideal diri. Ideal diri adalah pandangan individu tentang bagaimana berperilaku sesuai dengan normal (Stuart & Sudeen dalam Afnuhazi). Klien mengatakan merasa tidak mampu untuk melakukan kegiatan yang positif sehingga klien merasa malu, klien mengatakan tidak diperhatikan oleh ibunya. Keluarga dan masyarakat merupakan cara standar yang biasa digunakan oleh seseorang yang akan mengevaluasi dirinya sendiri (Potter dan Perry dalam Dermawan, 2013). Klien mengatakan tidak mempunyai teman diruangan sehingga klien jarang berkomunikasi dengan temen teman seruangan. Klien berpenampilan kurang rapi, namun klien memakai pakaian dengan benar dan tidak terbalik, klien terlihat lesu dan kurang bersemangat, klien mengatakan lesu karena efek obat sehingga malas untuk beraktifitas, klien mengatakan bosan dan ingin segera pulang kerumahnya dan ingin berkumpul dengan keluarga, ketika dipuji tampan oleh perawat terlihat ada perubahan roman muka pada klien dan klien tersenyum, Saat dikaji klien hanya menjawab pertanyaan bila ditanya saja. Kontak mata dengan klien cukup karena klien terlihat begitu antusias jika diajak berkomunikasi. Namun klien jarang mengobrol dengan temannya karena klien memilih untuk tidur. Tingkat konsentrasi berhitung klien kurang, saat berhitung klien tampak bingung. Kebutuhan persiapan pulang, Klien mampu untuk makan sendiri, saat selesai makan klien mampu mencuci peralatan makan, BAB dan BAK klien mampu secara mandiri di wc, klien dapat mandi secara mandiri namun setelah mandi klien jarang memakai handuk, ketika ditanya kenapa


(12)

8

klien tidak pernah memakai handuk klien menjawab tidak diberikan handuk oleh perawat diruangan, ketika selesai mandi rambut klien dibiarkan acak-acakan karena klien tidak mau sisiran, kumis dan kuku klien terlihat panjang daat perawat menyuruh untuk mencukur kumis dan memotong kuku klien menolak. Kebutuhan istirahat dan tidur klien terlalu berlebih karena klien jarang melakukan kegiatan dan haya tidur, ketika perawat menyuruhnya untuk berkenalan dengan teman seruangan kelien hanya tersenyum malu-malu. Klien mampu meminum obat secara mandiri, ketika ditanya tentang warna, bentuk, dan jumlah obat, klien mampu menyebutkan warna, bentuk, dan jumlah obat. Klien mendapatkan terapi Resperidone 2x2 mg, Trihexypenidil 2x2 g, chloropromazine 2x100 g. Klien mengatakan selalu meminum obatnya dengan tepat waktu, namun jika dirumah klien sering tidak meminum obatnya karena ibunya seringkali lupa untuk menyuruh klien meminum obat, klien mengatakan akan kontrol dan periksa setelah keluar dari RSJ, klien akan melakukan kegiatan yang telah diajarkan perawat untuk dilakukan dirumah dan menjadikan jadwal kegiatan harian, klien mengatakan akan mencoba bersosialisasi dengan lingkunga sekitar rumahnya.

Dari pengelompokan data, selanjutnya penulis merumuskan masalah keperawatan, pada setiap kelompok data yang terkumpul, umumnya sejumlah masalah pasien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah ( FASID dan INJF dalam Prabowo, 2014 ). Dari data diatas disimpulkan dengan pohon masalah yaitu : Koping individu tidak efektif sebagai causa/penyebab, harga diri rendah sebagai core problem/masalah utama, isolasi sosial, perubahan persepsi sensori : Halusinasi sebagai effect, resiko tinggi perilaku kekerasan (Fitria N, 2009).

Analisa Data didapatkan data subjektif klien jarang mengobrol dengan teman seruangan, klien memilih tidur. Saat dirumah klien hanya hanya menyendiri didalam kamar. Data Objektif, klien terlihat menyendiri, jarang mengobrol dengan teman sebangsal, klien malas melakukan aktivitas, klien hanya tidur, penampilan klien acak-acakana, rambut panjang dan berketombe, terdapat luka bekas garukan tangan, terdapat luka scabies pada tangan dan kaki, kuku panjang dan kotor.

