HAMBATAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF DI SMK WIRASWASTA KOTA CIMAHI.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu dari tujuan pendidikan nasional seperti ada pada UU Nomor
2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur serta memungkinkan para
warganya untuk mengembangkan diri, baik yang berhubungan dengan jasmaniah
maupun rohaniah sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.Pendidikan merupakan
salah satu investasi untuk meletakkan dasar bagi kejayaan bangsa pada masa
depan. Pendidikan merupakan suatu tolak ukur yang tinggi pada peradaban dari
suatu bangsa, karena dari sistem dan proses pendidikanlah maju mundurnya suatu
bangsa dapat dinilai. Seringkali arti penting mengenai pendidikan pada penerapan
sistem pendidikan di Indonesia cenderung masih mewakili budaya verbalisme
yang menhasilkan lulusan yang kurang kreatif,inovatif, kurang memiliki tanggung
jawab serta kurang mampu untuk mengantisifasi perubahan dunia yang begitu
cepat.
Untuk menghasilkan lulusan berkualitas yang diharapkan sesuai dengan
tujuan nasional maupun tujuan sekolah, maka setiap sistem pendidikan atau
sekolah memerlukan kurikulum yang berfungsi sebagai alat untuk
mencapainya.Oleh karena itu kurikulum memegang peranan yang sangat penting

didalam membina kemampuan Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan yang
diharapkan . Soedijarto (1997:11) mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam
1

2
pendidikan sekolah ialah sistem kurikulumnya, karena itu kurikulum adalah unsur yang
paling penting dan strategis dari sistem pendidikan sekolah.
Permasalahan besar yang masih dihadapi oleh pendidikan nasional kita adalah
maasalah mutu, relevansi, efektivitas an efisiensi pendidikan. Masalah-masalah ini
menimbulkan keresahan pada masyarakat yang seringkali terdengar dalam diskusi,
seminar dan kegiatan lainya.. Keresahan yang berupa bahwa pendidikan kita masih
rendah mutunya, urang relevansinya dengan kebutuhan pembangunan, kurang efektip
dan efisien dalam pelaksanaannya, harus ditanggapi secara sungguh-sungguh dan
dipecahkan secara konprehensif dan terpadu demi suksesnya pendidikan dan ini akan
mempunyai dampak terhadap suksesnya pembangunan bangsa dan negara kita.
Natsir mengatakan (Muhamad Joko 2007:3) mengatakan bahwa pembangunan
pendidikan di Indonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yakni :
Pertama

pemerataan


kesempatan

untuk

memperolah

pendidikan.

Kedua,

relevansi.Ketiga,peningkatan kualitas, dan keempat efisiensi.
Dalam hal pemerataan pendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang
sama dalam memperoleh pendidikan bagi semua usia sekolah. Sejalan dengan kemajuan
zaman, sekolah sebagai lembaga pendidikan semakin banyak menghadapi tantangan,
salah satu tantangan itu adalah masalah mutu pendidikan. Persoalan pendidikan yang
terkait dengan masalah rendahnya mutu pendidikan yang ada pada setiap jenjang dan
satauan pendidikan(sekolah), khususnya pada pendidikan dasar dan menengah telah
membangkitkan berbagai pihak untuk melakukan peningkatan kualitas pendidikan,
walaupun disadari bahwa usaha peningkatan pendidikan bukan merupakan masalah yang

sederhana.

3
Usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus telah dilakukan
baik secara konvensional maupun secara inovatif. Pemerintah telah melakukan upaya
penyempurnaan sistem pendidikan , baik melalui penataan perangkat lunak maupun
perangkat keras, diantara upaya tersebut adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Otonomi Daerah Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang secara langsung
mempunyai pengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan. Pada
intinya dari Undang-Undang tersebut adalah, pada sebelumnya pengelolaan pendidikan
merupakan wewenang pusat (sentralistik), maka dengan berlakunya Undang-Undang
tersebut pengelolaan pendidikan diserahkan kepada sekolah dan daerah (desentralistik).
Pemberian otonomi pendidikan yang luas kepada sekolah merupakan ujud kepedulian
pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya penigfkatan
mutu pendidikan secara umum.
Undang-Undang No.22 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2000
berimplikasi terhadap kebijaksanaan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat
sentralistik ke desentralistik. Perubahan pengelolaan tersebut merupakan upaya
pemberdayaan


daerah dan sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan secara

berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Wujud dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan
dalam bidang kurikulum yaitu pembuatan kurikulum oleh daerah dan sekolah.
Pemberian otonomi pendidikan ini menuntut pendekatan kurikulum yang lebih
kondusif di sekolah agar dapat lebih mengakomodasi semua keinginan dan sekaligus
memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif, untuk mendukung

4
kemajuan serta sistem yang ada di sekolah. Dalam rangka itulah maka Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditawarkan sebagai kurikulum alternatif.
Dalam KTSP, pendidik dan sekolah atau satuan pendikan diberi otonomi dalam
menjabarkan kurikulum, dan siswa sebagai subyek dalam proses belajar mengajar.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu
pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas Standar isi, Proses, Kompetensi
lulusan, Tenaga kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Pembiayaan dan
Penilaian Pendidikan. Dua dari kedelapan Standar Nasional Pendidikan tersebut, yaitu
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi

satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Diharapkan implementasi KTSP dapat memenuhi standardisasi belajar siswa.
KTSP berdasarkan SNP berlaku pada jalur pendidikan formal dan nonformal jenjang
pendidikan dasar (SD dan SMP) dan menengah (SMA dan SMK), dan disusun oleh
satuan pendidikan atau kelompok dengan hanya mengacu kepada Standar Isi (SI) dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Implementasi KTSP menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan
berkualitas , agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan
memberdayakan otoritas daerah setempat, serta mengefisiensikan sistem dan
menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih. Selain itu, juga dituntut kemandirian dan
kreativitas sekolah dalam mengelola pendidikan dan pembelajaran, sekolah harus mampu

