Dokumen Spirita

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

Ringkasan Kegiatan Program
Dasar Pemikiran Program
Pada Konferensi AIDS Tingkat Tinggi di Paris tahun 1994, pemerintah dari 42 negara termasuk
Indonesia menetapkan untuk mendukung asas keterlibatan odha sebagai “sarana untuk merangsang
terbentuknya lingkungna politik, hukum dan sosial yang mendukung”. Asas ini dikenal sebagai
GIPA (Greater Involvement of People Living with HIV/AIDS ). Deklarasi Paris menjadi ketetapan
resmi pemerintah untuk menyatakan diri akan melibatkan odha dalam menghadapi epidemi ini di
tingkat nasional, wilayah, dan global.
Rencana kerja Spiritia dirancang untuk mempraktekkan asas tersebut di Indonesia. Semua kegiatan
telah dikembangkan dan diterapkan dengan tujuan memberdayakan dan mendorong odha untuk
terlibat dalam peranan yang lebih aktif dalam penanggulangan epidemi di Indonesia. Telah
dibuktikan bahwa keterlibatan yang aktif merupakan langkah yang efektif, memberikan wajah dan
suara manusiawi kepada epidemi, serta menunjukkan bahwa yang terinfeksi bukanlah ‘mereka’

tetapi ‘kita’.

Sasaran dan Tujuan
Tujuan Umum :



Meningkatkan mutu hidup odha di Indonesia.
Mendorong keterlibatan odha dalam tiap tingkatan penanggulangan AIDS mulai dari menjadi
penerima layanan yang kritis, sampai keterlibatan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian program dan kebijakan.

Tujuan Khusus :




Mendukung dan mendorong odha untuk memainkan peranan mereka secara lebih efektif
sebagai stakeholder yang penting dalam program dan kebijakan AIDS.
Mendukung dan mendorong odha beserta lembaga di seluruh Indonesia untuk mengembangkan

program dukungan sendiri yang bersifat empati, mengenali dinamika dukungan-pencegahan
yang saling terkait, dan memfasilitasi peranan odha secara bermakna dalam kegiatannya.

Hasil Pencapaian dan Ukuran Keberhasilan
Hanya sebagian kecil odha di Indonesia yang mengetahui status HIV mereka; sekitar 5,000 dari
130,000 orang yang diperkirakan terinfeksi HIV. Program Spiritia berfokus utama pada mereka
yang siap mengeungkapkan diri sebagai HIV-positif, tapi juga dirancang untuk mendukung mereka
yang pernah berisiko untuk melakukan tes HIV, dan menjamin bahwa tes tersebut dan tindak
lanjutnya tidak diskriminatif serta ramah.
Sebagai sekretariat Jaringan odha Nasional, Spiritia berhubungan dengan lebih dari 100 odha di
seluruh Nusantara. Hampir semua menyetujui bahwa keterlibatan mereka di dalam jaringan telah
meningkatkan kehidupan mereka: dengan membuktikan bahwa mereka tidak sendiri; melalui
dukungan sebaya; dan dengan memberikan arti dalam kehidupan mereka.
Program Spiritia meliputi sepuluh jenis kegiatan, ditambah sarana pendukung (sekretariat,
personel, penguatan SDM dan rapat evaluasi tahunan). Laporan ini meliputi ringkasan singkat dari
hasil dan pencapaian selama periode Juni 2002 – Mei 2003, diikuti dengan rangkuman dari kendala
dan perubahan strategi utama.
Telah ada peningkatan bermakna dalam pemahaman dan penerimaan asas keterlibatan odha
(GIPA), terutama di tingkat pemerintah pusat, dengan KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) dan
Depkes (Departemen Kesehatan) menjadi pelopor. Contohnya adalah undangan untuk mengikuti


