PENDAHULUAN Hubungan Higiene Perorangan dan Cara Penyemprotan Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pestisida merupakan substansi kimia yang mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat diketahui untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida ibarat tombak bermata dua. Di satu sisi pestisida mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan hasil produksi petani. Tetapi di sisi lain pestisida adalah racun yang merusak manusia dan lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP) memperkirakan ada 1,5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan pestisida tersebut di negara berkembang, yang 20.000 kasus diantaranya berakibat fatal. Penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO) tahun 1992 yang meliputi 214 orang petani selama 2 tahun, terjadi keracunan akut pada petani yang disebabkan ketidaktahuan petani tentang bahaya pestisida. Mereka umumnya tidak menggunakan pakaian pelindung yang aman, karena terlalu panas digunakan di daerah tropis dan harganya terlalu mahal, sehingga para petani berisiko sakit akibat pestisida. Data dari Rumah Sakit Nisthar,


(2)

Multan Pakistan, selama tahun 1996-2000 terdapat 578 pasien yang keracunan, diantaranya 370 pasien karena keracunan pestisida (54 orang meninggal). Pada umumnya korban keracunan pestisida merupakan petani atau pekerja pertanian, 81% diantaranya berusia 14-30 tahun.

Menurut WHO (2012), diperkirakan bahwa rata-rata 4429 ton bahan aktif organoklorin, 1375 ton organofosfat, 30 ton karbamat dan 414 piretroid digunakan setiap tahun untuk pengendalian vektor global selama periode 2000 – 2009 di enam wilayah WHO. Menurut Data WHO pada tahun 2000, negara yang paling banyak menggunakan pestisida adalah negara maju seperti: Amerika Utara, Uni Soviet, Jepang, Australia, dan negara-negara di Eropa yang mencapai 80%. Sebanyak 35% dari total penggunaan pestisida terdapat di negara Amerika Utara. Sedangkan jumlah pestisida yang digunakan negara berkembang hanya 20%, dan dari jumlah tersebut Indonesia menggunakannya sebanyak 5%.

Di Indonesia, ketergantungan petani akan pestisida dapat dilihat dari peningkatan penggunaan pestisida dari 11.587,2 ton pada tahun 1998 menjadi 17.977,2 ton pada tahun 2000. Aplikasi pestisida yang paling banyak dilakukan adalah pada tanaman hortikultura terutama tanaman sayuran (Hasibuan, 2015). Data penggunaan pestisida terbaru secara nasional menurut data Komisi Pestisida di bawah Kementerian Pertanian pada tahun 2002 menunjukkan jenis total pestisida yang terdaftar sebanyak 813 nama dagang, meningkat menjadi 1082 nama dagang (merk) pada tahun 2004 dan lebih dari 1500 nama dagang pada tahun 2006.


(3)

Selanjutnya Data Komisi Pestisida tahun 2013 menunjukkan jenis total pestisida yang terdaftar sebanyak 1750 nama dagang yang terdiri dari fungisida sebanyak 350 nama dagang, herbisida sebanyak 600 nama dagang, dan insektisida sebanyak 800 nama dagang (Komisi Pestisida, 2013).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pestisida di Indonesia cukup tinggi. Akibatnya banyak terjadi kasus keracunan akibat pestisida diantaranya keracunan akibat pestisida terhadap tenaga kerja terjadi di Kabupaten Lombok Barat tahun 2000. Pada tahun 2003 di Nusa Tenggara Barat sebanyak 33 orang keracunan ringan, 15 orang keracunan sedang dan 4 orang tidak keracunan. Pada tahun 2006 di Dusun Kembang Kuning Desa Gerimax Kabupaten Lombok Barat, dari 30 petani yang menggunakan pestisida organofosfat dan karbamat jenis Parathion dan Selvin 19 orang mengalami keracunan ringan, 6 orang keracunan sedang, 1 orang keracunan berat, dan 4 orang tidak keracunan. Pada tahun 2007 terjadi kasus kematian misterius yang menimpa 9 warga pada bulan Juli 2007 di Desa Kanigoro, Kecamatan Ngeblak, Magelang akibat keracunan pestisida berdasarkan Harian Republika. Pada bulan Agustus-Oktober 2008 di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah mengalami gangguan kesehatan akibat pestisida. Dari 6 orang diantaranya 2 orang perempuan dan 4 orang laki-laki mengalami keracunan akibat fungisida dan insektisida dicampur bersama. Akibatnya mereka mengalami gejala keracunan seperti sakit kepala, mual, dan jalan sempoyongan. Masih


