REPRESENTASI KETIDAKADILAN GENDER DALAM NASKAH PERTJA KARYA BENNY YOHANES : Kajian Feminisme.
REPRESENTASI KETIDAKADILAN GENDER
DALAM NASKAH PERTJA KARYA BENNY YOHANES
(Kajian Feminisme)
SKRIPSIdiajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
oleh
Ilmi Fadillah NIM 0908990
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
Representasi Ketidakadilan Gender
dalam Naskah
Pertja
Karya Benny Yohanes
(Kajian Feminisme)
Oleh
Ilmi Fadillah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Ilmi Fadillah 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
(3)
ILMI FADILLAH
REPRESENTASI KETIDAKADILAN GENDER DALAM NASKAH PERTJA KARYA BENNY YOHANES
(KAJIAN FEMINISME)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I,
Yulianeta, M.Pd. NIP 197507132005012002
Pembimbing II,
Rudi Adi Nugroho, M.Pd. NIP 198503012009121005
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan Indonesia,
Dr. Dadang Anshori, M. Si. NIP 197204031999031002
(4)
ABSTRAK
Representasi Ketidakadilan Gender Dalam Naskah Pertja Karya Benny Yohanes
(Kajian Feminisme) Ilmi Fadillah
(0908990)
Fenomena ketidakadilan gender kerap kali muncul pada sebuah karya sastra. Salah satunya dalam naskah drama Pertja karya Benny Yohanes. Naskah Pertja tersebut kemudian dipilih sebagai objek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan struktur; (2) merepresentasikan ketidakadilan dan (3) mendeskripsikan perjuangan para tokoh perempuan menghadapi ketidakadilan gender dalam naskah Pertja karya Benny Yohanes. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Teori A.J. Greimas digunakan untuk mengkaji struktur naskah Pertja karya Benny Yohanes. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan teori feminis secara umum, khususnya mengenai ketidakadilan gender yang dipopulerkan oleh Fakih. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya ketidakadilan gender pada tokoh-tokoh perempuan dalam naskah Pertja karya Benny Yohanes. Mereka adalah Selasih, Pupu, dan Rosa serta ibu mereka. Pada naskah Pertja karya Benny Yohanes ini, para tokoh perempuan tidak tinggal diam menghadapi ketidakadilan gender tersebut. Selasih melawan secara frontal dengan melakukan pemberontakan dan memilih hidup sendiri, mengatur hidup dan membesarkan anaknya kelak seorang diri sebagai single
parent. Pupu berjuang melawan ketidakadilan gender dengan melepaskan
keperawanannya dan berniat membunuh dirinya dengan racun. Rosa melawan dengan hidup di jalanan dan menjadi seorang germo sebagai pelampiasan.Terakhir, Ibu kandung mereka bertiga berjuang menjadi single
parent dan mengakhiri hidupnya di rel kereta api. Semua tokoh perempuan
mengalami berbagai manifestasi ketidakadilan gender. Sebagian besar dari mereka mengalami ketidakadilan gender yang disebabkan oleh paradigma masyarakat, terutama mengenai tradisi keperawanan yang diagung-agungkan. Paradigma tersebut mengakar pada pandangan para tokoh dalam Pertja karya Benny Yohanes sehingga kesetaraan gender semakin sukar untuk diwujudkan. Naskah Pertja karya Benny Yohanes muncul sebagai salah satu kritik atas fenomena ketidakadilan yang terjadi sesungguhnya guna mewujudkan kesetaraan gender. Selasih, Pupu, Rosa dan ibu mereka melawan ketidakadilan gender yang dialaminya dengan cara mereka masing-masing, baik frontal maupun secara tertutup.
(5)
The phenomenon of gender inequality often appears in a literary work . One was in a play Pertja by Benny Yohannes . Pertja manuscript is then chosen as the object of research . This study aims to : ( 1 ) describe the structure , (2 ) represents injustice and ( 3 ) describe the struggle of women leaders face gender inequality in the Pertja by Benny Yohanes. The method used in this research is descriptive analytic method. Theory A.J. Greimas used to examine the structure of the Pertja by Benny Yohanes. Furthermore , this study uses feminist theory in general , particularly regarding gender inequality popularized by Fakih . The results of this study indicate the existence of gender inequality on female figures in the manuscript Pertja by Benny Yohannes . They are Selasih , Pupu , Rosa and their mothers . In Pertja script by Benny Yohannes , women leaders are not standing still face gender inequality . Selasih frontally against the rebellion and chose to live alone , arrange live and raise his future self as a single parent . Pupu fight against gender injustice by releasing her virginity and intended to kill him with poison . Rosa fight to live on the streets and become a pimp as impingement. The last , three of them struggled biological mother became a single parent and ended his life on the railroad . All the female characters experience various manifestations of gender inequality . Most of those experiencing gender injustice caused by the paradigm of society , especially the tradition of virginity glorified . The paradigm rooted in the view of a character in Pertja work so that gender equality increasingly difficult to achieve. Pertja script by Benny Yohanes emerged as one of the criticisms of the phenomenon of real injustice in order to realize gender equality . Selasih , Pupu , Rosa and their mothers against gender injustice they experienced with their own ways , both frontal and behind closed doors .