Diagnosa keperawatan menggambarkan label singkat yang menggambarkan kondisi pasien dilapangan, dapat berupa masalah secara aktual ataupun potensial (Wilkinson & Ahern, 2011). Tahap perencanaan ada empat, yaitu dengan menentukan prioritas masalah,menetukan tujuan, melakukan kriteria hasil, dan merumuskan intervensi. Menentukan kriteria hasil perlu memperhatikan hal seperti yang bersifat spesifik, realistik, dapat diukur, dan berpusat pada pasien, setelah itu penulis perlu merumuskan rencana keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015)

Berdasarkan data diatas penulis merumuskan prioritas diagnosa keperawatan yaitu harga diri rendah, isolasi sosial, perubahan persepsi sensori : Halusinasi. SP 1 Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


(13)

dimiliki, klien dapat menilai kemampuan yang dapat dilakukan, klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan, klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, klien dapat melakukan kegiatan yang sudah dipilih. SP 2 melatih kemampuan yang dipilih klien, Tujuan klien mampu melakukan kegiatan ke 2 yang telah dipilih.

Implementasi merupakan tahap keempat yang dimulai setelah perawat merencanakan tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan dibuat sesuai dengan diagnosis yang tepat, diharapkan intervensi dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung status kesehatan pasien (Potter & Perrry, 2009)

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini. Semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respons pasien didokumentasikan (Prabowo, 2014). Penulis akan memaparkan hasil implementasi tanggal 29 Maret – 31 Maret 2016.

Tanggal 29 Maret 2016. Pukul 08.00 dengan SP 1 Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien : merapikan tempat tidur, menyapu lantai, berdandan, pukul 09.30 menganjurkan klien untuk merapikan tempat tidur, pukul 10.00 mengajarkan klien untuk merapikan tempat tidur, pukul 10.30 memasukkan pada jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dipilih. Ds : klien mengatakan memilih untuk merapikan tempat tidur, klien mengatakan senang mengikuti kegiatan yang dilakukan. Do : klien terlihat mengikuti perintah, klien mampu merapikan tempat tidur, klien terlihat begitu antusias mengikuti kegiatan merapikan tempat tidur.

Tanggal 30 Maret 2016 pukul 08.00 dengan SP 2 melatih klien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan klien, 08.30 menganjurkan klien untuk menyapu lantai, 09.30 mengajarkan klien cara menyapu lantai, 10.00 membantu klien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dipilih kedalam jadwal kegiatan harian. Ds : klien mengatakan bersedia untuk diajarakan cara menyapu lantai, klien mengatakan senang karena sudah bisa menyapu lantai, klien mengatakan akan melakukan kegiatan menyapu lantai secara rutin. Do : klien terlihat antusias mengikuti kegiatan yang diajarkan, klien terlihat melakukan kegiatan menyapu lantai, klien memasukkan jadwal kegiatan yang telah dilakukan untuk dilakukan setiap hari.

Tanggal 31 Maret 2016 pukul 08.00 mengevaluasi kegiatan merapikan tempat tidur dan menyapu lantai, 09.30 melakukan kegiatan merapikan tempat tidur, 10.00 melakukan kegiatan menyapu lantai, 11.30 menyarankan kepada klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipelajari secara rutin. Ds : klien mengatakan senang melakukan kegiatan yang telah dipilih, klien mengatakan akan melakukan kegiatan yang telah dipilih secara rutin, klien mengatakan sangat senang ketika dipuji. Do : klien terlihat mengikuti perintah, klien tampak senang.


(14)

10

kesimpulan dari keseluruhan proses keperawatan yang telah dilakukan dan menunjukkan tujuan yang menghasilkan hal yang positif (Tucker, 2008)

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai atau mengevaluasi dari tindakan keperawatan kepada klien, evaluasi dapat dibagi dua yaitu : evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukaan dengan cara membandingkan antara respons klien dan tujuan khusu serta umum yang telah ditentukan, evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir. Evaluasi pada tanggal 29 maret 2016 pukul 08.00 Subjektif, klien memperkenalkan diri, klien mengatakan memilih kegiatan merapikan tempat tidur. Objektif, klien terlihat mengikuti perintah, klien terlihat merapikan tempat tidur. Assement, SP 1 teratasi sebagian. Planning, optimalkan SP 1 dan lanjutkan SP 2.

Rabu 30 Maret 2016 pukul 08.00 Subjektif, klien mengatakan bersedia diajarkan kegiatan lain, klien mengatakan memilih kegiatan menyapu lantai, klien mengatakan senang melakukan kegiatan. Objektif, klien terlihat antusias mengikuti kegiatan, klien terlihat mengikuti perintah, klien menyapu lantai.