(4)

ditahun yang sama (2008) terjadi kasus keracunan pestisida di Kulon Progo Jawa Tengah, dari 50 orang yang diperiksakan ke Laboratorium 15 orang diantaranya keracunan pestisida.

Data keracunan akibat pestisida terbaru pada tahun 2014 menurut Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah, dari 217 petani hanya 15 petani yang tidak keracunan, sebanyak 5 orang mengalami keracunan berat, 120 orang keracunan sedang, dan 77 orang keracunan ringan. Data Sentra Informasi Keracunan Nasional (2015), pada bulan Juli-September 2015 terdapat satu insiden keracunan akibat pestisida pertanian. Satu insiden tidak sengaja terjadi di Jawa Timur yang disebabkan karena penggunaan pestisida pertanian yang tidak tepat. Pestisida tersebut adalah racun serangga yang menyebabkan korban sebanyak 29 orang dengan rute paparan terhirup. Beberapa kasus yang pernah terjadi di kalangan petani khususnya di Indonesia tidak terjadi begitu saja. Namun keracunan pestisida terjadi karena beberapa faktor, diantaranya kebersihan badan petani dan cara penyemprotan yang dilakukan dalam mengaplikasikan pestisida. Sedangkan pada tahun 2016 satu insiden keracunan terjadi di Jawa Tengah akibat satu keluarga mengonsumsi makanan yang tercampur pestisida pertanian yang mengakibatkan sebanyak 4 korban dengan satu diantaranya meninggal dunia.

Berdasarkan hasil penelitian Ganjar (2014), higiene perorangan merupakan faktor risiko terjadinya terjadinya keracunan pestisida artinya


(5)

petani yang tidak higienis mempunyai risiko keracunan pestisida 11,37 kali dibandingkan dengan petani yang higienis. Artinya ada hubungan antara higiene perorangan pada responden dengan tingkat keracunan pestisida. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Kartika (2012), yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara higiene perorangan setelah penyemprotan dengan keracunan pestisida sebab kebiasaan mandi dilakukan setelah penyemprotan, tetapi sebelumnya petani biasa mencuci tangan di sawah pada sela-sela tanaman bawang merah yang kemungkinan tercemar pestisida tanpa menggunakan sabun.

Sedangkan hasil penelitian Zakaria (2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara posisi penyemprotan dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot hama di Desa Pedeslohor Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal dapat dilihat bahwa petani yang melakukan penyemprotan berlawanan arah angin sebanyak 37 orang (100,0%), yang mengalami keracunan sebanyak 36 orang (97,3%), dan yang normal 1 orang (2,7%). Sedangkan petani yang melakukan penyemprotan searah dengan arah angin sebanyak 3 orang atau (100,0%), yang mengalami keracunan 1 orang (33,3%), dan normal sebanyak 2 orang (66,7%).

Data yang diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Boyolali tahun 2011 menyatakan bahwa dari hasil penelitian sebelumnya di Desa Genting Kecamatan Cepogo, dari 26 sampel terdapat 12 sampel dengan tingkat keracunan ringan dan 14 sampel tidak keracunan atau normal. Tindak lanjut yang dianjurkan yaitu jika lemah istirahat atau tidak


(6)

kontak dengan pestisida selama 2 minggu. Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Cepogo, pada tahun 2014 terdapat satu orang petani yang dirawat karena keracunan pestisida dengan keluhan badan lemas, mual, dan muntah disertai pusing setelah menyemprot tanaman tomat karena tidak memakai masker dengan kondisi badan yang tidak sehat.