–2–

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

dalam pembuatan revisi Strategi Nasional HIV/AIDS (Stranas), dan pengembangan panduan
perawatan nasional. Sebagai tambahan, jumlah odha yang berbicara di depan umum dalam
berbagai macam forum telah mendukung dan melancarkan proses ini.
Bagaimana pun, tujuan utama adalah untuk mendorong odha untuk memain peranan aktif dalam
kehidupan mereka sendiri, dalam kesehatan mereka sendiri. Proses tes HIV sering menekankan
kepercayaan diri dan menghasilkan rasa tidak berharga. Proses pemberdayaan odha harus dimulai
dengan membuktikan bahwa mereka tidak sendiri, dan mereka mempunyai kemampuan untuk
memberi dampak yang nyata terhadap epidemi. Pengembangan ketrampilan menjadi bagian yang
sangat penting dalam proses ini, dan telah terbukti sangat efektif dalam meningkatkan mutu hidup
odha.
Meskipun Spiritia mengkoordinasi jaringan odha nasional, tidak ada keinginan untuk membuka
cabang di luar Jakarta. Sebaliknya, program Spiritia dirancang untuk mendorong dan
memberdayakan odha di daerah untuk membentuk kelompok dukungan sebaya. Telah ada

kemajuan yang berarti terhadap tujuan ini tahun lalu, dengan terbentuknya kelompok dukungan
sebaya di lebih dari sepuluh kota di Indonesia.
Asas GIPA juga mengharuskan organisasi layanan AIDS (OLA) melibatkan odha dalam
perencanaan dan pelaksanaan program mereka. Meskipun ini telah menjadi fokus dari kegiatan
Spiritia, terutama dalam kunjungan daerah, kami tidak terlalu berhasil dalam mencapai tujuan ini.
Pertemuan Nasional odha
Alat utama untuk mendorong pemberdayaan adalah Pertemuan Nasional odha (PNO). PNO ketiga
diadakan pada bulan Februari 2003, dihadiri oleh 50 peserta, 80 persen HIV-positif. Pertemuan
selama empat hari ini terutama ditujukan kepada mereka yang telah punya sedikit keterlibatan,
dalam banyak kasus hanya sedikit kontak dengan sebaya mereka jika ada. Tujuan utama pertemuan
adalah untuk menyediakan informasi dasar dan mendorong berbagi pengalaman, perasaan dan
informasi di antara sesama peserta. Berdasarkan evaluasi akhir oleh peserta, dan diskusi selama dan
setelah pertemuan, tujuan ini telah tercapai.
Pelatihan Pengembangan Keterampilan
Keterlibatan yang efektif, sebagai ahli daripada hanya simbol, menuntut bahwa odha harus
mempunyai keterampilan yang dibutuhkan. Sementara banyak yang didiagnosis HIV-positif telah
mempunyai kemampuan, sedikit dari mereka mempunyai keterampilan yang diperlukan, dan
banyak yang kepercayan dirinya menjadi rendah, sering kali merupakan hasil dari tes dilakukan
yang tidak sesuai dengan prosedurnya. Oleh karena itu, satu unsur program Spiritia adalah
memfasilitasi pelatihan pengembangan keterampilan, dengan cara yang dapat meningkatkan rasa

percaya diri mereka. Selama masa ini, lebih dari 30 odha telah diberikan pelatihan keterampilan,
dengan kursus mengenai berbicara di depan umum dan pembentukan serta mengelolakan kelompok
dukungan sebaya. Modul untuk kedua pelatihan ini telah dikembangkan dan diujicobakan, serta
tersedia untuk digunakan oleh kelompok lain. Keberhasilan dari pelatihan ini dapat dilihat dari
bertambahnya jumlah odha yang dapat berbicara di depan umum secara efektif, dan juga adanya
perkembangan kelompok dukungan sebaya seperti dibahas di atas.
Kunjungan Penguatan Daerah
Seperti dicatat di atas, adalah sulit membuat kontak dengan odha di daerah-daerah, kebanyakan
dari mereka tidak ingin mengungkapkan status mereka di luar kelompok kecil dari keluarga atau
penyedia perawatan. Sebagai tambahan, tantangan dihadapi oleh odha di seluruh daerah sangat
berbeda-beda, dan sangatlah penting bagi Spiritia untuk mengerti perbedaan ini jika odha akan
mewakili secara efektif di tingkat nasional maupun regional. Oleh karena itu, satu kegiatan yang
penting adalah kunjungan penguatan daerah, dilaksanakan oleh satu tim yang terdiri dari empat
orang, termasuk mereka yang telah siap mengungkapkan status HIV-nya, dan anggota dari jaringan
bukan hanya staf Spiritia. Sejak dimulainya kegiatan ini, kunjungan telah dilakukan ke lebih dari
30 kota kecil dan besar di 19 provinsi.