Keywords: Representation, gender inequality, manuscripts, Pertja, Benny Yohanes
(6)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN . ... i
UCAPAN TERIMAKASIH ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR BAGAN ... viii
BAB 1 PENDAHULUAN………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah……….1
1.2 Rumusan Masalah……….…….6
1.3 Tujuan Penelitian………...…7
1.4 Manfaat Penelitian……….7
1.5 Struktur Organisasi………8
BAB 2 DRAMA, FEMINISME, DAN GENDER………..9
2.1 Drama………...9
2.1.1 Pengertian Drama………..……..9
2.1.2 Anatomi Drama………..………...11
2.1.3 Drama Pertja dan Pengarangnya………16
2.1.4 Teori Struktural A.J. Greimas……….………...20
2.2 Feminisme………...……….23
2.3 Gender……….26
2.3.1 Pengertian Gender………....……….26
2.3.2 Ketidakadilan Gender……….28
BAB 3 METODE PENELITIAN………..31
3.1 Metode Penelitian………31
3.2 Sumber Data………32
(7)
3.4 Teknik Pengolahan Data………..33
3.5 Definisi Operasional………...36
3.6 Instrumen Penelitian……….…37
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………39
4.1 Pengarang dan Karyanya………..39
4.2 Struktur Naskah Pertja Karya Benny Yohanes………...39
4.2.1 Alur dan Pengaluran………...40
4.2.2 Tokoh dan Penokohan………54
4.2.3 Latar ………...82
4.3 Ketidakadilan Gender dalam Naskah Pertja Karya Benny Yohanes…….82
4.3.2 Perjuangan Tokoh Menghadapi Ketidakadilan Gender dalam Naskah Pertja Karya Benny Yohanes……….………..112
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan………138
5.2 Saran ……….141 DAFTAR PUSTAKA
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Model Fungsional A.J. Greimas………..….20
Tabel 3.1 Analisis Struktur………...37
Tabel 3.2 Pedoman Analisis Ketidakadilan Gender………..38
Tabel 4.1. Struktur Fungsional Formulasi Aktan Pertja Babak I……….41
Tabel 4.2. Struktur Fungsional Formulasi Aktan Pertja Babak Ii………43
Tabel 4.3. Struktur Fungsional Formulasi Aktan Pertja Babak Iii………..47
Tabel 4.4. Struktur Fungsional Formulasi Aktan Pertja Babak Iv………...50
Tabel 4.5. Struktur Fungsional Formulasi Aktan Pertja Babak V………...53
Tabel 4.6. Struktur Fungsional Naskah Utama Pertja………...52
Tabel 4.7. Ketidakadilan Gender………...83
(9)
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Greimas’s Semiotic Square……….20
Bagan 2.2. Formulasi Aktan A.J. Greimas………21
Bagan 3.1 Instrumen Penelitian………...35
Bagan 4.1. Formulasi Aktan Pertja Babak I………...40
Bagan 4.2. Formulasi Aktan Pertja Babak II……….42
Bagan 4.3. Formulasi Aktan Pertja Babak III………...44
Bagan 4.4. Formulasi Aktan Pertja Babak IV………...46
Bagan 4.5. Formulasi Aktan Pertja Babak V………....49
Bagan 4.6. Formulasi Aktan Utama Naskah Pertja………...….51
Bagan 4.7. Tokoh Penyebab Dan Korban Ketidakadilan Gender………..………86
Bagan 4.8. Selasih Sebagai Korban………...………87
Bagan 4.9. Rosa Terhadap Selasih………...87
Bagan 4.10. Pupu Terhadap Selasih………...………....92
Bagan 4.11. Brojo Terhadap Selasih………...………...95
Bagan 4.12. Pupu Sebagai Korban………...98
Bagan 4.13. Rosa Terhadap Pupu………...……...98
Bagan 4.14 Rian Terhadap Pupu………..100
Bagan 4.15. Brojo Terhadap Pupu………...…103
Bagan 4.16. Rosa Sebagai Korban………...104
Bagan 4.17. Selasih Terhadap Rosa………...………..104
Bagan 4.18. Selasih Dan Rosa Saling Membalas………...……….106
Bagan 4.19. Ayah Angkat Terhadap Rosa………...………107
Bagan 4.20. Brojo Terhadap Rosa………..……….108
(10)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Tradisi keperawanan di negara Indonesia sangat kuat. Masyarakat sangat menjunjung tinggi dan mengagungkan tradisi keperawanan, bahkan telah menjadi ideologi, khususnya di kalangan masyarakat patriarki. Setiap gadis berkewajiban untuk menjaga keperawanannya karena merupakan hal yang suci dan sakral. Pandangan masyarakat tentang kesucian atau keperawanan ini merupakan normatif (Kweldju dalam Yulianeta, 2009:81). Bahkan, menurut Yulianeta terdapat ungkapan tentang keperawanan. Bahwa kehilangan keperawanan, meskipun bukan karena kesalahannya sendiri, berarti kehilangan kehormatannya (Yulianeta, 2009:81). Tradisi tersebut merupakan dominasi laki-laki atas perempuan yang sudah menjadi ideologi di masyarakat yang kemudian mengakibatkan munculnya apa yang dinamakan ketidakadilan gender. Perhatikan kasus berikut ini.
Tim gabungan Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur dan Kepolisian Daerah Metro Jaya berhasil menangkap S (55), pelaku pemerkosaan terhadap bocah RI (11). S tidak lain adalah ayah kandung RI yang tega memerkosa RI sebanyak dua kali pada bulan Oktober 2012 silam (Kompas, 2013).
Kasus di atas hanya salah satu kasus di antara ribuan kasus pemerkosaan yang terjadi di Indonesia. Kasus pemerkosaan memang sudah marak dari tahun-tahun sebelumnya tercatat dalam hasil dokumentasi Komnas Perempuan sejak tahun 1998 hingga 2010 kasus kekerasan seksual terjadi sebanyak 91.311 kasus dari total kasus 295.836 kasus kekerasan terhadap perempuan. Di antara sekian ribu kasus, kasus terbanyak adalah kasus perkosaan, yaitu 4.391 kasus (Komnas Perempuan, 2010:1).
Mirisnya, kebanyakan dari kasus pemerkosaan tersebut terjadi di ranah personal, artinya pelaku pemerkosaan tidak lain adalah orang terdekat korban. Para korban pemerkosaan biasanya takut untuk melapor, jangankan melapor ke pihak yang
(11)
2
berwajib, bahkan pihak keluarga pun tidak jarang yang bungkam dan memilih untuk diam saja. Itu semua dianggap aib keluarga. Adapun yang melapor, tidak jarang yang malah jadi memberatkan pihak korban. Perempuan yang menjadi korban pemerkosaan tersebut dituding telah memancing pelaku pemerkosa untuk melakukan hal keji tersebut. Di mana letak keadilan? Akibatnya, mereka yang menjadi korban pemerkosaan banyak yang beralih dan terjun ke dunia hitam. Ada yang menjadi penjaja seks komersial, mucikari, dan pekerjaan hina lainnya. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa dirinya hina. Berbagai bentuk ketidakadilan tersebut menarik berbagai pihak untuk bersimpati terhadap persoalan yang pelik dan tak ada ujung itu. Para sastrawan pun tidak ingin melewatkan isu tersebut. Sebagai insan cendikia yang peduli terhadap fenomena sosial yang terjadi, menumpahkannya melalui sebuah karya sastra.
Hal tersebut dikarenakan kenyataan memang sangat erat hubungannya dengan karya sastra, menurut teori mimesis Plato dalam Faruk (2012:47) dunia dalam karya sastra merupakan tiruan terhadap dunia kenyataan. Secara sederhana, karya sastra menurut bentuknya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu prosa, puisi dan drama. Dibanding bentuk yang lain, drama mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu unsur pementasan yang mengungkapkan isi cerita secara langsung dan dipertontonkan di depan umum. Pengertian drama sendiri dalam Kamus Istilah Sastra, drama merupakan salah satu ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas. Lebih khususnya drama menunjuk pada lakon yang mempermasalahkan unsur filsafat dan nilai susila yang agung dan besar.
Fenomena ketidakadilan gender yang terjadi akhir-akhir ini menarik para sastrawan untuk menuliskannya ke dalam sebuah karya sastra drama. Dengan demikian peneliti pun tertarik untuk mengkaji karya sastra melalui pendekatan kritik sastra feminisme.
Salah satu sastrawan yang peduli terhadap fenomena ketidakadilan gender adalah Benny Yohanes alias Benjon. Kepedulian Benjon direfleksikan dalam sebuah
(12)
3
karyanya yang berjudul Pertja. Naskah Pertja yang ditulis oleh Benny Yohanes ini menjadi pemenang utama dalam Sayembara Penulisan Lakon Realis 2010 yang diselenggarakan oleh komunitas Salihara. Pertja adalah sepenggal lakon yang terdiri atas lima bagian, yaitu: Mendung, Saat Baik Memetik Tomat; Penyakit Itu Sehat; Meniti Karet Gelang; Gita; dan Kunang-kunang di Jalan Layang. Naskah benjon yang satu ini dilakoni oleh lima tokoh, diantaranya Rosa, perempuan 28 tahun; Pupu, perempuan 20 tahun; Selasih, perempuan 16 tahun, Brojo, lelaki 50 tahun; dan Rian, lelaki 24 tahun.
