JENIS-JENIS DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA ANJING PELIHARAAN.

1

JENIS-JENIS DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA ANJING
PELIHARAAN

SKRIPSI SARJANA BIOLOGI

OLEH:
KIKI MARTHA PURI
B.P. 0910422046

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2014

iii

ABSTRAK

Anjing merupakan salah satu hewan yang paling banyak dipelihara oleh manusia.

Anjing berperan sebagai pembawa ektoparasit yang dapat menyebabkan penyakit
kepada manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis dan
prevalensi ektoparasit pada anjing peliharaan. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan
Maret sampai dengan bulan Juli tahun 2013. Penelitian ini menggunakan metode survei
dengan pengoleksian langsung ektoparasit pada 15 anjing peliharaan dibeberapa lokasi
di kota Padang. Pengolahan spesimen dan identifikasi dilakukan di Laboratorium
Taksonomi Hewan FMIPA Universitas Andalas. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
lima jenis ektoparasit pada anjing peliharaaan yaitu Ctenocephalides canis Curtis, 1826,
Dermacentor sp., Haemaphysalis sp., Rhipicephalus sanguineus Latreille, 1806 dan satu
spesies yang tidak teridentifikasi sp. 1 dari Famili Laelapidae. Rhipicephalus sanguineus
mempunyai nilai prevalensi tertinggi yaitu (73,3%), diikuti oleh Haemaphysalis sp.
(46,7%), Dermacentor sp. (20%), Ctenocephalides canis (13,3%) dan sp. 1 (Laelapidae)
(6, 7%).

iv

ABSTRACT

Dogs are the most popular pet animal although they could carry ectoparasites which can
cause diseases in human. The purposes of this study were to identify ectoparasites and to

determine their prevalence on pet dogs. This study was conducted from March to July
2013 using survey method and collecting ectoparasites directly from 15 pet dogs in
Padang. Specimen processing and species identification were done at the Animal
Taxonomy Laboratory, Biology Department, Andalas University. This study found 5
species of ectoparasites in pet dogs. There were Ctenocephalides canis Curtis, 1826,
Dermacentor sp., Haemaphysalis sp., Rhipicephalus sanguineus Latreille, 1806 and one
unidentified species sp. 1 from family Laelapidae. Rhipicephalus sanguineus has the
highest prevalence (73,3 %) followed by Haemaphysalis sp. (46,7%), Dermacentor
sp.(20%), Ctenocephalides canis (13,3%) and sp. 1 from (Laelapidae) (6,7%).

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini hewan peliharaan telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia.
Kehadiran hewan peliharaan dibuktikan dapat mengurangi stres dan meningkatkan
kehidupan sosial. Berbagai penelitian psikologi menunjukkan hewan peliharaan dapat

menjadi alat terapi bagi penderita penyakit tertentu. Salah satu hewan yang paling
banyak dipelihara oleh manusia adalah anjing (Budiana, 2009).
Anjing mempunyai jumlah ras terbesar, dimana antara satu ras dengan ras yang
lainnya mempunyai perbedaan dari segi morfologi. Bagi pemelihara anjing ada beberapa
masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan anjing, diantara masalah
tersebut yang sering ditemukan adalah masalah infeksi atau infestasi parasit (Hatmosrojo
dan Budiana, 2007).
Parasit adalah organisme yang hidup di luar atau di dalam tubuh organisme lain
(inang). Parasit merupakan organisme yang mengganggu kehidupan inang (Bowman,
2009). Keberadaan parasit dapat mempengaruhi kualitas dan kesehatan inang yang
terinfeksi. Berdasarkan tempat hidupnya parasit dapat dikelompokkan menjadi
endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah parasit yang hidup dalam tubuh inang,
misalnya anggota Trematoda, Nematoda dan Protozoa. Ektoparasit adalah parasit yang
hidup di luar tubuh inang misalnya pada kelas Insekta (pinjal dan kutu) dan Arachnida
(caplak dan tungau) (Natadisastra dan Agus, 2009).
Ektoparasit merupakan permasalahan klasik yang merugikan, namun belum
mendapat perhatian yang baik. Kerugian yang ditimbulkan ektoparasit antara lain