5
mencermati kebutuhan peserta didik yang bervariasi. KTSP memberi peluang bagi kepala
sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi improvisasi di sekolah yang berkaitan
dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain-lainnya yang tumbuh dari
aktivitas, kreativitas dan profesionalisme yang dimiliki.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sudah mulai diterapkan pada
sekolah-sekolah di Indonesia sejak tahun 2006 seperti SD, SMP, SMA dan SMK. Jika

diterapkan mulai pada tingkat kelas awal, maka saat ini paling tidak di SD sudah sampai
pada siswa kelas 2, SMP kelas 8, dan SMA/SMK pada siswa kelas 11. Hal yang berbeda
dari KTSP dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia sebelumnya adalah kurikulum
tersebut dikembangkan oleh satuan pendidikan sendiri. Pengembangannya dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, tetapi
tetap mengacu pada standar nasional pendidikan. Pemerintah menetapkan kerangka dasar
dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah sebagai acuan yang harus diikuti
setiap satuan pendidikan. Standar isi dan standar kompetensi lulusan yang kemudian
dioperasionalkan ke dalam KTSP dapat dilaksanakan mulai tahun pelajaran 2006/2007
dan selambat-lambatnya pada tahun 2009/2010.
Sekolah boleh belum melaksanakan KTSP pada tahun pelajaran 2009/2010
dengan

izin

dari

Menteri

Pendidikan


Nasional.

Sekolah yang sudah melaksanakan uji coba KBK atau Kurikulum 2004 secara
menyeluruh dapat melaksanakan KTSP secara serentak pada seluruh tingkat kelas mulai
tahun pelajaran 2006/2007 (Permen Diknas. No. 24 tahun 2006 pasal 2).
Pemerintah telah mengupayakan pelaksanaan KTSP ini melalui kegiatan-kegiatan
sosialisasi, pelatihan pengembangan, maupun penataran-penataran pada tingkat nasional

6
maupun daerah-daerah, sehingga sampai saat ini kurikulum tersebut sudah tersebar cukup
merata di sekolah-sekolah.
Pada awalnya banyak keraguan tentang pelaksanaan kurikulum tersebut di
lapangan , seperti dikatakan Prof. Mansyur Ramly pada Internet (2007) yang menjelaskan
seiring dengan diberlakukannya KTSP, pada masa transisi ini banyak sekolah yang belum
menerapkan kurikulum buatan sendiri. Masalahnya banyak guru yang tidak tahu
bagaimana menyusun kurikulum model KTSP. Oleh karena itu, lanjut Ramly, sambil
menunggu kesiapan guru dan tenaga pelaksana di lapangan, Balitbang Depdiknas telah
menyediakan dua paket kurikulum model KTSP, yakni model umum yang berisi
kerangka acuan dan model kurikulum lengkap yang langsung bisa diaplikasikan di

sekolah. Dijelaskan bahwa banyak guru yang kebingungan dengan model KTSP karena
sudah lama guru menerima kurikulum dalam bentuk jadi dari pemerintah pusat. Padahal,
KTSP menuntut kreativitas untuk menyusun model pendidikan yang sesuai dengan
kondisi lokal. Sekarang, setelah berselang masa selama 3 tahun sekolah melaksanakan
KTSP, bagaimana kondisi di lapangan ?. Apakah sekolah dengan kreativitas gurunya
sudah mengembangkan kurikulum secara mandiri ?. Kalau belum, apa masalahnya ?.
Bagaimana kemungkinan solusi dari masalah tersebut ?.
Secara umum, masih ada hambatan dalam implementasi KTSP. Persoalan yang
umumnya dialami oleh sekolah dalam implementasi KTSP menurut keluhan di sekolah
adalah pemahaman yang belum maksimal dari warga sekolah, terutama guru,
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang belum memadai.

serta

Surat Kabar

Kompas ( 11 September 2006) pada buku Muhammad Joko Susilo( 2007:169), bahwa
”Sejumlah sekolah mulai berusaha menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan

7

yang mengacu pada Standar Isi yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
Sosialisasi dan pelatihan-pelatihan pun mulai diselenggarakan . Namun sejauh ini guru
dan sekolah sebagai pelaksana masih meraba-raba penerjemahan kurikulum tersebut.
Mereka juga khawatir kekurangan buku pegangan sebagai bahan ajar”. Sehubungan
dengan hambatan dalam implemntasi kurikulum ini juga Sukmadinata pada buku
Mulyasa (2008:6) mengatakan : ” Hambatan utama dalam pengembangan kurikulum di
sekolah terletak pada guru itu sendiri”. Selanjutnya menurut Mulyasa (2008:6)
mengatakan bahwa : ”Disamping itu, implementasi kurikulum dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah juga sangat dipengaruhi oleh dukungan sumber belajar, sarana
dan prasarana yang memadai, terutama kondisi ruang pembelajaran,perpustakaan,
laboratorium, dan alat bantu pembelajaran.”. Selanjutya menurut Mulyasa bahwa :
” Apa yang dikemukakan diatas, perlu lebih ditekankan dalam implementasi KTSP,
karena kelemahan dan hambatan implementasi kurikulum di sekolah seringkali
bersumber dari persepsi yang berbeda diantara komponen-komponen pelaksana di
lapangan(kepala dinas,pengawas,kepala sekolah dan guru, serta kurangnya kemampuan
menerjemahkan kurikulum ke dalam operasi pembelajaran”. Dengan demikian dalam
implementasi kurikulum termasuk KTSP akan ditemui hambatan-hambatan dalam
berbagai faktor, baik faktor guru sebagai peran utama maupun faktor lainnya sebagai
penunjang. Sesuai dengan pernyataan ini Faojin mengungkapkan dalam internet (Oktober
2008) sebagai berikut :

”Kini usia pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sudah
memasuki tahun keempat sejak diberlakukan tahun ajaran 2006--2007. Dan
diharuskan pada tahun ajaran 2009--2010, semua institusi pendidikan dasar dan
menengah sudah dapat menerapkan standar isi sesuai dengan Permendiknas No. 22
Tahun 2006. Pelaksanaan standar isi sesuai dengan tuntutan Permendiknas No.24

8
tahun 2006, ternyata tidak semua diiringi dengan implementasi KTSP dilapangan.
Implementasi KTSP di satuan pendidikan, sebagaimana hasil observasi dan penelitian
implementasi KTSP oleh penulis tahun 2008 menunjukkan beberapa klasifikasi.
...................................................................
Problem konsep kurikulum menjadi salah satu perdebatan yang muncul di
permukaan. Para supervisor KTSP menilai masih banyak yang belum
mengimplementasikan KTSP di satuan pendidikannya. Di mana dokumen KTSP yang
disusun hanya sebagai pemenuhan formal institusi dan dalam implementasikan belum
menunjukkan perbedaan yang siginifikan terhadap perubahan proses pembelajaran.
Begitu juga bagi sebagian para pengajar mengatakan mereka telah mengembangkan
KTSP secara lengkap dan telah disahkan oleh pihak terkait.Perdebatan ini bukan
mencari kambing hitam dalam mengimpelementasikan KTSP. Kita perlu menelusuri
akar permasalahan yang muncul dan berkembang dalam praktek pendidikan ”.