Kisah dalam Pertja menggambarkan kenyataan. Terlebih naskah ini sudah jelas menunjukan karya realis karena karya realis biasanya memberikan informasi objektif tentang kenyataan sezaman. Dengan kata lain, karya-karya yang realis merupakan kenyataan yang dikontruksikan, tapi tentu saja kenyataan tersebut bergantung pada sudut pengarang (Hadimaja, 1972:172). Sejalan dengan definisi realisme menurut Zaidan (2004:168), merupakan aliran sastra yang mengungkapkan potret kehidupan yang lugas, apa adanya. Ungkapnya, realisme lebih membumi, dekat dengan kehidupan sehari-hari, bersifat normal dan pragmatis sehingga pengarang realis harus berurusan dengan peristiwa sehari-hari, dengan lingkungannya sendiri, dan dengan gerakan politik sosial di zamannya sendiri.
Sementara realisme urban, merupakan suatu konsep reapresiasi dan redefinisi terhadap konsep realisme 50-60‟an. Konsep ini akan memperlihatkan bentuk dan bobot permainan sublimatif, yang membayangi aspek-aspek skisoprenik dari kompleks persoalan yang khas manusia urban yang meliputi kegoyahan dan keperihan dalam identitas yang bertopeng. Khusus mengenai naskah Pertja, akan member imbangan kreativitas untuk memperkuat kembali konsep seni peran realis(Yohanes,2010: 44).
Lakon ini mengisahkan tentang tiga perempuan yang menjadi korban ketidakadilan gender. Mereka adalah Rosa, Pupu, dan Selasih. Masing-masing
(13)
4
mereka mempunyai masalah yang pelik dan mempunyai jalan keluar masing-masing menurut pandangan mereka sendiri.
Lakon Pertja menarik untuk dikaji karena kisahnya yang fokus menyoroti tentang ketidakadilan gender yang dialami perempuan. Oleh karena itu, kajian yang digunakan pun haruslah berbeda dan spesifik. Kajian mengenai perempuan, khususnya di bidang ilmu kesusastraan dikenal sebagai kritik sastra feminis. Menurut Ratna (2011:184), kritik sastra feminis merupakan suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang berusaha mendeskripsikan dan menafsirkan pengalaman perempuan dalam karya sastra, yaitu mempermasalahkan praduga terhadap kaum perempuan. Oleh sebab itu pendekatan yang digunakan dalam kajian ini lebih tepat dengan kritik sastra feminis secara umum.
Terlebih Lakon ini ditulis oleh seorang lelaki karena jika perempuan berbicara tentang dirinya sendiri sudah tidak asing lagi. Penulis lelaki biasanya menampilkan perempuan sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriartikal yang dominan. Pada umumnya karya sastra yang mengandung perjuangan emansipasi perempuan lahir pula dari pengarang perempuan, yang tergambar dari tokoh fiksi perempuan dalam karya sastra tersebut. Namun ada pula penulis laki-laki yang karya sastranya menunjukkan tokoh perempuan yang kuat dan justru mendukung perjuangan gerakan feminis (Ratna, 2012:193), salah satunya yang tertuang dalam Pertja karya Benjon ini.
Sudah banyak penelitian sebelumnya mengenai gender, baik itu ideologi gender, problematika gender, maupun mengenai hal lainnya berkaitan dengan kajian gender dengan menggunakan pendekatan feminisme. Penelitian tersebut antara lain sebagai berikut.
Skripsi Saleha (2011) berjudul “Ideologi Gender dalam Novel Popular An Affair to Forget Karya Armaya Junior.” Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa novel tersebut memuat adanya ideologi gender. Peran gender perempuan tampak pada tokoh Anna, Dini, dan Minerva. Sedangkan peran gender laki-laki
(14)
5
terlihat pada tokoh aku dan Toni. Selain itu terdapat juga representasi ketidakadilan gender dalam novel popular tersebut, yaitu akibat dari perselingkuhan yang dilakukan oleh Toni.
Selain itu, terdapat pula pada skripsi Napitupulu (2011) dalam “Penderitaan Perempuan dalam Dua Novel Populer Indonesia (Kajian Kritik Sastra Feminis Liberalis terhadap Karya Mira W.).” Hasil dari tulisan tersebut juga menunjukkan
adanya ketidakadilan gender, khususnya yang tampak pada penderitaan yang dialami tokoh perempuan pada kedua novel karya Mira Widjaya tersebut.
Kedua skripsi yang dipaparkan sekilas tersebut di atas memang berbicara mengenai gender, tetapi objek yang digunakan adalah novel, bukan drama. Sementara itu, penelitian mengenai gender dengan objek naskah drama pun sudah dilakukan oleh Mantik dalam tesisnya yang berjudul “Sosok Ibu dalam Drama Mega-mega
karya Arifin C. Noer” pada tahun 1995.
Hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Dalam naskah drama
Mega-mega terdapat enam tokoh yang saling berhubungan satu sama lain. Dua di antaranya
adalah tokoh perempuan, yaitu Mae dan Retno. Mae adalah perempuan tua yang pernah menikah, tetapi tidak pernah melahirkan, sedangkan Retno digambarkan pernah menikah dan melahirkan. Retno mencari uang dengan melacur. Mae yang kemudian menjadi sosok ibu bagi kelima tokoh lainnya, yaitu Tukijan, Hamung, Retno, Royal, dan Panut.
Mae berpandangan bahwa perempuan yang sudah menikah harus berbakti, patuh, dan pasrah kepada suaminya. Apabila sudah menadi ibu, harus bisa hidup prihatin, demi keselamatan anaknya. Jika anaknya menderita, maka yang bersalah adalah ibunya. Penelitian ini sangat penting bagi para pengkaji sastra, khusunya kajian Feminis dan Gender, sehingga pada tahun 2006 Mantik menjadikan penelitian tersebut sebuah buku dengan judul Gender dalam Sastra: Studi Kasus Drama
(15)
6
Adapun penelitian sebelumnya mengenai naskah Pertja karya Benny Yohanes sudah ada, yaitu dari artikel Santi dengan judul “Analisis Sosiologi Sastra Naskah „Pertja‟ karya Ben Johanes.” Artikel tersebut dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Drama, dari artikel tersebut Santi menunjukkan ada beberapa unsur kehidupan yang memang terjadi di Indonesia dan tercermin dalam naskah tersebut. Unsur-unsur tersebut antara lain: fenomena gay, mucikari, kemiskinan dan fenomena keperawanan yang terenggut paksa (Santi, 2011).