2


penurunan bobot badan, penurunan produksi, kerontokan rambut atau bulu, trauma,
iritasi, anemia sampai dengan kematian. Ektoparasit juga berperan sebagai vektor
penyakit seperti Protozoa, bakteri, virus, Cestoda dan Nematoda yang dapat ditularkan
pada hewan peliharaan dan manusia (“zoonosis”). Arthopoda mempunyai peranan yang
cukup besar terhadap penyakit infeksi pada hewan dan manusia di dunia (Wall and
Shearer, 2001).
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit antara lain penyakit kulit
skabies yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabies. Dilaporkan tiga ratus juta
orang pertahun di dunia terserang penyakit skabies yang disebabkan oleh penularan dari
hewan peliharaan (Arlian, 1989). Penyakit skabies ini juga telah menimbulkan kerugian
sebanyak ratusan juta pada peternakan kambing di Pulau Lombok (Suratno, 2000).
Paralisis yaitu kelumpuhan sendi yang disebabkan oleh gigitan caplak dan dermatitis
yang disebakan oleh gigitan pinjal (Wall and Shearer, 2001). Contoh penyakit yang
disebabkan oleh agen penyakit yang dibawa oleh ektoparasit adalah penyakit
Rickettisiosis yaitu penyakit demam akut yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan
kepada manusia melalui caplak dan penyakit pes yang ditularkan oleh pinjal (Ballweber,
2001).
Penelitian mengenai ektoparasit pada hewan khususnya Mamalia telah pernah
dilakukan oleh Sutikono (1986) yaitu meneliti tentang ektoparasit pada kuda di daerah
Bogor. Hasil penelitiannya ditemukan 15 spesies ektoparasit yang menginfestasi kuda

diantaranya Damalinia equi, Haematopinus asini dan Psoroptes equi. Susanti (2001)
meneliti tentang infestasi ektoparasit Ctenocephalides felis pada kucing di Bogor.
Enggafitri, Aswin dan Ela (2006) juga meneliti tentang ektoparasit pada Hamster di
daerah Malang. Hasil penelitiannya ditemukan 3 jenis ektoparasit yang menginfestasi

3

hamster yaitu Demodex aureti, Sarcoptes scabiei dan Dermatophagoides sp. Penelitian
mengenai ektoparasit pada anjing telah dilakukan oleh Ricardo (2000). Hasil
penelitiannya ditemukan 7 jenis ektoparasit, diantaranya adalah Rhipicephalus
sanguineus, Ctenocephalides canis dan Heterodoxus longitarsus yang menginfestasi
anjing peliharaan di kota Pekanbaru.
Anjing sangat berpotensi sebagai tempat hidup beberapa spesies ektoparasit, hal
ini karena anjing memiliki rambut yang halus dan hangat yang merupakan lingkungan
yang disukai ektoparasit seperti caplak dan kutu. Iklim Indonesia yang panas (tropis)
juga merupakan salah satu faktor pendukung dari banyaknya jenis ektoparasit yang
terdapat pada hewan peliharaan (Dharmojono, 2001 ).
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian identifikasi ektoparasit pada anjing
peliharaan perlu dilakukan untuk mempelajari dan mengenali jenis-jenis ektoparasit
pada anjing peliharaan dalam upaya pengendalian, pengobatan dan pencegahan

penularan penyakit kepada manusia.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa rumusan permasalahan yaitu:
1. Apa saja jenis-jenis ektoparasit yang terdapat pada anjing peliharaan?
2. Berapakah nilai prevalensi ektoparasit pada anjing peliharaan?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, dilakukan penelitian dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis ektoparasit yang terdapat pada anjing peliharaan.

4

2. Untuk mengetahui nilai prevalensi ektoparasit pada anjing peliharaan.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi tentang jenis
ektoparasit dan persentase serangan ektoprasit pada anjing peliharaan. Disamping itu
diharapkan dapat menjadi pedoman untuk merawat anjing peliharaan agar terhindar dari
penyakit akibat serangan ektoparasit. Juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi

penelitian selanjutnya.