Implikasi implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah perlunya
pengembangan Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) serta penilaiam yang
menjadikan peserta dididk mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan Standar Kompetensi yang ditetapkan. Silabus adalah acuan untuk
merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan penilaian mencakup
indikator dan instrumen. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan sangat menuntut kesiapan
guru dan sekolah, jika tidak didukung oleh kesiapan guru dan sekolah , maka itu akan siasia. Pada kenyataannya sosialisasi KTSP belum merata ke seluruh guru, sehingga banyak
guru yang masih belum memahami dengan baik apa dan bagaimana cara
mengimplementasikan KTSP.
Perbedaan yang utama anatara Kurikulum Tingkat Satuan Pedidikan (KTSP)
dengan kurikulum sebelumnya adalah dimana pada KTSP kurikulum dibuat dan disusun
oleh guru di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan di daerahnya. Sekolah bersama guru
diberi keleluasaan untuk menentukan dan menyusun sendiri kurikulum, namun tetap
mengikuti ketentuan dari Pemerintah. Juga sekolah diberi kewenangan untuk mengelola

9
dan mengembangkan sendiri sekolahnya, sehingga sekolah dapat mandiri dengan
pengelolaan manajemen berbasis sekolah (MBS). Sedangkan pada kurikulum sebelum
KTSP, guru menggunakan kurikulum yang dibuat oleh pusat (Depdiknas). Guru tinggal
mengimplementasikan dalam pembelajaran dikelas
Dalam implementasinya, KTSP akan mengalami hambatan-hambatan atau

problematik dalam berbagai faktor, utamanya pada guru sebagai peran utama dalam
implementasi di ruang kelas,hal itu dikarenakan tugas guru berbeda dengan tugas
sbelumnya. Hambatan itu perlu ditelusuri apa akar permasalahannya sebagaimana di
ungkapkan pada bagian terakhir pada kutipan diatas. Hambatan ini tentunya akan berbeda
anatara suatu sekolah dengan sekolah yang lainnya, sangat tergantung kepada kondisi dan
kemampuan masing-masing sekolah.

Dengan paparan hal-hal tersebut diatas, maka penulis akan melakukan penelitian
terhadap SMK Wiraswasta yang berada di kota Cimahi, khususnya pada Program
Keahlian

Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri pada Mata Pelajaran Produktif

kompetensi kejuruan Teknik Pemesinan , untuk diteliti bagaimanakah hambatan dalam
implementasi KTSP yang dilaksakan sejak tahun ajaran 2006/2007, khususnya di SMK
Wiraswasta Cimahi. Penelitian ini sangat penting untuk dilakukan, karena hingga saat ini
menurut pengamatan penulis belum ada yang melakukan, kususnya di SMK Wiraswasta
di kota Cimahi. Dengan penelitian ini akan diketahui sejauh manakah hambatan guru
dalam implementasi KTSP di SMK tersebut . Dengan adanya penelitian ini diharapkan,
hasilnya dapat dijadikan bahan masukan bagi yang berkepentingan seperti Lembaga
P4TK BMTI Bandung, kerena lembaga pemerintah ini mempunyai fungsi sebagai
pembina SMK, khususnya pendidikan kejuruan dan tekologi . Selain itu juga bagi

10
sekolah itu sendiri, dengan adanya hasil penelitian ini sekolah dapat memperbaiki serta
mengembangkannya yang sesuai dengan yang diharapkan.

1.2. Perumusan Masalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh sekolah. Ini merupakan kebijakan baru dari pemerintah
dalam rangka mengakomodasi kepentingan sekolah, daerah dan sekaligus untuk
mengembangkan potensi masyarakat. Namun dalam implementasinya masih
mengahadapi berbagai kendala atau hambatan yang yang secara umum meliputi antara
lain manajemen kurikulum, organisasi dan manajemen sekolah, ketenagaan, sarana
prasarana, peserta didik, pembiayaan, peran serta masyarakat, lingkungan dan kultur
sekolah, dan unit produksi. Sebagamana diungkapkan diatas bahwa hambatan ini tentunya
akan berbeda anatara suatu sekolah dengan sekolah yang lainnya, sangat tergantung kepada
kondisi dan kemampuan masing-masing sekolah.

Dengan demikian pada penelitian ini akan diteliti mengenai hambatan dalam
implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :”Bagaimanakah hambatan yang dihadapi guru dalam implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada mata pelajaran produktif kompetensi
kejuruan Teknik Pemesinan Program Keahlian Teknik Mekanik Industri di SMK
Wiraswasta Kota Cimahi ”

1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian yang dilaksanakan adalah tentang hambatan yang dihadapi guru dalam
implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang menyangkut permasalahan
guru dalm merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan melakukan