Dalam hal ini, peneliti dan Santi menggunakan objek yang sama, yaitu naskah drama karya Benny Yohanes. Namun, kajian dan pendekatan yang diterapkan berbeda. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kritik sastra feminis. Penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan kajian terhadap tokoh-tokoh perempuan dalam naskah yang menjadi korban ketidakadilan gender.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji naskah ini lebih dalam, khususnya mengenai “Representasi Ketidakadilan Gender dalam Naskah
Pertja Karya Benny Yohanes (Kajian Feminisme).” 1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a) Bagaimana struktur naskah Pertja karya Benny Yohanes?
b) Bagaimana representasi ketidakadilan gender yang dialami tokoh-tokoh perempuan dalam naskah Pertja karya Benny Yohanes?
c) Bagaimana perjuangan tokoh-tokoh perempuan menghadapi ketidakadilan gender dalam naskah Pertja karya Benny Yohannes?
(16)
7
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berdasar pada rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas. Hal tersebut disebabkan kedudukan rumusan masalah dan tujuan penelitian sejajar dalam sebuah karya tulis. Rumusan tujuan penelitian dalam kajian ini adalah sebagai berikut.
a) Mendeskripsikan struktur naskah Pertja karya Benny Yohanes.
b) Mendeskripsikan ketidakadilan gender yang dialami tokoh-tokoh perempuan dalam naskah Pertja karya Benny Yohanes.
c) Mendeskripsikan perjuangan tokoh-tokoh perempuan menghadapi ketidakadilan gender yang dialaminya dalam naskah Pertja karya Benny Yohanes.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya bagi peneliti sendiri. Baik manfaat secara teoretis maupun manfaat secara praktis. Adapun manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a) Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan kepada peneliti serta memberikan informasi tentang kajian gender yang terdapat dalam naskah realis.
b) Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangsih bagi perkembangan dunia sastra modern, terutama mengenai kajian-kajian yang berkaitan dengan gender yang terdapat dalam naskah drama realis. Selain itu, secara tidak langsung penelitian ini akan memberikan pengalaman dan wawasan pribadi terhadap penulis sendiri, khususnya dalam penelitian mengenai kajian gender.
(17)
8
1.5. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur Organisasi skripsi dibuat untuk mengetahui urutan penulisan di setiap bab dan bagian bab dalam skripsi ini. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut.
Bab 1 : Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.
Bab 2 : Dibahas tentang landasan teoretis tentang drama, yaitu seputar pengertian dan anatomi drama. Teori struktural A.J. Greimas sebagai alat untuk membedah struktur drama tersebut. Selain itu dibahas juga tentang feminisme serta gender dan ketidakadilan gender.
Bab 3: merupakan bab yang berisi tentang metode penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, definisi operasional, dan instrumen penelitian.
Bab 4: Hasil dan Pembahasan menjelaskan hasil temuan dan pembahasan mengenai objek penelitian. Menjawab rumusan masalah yang dipaparkan sebelumnya antara lain mendeskripsikan struktur naskah Pertja karya Benjon, yaitu mengenai alur, tokoh dan latar. Selanjutnya mendeskripsikan ketidakadilan gender yang terdapat dalam naskah dan perjuangan para tokoh perempuan dalam menghadapi ketidakadilan gender.
(18)
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1Metode Penelitian
Secara etimologis metode berasal dari kata methodos (bahasa latin), terdiri dari meta dan hodos. Meta sendiri berarti menuju, melalui,mengikuti, atau sesudah, sedangkan hodos artinya jalan, cara, atau arah. Dalam pengertiannya yang lebih luas, metode berarti cara-cara atau strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2012:34). Menurut Purbani (2010:1) metode penelitian menentukan cara kerja peneliti dalam melakukan kajiannya sehingga penelitian menjadi terarah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yang mengkaji naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes ini adalah metode deskriptif analitik.
Metode pada penelitian ini berbentuk deskripsi, tujuannya untuk menggambarkan atau mendeskripsikan naskah drama yang dikaji dalam penelitian ini. Data yang dikaji berupa kata-kata, bukan berupa angka-angka. Data yang digunakan berupa karya naskah drama. Selain menguraikan fakta-fakta yang terdapat dalam naskah drama tersebut, peneliti juga melakukan analisis yang mendalam terhadap objek penelitian, terutama mengenai ketidakadilan gender yang terdapat dalam naskah. Hal tersebut disebabkan metode ini memang berasal dari dua metode yang digabungkan, yaitu deskripsi dan analisis.
Pada dasarnya setiap bidang kajian memiliki metode-metode tersendiri dalam pengkajiannya. Begitu pula dengan karya sastra, pengkajian karya sastra dikenal dengan kritik sastra. Ada empat tahapan yang harus dilalui untuk mengkaji sebuah karya sastra, yaitu mendefinisikan, menggolongkan, menguraikan atau menganalisis dan menginterpretasi, serta menilai atau evaluasi. Maka dari itu,yang lebih tepat dalam mengkaji naskah Pertja ini adalah deskriptif analitik.
(19)
32
3.2Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah Pertja karya Benny Yohanes. Adapun deskripsi mengenai naskah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Judul : Pertja
2) Pengarang : Benny Yohanes 3) Terbit : Tidak diterbitkan 4) Jumlah halaman : 46 halaman
Naskah drama tidak akan terlepas dari babak-babak. Naskah Pertja ini terdiri dari lima babak, yaitu:
a. Mendung: Saat Baik Memetik Tomat; b. Penyakit Itu Sehat;
c. Meniti Karet Gelang; d. Gita; dan
e. Kunang-kunang di Jalan Layang
Adapun para tokoh utama dalam naskah karya Benjon ini dideskripsikan secara singkat berikut ini.
a) Rosa, perempuan 28 tahun. b) Pupu, perempuan 20 tahun. c) Selasih, perempuan 16 tahun. d) Brojo, lelaki 50 tahun.
e) Rian, lelaki 24 tahun.
3.3Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis dalam memperoleh data. Sumber tertulis yang dimaksud bisa berupa buku, artikel, majalah, Koran, dan sumber tertulis lainnya yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Sumber primer adalah naskah Pertja itu sendiri dan sumber data sekundernya didapat dari buku,
(20)
33
artikel, koran, dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan ketidakadilan gender dalam naskah Pertja karya Benjon juga perjuangan para tokoh perempuan dalam menghadapi ketidakadilan gender tersebut.
3.4Teknik Pengolahan Data
Pada umumnya dalam penelitian karya sastra harus melalui dua tahapan. Pertama menganalisis unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra tersebut, atau disebut juga struktur. Kedua, menganalisis karya melalui perbandingannya dengan unsur-unsur di luarnya. Dengan kata lain, analisis pertama dilakukan dengan pendekatan intrinsik, sedangkan analisis kedua merupakan analisis melalui pendekatan ekstrinsik (Ratna,2012:79). Teknik pengolahan data dalam penelitian ini pun melalui dua tahapan. Analisis struktural terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam naskah. Teori struktural yang digunakan dalam kajian ini adalah teori struktural Algirdas Julien Greimas.
Adapun dalam mengkaji unsur ekstrinsiknya, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan ketidakadilan gender yang terdapat dalam naskah Pertja karya Benny Yohanes menggunakan pendekatan kritik sastra feminis. Pendekatan kritik sastra feminis digunakan untuk mendeskripsikan sumber ketidakadilan gender,bentuk perlakuan yang menyebabkan adanya ketidakadilan gender, jenis ketidakadilan gender, serta perjuangan tokoh-tokoh perempuan dalam menghadapi ketidakadilan gender yang dialaminya pada naskah drama tersebut. Tahapannya secara rinci disajikan pada poin-poin berikut.
1) Mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam naskah Pertja karya Benny Yohanes. Permasalahan yang ditemukan dalam naskah tersebut mengenai sumber ketidakadilan gender, bentuk perlakuan yang menyebabkan ketidakadilan gender, dan jenis ketidakadilan gender, serta perjuangan tokoh-tokoh perempuan dalam menghadapi ketidakadilan gender tersebut.
2) Mengkaji struktur naskah Pertja karya Benny Yohanes melalui teori struktural A. J. Greimas. Analisis ini meliputi alur dan pengaluran
(21)
34
(skema aktan dan model fungsional), tokoh dan penokohan, latar tempat dan waktu, dan gaya bahasa.
3) Mengkaji bentuk ketidakadilan gender dengan pendekatan kritik sastra feminisme secara umum dalam naskah Pertja yang merupakan data utama penelitian. Pengkajian ini meliputi sumber ketidakadilan gender, bentuk perlakuan yang menyebabkan ketidakadilan gender, dan jenis ketidakadilan gender, serta perjuangan tokoh-tokoh perempuan dalam menghadapi ketidakadilan gender tersebut.
4) Memberikan pandangan dari segi kritik sastra feminisme secara umum terhadap, bentuk perlakuan yang menyebabkan ketidakadilan gender, dan jenis ketidakadilan gender, serta perjuangan tokoh-tokoh perempuan dalam menghadapi ketidakadilan gender dalam naskah
Pertja karya Benny Yohanes.
5) Tahap terakhir, yaitu memberikan kesimpulan dan saran terhadap analisis data.
(22)
35
Bagan 3.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Deskripsi perjuangan tokoh-tokoh perempuan yang mengalami ketidakadilan gender yang terdapat dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohannes
Mengkaji bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam naskah drama Pertja karya
Benny Yohannes
Analisis struktur naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Identifikasi masalah dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Mengkaji bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam naskah drama Pertja karya
Benny Yohannes
Analisis struktur naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Identifikasi masalah dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Analisis struktur naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Identifikasi masalah dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Analisis struktur naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Identifikasi masalah dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Identifikasi masalah dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Identifikasi masalah dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Identifikasi masalah dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Identifikasi masalah dalam naskah drama
Pertja karya Benny Yohanes
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia Fenomena Ketidakadilan Gender yang dialami
para perempuan di Indonesia
Analisis struktur naskah drama Pertja karya Benny Yohanes
Mengkaji bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam naskah drama Pertja karya
(23)
36
3.5Definisi Operasional
Definisi operasional dihadirkan dalam penulisan ini agar tidak terjadi salah tafsir pada pihak pembaca terhadap keseluruhan dari karya tulis ilmiah ini. Oleh sebab itu, maka penulis merasa perlu untuk menjelaskan istilah atau variabel yang digunakan dalam penulisan ini.
a) Representasi
Representasi bisa diartikan menyajikan ulang sebuah realitas dalam naskah Pertja yang benar-benar mewakili manifestasi ketidakadilan gender dalam kehidupan nyata.
b) Gender
Gender atau konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki atau perempuan yang dikontruksi baik secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan dikenal lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sedangkan laki-laki sebaliknya, dianggap gagah, perkasa, rasional, dan kuat.
c) Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan gender (gender inequalities) adalah masalah yang timbul dari adanya perbedaan gender (gender differences). Dalam hal ini ada pihak yang menjadi korban dari sistem tersebut, terutama pihak perempuan.
d) Kritik Sastra Feminis
Kritik sastra feminis adalah salah satu pendekatan yang berkaitan dengan gerakan feminis. Kritik sastra feminis ini merupakan suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang berusaha mendeskripsikan dan menafsirkan pengalaman perempuan dalam karya sastra, yaitu mempermasalahkan praduga terhadap kaum perempuan (Ratna 2011:184).
e) Pertja
Pertja merupakan judul naskah drama yang ditulis oleh Benny
Yohanes. Naskah ini menjadi Pemenang Utama dalam Sayembara Penulisan Lakon Realis pada tahun 2010 yang diselenggarakan oleh
(24)
37
komunitas Salihara. Penulis menggunakan naskah drama realis ini dalam penelitiannya mengenai ketidakadilan gender.
f) Benny Yohanes
Benny Yohanes atau lebih akrab dikenal dengan sebutan Benjon, penulis naskah drama realis Pertja yang juga aktif sebagai dosen Jurusan Teater di STSI Bandung. Selain tugas pokoknya itu, Benjon juga Bekerja sebagai penulis naskah drama dan esai teater. Beberapa karya dramanya telah meraih penghargaan salah satunya mendapat Penghargaan Terbaik untuk naskah Pertja ini.
3.6Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dibuat agar penelitian menjadi sistematis. Adapun instrumen dalam menelaah naskah drama ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 ANALISIS STRUKTUR
No. Aspek yang Diteliti Acuan Analisis
1 Alur dan Pengaluran a) Bagaimana Skema aktan yang terdapat dalam naskah Pertja menurut teori Struktur A.J. Greimas?
b) Ada berapakah skema aktan pada keseluruhan naskah Pertja?
c) Ada berapakah skema aktan pada setiap babak naskah Pertja?
a) Bagaimana model fungsional yang terdapat dalam naskah Pertja berdasarkan skema aktan yang dibuat?
(25)
38
2 Tokoh dan Penokohan a) Siapakah tokoh-tokoh yang
terdapat dalam naskah Pertja? b) Bagaimanakah watak setiap tokoh
yang terdapat dalam naskah
Pertja?
3 Latar Tempat dan Latar Waktu
a) Di manakah peristiwa dalam naskah tersebut berlangsung? b) Kapankah peristiwa dalam naskah
tersebut terjadi?
Tabel 3.2 PEDOMAN ANALISIS KETIDAKADILAN GENDER
No. Aspek yang Diteliti Acuan Analisis
1. Bentuk Ketidakadilan Gender a) Bagaimana bentuk Ketidakadilan gender yang dialami para tokoh perempuan dalam naskah Pertja ([1] marginalisasi; [2] subordinasi; [3] pembentukan stereotip; [4]
(violence); [5] burden;
[6]diskriminasi; dan [7] represi)?
2. Perjuangan Tokoh a) Bagaimana perjuangan tokoh- tokoh perempuan menghadapi ketidakadilan gender dalam naskah
(26)
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
5.1.1 Struktur Naskah Pertja
Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon ini dipilih karena disinyalir mengandung ketidakadilan gender yang marak terjadi pada kaum perempuan sepanjang jaman. Terutama tentang pelecehan seksual dan pemerkosaan yang dilakukan orang terdekat.
Adapun untuk memperoleh struktur naskah tersebut digunakan teori struktural A.J. Greimas dengan formulasi aktan dan struktur fungsional. Berdasarkan analisis struktur tersebut dapat dikatakan bahwa alur cerita yang terdapat dalam Pertja (2010) sangat kompleks. Di dalamnya ditemukan lima pola struktur yang setiap fungsi unsurnya dapat dirunut secara terpisah sesuai babak yang ada di dalam naskah. Selanjutnya, dibuat struktur utama dari naskah tersebut. Apabila diteliti lebih detail lagi, sebenarnya masih banyak kemungkinan hadir pola struktur lainnya. Namun satu struktur di setiap babak dan satu struktur utama sudah cukup untuk mengetahui alur dan pengaluran Pertja.