Assesment, SP 2 teratasi. Planning, optimalkan SP 1 dan 2, anjurkan klien

melakukan hal yang telah dipilih untuk dilakukan secara rutin.

Kamis 31 Maret 2016 pukul 08.00 Subjektif, klien mengatakan mau melakukan kegiatan yang telah dipilih dilakukan secara rutin. Objektif, klien terlihat mengikuti perintah yang diberikan, klien teerlihat memasukkan kegiatan yang telah dipilih kedalam jadwal kegiatan harian. Assesment, SP 1 dan SP 2 teratasi. Planning, optimalkan SP 1 dan SP 2.

4. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hasil Pengkajian didapatkan diagnosa pada Tn. G yaitu Harga Diri Rendah.

2. Intervensi keperawatan harga diri rendah SP 1 adalah mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien, membantu klien menilai kemampuan yang dapat dilakukan, membantu klien memilih kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang dipilih klien. SP 2 yaitu melatih kemampuan yang dipilih klien, mendiskusikan dengan klien untuk melatih kemampuan kedua yang dipilih.

3. Implementasi yang dilakukan oleh penulis semua terlaksana.

4. Evaluasi masalah, optimalkan semua SP 1 dan SP 2 dan intervensi harus dilanjutkan.

5. Analisis pemberian strategi pelaksanaan herga diri rendah dengan komunikasi terapeutik yaitu efektif dalam meningkatkan kemampuan positif yang masih dimiliki klien, terbukti pada hari kedua setelah sebelumnya diajarkan cara merapikan tempat tidur,


(15)

klien mengatakan sudah merapikan tempat tidurnya. B. Saran

Berdasarkan hasil pembahsan dan kesimpulan, maka peenulis memberikan saran

Saran sebagai berikut : 1. Bagi Rumah Sakit

Diharapakan komunikasi terapeutik dengan melaksanakan strategi pelaksanaan 1-5 dapat

sebagai masukan dalam tindakan keperawatan mandiri untuk menangani harga diri rendah pada klien dengan Harga Diri Rendah sehingga dapat mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut.

2. Bagi Klien dan Keluarga

Diharapakan klien dan keluarga ikut serta dalam upaya peningkatan dan mempertahankan kemampuan yang masih dimiliki klien dengan pendekatan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan kemampuan yang masih dimiliki klien.

3. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil karya ilmiah ini sebagai referensi lain serta acuan untuk dapat dikembangkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Harga Diri Rendah secara non farmakologi.

PERSANTUNAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul : “Upaya Peningkatan Aktualisasi Diri Pada Klien Harga Diri Rendah di RSJD dr Arif Zainudin Surakarta”. Karya tulis ini disusun dan diajukan guna melengkapi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan di Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1)Bapak Prof. Drs. Bambang Setiaji, selaku rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2)Bapak Dr.Suwaji, M.Kes, selaku dekan fakultas ilmu kesehatan.

3)Ibu Okti Sri Purwanti, S.kep, Ns, M.Kep, Ns, Sp.kep. MB, selaku ketua program studi ilmu keperawatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 4)Ibu Vinami selaku sekertaris keperawatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

5) Bapak Arif Widodo, A.Kep., M.Kes, selaku pembimbing dan sekaligus penguji yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan dorongan sampai terselesainya laporan ini.

6)Ibu Arum S.Kp, M.kes, selaku penguji yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan dorongan sampai terselesainya laporan ini.


(16)

12

dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Keperawatan D III.

8)Direktur dan staf perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Teman-teman seperjuanganku dan sahabat selama 3 tahun menempuh pendidikan keperawatan D III.

9)Bapak dan Ibu tercinta yang dengan sabar mendidik dan memberikan perhatian dengan penuh kasih sayang, adik tercinta yang selalu memberikan semangat.

10)Semua pihak yang telah membantu dan mendukung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. DAFTAR PUSTAKA

Dermawan D, Rusdi . 2013. Konsep Dan Kerangka Dasar Asuhan Keperawatan

Jiwa.Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Yosep Iyus dan Sutini Titin. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Advance

& Mental Health Nursing.Bandung : PT.Refika Aditama.

Suerni T, Budi Anna Keliat, Novy Helena CD. 2013. Penera pan Terapi Kognitif & Psikoedukasi Keluara Pada Klien Harga Diri Rendah diruang Yudistira

Rumah Sakit Dr.Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa.Volume

1,No.2,November 2013;161-169.