11
penilaian hasil pembelajaran dikelas. Menurut Mulyasa (2008:4) mengemukakan bahwa
: ”Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung
pada guru dan kepala sekolah, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang
menentukan serta menggerakkan berbagai komponen dan dimensi yang lain.......dengan
KTSP guru dituntut untuk membuktikan profesionalismenya, mereka dituntut untuk
mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan kompetensi dasar
(KD)”. Selajutnya menurut Mulyasa (2008:7)mengemukakan bahwa : ”
” ...karena tidak jarang kegagalan implementasi kurikulum di sekolah disebabkan
oleh kurangnya pemahaman guru terhadap tugas-tugas
yang harus
dilaksanakannya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa berfungsinya kurikulum
terletak pada bagaimana implementasinya di sekolah, khususnya di kelas dalam
kegiatan pembelajaran yang merupakan kunci keberhasilan tercapainya tujuan
,serta terbentuknya kompetensi peserta didik. ”
Dengan demikian pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada hambatan yang
diahadapi oleh guru-guru mata pelajaran kejuruan Teknik Pemesinan dengan rincian
sebagai berikut : :
a. Hambatan yang dihadapi guru dalam mengembangkan dan menyusun Perencanaan
Pembelajaran : Program Tahunan dan Program Semester, Silabus serta Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan ketentuan dalam KTSP
b. Hambatan yang dihadapi guru dalam pembelajaran yang sesuai ketentuan dalam
implementasi KTSP.
c. Hambatan yang dihadapi guru dalam melakukan penilaian sesuai dengan ketentuan
KTSP.
d. Kemampuan serta wawasan guru tentang konsep KTSP

1.4. Pertanyaan Penelitian

12
Berdasarkan pada rumusan dan pembatasan masalah seperti tersebut diatas, maka
pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya adalah :
a Bagaimana hambatan yang ada pada guru dalam hal mengembangkan atau menyusun
Rencana Program Pembelajaran berupa Program Tahunan dan Program Semester,
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ?
b. Bagaimana hambatan yang ada pada guru dalam hal melaksanakan pembelajaran yang
sesuai KTSP ?
c. Bagaimana hambatan yang ada pada guru dalam hal melakukan penilaian yang sesuai
dengan KTSP ?.
d. Bagaimanakah kemampuan dan wawasan guru tentang konsep KTSP ?

1.5.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian dalam problematika implentasi KTSP ini adalah
untuk melihat lebih dalam mengenai permasalahan yang ada atau terjadi yang diahadapi
guru dalam implementasi KTSP Mata Pelajaran Produktif Program Keahlian Teknik
Pemeliharaan Mekanik Industri di SMK Wiraswasta Cimahi. Adapun tujuannya adalah
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui sejauh mana hambatan yang dihadapi guru dalam hal
mengembangkan atau menyusun perangkat KTSP, khususnya pada guru
Program Studi Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri
b. Untuk mengetahui sejauh mana hambatan yang ada pada guru dalam hal
melaksanakan pembelajaran menurut KTSP pada Program Studi Teknik
Pemeliharaan Mekanik Industri .

13
c. Untuk mengetahui sejauh mana

hambatan yang ada pada guru dalam

melakukan penilaian menururt KTSP di kelas.
d. Untuk mengetahui sejauh mana kompetensi yang dicapai oleh siswa setelah
mengikuti pembelajaran .

1.6. Manfaat Penelitian

Yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan
masukan bagi Sekolah Menengah Kejuruan khususnya pada Program Keahlian Teknik
Pemeliharaan Mekanik Industri. Begitu juga dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan
pertimbangan dalam implementasi KTSP , baik bagi para kepala sekolah dan para guru
sebagai orang yang terlibat langsung dalam implementasi kurikulum, maupun bagi
kebutuhan penelitian lebih lanjut yang lebih mendalam. Secara lebih rinci penelitian ini
dibagi dalam dua macam, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.
a. Manfaat secara teoritis
Hasil suatu penelitian dapat dijadikan sebagai bahan penambahan wawasan
keilmuan dalam bidang tertentu, walaupun hasilnya belum tentu dajadikan secara
generalisasi. Suatu fenomena dalam pendidikan yang terjadi di tataran bawah
mungkin akan sama dengan kaidah keilmuan dalam kependidikan. Dengan
demikian diharapkan hasil dari penelitian ini sebagai pembuktian dari kaidahkaidah kependidikan yang ada.

14
b. Manfaat secara praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari studi ini adalah agar dapat dijadikan bahan
masukan sekolah yang bersangkutan :
1. Informasi yang diperoleh dari penelitian dapat memberi masukan bagi
guru sebagai tenaga pengajar agar mengetahui kinerja masing-masing
sebagai orang yang penting dalam imlpementasi KTSP dalam memenuhi
tuntutan kualitas siswa. Kelebihan dan kekurangan dalam kinerja dapat
dijadikan masukan dalam pembinaan lebih lanjut.
2. Memberikan masukan kepada pengembang kurikulum dalam membuat
dan mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk mengembangkan
kurikulum yang lebih baik.
3. Memberikan masukan kepada kepala Sekolah yang beesangkutan, sebagai
bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang hubungannya
dengan impelementasi KTSP di sekolahnya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (1993 : 65), pada dasarnya metode yang dapat
dipergunakan dalam melaksanakan suatu penelitian dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yakni pendekatan deskriptif, pendekatan historis dan eksperimental. Sesuai dengan judul
penelitian ini yaitu ” Hambatan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) Mata Pelajaran Produktif Teknik Pemesinan Program Studi Teknik Pemeliharaan
Mekanik Industri di SMK Wiraswasta Cimahi”, maka metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif. Dengan menggunakan metode ini bertujuan untuk
mengetahui hambatan yang dihadap oleh guru dalam mengimplementasikan KTSP di
SMK Wiraswasta Cimahi.
Berdasarkan penelitian tersebut diatas, tampak bahwa penelitian ini berkaitan
dengan pengumpulan dan pemaparan data tentang hambatan guru, khususnya guru mata
pelajaran produktif pada saat mengimplementasikan KTSP. Penelitian ini dak menguji
hipotesis, tetapi hanya sebatas sebatas mengetahui variabel secara lepas, tidak
menghubungkan variabel yang satu dengan variabel yang lain secara statistik.
Berdasarkan kepada ciri-ciri penelitian tersebut diatas, maka metode penelitian
yang sesuai dan digunakan dalam peneletian ini adalah metode deskriptif, karena
penelitian bertujuan untuk memahami suatu objek yang dilakukan dengan
mengungkapkan dan memahami kenyataan yang ada di lapangan serta dengan
88