Hasil penelitian menunjukkan dari kelima babak yang terdapat dalam naskah Pertja hanya satu babak yang menggambarkan subjek berhasil melaksanakan misinya, yaitu kelima saja. Adapun babak pertama sampai keempat, tokoh yang bertindak sebagai subjek gagal mendapatkan objek. Namun demikian, pada formulasi aktan dan struktur fungsional secara keseluruhan atau disebut juga struktur utama pada naskah Pertja tokoh yang bertindak sebagai subjek berhasil dan menerima apa yang diperjuangkannya dalam mendapatkan objek. Berikut uraiannya.
Pada formulasi aktan dan struktur fungsional babak pertama yang bertindak sebagai subjek adalah Rosa. Rosa tidak gagal melaksanakan misinya dan Selasih bebas dari kurungan. Sementara di babak dua, Selasih sebagai subjek menginginkan bayi dalam kandungannya gugur. Selasih pun gagal mendapatkan apa yang ia kehendaki karena banyak penentang.
(27)
139
Begitu juga Selasih yang menjadi subjek dalam babak ketiga, Ia gagal melaksanakan misinya untuk membongkar semua rahasia Rosa. Pada babak keempat, Pupu pun tidak berhasil mendapatkan objeknya. Malah Pupu kecewa berat dan berniat bunuh diri. Lain halnya dengan babak terakhir, Selasih sebagai subjek berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan, yaitu menjadi perempuan yang sesungguhnya.
Berdasarkan hasil analisis struktur tersebut sudah tergambar adanya bentuk ketidakadilan gender. Hal tersebut akan lebih jelas dipaparkan dalam analisis berikutnya.
5.1.2 Ketidakadilan Gender dalam Naskah Pertja
Adapun analisis mengenai ketidakadilan gender melalui pendekatan kritik sastra feminis secara umum. Hasil penelitian terhadap naskah drama Pertja karya Benny Yohanes, dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam cerita
Pertja tersebut mengalami ketidakadilan gender. Tokoh-tokoh itu antara lain:
Rosa, Pupu, dan Selasih. Selain mereka bertiga terdapat pula Ibu Rosa yang secara tidak langsung menjadi tokoh dalam naskah tersebut juga mengalami ketidakadilan gender.
Pertama, Selasih mendapatkan kekerasan fisik, yaitu berupa pelecehan
seksual, akibatnya ia terrepresi (pengucilan) akibat perbuatannya hamil di luar nikah. Selasih dikurung di dalam kamar. Tidak boleh keluar dari sana apalagi keluar rumah karena telah membawa aib bagi keluarga, Selasih telah dicap negatif (stereotip), termarginalisasi, tersubordinasi, dan juga terdiskriminasi. Akibat dari manifestasi tersebut Selasih mengalami kekerasan psikis pula.
Kedua, Pupu mengalami kekerasan fisik dan psikis. Keperawanannya
terenggut oleh Rian yang tak bertanggung-jawab. Akibatnya, Pupu merasa hina lebih dari sampah, sampai terpikir untuk membunuh dirinya sendiri karena adanya stereotip atau pelabelan negatif yang berasal dari norma yang berlaku di masyarakat. Tradisi keperawanan yang diagungkan, artinya perempuan yang hilang keperawanannya sangat hina. Pupu pun menderita psikis karena stereotip tersebut.
(28)
140
Ketiga, Rosa mengalami kekerasan fisik dan psikis, ia diperkosa oleh
lelaki yang mengaku ayah. Akibatnya, Rosa menanggung beban psikis yang berat sehingga ia besar di jalanan dan memilih bekerja menjadi “mami” . Rosa juga terkena strereotip akibat bias gender.
Terakhir, Ibu Rosa mengemban tugas berat sebagai ibu dan ayah sekaligus. Dengan demikian ia mengalami burden, beban pekerjaannya lebih panjang dan lebih berat. Hal tersebut mengakibatkan manifestasi ketidakadilan gender bentuk lain, yaitu kekerasan fisik dan psikis juga marginalisasi atau pemiskinan ekonomi.
Hasil penelitian terhadap naskah Pertja, menunjukkan banyaknya ketidakadilan gender yang terbentuk dari stereotip di masyarakat. Ideologi tersebut sudah mengakar dan tumbuh di hati para tokoh dalam Pertja, baik pada tokoh perempuan maupun laki-laki. Hal tersebut menggambarkan bahwa pada kenyataannya kesetaraan gender belum tercipta secara menyeluruh. Naskah Pertja ini merupakan salah satu bentuk kritik terhadap ketidakadilan gender yang selama ini dialami para perempuan.
5.1.3 Perjuangan Para Tokoh Perempuan dalam Pertja
Keempat korban ketidakadilan tersebut di atas berjuang untuk melawan ketidakadilan gender dengan caranya masing-masing. Baik itu Selasih, Pupu, Rosa maupun Ibu mereka.
Pertama, Selasih berjuang melawan ketidakadilan gender sejak awal
cerita. Selasih melakukan pemberontakan saat mengalami kurungan karena hamil di luar nikah. Lalu Selasih melawan dengan berniat menggugurkan kandungannya untuk menghindari hukuman yang berlaku di masyarakat. Selasih juga melawan Rosa yang selalu menentang perjuangannya meraih kesetaraan gender. Perlawanan paling ekstrem adalah Selasih membunuh Brojo dan memilih menjadi
single parent.
Kedua adalah Pupu. Awalnya Pupu secara terbuka hendak melawan
ketidakadilan gender. Dengan pengaruh Bhagawadgita yang dibawa Rian, Pupu berkeinginan untuk melepaskan keperawanannya. Namun, Pupu gagal karena
(29)
141
Rian ternyata bukan orang yang tepat untuk Selasih. Selanjutnya perlawanan pun dilakukan secara diam-diam. Pupu pun merencanakan bunuh diri dengan sembunyi-sembunyi.
Ketiga, Rosa melawan ketidakadilan gender dengan berontak saat
mengalami pelecehan seksual dan pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah angkatnya. Selanjutnya Rosa melawan dengan sikap bencinya terhadap lelaki.
Selain itu, Rosa juga melakukan perlawanan dengan menjadi seorang “mami”. Keempat, Ibu Rosa melakukan perlawanan dengan memilih menjadi single parent, merawat dan membesarkan putri-putrinya seorang diri. Perjuangan
terberatnya adalah dengan mengakhiri hidupnya di rel kereta api.
Dari perjuangan atau perlawanan yang mereka lakukan tersebut, bisa disimpulkan yang paling frontal adalah Selasih. Walaupun paling muda, Selasih merupakan tokoh perempuan yang paling kuat dan berani menghadapi ketidakadilan gender. Perjuangan mereka pun pada akhirnya tidak sia-sia. Kemenangan pun mereka raih.