Menurut data yang didapatkan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Boyolali, jumlah pestisida yang dikeluarkan oleh pemerintah sebanyak 2.942,5 liter, 1734 kg, dan 42 dus insektisida untuk wilayah Boyolali pada tahun 2015. Sedangkan pada tahun 2016 sampai bulan April insektisida yang dikeluarkan sebanyak 1.830 liter, 1974 kg, dan 21 dus. Insektisida tersebut disebarluaskan ke seluruh wilayah Kabupaten Boyolali yang membutuhkan. Berbeda dengan data Dinas pertanian Kabupaten Grobogan tahun 2010 yang membagikan 1,5 ton pestisida untuk mengatasi hama pada tanaman. Jumlah pestisida tersebut terbilang cukup banyak jika dibandingkan dengan jumlah pestisida di Kabupaten Boyolali. Walaupun demikian perlu suatu pengawasan untuk menekan penggunaan pestisida yang semakin meningkat. Sebab penggunaan pestisida yang semakin meningkat ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan serta pencemaran lingkungan.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa petani anggota kelompok tani “Tani Rukun” di Dusun Banjarrejo, mereka merasakan tanda-tanda keracunan seperti mual, muntah, denyut jantung cepat dan susah bernafas setelah melakukan penyemprotan karena tidak menyemprot searah dengan arah angin, tidak memperhatikan tinggi tanaman, tidak segera mandi setelah


(7)

melakukan penyemprotan, tidak menggunakan masker, pestisida yang digunakan melebihi dosis takaran yang telah tercantum dalam kemasan, dan pestisida yang digunakan dicampur dengan pestisida jenis yang lain. Gejala keracunan yang timbul pada umumnya tidak spesifik atau sama seperti gejala penyakit-penyakit lain pada umumnya. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak memeriksakan diri ke Puskesmas atau pelayanan kesehatan terdekat dikarenakan petani tidak menghiraukan gejala yang timbul dalam dirinya setelah melakukan penyemprotan pestisida, kendala jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan, serta akses pemerintah atau petugas kesehatan menuju ke wilayah tersebut tidak memungkinkan melakukan pemantaun terus menerus. Akibatnya kasus ini seperti fenomena gunung es, dimana jumlah penderita yang dapat diketahui jauh lebih kecil daripada jumlah penderita yang sebenarnya.

Melihat kasus keracunan pestisida yang pernah terjadi di Dusun Banjarrejo serta belum pernah dilakukan pemeriksaan kadar kolinesterase dalam darah petani, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat keracunan pada petani yang tergabung dalam Kelompok Tani “Tani Rukun” dengan melihat Hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo. Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data yaitu pengamatan menggunakan lembar observasi/ceklist.


(8)

Penelitian berlokasi di Dusun Banjarrejo Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali pada kelompok tani “Tani Rukun”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut “Adakah hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida yang dapat diketahui dari aktifitas cholinestrase dalam darah petani di Dusun Banjarrejo, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali ?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran higiene perorangan dengan tingkat keracunan pestisida Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

b. Mengetahui gambaran cara penyemprotan dengan tingkat keracunan pestisida Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.


(9)

c. Menganalisis hubungan higiene perorangan dengan tingkat keracunan pestisida pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

d. Menganalisis hubungan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk menambah khasanah keilmuan mengenai hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida dalam darah petani sayur pada khususnya.

2. Bagi Kelompok Petani

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang bagaimana hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida dalam darah petani Sehingga diharapkan petani menjadi produktif dan aktif di sektor pertanian.

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan kepustakaan tentang tingkat keracunan pestisida berdasarkan kadar cholinestrase dalam darah petani.


(10)

4. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk mengetahui faktor risiko apa saja sebagai penyebab terjadinya keracunan pestisida pada petani. Sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk pembuatan program dalam rangka pencegahan dan penanggulangan keracunan pestisida pada petani sayur di Dusun Banjarrejo, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.