Wakhid A, Achir Yani S.Hamid, Novy Helena CD. 2013. Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs

Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa.Volume 1,No 1,Mei

2013;34-48

Chandra Budiman. 2008. Metodologi P enelitian Kesehatan. Jakarta : EGC. Prabowo, E. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Fitria N, 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi P enulisan Laporan P endahuluan &

Strategi Pelaksanaan TindakanKeperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Potter,P. A, & Perry,A. G. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tarwoto, & Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Tucker, S. M. 2008. Standar Perawatan Pasien (Proses Diagnosis dan

Evaluasi) Edisi 5 Volume 4. Jakarta: EGC.


(17)

diagnosis NANDA, intervensiNIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

Afnuhazi, R.(2015).Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Kusumawati, F, & Yudi, H. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Depkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2013,

Badan P eneliti &Pengembangan Depkes RI. Jakarta.

Dinkes Jawa Tengah. 2009. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Jawa Tengah: Dinkes Jawa Tengah.


(1)

klien tidak pernah memakai handuk klien menjawab tidak diberikan handuk oleh perawat diruangan, ketika selesai mandi rambut klien dibiarkan acak-acakan karena klien tidak mau sisiran, kumis dan kuku klien terlihat panjang daat perawat menyuruh untuk mencukur kumis dan memotong kuku klien menolak. Kebutuhan istirahat dan tidur klien terlalu berlebih karena klien jarang melakukan kegiatan dan haya tidur, ketika perawat menyuruhnya untuk berkenalan dengan teman seruangan kelien hanya tersenyum malu-malu. Klien mampu meminum obat secara mandiri, ketika ditanya tentang warna, bentuk, dan jumlah obat, klien mampu menyebutkan warna, bentuk, dan jumlah obat. Klien mendapatkan terapi Resperidone 2x2 mg, Trihexypenidil 2x2 g, chloropromazine 2x100 g. Klien mengatakan selalu meminum obatnya dengan tepat waktu, namun jika dirumah klien sering tidak meminum obatnya karena ibunya seringkali lupa untuk menyuruh klien meminum obat, klien mengatakan akan kontrol dan periksa setelah keluar dari RSJ, klien akan melakukan kegiatan yang telah diajarkan perawat untuk dilakukan dirumah dan menjadikan jadwal kegiatan harian, klien mengatakan akan mencoba bersosialisasi dengan lingkunga sekitar rumahnya.

Dari pengelompokan data, selanjutnya penulis merumuskan masalah keperawatan, pada setiap kelompok data yang terkumpul, umumnya sejumlah masalah pasien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah ( FASID dan INJF dalam Prabowo, 2014 ). Dari data diatas disimpulkan dengan pohon masalah yaitu : Koping individu tidak efektif sebagai causa/penyebab, harga diri rendah sebagai core problem/masalah utama, isolasi sosial, perubahan persepsi sensori : Halusinasi sebagai effect, resiko tinggi perilaku kekerasan (Fitria N, 2009).

Analisa Data didapatkan data subjektif klien jarang mengobrol dengan teman seruangan, klien memilih tidur. Saat dirumah klien hanya hanya menyendiri didalam kamar. Data Objektif, klien terlihat menyendiri, jarang mengobrol dengan teman sebangsal, klien malas melakukan aktivitas, klien hanya tidur, penampilan klien acak-acakana, rambut panjang dan berketombe, terdapat luka bekas garukan tangan, terdapat luka scabies pada tangan dan kaki, kuku panjang dan kotor.

Diagnosa keperawatan menggambarkan label singkat yang menggambarkan kondisi pasien dilapangan, dapat berupa masalah secara aktual ataupun potensial (Wilkinson & Ahern, 2011). Tahap perencanaan ada empat, yaitu dengan menentukan prioritas masalah,menetukan tujuan, melakukan kriteria hasil, dan merumuskan intervensi. Menentukan kriteria hasil perlu memperhatikan hal seperti yang bersifat spesifik, realistik, dapat diukur, dan berpusat pada pasien, setelah itu penulis perlu merumuskan rencana keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015)

Berdasarkan data diatas penulis merumuskan prioritas diagnosa keperawatan yaitu harga diri rendah, isolasi sosial, perubahan persepsi sensori : Halusinasi. SP 1 Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


(2)

9

dimiliki, klien dapat menilai kemampuan yang dapat dilakukan, klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan, klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, klien dapat melakukan kegiatan yang sudah dipilih. SP 2 melatih kemampuan yang dipilih klien, Tujuan klien mampu melakukan kegiatan ke 2 yang telah dipilih.