Perjuangan atau perlawanan terhadap ketidakadilan gender memang perlu dilakukan. Namun, cara yang dilakukan para tokoh perempuan dalam Pertja merupakan perjuangan yang salah. Seks bebas merupakan hal yang dilarang dalam ajaran mana pun. Malah bisa merendahkan kodrat perempuan pada umumnya. Apalagi pembunuhan, baik membunuh diri sendiri maupun orang lain adalah perbuatan kriminal murni yang bisa menjerat pelakunya. Perjuangan tentunya harus dilakukan dengan cara yang baik tanpa melanggar hukum dan norma yang berlaku agar perempuan akan jauh lebih terhormat.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap naskah drama realis Pertja karya Benny Yohanes, penelitian ini mengajukan beberapan saran, terutama mengenai feminisme, khususnya tentang ketidakadilan gender. Saran-saran tersebut di antaranya sebagai berikut.
(30)
142
1. Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pembelajaran dan referensi sehingga dapat memperkaya khazanah sastra pada umumnya.
2. Pada penelitian selanjutnya, naskah Pertja ini juga bisa dikaji dengan pandangan dan teori yang berbeda sehingga akan menghasilkan penelitian yang beragam.
(31)
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Nenden Lilis. 2006. Kiat Praktis Menulis Kritik Sastra. Bandung: Rumput Merah.
Asril , Sabrina . 2013. Pelaku Pemerkosaan RI Ayahnya Sendiri. [Online]. Tersedia:
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/01/18/16340531/Pelaku.Pemerkosa
an.RI.Ayahnya.Sendiri [04 Desember 2013]
Bull, Victoria. 2011. Oxford Learner’s Pocket Dictionary.United Kingdom: Oxford University Press.
Darma, Yoce A. 2009. “Cerpen Mbok „Nah 60 Tahun‟ Karya Lea Pamungkas yang berperspektif Ideologi Gender.” Kajian Sastra dalam Perspektif Teori Kontemporer. Bandung: UPI Pers.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra (dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-modernisme). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadimaja, Aoh K. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik, dan Realisma dalam
Kesusasteraan (Dasar-dasar perkembangannya). Jakarta: Pustaka Jaya.
Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: Rosda.
Hassanuddin. 1996. Drama, Karya dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan
Analisis. Bandung: Angkasa
Mantik, Maria Yoshipine Kumaat. 1955. Sosok Ibu dalam Drama Mega-mega karya
Arifin C. Noer. Tesis Magister pada FIB Universitas Indonesia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Napitupulu, Evi Yesfina Dumar. 2011. Penderitaan Perempuan dalam Dua Novel Populer Indonesia (Kajian Kritik Sastra Femini Liberalis terhadap Karya Mira W). Skripsi Sarjana pada FPBS Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.
(32)
Purbani, Widyastuti. 2010. “Metode Penelitian Sastra.” Pelatihan Metode Penelitian Sastra. Purwokerto: Universitas Soedirman.
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saleha, Inne Nurfaida. 2012. Ideologi Gender dalam Novel An Affair to Forget Karya
Armaya Junior. Skripsi Sarjana pada FPBS Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung: tidak diterbitkan.
Santi, Dea Audia. 2011. Analisis Sosiologi Sastra Naskah “Pertja” Karya Ben Johanes. [Online] Tersedia:
http://deaaudia.blogspot.com/2011/12/analisis-sosiologi-sastra-naskah-pertja.html[29 November 2012]
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Suwondo, Tirto. 2003. “Cerita Rakyat Danawa Sari Putri Raja Raksasa: Studi Struktural Menurut A.J. Greimas”. Studi Sastra: Beberapa Alternatif.
Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tn. Kekerasan Seksual dalam Catatan Komnas Perempuan. 2011. Jakarta: Komnas Perempuan.
Tn. Benny Yohanes. 2012. [Online] Tersedia:
http://http:www.google.com/profilesbenjon62/ [22November 2012).
Widayat, Afendy. 2006. Diktat Drama. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Hassanuddin. 1996. Drama, Karya dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan
Analisis. Bandung: Angkasa
Yohanes, Benny. 2010. Pertja: Sepenggal Lakon. Bandung: Tidak diterbitkan.
Yulianeta. 2009. “Representasi Ideologi Gender dalam Novel Saman”. Kajian Sastra dalam Perspektif Teori Kontemporer. Bandung. Universitas Pendidikan
Indonesia.
(1)
Begitu juga Selasih yang menjadi subjek dalam babak ketiga, Ia gagal melaksanakan misinya untuk membongkar semua rahasia Rosa. Pada babak keempat, Pupu pun tidak berhasil mendapatkan objeknya. Malah Pupu kecewa berat dan berniat bunuh diri. Lain halnya dengan babak terakhir, Selasih sebagai subjek berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan, yaitu menjadi perempuan yang sesungguhnya.
Berdasarkan hasil analisis struktur tersebut sudah tergambar adanya bentuk ketidakadilan gender. Hal tersebut akan lebih jelas dipaparkan dalam analisis berikutnya.
5.1.2 Ketidakadilan Gender dalam Naskah Pertja
Adapun analisis mengenai ketidakadilan gender melalui pendekatan kritik sastra feminis secara umum. Hasil penelitian terhadap naskah drama Pertja karya Benny Yohanes, dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam cerita Pertja tersebut mengalami ketidakadilan gender. Tokoh-tokoh itu antara lain: Rosa, Pupu, dan Selasih. Selain mereka bertiga terdapat pula Ibu Rosa yang secara tidak langsung menjadi tokoh dalam naskah tersebut juga mengalami ketidakadilan gender.
Pertama, Selasih mendapatkan kekerasan fisik, yaitu berupa pelecehan seksual, akibatnya ia terrepresi (pengucilan) akibat perbuatannya hamil di luar nikah. Selasih dikurung di dalam kamar. Tidak boleh keluar dari sana apalagi keluar rumah karena telah membawa aib bagi keluarga, Selasih telah dicap negatif (stereotip), termarginalisasi, tersubordinasi, dan juga terdiskriminasi. Akibat dari manifestasi tersebut Selasih mengalami kekerasan psikis pula.
Kedua, Pupu mengalami kekerasan fisik dan psikis. Keperawanannya terenggut oleh Rian yang tak bertanggung-jawab. Akibatnya, Pupu merasa hina lebih dari sampah, sampai terpikir untuk membunuh dirinya sendiri karena adanya stereotip atau pelabelan negatif yang berasal dari norma yang berlaku di masyarakat. Tradisi keperawanan yang diagungkan, artinya perempuan yang hilang keperawanannya sangat hina. Pupu pun menderita psikis karena stereotip tersebut.
(2)
140
Ketiga, Rosa mengalami kekerasan fisik dan psikis, ia diperkosa oleh lelaki yang mengaku ayah. Akibatnya, Rosa menanggung beban psikis yang berat sehingga ia besar di jalanan dan memilih bekerja menjadi “mami” . Rosa juga terkena strereotip akibat bias gender.
Terakhir, Ibu Rosa mengemban tugas berat sebagai ibu dan ayah sekaligus. Dengan demikian ia mengalami burden, beban pekerjaannya lebih panjang dan lebih berat. Hal tersebut mengakibatkan manifestasi ketidakadilan gender bentuk lain, yaitu kekerasan fisik dan psikis juga marginalisasi atau pemiskinan ekonomi.