memaparkan hambatan yang ada pada guru dalam melaksanakan dan mengimplementasi
kan KTSP pada mata pelajaran produktif.
Bertujuan untuk mengungkap kenyataan tersebut, maka pendekatan kualitatif
dipandang sangat tepat karena pengaruh penelitian kualitatif ada dalam proses bukan
pada hasil (Nana Sudjana, 1989). Data yang diperoleh dikaji berasal dari kenyataan
aktual, alami tanpa ada rekayasa, sehingga dalam penelitian ini digunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Pada hakikatnya pendekatan penelitian kualitatif adalah cara mengati
manusia dalam lingkungan hidupnya, meneliti bagaimana cara mereka berinteraksi,
berusaha dan bagaimana ia menafsirkan dengan dunia kerjanya dan dengan peneliti
sebagai instrumennya.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba memahami dan mengungkapkan kenyataan
yang ada di lapangan tentang hambatan yang dihadapi guru dalam mengimplementasikan
KTSP pada mata pelajaran produktif (kejuruan) dengan menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif, dimana sebagai instrumen peneliti terjun langsung ke lapangan
dengan melakukan observasi, wawancara dan studi dokumentasi . Metode deskriptif
merupakan metode yang dipusatkan pada masalah-masalah yang aktual dengan
mengumpulkan data atau informasi yang lengkapdan terperinci sehingga dapat diketahui
cara pemecahannya.. Metode deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
gambaran

yang

jelas

mengenai

hambatan

yang

dihadapi

guru

dalam

mengimplementasikan KTSP pada mata pelajaran kejuruan. Dengan berdasarkan tinjauan
semua aspek baik dari pemahaman konsep secara menyeluruh, penyusunan KTSP,
penyusunan silabus hingga pembuatan RPP oleh setiap guru yang bersangkutan, maka

dengan pengunaan metode ini diharapkan dapat mengungkapkan hambatan guru dalam
mengimplementasikan KTSP.

3.2. Data dan Sumber Data
Suharsimi Arikunto (1993 : 91) menyatakan bahwa : ” Data adalah segala fakta
dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun informasi adalah hasil
pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan ”. Berdasarkan rumusan dan
rumusan masalah, maka data yang diperlukan untuk mengetahui sejauh mana hambatan
guru dalam mengimplementasikan KTSP pada mata pelajaran kejuruan.
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data dari manusia dan
dokumentasi. Sumber data manusia adalah guru pada mata pelajaran kejuruan, Kepala
Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK Wiraswasta Cimahi. Sedangkan
sumber data dokumentasi adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memuat
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Silabus dan Rencana
Pelaksnaan Pembelajaran (RPP).

3.3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah merupakan sorotan utama dari suatu penelitian atau yang
akan dijadikan sumber data dari penelitian yang dilakukan. Subjek penelitian dapat
berupa barang dan manusia.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek utama penelitian adalah guru pada mata
pelajaran atau kompetensi

kejuruan yang berhubungan dengan kompetnsi teknik

pemesinan, Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, serta siswa di
SMK Wiraswasta Cimahi.

3.4. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
Metode pencarian data yang akan dilakukan adalah dengan pengumpilan
data melalui beberapa tahap . Teknik pengumpulan data dalam penelitian yang dilakukan
penulis yaitu : Studi lapangan (observasi) , Wawancara, dan Studi dokumentasi.

3.4.1 Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan untuk menggalai dan menjaring data langsung dari
lapangan tempat penelitian. Kegiatan observasi ini dilakukan secara langsung terhadap
keseluruhan aspek yang berkaitan dengan hambatann guru dalam mengimplementasikan
KTSP. Menurut Sanafiah Faisal (1990) dalam buku Sugiyono (2007) mengklasifikasikan
obeservasi menjadi observasi berpartisifasi, observasi yang secara terang-terangan dan
tersamar, dan observasi yang tak berstruktur.
Obsevasi pertisipatif
Dalam obsevasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang
sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian .
 Observasi terus terang atau tersamar
Dalam observasi ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan
terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian, jadi
mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas
penelitian.
 Observasi tak berstruktur
Obeservasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak berstruktur karena
fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang selama kegiatan
observasi berlangsung.



Data hasil observasi yang akan diperoleh adalah tentang hambatan guru dalam
pengembangan Silabus , Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ,pengelolaan pembelajaran,
dan penilaian yang berbasis KTSP. Hasil pengamatan tersebut akan memberikan
perananan dalam pengambilan keputusan dan pada akhirnya dapat diketahui apa saja

yang menjadi hambatan guru dalam mengimplementasikan KTSP pada mata pelajaran
kejuruan.

3.4.2 Wawancara
Wawancara dilakukan dilakukan kepada Kepala Sekolah , Wakil Kepala Sekolah
Bidang Kurikulum, guru mata pelajaran/kompetensi kejuruan yang dipandang sesuai
dalam memberikan informasi tentang hambatan dalam implementasi KTSP. Wawancara
dilakukan oleh peneliti sendiri untuk mendapatkan data tentang hambatan yang dialami
dalam pengembangan Silabus, RPP, pengelolaan pembelajaran , serta penilaian peserta
didik. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan cross check
dalam menentukan kesesuaian antara kondisi lapangan dengan apa yang telah ditentukan
oleh pemerintah pusat ( Pedoman penyusunan Kurikulum, Silabus, RPP).

3.4.3 Studi Dokumentasi
Analisis terhadap dokumen dilakukan, karena menrupakan sumber data yang
tetap untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Dengan
melalui analisis dokumen ini, data yang diperoleh adalah data sesuai dengan fakta yang
sesungguhnya mengenai hambatan guru dalam mengimplementasikan KTSP. Studi
dokumen ini dilakukan untuk mendapatkan data tertulis tentang kurikulum tingkat satuan
pendidikan sekolah, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, kemudian dibandingkan
dengan rambu-rambu yang ditentukan pada implementasi dan sosialisasi KTSP yang
dikeluarkan oleh Depdiknas.

