STUDI KUALITAS MINYAK GORENG YANG DIPAKAI PEDAGANG GORENGAN DI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG.

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG YANG
DIPAKAI PEDAGANG GORENGAN DI KECAMATAN
PAUH KOTA PADANG

SKRIPSI SARJANA FARMASI

Oleh

YUDIKA PUTRA
No. BP : 0911013124

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

ABSTRAK

Penelitian terhadap studi kualitas minyak goreng yang dipakai oleh
pedagang gorengan di kecamatan pauh, kota padang telah dilakukan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari ke lima sampel minyak goreng yang

dikumpulkan dari lima pedagang goreng di Kecamatan Pauh Kota Padang sudah
tidak memenuhi standar mutu dari minyak goreng yang baik karena telah
melewati batas ketentuan yang telah ditetapkan oleh BSN (Badan Standarisasi
Nasional), yang ditunjukkan dengan peningkatan bilangan asam dari sampel A
(4,5313 mg KOH/g), B (1,0813 mg KOH/g), C (1,3388 mg KOH/g), D (1,7794
mg KOH/g), dan E (2,2193 mg KOH/g) dan Kontrol (0,4582 mg KOH/g),
peningkatan bilangan peroksida dari sampel A (6,3190 meq O2/kg), B (13,6220
meq O2/kg), C (5,3053 meq O2/kg), D (12,2001 meq O2/kg), E (7,4837 meq
O2/kg) dan kontrol (0,8476 meq O2/kg) , peningkatan bilangan penyabunan dari
sampel A (248,7643 mg KOH/g), B (219,0956 mg KOH/g), C (229,6209 mg
KOH/g), D (235,0658 mg KOH/g), E (241,1362 mg KOH/g) dan Kontrol (205,
7645 mg KOH/g), serta penurunan bilangan iodium di sampel A (34,1032 g
Iod/100 g), B (40,0504 g Iod/100 g), C (37,1932 g Iod/100 g), D (40,5675 g
Iod/100 g), E (39,6960 g Iod/100 g), dan kontrol (45,4828 g Iod/100 g).

ABSTRACT

The research on the study of the quality of frying oil used by fried food
seller in the District Pauh, Padang City has been done. The results showed that
five oil samples collected from fifth fried food sellers in the district Pauh, padang

city, do not meet the quality standards of a good frying oil because it has exceed
the boundary conditions set by the BSN (Badan Standarisasi Nasional), as
indicated by the increase in acid value of the sample are, samples A (4.5313 mg
KOH /g), B (1.0813 mg KOH /g), C (1.3388 mg KOH /g), D (1.7794 mg KOH
/g), E (2.2193 mg KOH /g) and control (0.4582 mg KOH /g) respectively, the
increase in peroxide value of the samples are, sample A (6.3190 meq O2/kg), B
(13.6220 meq O2/kg), C (5.3053 meq O2/kg ), D (12.2001 meq O2/kg), E (7.4837
meq O2/kg) and controls (0.8476 meq O2/kg) respectively, the increase in
saponification value of the sample are, sample A (248.7643 mg KOH /g), B
(219.0956 mg KOH /g), C (229.6209 mg KOH /g), D (235.0658 mg KOH / g), E
(241.1362 mg KOH /g) and control (205, 7645 mg KOH /g) respectively, and the
decrease in iodine value of the sample are, sample A (34.1032 g Iod/100 g), B
(40.0504 g Iod/100 g), C (37.1932 g Iod/100 g), D (40 , 5675 g Iod/100 g), E
(39.6960 g Iod/100 g), and control (45.4828 g Iod/100 g) respectively.

I. PENDAHULUAN

Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia
dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi
sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi

dari kalori dalam bahan pangan seperti minyak goreng dan margarin (Sutiah,
Sofjan, dan Budi, 2008). Sebagai penghantar panas minyak akan mengalami
pemanasan yang menyebabkan perubahan fisika-kimia sehingga berpengaruh
terhadap minyak tersebut dan bahan yang digoreng (Djatmiko dan Enie, 1985).
Minyak goreng yang sering digunakan oleh masyarakat terdiri dari dua
jenis, minyak goreng bermerek dan minyak goreng tidak bermerek. Minyak
goreng bermerek merupakan minyak yang proses pengolahannya dilakukan di
pabrik dengan berbagai perlakuan. Minyak goreng tak bermerek (curah)
merupakan minyak goreng hasil olahan pengusaha industri kecil yang
memerlukan penanganan yang lebih mengingat proses pengolahannya yang
bersifat tradisional (Rahayu, Husamah, dan Nugroho, 2007).
Kebanyakan ibu-ibu rumah tangga sering melakukan penggorengan bahan
makanan dengan cara terputus-putus, artinya minyak yang sudah terpakai
didinginkan dan kemudian digunakan lagi untuk menggoreng bahan pangan
lainnya. Penggorengan terputus ini mengakibatkan kerusakan minyak semakin
cepat karena terjadi penambahan hidroperoksida selama pendinginan yang diikuti
dengan dekomposisi jika minyak dipanaskan lagi (Khomsan, 2004).

Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang akan menyebabkan
oksidasi asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida dan

monomer siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang
mengkonsumsinya. Berdasarkan hasil penelitian Rukmini (2007) pada binatang
percobaan menunjukkan bahwa konsumsi minyak goreng bekas yang sudah tidak
layak pakai terbukti menyebabkan kerusakan sel pembuluh darah, liver, jantung,
maupun ginjal.
Kerusakan miyak karena proses pemanasan pada suhu tinggi (200-250°C)
akan mengakibatkan berbagai macam penyakit dalam tubuh, misalnya diare,
pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna
lemak. Namun, kerusakan minyak juga bisa terjadi selama penyimpanan.
Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan
pecahnya ikatan trigliserida pada minyak lalu membentuk gliserol dan asam
lemak bebas (free fatty acid). Pada minyak yang rusak juga terjadi proses
oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis. Proses tersebut menghasilkan peroksida yang
bersifat toksik dan asam lemak bebas yang sukar dicerna oleh tubuh (Ketaren,
2008).
Senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan yang berulang-ulang
dapat menimbulkan gejala penyakit antara lain iritasi saluran pencernaan,
pembengkakkan organ tubuh, diare, kanker dan depresi pertumbuhan. Selain itu
akan timbul bau tengik akibat oksidasi yang pengaruhnya tidak diharapkan pada
bahan pangan yang digoreng. Pengaruh tersebut antara lain mengakibatkan

kerusakan gizi, tekstur dan cita rasa (Muchtadi, 1992).

Hasil penelitian Gunawan dkk (2003) memperlihatkan kadar asam lemak
bebas (free fatty acid) semakin tinggi dengan meningkatnya pengulangan
penggorengan. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan
oksidasi dapat berpengaruh terhadap flavor minyak. Selama proses penggorengan
akan terjadi penguapan kadar air dari bahan. Kadar air bahan dapat berpengaruh
terhadap reaksi hidrolisa selama proses penggorengan. Air makanan dalam jumlah
banyak dapat mempercepat kerusakan minyak.
Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam
lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di
dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas
menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang
rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji, 2007).
Berdasarkan penelitian Jonarson (2004), tentang analisa kadar asam lemak
minyak goreng yang digunakan penjual makanan jajanan gorengan di padang
bulan (Medan), menyebutkan bahwa terdapat rata-rata perbedaan jumlah asam
lemak jenuh dan tidak jenuh pada minyak goreng yang belum digunakan hingga 3
kali pemakaian. Semakin sering minyak goreng tersebut digunakan, maka
semakin tinggi kandungan asam lemak jenuhnya yaitu pada minyak yang belum

dipakai (45,96%), 1 kali pakai (46,09%), 2 kali pakai (46,18%), 3 kali pakai
(46,32%). Semakin sering minyak goreng tersebut digunakan maka kandungan
asam lemak tidak jenuh minyak goreng tersebut akan semakin berkurang.
Kandungan asam lemak tidak jenuh pada minyak yang belum dipakai (53,95%), 1
kali pakai (53,78%), 2 kali pakai (53,69%), 3 kali pakai (53,58%).

Berdasarkan hasil penelitian Zahra (2013), dapat disimpulkan bahwa
penggunaan minyak goreng yang berulang tidak hanya merusak mutu minyak
goreng tersebut, tetapi juga menurunkan mutu bahan pangan yang digoreng. Hal
tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya kandungan kolesterol pada minyak
goreng berulang, menurunnya nilai gizi yaitu protein dan kadar air serta
meningkatnya kadar lemak sehingga jika terus terjadi dapat mengganggu
kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya. Hasil uji organoleptik juga
menunjukkan adanya peningkatan intensitas warna dan kerenyahan produk
pangan yang digoreng menggunakan minyak goreng berulang. Oleh karena itu,
disarankan pemakaian minyak goreng tidak lebih dari 4 kali ulangan.
Dalam penelitian ini dilakukan penentuan kualitas atau mutu dari minyak
goreng yang digunakan oleh pedagang gorengan di Kecamatan Pauh Kota
Padang, dengan menentukan parameter kimia minyak seperti, bilangan asam,
bilangan penyabunan, bilangan iodium, dan angka peroksida dari minyak goreng

tersebut, serta mengamati gambaran umum pola/prilaku masyarakat khususnya
pedagang dalam menggunakan minyak goreng dalam kehidupan sehari-hari.
kecamatan pauh merupakan salah satu dari 11 kecamatan yang ada di Kota
Padang. berada di kawasan barat Kota Padang yang terletak pada posisi 0o 58’
lintang selatan dan 100o 21’ 11” bujur timur. sebelah utara Kecamatan Pauh
berbatasan dengan Kecamatan Koto Tangah, sebelah selatan dengan kecamatan
Lubuk Kilangan dan Lubuk Begalung, sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Solok, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kuranji dan
Padang Timur. Kecamatan Pauh memiliki luas wilayah sekitar 146,29 km2 dengan

jumlah penduduk pada tahun 2012 tercatat sebanyak 61.755 jiwa (BPS, 2013).
Kecamatan Pauh memiliki 9 kelurahan yaitu Kelurahan Pisang, Binuang
Kampung Dalam, Piai Tangah, Kapalo Koto, Koto Luar, Lambung Bukit, Limau
Manis dan Limau Manis Selatan. Letaknya yang berada sekitar 2 km dari kampus
Universitas Andalas (UNAND), menyebabkan kecamatan ini merupakan kawasan
pemukimam bagi para mahasiswa. Mahasiswa sebagian besar memiliki
kecenderungan untuk bersifat konsumtif dan instan terhadap berbagai hal dengan
terkadang kurang memperhatikan aspek-aspek kesehatan. Pola dan perilaku
mahasiswa yang cenderung memiliki sifat tersebut dapat terlihat dari cara
mahasiswa dalam mengkonsumsi berbagai jenis makanan dan minuman,

khususnya makanan yang mudah didapat seperti goreng-gorengan, maka dari itu
peneliti merasa bahwa Kecamatan Pauh ini merupakan tempat yang sesuai untuk
tempat dilaksanakannya penelitian ini.