Hasil penelitian terhadap naskah Pertja, menunjukkan banyaknya ketidakadilan gender yang terbentuk dari stereotip di masyarakat. Ideologi tersebut sudah mengakar dan tumbuh di hati para tokoh dalam Pertja, baik pada tokoh perempuan maupun laki-laki. Hal tersebut menggambarkan bahwa pada kenyataannya kesetaraan gender belum tercipta secara menyeluruh. Naskah Pertja ini merupakan salah satu bentuk kritik terhadap ketidakadilan gender yang selama ini dialami para perempuan.
5.1.3 Perjuangan Para Tokoh Perempuan dalam Pertja
Keempat korban ketidakadilan tersebut di atas berjuang untuk melawan ketidakadilan gender dengan caranya masing-masing. Baik itu Selasih, Pupu, Rosa maupun Ibu mereka.
Pertama, Selasih berjuang melawan ketidakadilan gender sejak awal cerita. Selasih melakukan pemberontakan saat mengalami kurungan karena hamil di luar nikah. Lalu Selasih melawan dengan berniat menggugurkan kandungannya untuk menghindari hukuman yang berlaku di masyarakat. Selasih juga melawan Rosa yang selalu menentang perjuangannya meraih kesetaraan gender. Perlawanan paling ekstrem adalah Selasih membunuh Brojo dan memilih menjadi single parent.
Kedua adalah Pupu. Awalnya Pupu secara terbuka hendak melawan ketidakadilan gender. Dengan pengaruh Bhagawadgita yang dibawa Rian, Pupu berkeinginan untuk melepaskan keperawanannya. Namun, Pupu gagal karena
(3)
Rian ternyata bukan orang yang tepat untuk Selasih. Selanjutnya perlawanan pun dilakukan secara diam-diam. Pupu pun merencanakan bunuh diri dengan sembunyi-sembunyi.
Ketiga, Rosa melawan ketidakadilan gender dengan berontak saat mengalami pelecehan seksual dan pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah angkatnya. Selanjutnya Rosa melawan dengan sikap bencinya terhadap lelaki.
Selain itu, Rosa juga melakukan perlawanan dengan menjadi seorang “mami”.
Keempat, Ibu Rosa melakukan perlawanan dengan memilih menjadi single parent, merawat dan membesarkan putri-putrinya seorang diri. Perjuangan terberatnya adalah dengan mengakhiri hidupnya di rel kereta api.
Dari perjuangan atau perlawanan yang mereka lakukan tersebut, bisa disimpulkan yang paling frontal adalah Selasih. Walaupun paling muda, Selasih merupakan tokoh perempuan yang paling kuat dan berani menghadapi ketidakadilan gender. Perjuangan mereka pun pada akhirnya tidak sia-sia. Kemenangan pun mereka raih.
Perjuangan atau perlawanan terhadap ketidakadilan gender memang perlu dilakukan. Namun, cara yang dilakukan para tokoh perempuan dalam Pertja merupakan perjuangan yang salah. Seks bebas merupakan hal yang dilarang dalam ajaran mana pun. Malah bisa merendahkan kodrat perempuan pada umumnya. Apalagi pembunuhan, baik membunuh diri sendiri maupun orang lain adalah perbuatan kriminal murni yang bisa menjerat pelakunya. Perjuangan tentunya harus dilakukan dengan cara yang baik tanpa melanggar hukum dan norma yang berlaku agar perempuan akan jauh lebih terhormat.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap naskah drama realis Pertja karya Benny Yohanes, penelitian ini mengajukan beberapan saran, terutama mengenai feminisme, khususnya tentang ketidakadilan gender. Saran-saran tersebut di antaranya sebagai berikut.
(4)
142
1. Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pembelajaran dan referensi sehingga dapat memperkaya khazanah sastra pada umumnya.
2. Pada penelitian selanjutnya, naskah Pertja ini juga bisa dikaji dengan pandangan dan teori yang berbeda sehingga akan menghasilkan penelitian yang beragam.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Nenden Lilis. 2006. Kiat Praktis Menulis Kritik Sastra. Bandung: Rumput Merah.
Asril , Sabrina . 2013. Pelaku Pemerkosaan RI Ayahnya Sendiri. [Online]. Tersedia:
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/01/18/16340531/Pelaku.Pemerkosa an.RI.Ayahnya.Sendiri [04 Desember 2013]
Bull, Victoria. 2011. Oxford Learner’s Pocket Dictionary.United Kingdom: Oxford University Press.
Darma, Yoce A. 2009. “Cerpen Mbok „Nah 60 Tahun‟ Karya Lea Pamungkas yang berperspektif Ideologi Gender.” Kajian Sastra dalam Perspektif Teori Kontemporer. Bandung: UPI Pers.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra (dari Strukturalisme Genetik sampai Post-modernisme). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadimaja, Aoh K. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik, dan Realisma dalam Kesusasteraan (Dasar-dasar perkembangannya). Jakarta: Pustaka Jaya. Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: Rosda.
Hassanuddin. 1996. Drama, Karya dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis. Bandung: Angkasa
Mantik, Maria Yoshipine Kumaat. 1955. Sosok Ibu dalam Drama Mega-mega karya Arifin C. Noer. Tesis Magister pada FIB Universitas Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Napitupulu, Evi Yesfina Dumar. 2011. Penderitaan Perempuan dalam Dua Novel Populer Indonesia (Kajian Kritik Sastra Femini Liberalis terhadap Karya Mira W). Skripsi Sarjana pada FPBS Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.
(6)
Purbani, Widyastuti. 2010. “Metode Penelitian Sastra.” Pelatihan Metode Penelitian Sastra. Purwokerto: Universitas Soedirman.
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saleha, Inne Nurfaida. 2012. Ideologi Gender dalam Novel An Affair to Forget Karya Armaya Junior. Skripsi Sarjana pada FPBS Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.
Santi, Dea Audia. 2011. Analisis Sosiologi Sastra Naskah “Pertja” Karya Ben Johanes. [Online] Tersedia: http://deaaudia.blogspot.com/2011/12/analisis-sosiologi-sastra-naskah-pertja.html[29 November 2012]
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia. Suwondo, Tirto. 2003. “Cerita Rakyat Danawa Sari Putri Raja Raksasa: Studi
Struktural Menurut A.J. Greimas”. Studi Sastra: Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tn. Kekerasan Seksual dalam Catatan Komnas Perempuan. 2011. Jakarta: Komnas Perempuan.
Tn. Benny Yohanes. 2012. [Online] Tersedia:
http://http:www.google.com/profilesbenjon62/ [22November 2012).
Widayat, Afendy. 2006. Diktat Drama. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Hassanuddin. 1996. Drama, Karya dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan
Analisis. Bandung: Angkasa
Yohanes, Benny. 2010. Pertja: Sepenggal Lakon. Bandung: Tidak diterbitkan.
Yulianeta. 2009. “Representasi Ideologi Gender dalam Novel Saman”. Kajian Sastra dalam Perspektif Teori Kontemporer. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.