KEDUDUKAN HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM MELINDUNGI HAK ANAK DAN IBU PASCA PERCERAIAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.
KEDUDUKAN HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM
MELINDUNGI HAK ANAK DAN IBU PASCA PERCERAIAN DITINJAU
DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN
ABSTRAK
Ayu Demmy Karinta
110110110547
Perjanjian perkawinan merupakan persetujuan antara calon suami
dan calon istri untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta
kekayaan mereka yang menyimpang dari persatuan harta kekayaan. Isi
dari perjanjian perkawinan itu sendiri jika dilihat dalam ketentuan
KUHPerdata, hanya sebatas mengatur mengenai harta kekayaan, tetapi
jika di dalam Undang Undang Perkawinan, ruang lingkup perjanjian
perkawinan tidak hanya sebatas harta benda perkawinan melainkan dapat
mengatur hal-hal lain diluar itu sepanjang tidak bertentangan dengan
hukum, agama, kesusilaan, nilai-nilai moral, dan adat istiadat. Tujuan
penelitian untuk meneliti kekuatan hukum perjanjian perkawinan dalam
melindungi hak anak dan ibu pasca perceraian menurut Undang Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dalam menentukan hak
asuh anak pasca perceraian.
Metode penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis yang
memusatkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dikaitkan dengan teori-teori dan pelaksanaan hukum positif. Metode
pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan meneliti
data sekunder yang terdiri dari literatur, bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, bahan hukum tersier, serta data dari hasil wawancara.
Tahap penelitian yang dilakukan ada dua tahap yaitu melalui penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan hukum perjanjian
perkawinan sama seperti Undang-undang, karena sesuai dengan Pasal
1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Adanya perjanjian perkawinan dapat mengatur mengenai
pemisahan harta kekayaan dari masing-masing pihak, sehingga jika
terjadi perceraian, pembagian harta gono gini untuk suami dan isteri
menjadi lebih mudah. Hal ini dapat menghemat waktu dan biaya. Dengan
dibuatnya perjanjian perkawinan, masalah yang akan timbul di kemudian
hari setelah perceraian, akan menjadi lebih mudah untuk diselesaikan,
seperti misalnya hak asuh anak. Jika dalam perjanjian perkawinan telah
ditentukan lalu di kemudian hari terjadi perceraian dan terjadi perebutan
hak asuh anak, Pengadilan akan menjatuhkan hak asuh anak dengan
merujuk dari isi perjanjian perkawinan itu sendiri
iv
MELINDUNGI HAK ANAK DAN IBU PASCA PERCERAIAN DITINJAU
DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG
PERKAWINAN
ABSTRAK
Ayu Demmy Karinta
110110110547
Perjanjian perkawinan merupakan persetujuan antara calon suami
dan calon istri untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta
kekayaan mereka yang menyimpang dari persatuan harta kekayaan. Isi
dari perjanjian perkawinan itu sendiri jika dilihat dalam ketentuan
KUHPerdata, hanya sebatas mengatur mengenai harta kekayaan, tetapi
jika di dalam Undang Undang Perkawinan, ruang lingkup perjanjian
perkawinan tidak hanya sebatas harta benda perkawinan melainkan dapat
mengatur hal-hal lain diluar itu sepanjang tidak bertentangan dengan
hukum, agama, kesusilaan, nilai-nilai moral, dan adat istiadat. Tujuan
penelitian untuk meneliti kekuatan hukum perjanjian perkawinan dalam
melindungi hak anak dan ibu pasca perceraian menurut Undang Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dalam menentukan hak
asuh anak pasca perceraian.
Metode penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis yang
memusatkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dikaitkan dengan teori-teori dan pelaksanaan hukum positif. Metode
pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan meneliti
data sekunder yang terdiri dari literatur, bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, bahan hukum tersier, serta data dari hasil wawancara.
Tahap penelitian yang dilakukan ada dua tahap yaitu melalui penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan hukum perjanjian
perkawinan sama seperti Undang-undang, karena sesuai dengan Pasal
1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Adanya perjanjian perkawinan dapat mengatur mengenai
pemisahan harta kekayaan dari masing-masing pihak, sehingga jika
terjadi perceraian, pembagian harta gono gini untuk suami dan isteri
menjadi lebih mudah. Hal ini dapat menghemat waktu dan biaya. Dengan
dibuatnya perjanjian perkawinan, masalah yang akan timbul di kemudian
hari setelah perceraian, akan menjadi lebih mudah untuk diselesaikan,
seperti misalnya hak asuh anak. Jika dalam perjanjian perkawinan telah
ditentukan lalu di kemudian hari terjadi perceraian dan terjadi perebutan
hak asuh anak, Pengadilan akan menjatuhkan hak asuh anak dengan
merujuk dari isi perjanjian perkawinan itu sendiri
iv