3.5.Teknik Analisis Data
Analisis terhadap data kualitatif dilakukan selama peneliti terjun ke lapangan. Proses
analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber,
yaitu wawancara, observasi yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen
pribadi, dokumen resmi dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka
langkah berikutnya melakukan penyusunan satuan-satuan, kategorisasi dan pemeriksaan
keabsahan data dalam mengolah seluruh data menjadi sebuah kesimpulan

penelitian (

Sugiyono :2007 :247).
Analisis data dilakukan berdasarkan interaktif model. Pada analisis data model ini
menurut Miles dan Hubberman dalam Sugiyono ( 2008 : 337 ) terdapat empat komponen
yang saling berinteraksi yaitu : pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Keempat komponen tersebut dapat digambarkan
seperti terlihat pada gambar berikut :

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan Kesimpulan/
Verifikasi
Gambar. 3.1. Siklus Analisis data

Apabila kesimpulan dirasa kurang mantap maka peniliti kembali mengumpulkan
data dilapangan, demikian seterusnya sehingga merupakan siklus. Langkah-langkah
analisis data yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
2. Reduksi data
3. Penyajian data
4. Mengambil kesimpulan verifikasi
1). Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan jalan observasi, wawancara dan
dekomentasi. Hal yang tercatat deskriftif yang merupakan catatan apa yang
dilihat, diamati, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti. Pertama, catatan
deskriptif adalah data alami dari lapangan tanpa adanya komentar dan tafsiran
dari penelitian tentang fenomena yang dijumpai. Kedua, catatan reklektif
merupakan catatan berisi kesan, komentar, pendapat dari tafsiran peneliti tentang
fenomena yang dijumpai.
2). Reduksi Data
Reduksi data merupakan bagian dari kegiatan analisis. Reduksi adalah proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan.
Data yang terkumpul akan banyak dan terus bertambah sejalan dengan dilakukannya
penelitian.
Banyaknya data tersebut harus direduksi atau dikurangi, hal ini bukan berarti
menghilangakan, tetapi dirangkum dan diambil hal-hal yang pokok.Reduksi meliputi

kegiatan merangkum dan meringkas catatan-catatan lapangan dan menilai data yang
penting dan berhubungan dengan fokus masalah penelotian. Tujuan dari reduksi data
adalah memberikan arti yang lebih jelas terhadap analisis dan mencari hubungan
diantara dimensi-dimensi uraian.
3). Penyajian Data
Tahap ini meliputi kegiatan merangkum hasil penelitian dalam susunan yang
teratur dan sistematis. Dalam kegiatan ini, data dirangkum secara deskriptif secara
sistematis, sehingga akan memudahkan dalam memberikan makna sesuai dengan
fokus penelitian.
4). Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi
Pada tahap ini, peneliti mencari makna data yang telah dikumpulkan, dan mencari
pola dan hubungan, serta persamaannya. Setiap peneliti memperoleh data, peneliti
harus mencoba menyimpulkannya meskipun masih bersifat samar. Selanjutnya
verifikasi dilakukan agar penelitian yang dilakukan lebih mendasar pada data,
sehingga tingkat kepercayaannya lebih terjamin.

3.6.

Keabsahan Data

Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan
teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Menurut Lexy J. Moleong,
(2004 : 173) ada empat kriteria yang digunakan, yaitu :
a.

Derajat kepercayaan (Credibility)

b.

Keteralihan (transferability)

c.

Kebergantungan (dependability)

d.

Kepastian ( confirmability)

1). Derajat Kepercayaan (Credibility)
Pada dasarnya ini merupakan hal menggantikan konsep validitas internal dari non
kualitatif, yaitu yang berkaitan dengan persoalan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian
dapat dipercaya. Yang pertama, peneliti pengamatan secara terus menerus dan
memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terinci dan mendalam. Peneliti membedakan
dan mengumpulkan hal-hal yang bermakna untuk memahami gejala-gejala tertentu.
Kedua, menunjukkan derajat kepercayaan hasil penemuan dengan jalan pembuktian
oleh peneliti pada kenyataan ganda yang diteliti.
2) Keteralihan (transferability)
Ini berbeda dengan validitas eksternal dari non kualitatif, yaitu menyatakan
bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks
dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara
representatif mewakili populasi itu. Menurut Nasution ( 1996 : 118) : ” Bagi peneliti
naturalistik, transferbilitas tergantung pada si pemakai, yakni hingga manakah hasil
penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dan situasi tertentu ”.
3). Kebergantungan (dependability)
Yaitu yang berkaitan dengan hasil konsistensi dari hasil penelitian. Apabila
dilakukan penelitian ulang, maka hasilnya harus tetap sama. Dengan demikan
kebergantungan merupakan konsistensi dari suatu permasalahan. Pada dasarnya
permasalahan tersebut berssifat unik dan tidak stabil, sehingga sulit untuk direkonstruksi
kembali seperti semula. Akan tetapi untuk mengantisifasi hal tersebut, dan untuk

meyakinkan

keabsahan hasil penelitian, maka pada penelitian ini malakukan

pemeriksaan untuk meyakinkan bahwa apa yang dianalisis dan dilaporkan memang
begitu adanya.
4). Kepastian (confirmability)
Kepastian berasal dari konsep ”objektifitas” menurut non kualitatif. Apabila non
kualitatif menekankan pada orang, maka penelitian alamiah menghendaki agar penekanan
bukan pada orangnya, melainkan pada data. Mengingat peneliti adalah instrumen utama
dalam pengumpulan dat, maka tingkat objektifitasnya semaksimal mugkin melalui
penggunaan metode, dan teknik pengumpulan data yang tepat dan sesuai dengan objek
kajian serta pendekatan dalam penelitian itu sendiri.

3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Sugiyono dalam bukunya ( 2007 : 270) menyatakan uji keabsahan data dalam
penelitian kualitatif meliputi uji credibility ( validitas internal), uji transferability
(validitas eksternal), uji dependability (reliabilitas) dan

uji confirmability (

objektifitas).

3.7.1 Uji Kredibilitas
Banyak cara untuk menguji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil
penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan memperpanjang kegiatan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, trianggulasi, diskusi dengan teman sejawat,
analisis kasus sejawat dan membercheck.

1. Perpanjangan keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan
perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian. Maksud dari perpanjangan
dalam keikutsertaan adalah untuk memungkinkan penelititi terbuka terhadap pengaruh
ganda, yaitu faktor kontekstual dan pengaruh intern penelitian itu sendiri.

2. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian
memusatkan diri dengan perhatian kepada hal-hal tersebut secara rinci.Faktor yang
ditekankan adalah ketelitian dari peneliti dalam menelaah kasus yang menonjol sehingga
dapat memahami keberadaan kasus tersebut.

3. Trianggulasi
Menurut Sugiyono (2007:273) bahwa : ” Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Trianggulasi dalam pengujian
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai
cara, dan juga berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga macam, yaitu Trianggulasi
sumber, Trianggulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
1). Trianggulasi Sumber
Trianggulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
2). Trianggulasi teknik

Trianggulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
3). Trianggulasi waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan
dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber masih segar, belum
banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.
(Sugiyono, 2007)
Trianggulasi data merupakan cara untuk mengetahui keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembandingan terhadap data yang diperoleh melalui wawancara, untuk mencari atau
memperoleh stándar kepercayaan data yang diperoleh dengan jalan melakukan
pengecekan data, cek ulang dan cek silang pada dua atau lebih informasi. Setelah
mengadakan wawancara dan observasi, peneliti mengadakan penelitian kembali,
mencocokkan data yang diberikan oleh informan satu dengan informan lainnya. Peneliti
meminta kembali penjelasan, atau informasi baru dari informan yang sama dan
pertanyaan yang sama tetapi dengan waktu dan situasi yang berbeda. Pengecekan
dilakukan dengan mengecek kebenaran data hasil wawancara tentang hambatan
implementasi KTSP di SMK Wiraswasta Cimahi.

4. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi
Teknik ini lakukan dengan cara memberi tahu hasil sementara dari penelitian
kepada rekan sejawat yang kompeten dalam permasalahan yang diteliti. Makasud dari
langkah ini adalah untuk mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran dari peneliti.

5. Analisis Kasus Negatif
Analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dari kasus
yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah diperoleh dan

digunakan sebagai bahan pembanding. Kasus negatif bermanfaat terhadap hipotesis
alternatif sebagai upaya meningkatkan argumentasi penelitian.

6. Mengadakan membercheck
Dalam buku Sugiyono (2007 :276) di sebutkan bahwa : Membercheck adalah,
proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan dari
membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan

apa yang diberikan oleh pemberi data. Selain itu membercheck bertujuan agar informasi
yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laopran sesuai dengan apa yang
dimaksud sumber data atau informasi.

3.7.2 Pengujian Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian

kuantitatif.

Validitas eksternal menunjukkan derjat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil
penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Menurut Sanafiah Faisal yang
dikutip dari buku Sugiyono, (92007: 277) mengungkapkan bahwa nilai transfer ini
berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapakan atau
digunakan dalam situasi lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai transfer bergantung pada
pemakai, hingga manakah hasil penelitian tersebut dapat digunakan dalam konteks dan
situasi lain. Apabila laporan penelitian dibaca maka akan diperoleh gambaran yang jelas.
Suatu hasil penelitian dapat diberlakukan, maka laporan penelitian tersebut telah
memenuhi standar transferability.

3.7.3 Pengujian Depenability
Dalam penelitian kuantitatif bahwa depennability disebut realibilitas . Suatu
pengujian yang realiabel adalah apabila orang lain dapat mengulangi proses penelitian

yang telah dilakukan. Menurut Sanafiah Faisal yang dikutip dari buku Sugiyono (2007 :
227) dalam penelitian kualitatif, uji depennability dilakukan dengan cara melakukan
audit terhadap keseluruhan keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak
melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Penelitian ini
perlu diuji depennabilitynya. Untuk melakukan pengujian depennability dilakukan
dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan penelitian. Jika peneliti tidak
mempunyai dan tidak dapat menunjukkan jejak aktifitas lapangannya, maka
depennability penelitiannya patut diragukan.

3.7.4 Pengujian Konfirmability
Pengujian konfirmability

dalam penelitian kuantitatif disebut dengan uji

objektivitas penelitian. Menurut Sanfiah Faisal yang dikutip dari buku Sugiyono (2007 :
277), penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang.
Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji dependability , sehingga
pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmability berarti menguji
hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Apabila hasil penelitian
merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian terdebut telah
memenuhi standa konfirmability. Dalam suatu penelitian, jangan sapai proses tidak
dilakukan, akan tetapi hasil penalitian ada.

3.8 Penafsiran Data dengan Metode Analisis Standarisasi
Menurut pendapat Lexy. J. Moleong (1999 : 207) bahwa : ” Data-data yang sudah
tersusun

dalam bentuk kategori, selanjutnya ditafsirkan melalui metoda analisis

komparatif ”. Menganalisis data adalah salah satu tujuan dari generalisasi suatu fakta.

Generalisasi diambil setelah fakta yang meupakan fokus permasalahan dalam
penelitian sudah teramati di lapangan. Dalam penelitian ini, fakta-fakta yang terjadi di
lapangan tentang hambatan guru dalam implementasi KTSP dibandingkan dengan
standar implementasi atau pelaksanaan KTSP yang seharusnya sesuai dengan ketentuan.
Selanjutnya peneliti membuat generalisasi, dan generalisasi ini dapat melahirkan teori
baru tentang implementasi KTSP yang didasarkan atas hambatan-hambatan yang ada
pada guru.