Implementasi merupakan tahap keempat yang dimulai setelah perawat merencanakan tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan dibuat sesuai dengan diagnosis yang tepat, diharapkan intervensi dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung status kesehatan pasien (Potter & Perrry, 2009)

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini. Semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respons pasien didokumentasikan (Prabowo, 2014). Penulis akan memaparkan hasil implementasi tanggal 29 Maret – 31 Maret 2016.

Tanggal 29 Maret 2016. Pukul 08.00 dengan SP 1 Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien : merapikan tempat tidur, menyapu lantai, berdandan, pukul 09.30 menganjurkan klien untuk merapikan tempat tidur, pukul 10.00 mengajarkan klien untuk merapikan tempat tidur, pukul 10.30 memasukkan pada jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dipilih. Ds : klien mengatakan memilih untuk merapikan tempat tidur, klien mengatakan senang mengikuti kegiatan yang dilakukan. Do : klien terlihat mengikuti perintah, klien mampu merapikan tempat tidur, klien terlihat begitu antusias mengikuti kegiatan merapikan tempat tidur.

Tanggal 30 Maret 2016 pukul 08.00 dengan SP 2 melatih klien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan klien, 08.30 menganjurkan klien untuk menyapu lantai, 09.30 mengajarkan klien cara menyapu lantai, 10.00 membantu klien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dipilih kedalam jadwal kegiatan harian. Ds : klien mengatakan bersedia untuk diajarakan cara menyapu lantai, klien mengatakan senang karena sudah bisa menyapu lantai, klien mengatakan akan melakukan kegiatan menyapu lantai secara rutin. Do : klien terlihat antusias mengikuti kegiatan yang diajarkan, klien terlihat melakukan kegiatan menyapu lantai, klien memasukkan jadwal kegiatan yang telah dilakukan untuk dilakukan setiap hari.

Tanggal 31 Maret 2016 pukul 08.00 mengevaluasi kegiatan merapikan tempat tidur dan menyapu lantai, 09.30 melakukan kegiatan merapikan tempat tidur, 10.00 melakukan kegiatan menyapu lantai, 11.30 menyarankan kepada klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipelajari secara rutin. Ds : klien mengatakan senang melakukan kegiatan yang telah dipilih, klien mengatakan akan melakukan kegiatan yang telah dipilih secara rutin, klien mengatakan sangat senang ketika dipuji. Do : klien terlihat mengikuti perintah, klien tampak senang.


(3)

kesimpulan dari keseluruhan proses keperawatan yang telah dilakukan dan menunjukkan tujuan yang menghasilkan hal yang positif (Tucker, 2008)

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai atau mengevaluasi dari tindakan keperawatan kepada klien, evaluasi dapat dibagi dua yaitu : evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukaan dengan cara membandingkan antara respons klien dan tujuan khusu serta umum yang telah ditentukan, evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir. Evaluasi pada tanggal 29 maret 2016 pukul 08.00 Subjektif, klien memperkenalkan diri, klien mengatakan memilih kegiatan merapikan tempat tidur. Objektif, klien terlihat mengikuti perintah, klien terlihat merapikan tempat tidur. Assement, SP 1 teratasi sebagian. Planning, optimalkan SP 1 dan lanjutkan SP 2.

Rabu 30 Maret 2016 pukul 08.00 Subjektif, klien mengatakan bersedia diajarkan kegiatan lain, klien mengatakan memilih kegiatan menyapu lantai, klien mengatakan senang melakukan kegiatan. Objektif, klien terlihat antusias mengikuti kegiatan, klien terlihat mengikuti perintah, klien menyapu lantai. Assesment, SP 2 teratasi. Planning, optimalkan SP 1 dan 2, anjurkan klien melakukan hal yang telah dipilih untuk dilakukan secara rutin.

Kamis 31 Maret 2016 pukul 08.00 Subjektif, klien mengatakan mau melakukan kegiatan yang telah dipilih dilakukan secara rutin. Objektif, klien terlihat mengikuti perintah yang diberikan, klien teerlihat memasukkan kegiatan yang telah dipilih kedalam jadwal kegiatan harian. Assesment, SP 1 dan SP 2 teratasi. Planning, optimalkan SP 1 dan SP 2.

4. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hasil Pengkajian didapatkan diagnosa pada Tn. G yaitu Harga Diri Rendah.