5. Bagi Puskesmas Cepogo

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran tingkat keracunan pestisida pada petani serta sebagai pertimbangan program puskesmas untuk lebih memperhatikan kesehatan petani serta melakukan pendekatan kepada petani untuk dapat memeriksakan kesehatannya ke Puskesmas Cepogo sehingga kesehatan petani di Kecamatan Cepogo dapat dimonitoring dengan baik.

6. Bagi Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan dan pengembangan penyehatan lingkungan terhadap tingkat keracunan pestisida serta teknik yang benar dalam penggunaan pestisida.


(1)

petani yang tidak higienis mempunyai risiko keracunan pestisida 11,37 kali dibandingkan dengan petani yang higienis. Artinya ada hubungan antara higiene perorangan pada responden dengan tingkat keracunan pestisida. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Kartika (2012), yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara higiene perorangan setelah penyemprotan dengan keracunan pestisida sebab kebiasaan mandi dilakukan setelah penyemprotan, tetapi sebelumnya petani biasa mencuci tangan di sawah pada sela-sela tanaman bawang merah yang kemungkinan tercemar pestisida tanpa menggunakan sabun.

Sedangkan hasil penelitian Zakaria (2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara posisi penyemprotan dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot hama di Desa Pedeslohor Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal dapat dilihat bahwa petani yang melakukan penyemprotan berlawanan arah angin sebanyak 37 orang (100,0%), yang mengalami keracunan sebanyak 36 orang (97,3%), dan yang normal 1 orang (2,7%). Sedangkan petani yang melakukan penyemprotan searah dengan arah angin sebanyak 3 orang atau (100,0%), yang mengalami keracunan 1 orang (33,3%), dan normal sebanyak 2 orang (66,7%).

Data yang diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Boyolali tahun 2011 menyatakan bahwa dari hasil penelitian sebelumnya di Desa Genting Kecamatan Cepogo, dari 26 sampel terdapat 12 sampel dengan tingkat keracunan ringan dan 14 sampel tidak keracunan atau normal. Tindak lanjut yang dianjurkan yaitu jika lemah istirahat atau tidak


(2)

kontak dengan pestisida selama 2 minggu. Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Cepogo, pada tahun 2014 terdapat satu orang petani yang dirawat karena keracunan pestisida dengan keluhan badan lemas, mual, dan muntah disertai pusing setelah menyemprot tanaman tomat karena tidak memakai masker dengan kondisi badan yang tidak sehat.

Menurut data yang didapatkan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Boyolali, jumlah pestisida yang dikeluarkan oleh pemerintah sebanyak 2.942,5 liter, 1734 kg, dan 42 dus insektisida untuk wilayah Boyolali pada tahun 2015. Sedangkan pada tahun 2016 sampai bulan April insektisida yang dikeluarkan sebanyak 1.830 liter, 1974 kg, dan 21 dus. Insektisida tersebut disebarluaskan ke seluruh wilayah Kabupaten Boyolali yang membutuhkan. Berbeda dengan data Dinas pertanian Kabupaten Grobogan tahun 2010 yang membagikan 1,5 ton pestisida untuk mengatasi hama pada tanaman. Jumlah pestisida tersebut terbilang cukup banyak jika dibandingkan dengan jumlah pestisida di Kabupaten Boyolali. Walaupun demikian perlu suatu pengawasan untuk menekan penggunaan pestisida yang semakin meningkat. Sebab penggunaan pestisida yang semakin meningkat ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan serta pencemaran lingkungan.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa petani anggota kelompok tani “Tani Rukun” di Dusun Banjarrejo, mereka merasakan tanda-tanda keracunan seperti mual, muntah, denyut jantung cepat dan susah bernafas setelah melakukan penyemprotan karena tidak menyemprot searah dengan arah angin, tidak memperhatikan tinggi tanaman, tidak segera mandi setelah