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal penting yang menjadi kesimpulan dari
hasil pembahasan pada bab sebelumnya, yaitu tentang : (1)

Pengembangan

Perangkat pembelajaran yang meliputi : pembuatan Program Tahunan dan Program
Semester, pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP);(2)
Pelaksanaan Pembelajaran yang meliputi: kegiatan pembukaan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup, pada bagian ini mencakup tentang penilaian ;(3) Tentang wawasan
penguasaan yang meliputi: Wawasan Kependidikan, Kompetensi Akademik,
Pengembangan Profesi. Adapun kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1). Pengembangan Perangkat Pembelajaran
a. Menurut hasil penelitian, yang menjadi hambatan guru dalam pembuatan
program tahunan dan program semester adalah pemahaman dan penguasaan
guru yang belum sesuai dengan ketentuan atau rambu-rambu KTSP seperti
pada pencantuman jam pembelajaran tidak berdasarkan atas analisa waktu,
sedangkan analisa waktu ini sangat penting dalam implementasi suatu
kurikulum. Waktu yang digunakan setiap unit pembelajaran berdasarkan
perkiraan yang diambil dari silabus. Untuk dapat dapat membuat analisa
waktu yang benar, guru perlu memahami dan menguasai cara-cara analisa
secara cermat. Dengan demikan pemahaman dan penguasaan inilah yang
menjadi kesulitan atau hambatan guru di SMK Wiraswasta Cimahi dalam
pembuatan program tahunan dan program semester.
160

b. Pengembangan silabus masih mengalami hambatan yakni pemahaman dan
kemampuan guru yang belum sesuai dengan ketenuan KTSP. Hal itu terlihat
dari hasil penelitian, guru menggunakan silabus dari kurikulum 2004 dan
belum dilakukan revisi oleh guru mata pelajaran kejuruan teknik pemesinan.
Silabus yang ada pada kurikulum 2004, masih memuat standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang global, sehingga masih perlu dilengkapi dengan
kompetensi yang dapat dijabarkan oleh para guru.
c. Guru mengalami hambatan berupa pemahaman dan kemampuan untuk
membuat

RPP, sehingga RPP tidak dibuat oleh masing-masing guru,

melainkan menggunakan RPP hasil adopsi dari sekolah lain. RPP yang
digunakan tidak sesuai dengan standar pedoman penyusunan pada KTSP,
kriteria kinerja tidak menggambarkan pencapaian sasaran aspek kompetensi,
materi ajar tidak dirancang secara proporsional, latihan dalam bentuk tugas
teori dan praktek tidak sesuai dengan tuntutan waktu secara proporsional,
proses pembelajaran yang dilakukan oleh ketiga responden tidak
mencerminkan komunikasi guru-siswa, yang berpusat pada siswa yang
mempunyai ciri siswa aktif karena guru masih menjadi pusat informasi pada
proses pembelajaran. Dengan demikian yang menjadi hambatan dalam
pembuatan RPP yang sesuai dengan rambu-rambu KTSP adalah karena
faktor pemahaman dan penguasaan tentang KTSP yang benar.

2). Pelaksanaan pembelajaran
Guru mata mata perlajaran kompetensi kejuruan masih mengalami hambatan,
yakni pemahaman dan penguasaan dalam metoda pembelajaran yang sesuai
dengan ketentuan dalam KTSP. Kemampuan dalam proses pembelajaran guruguru mata pelajaran kejuruan teknik pemesinan menurut hasil penelitian, proses
pembelajaran yang dilakukan oleh ketiga responden tidak mencerminkan
komunikasi guru-siswa, yang berpusat pada siswa yang mempunyai ciri siswa
aktif karena guru masih menjadi pusat informasi pada proses pembelajaran. Guru
tidak menggunakan metoda mengajar yang bervariasi seperi discovery inquiry,
pembelajaran yang mengguanakan prinsip mastery learning dan life skill . Faktor
penghambat guru dalam hal ini adalah pemahaman dan penguasaan metoda
mengajar untuk pembentukan kompetensi siswa, beban tugas mengajar yang
banyak sehingga kemauan kurang, bahan ajar yang relevan masih kurang, serta
fasilitas pembelajaran yang kurang menunjang. Hambatan ini yang menyebabkan
guru cenderung untuk menggunakan metoda lama dimana pada pembelajaran
siswa kurang aktif.
3). Melakukan Penilaian
Guru mata pelajaran kompetensi kejuruan teknik pemesinan masih mengalami
hambatan yang dikarenakan, pemahaman dan penguasaan dalam melakukan
penilaian yang sesuai ketentuan KTSP. Hal ini terlihat guru masih menggunakan
penilaian cara lama, dimana guru tidak menilai semua aspek kompetensi yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor.

4). Kemampuan dan wawasan guru
a. Wawasan kependidikan menurut hasil penelitian, sosialisasi, pelatihan dan
penataran dalam implementasi KTSP hanya dilakukan oleh sebagian guru,
IHT tidak maksimal dapat dilihat dari tingkat pemahaman responden yang
berbeda-beda dalam menjelaskan landasan kependidikan, dan kebijakan
pendidikan, pelaksanaan MGMP hanya sebatas internal, pemahaman
perkembangan peserta didik hanya sebatas perkembangan sosial dan moral,
penggunaan sarana dan prasarana serta IPTEK yang kurang optimal. Belum
adanya standar kompetensi yang dikeluarkan oleh BSNP sehingga belum
adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru. Dengan
demikian wawasan guru tentang kependidikan yang sifatnya penting untuk
implementasi KTSP masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan guru belum
memperoleh pelatihan dan bimbingan atau sosialisasi tentang KTSP.
b. Kemampuan akademik menurut hasil penelitian responden memiliki latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang cukup, tetapi tidak
ditunjang oleh pemahaman dan penguasaan tentang KTSP, selain
penggunaan sarana dan prasarana serta IPTEK yang kurang optimal, sehingga
kemampuan untuk menjabarkan materi pembelajaran tidak sesuai ketentuan
KTSP. Dengan demikian dapat disimpulkan kompetensi akademik yang
dimiliki belum memenuhi standar kompetensi akademik, sehingga hal ini
merupakan faktor fenghambat guru dalam implementasi KTSP

c. Kompetensi pengembangan profesi, menurut hasil penelitian satu responden
ikut dalam penyusunan modul KTSP SMK teknologi, mengikuti kegiatan
sosialisasi, seminar, pelatihan, penataran pengembangan KTSP dan tergabung
sebagai staf bagian kurikulum. Yang menjadi hambatannya adalah,
responden kurang mempunyai waktu karena banyak mengajar di sekolah lain
sehingga untuk mengembangkan dan mengimplentasikan KTSP susah
dilakukan.
Dari uraian tersebut diatas maka yang menjadi hambatan guru SMK Wiraswasta
Kota Cimahi dalam mengimplementasikan

KTSP

adalah : Pertama, lemahnya

pemahaman tentang konsep KTSP yang utuh dan komprehensif. Ha