2. Intervensi keperawatan harga diri rendah SP 1 adalah mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien, membantu klien menilai kemampuan yang dapat dilakukan, membantu klien memilih kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang dipilih klien. SP 2 yaitu melatih kemampuan yang dipilih klien, mendiskusikan dengan klien untuk melatih kemampuan kedua yang dipilih.

3. Implementasi yang dilakukan oleh penulis semua terlaksana.

4. Evaluasi masalah, optimalkan semua SP 1 dan SP 2 dan intervensi harus dilanjutkan.

5. Analisis pemberian strategi pelaksanaan herga diri rendah dengan komunikasi terapeutik yaitu efektif dalam meningkatkan kemampuan positif yang masih dimiliki klien, terbukti pada hari kedua setelah sebelumnya diajarkan cara merapikan tempat tidur,


(4)

11

klien mengatakan sudah merapikan tempat tidurnya. B. Saran

Berdasarkan hasil pembahsan dan kesimpulan, maka peenulis memberikan saran

Saran sebagai berikut : 1. Bagi Rumah Sakit

Diharapakan komunikasi terapeutik dengan melaksanakan strategi pelaksanaan 1-5 dapat

sebagai masukan dalam tindakan keperawatan mandiri untuk menangani harga diri rendah pada klien dengan Harga Diri Rendah sehingga dapat mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut.

2. Bagi Klien dan Keluarga

Diharapakan klien dan keluarga ikut serta dalam upaya peningkatan dan mempertahankan kemampuan yang masih dimiliki klien dengan pendekatan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan kemampuan yang masih dimiliki klien.

3. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil karya ilmiah ini sebagai referensi lain serta acuan untuk dapat dikembangkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Harga Diri Rendah secara non farmakologi.

PERSANTUNAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul : “Upaya Peningkatan Aktualisasi Diri Pada Klien Harga Diri Rendah di RSJD dr Arif Zainudin Surakarta”. Karya tulis ini disusun dan diajukan guna melengkapi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan di Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1)Bapak Prof. Drs. Bambang Setiaji, selaku rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2)Bapak Dr.Suwaji, M.Kes, selaku dekan fakultas ilmu kesehatan.

3)Ibu Okti Sri Purwanti, S.kep, Ns, M.Kep, Ns, Sp.kep. MB, selaku ketua program studi ilmu keperawatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 4)Ibu Vinami selaku sekertaris keperawatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

5) Bapak Arif Widodo, A.Kep., M.Kes, selaku pembimbing dan sekaligus penguji yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan dorongan sampai terselesainya laporan ini.

6)Ibu Arum S.Kp, M.kes, selaku penguji yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan dorongan sampai terselesainya laporan ini.


(5)

dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Keperawatan D III.

8)Direktur dan staf perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Teman-teman seperjuanganku dan sahabat selama 3 tahun menempuh pendidikan keperawatan D III.

9)Bapak dan Ibu tercinta yang dengan sabar mendidik dan memberikan perhatian dengan penuh kasih sayang, adik tercinta yang selalu memberikan semangat.

10)Semua pihak yang telah membantu dan mendukung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan D, Rusdi . 2013. Konsep Dan Kerangka Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Yosep Iyus dan Sutini Titin. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa Advance & Mental Health Nursing.Bandung : PT.Refika Aditama.

Suerni T, Budi Anna Keliat, Novy Helena CD. 2013. Penera pan Terapi Kognitif & Psikoedukasi Keluara Pada Klien Harga Diri Rendah diruang Yudistira Rumah Sakit Dr.Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa.Volume 1,No.2,November 2013;161-169.

Wakhid A, Achir Yani S.Hamid, Novy Helena CD. 2013. Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal Keperawatan Jiwa.Volume 1,No 1,Mei 2013;34-48

Chandra Budiman. 2008. Metodologi P enelitian Kesehatan. Jakarta : EGC. Prabowo, E. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Fitria N, 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi P enulisan Laporan P endahuluan & Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. Potter,P. A, & Perry,A. G. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Tarwoto, & Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Tucker, S. M. 2008. Standar Perawatan Pasien (Proses Diagnosis dan Evaluasi) Edisi 5 Volume 4. Jakarta: EGC.


(6)

13

diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

Afnuhazi, R.(2015).Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Kusumawati, F, & Yudi, H. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Depkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2013, Badan P eneliti & Pengembangan Depkes RI. Jakarta.

Dinkes Jawa Tengah. 2009. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Jawa Tengah: Dinkes Jawa Tengah.