(3)

melakukan penyemprotan, tidak menggunakan masker, pestisida yang digunakan melebihi dosis takaran yang telah tercantum dalam kemasan, dan pestisida yang digunakan dicampur dengan pestisida jenis yang lain. Gejala keracunan yang timbul pada umumnya tidak spesifik atau sama seperti gejala penyakit-penyakit lain pada umumnya. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak memeriksakan diri ke Puskesmas atau pelayanan kesehatan terdekat dikarenakan petani tidak menghiraukan gejala yang timbul dalam dirinya setelah melakukan penyemprotan pestisida, kendala jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan, serta akses pemerintah atau petugas kesehatan menuju ke wilayah tersebut tidak memungkinkan melakukan pemantaun terus menerus. Akibatnya kasus ini seperti fenomena gunung es, dimana jumlah penderita yang dapat diketahui jauh lebih kecil daripada jumlah penderita yang sebenarnya.

Melihat kasus keracunan pestisida yang pernah terjadi di Dusun Banjarrejo serta belum pernah dilakukan pemeriksaan kadar kolinesterase dalam darah petani, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat keracunan pada petani yang tergabung dalam Kelompok Tani “Tani Rukun” dengan melihat Hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo. Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data yaitu pengamatan menggunakan lembar observasi/ceklist.


(4)

Penelitian berlokasi di Dusun Banjarrejo Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali pada kelompok tani “Tani Rukun”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut “Adakah hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida yang dapat diketahui dari aktifitas cholinestrase dalam darah petani di Dusun Banjarrejo, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali ?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran higiene perorangan dengan tingkat keracunan pestisida Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

b. Mengetahui gambaran cara penyemprotan dengan tingkat keracunan pestisida Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.


(5)

c. Menganalisis hubungan higiene perorangan dengan tingkat keracunan pestisida pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

d. Menganalisis hubungan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk menambah khasanah keilmuan mengenai hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida dalam darah petani sayur pada khususnya.

2. Bagi Kelompok Petani

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang bagaimana hubungan higiene perorangan dan cara penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida dalam darah petani Sehingga diharapkan petani menjadi produktif dan aktif di sektor pertanian.

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan kepustakaan tentang tingkat keracunan pestisida berdasarkan kadar cholinestrase dalam darah petani.


(6)

4. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk mengetahui faktor risiko apa saja sebagai penyebab terjadinya keracunan pestisida pada petani. Sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk pembuatan program dalam rangka pencegahan dan penanggulangan keracunan pestisida pada petani sayur di Dusun Banjarrejo, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.

5. Bagi Puskesmas Cepogo

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran tingkat keracunan pestisida pada petani serta sebagai pertimbangan program puskesmas untuk lebih memperhatikan kesehatan petani serta melakukan pendekatan kepada petani untuk dapat memeriksakan kesehatannya ke Puskesmas Cepogo sehingga kesehatan petani di Kecamatan Cepogo dapat dimonitoring dengan baik.

6. Bagi Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan dan pengembangan penyehatan lingkungan terhadap tingkat keracunan pestisida serta teknik yang benar dalam penggunaan pestisida.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA Hubungan Higiene Perorangan dan Cara Penyemprotan Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 2 14

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA Hubungan Higiene Perorangan dan Cara Penyemprotan Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 2 15

HUBUNGAN CARA PENANGANAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DUSUN BANJARREJO Hubungan Cara Penanganan Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani di Dusun Banjarrejo Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo Kabupaten Boy

0 8 15

SKRIPSI HUBUNGAN CARA PENANGANAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT Hubungan Cara Penanganan Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani di Dusun Banjarrejo Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Cara Penanganan Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani di Dusun Banjarrejo Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.

0 2 10

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 5 12

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 1 17

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

1 7 4

PENDAHULUAN Hubungan Antara Frekuensi Dan Lama Penyemprotan Dan Interval Kontak Pestisida Dengan Aktivitas Cholinesterase Petani Di Desa Kembangkuning Kecamatan Cepogo.

1 3 7