–3–

Yayasan Spiritia


Laporan Kegiatan 2002/2003

Selain bertemu dengan odha dan OLA di daerah kunjungan, tim juga bertemu dengan dokter dan
perawat, pimpinan rumah sakit, KPAD dan petugas dinas kesehatan. Menjadi jelas pada awal
bahwa kunjungan yang dilaksanakan telah menawarkan kesempatan yang unik untuk melakukan
advokasi dalam dukungan untuk odha dan penanggulangan terhadap HIV/AIDS secara umum di
kota yang dituju. Salah satu alasan utama untuk ini adalah dampak yang dibuat oleh odha yang
percaya diri dan berketerampilan di tim yang menyampaikan pihaknya secara persuasif; pada
banyak kasus orang yang kami temui ternyata belum ada kontak dengan orang yang
mengungkapkan diri sebagai HIV-positif. Dalam kunjungan, kami berusaha agar dapat bertemu
dengan pemerintahan lokal (biasanya wakil gubernur) dan DPRD (biasanya Komisi E). Dalam
banyak kasus, anggota tim juga tampil dalam talk show di stasiun televisi setempat. Umpan balik
dari kunjungan menunjukkan keberhasilan yang penting dalam membukakan pintu dan memulai
percakapan antara LSM lokal dan pembuat keputusan/kebijakan.
Satu hasil yang spesifik dari advokasi ini adalah persetujuan dari beberapa pemerintah daerah
untuk mempertimbangkan menyediakan dana agar odha di daerah mendapatkan akses terapi
antiretroviral. Dari hasil secara langsung maupun tidak langsung, paling tidak lima provinsi
sekarang ini telah mempunyai dana agar lebih dari 100 odha untuk menerima terapi ini.
Di sebagian besar daerah yang dikunjungi, tim berhasil bertemu paling sedikit satu odha ‘baru’

setempat, sehingga dapat memperluas jaringan. Di banyak tempat, sedikitnya satu odha setempat
dianggap memiliki kemampuan untuk pemberdayaan selanjutnya, diikuti dengan penawaran
kesempatan untuk pengembangan keterampilan.
Penyebaran Informasi
Salah satu hal yang perlu dalam pemberdayaan adalah persediaan informasi. Spiritia mencoba
mengatasi kebutuhan ini dengan menerbitkan newsletter dan beberapa buku dan materi-materi
untuk odha dalam bahasa Indonesia. Senandika, newsletter bulanan yang ditujukan hanya untuk
odha di jaringan, adalah alat utama untuk menguatkan dan mempertahankan jaringan, memberikan
tempat untuk odha tetap berhubungan satu sama lain, dan untuk berbagi pengalaman, perasaan, dan
informasi dengan kelompok mereka di sekitar lingkungan. Umpan balik menunjukkan bahwa ini
telah menjadi media yang dihargai, tapi usaha dibutuhkan agar Senandika menjadi lebih menarik
dan layak dibaca. Hal ini sudah dihadapi.
Dalam periode ini, Spiritia mulai menerbitkan newsletter yang lain, Sahabat Senandika,
dimaksudkan sebagai media untuk menyebarkan informasi lebih luas kepada individu dan
organisasi pendukung odha. Isi termasuk artikel mengenai advokasi, perkembangan dalam
pengobatan dan perawatan untuk odha, dan laporan kegiatan Spiritia dan materi lain yang menarik.
Sekarang ini telah didistribusikan ke lebih dari 400 penerima.
Cukup dini, Spiritia melihat adanya kebutuhan untuk satu sesi buku panduan untuk odha sebagai
dasar-dasar HIV dan AIDS untuk mereka yang terinfeksi. Tiga buku telah diterbitkan: Hidup
dengan HIV/AIDS; Pasien Berdaya; dan Terapi Alternatif. Dua pertama buku tersebut sudah tidak

up-to-date. Jadi selama periode ini, Hidup dengan HIV/AIDS telah direvisi dan dicetak ulang
dengan format yang lebih mudah dibaca. Umpan balik sangat positif, dan buku kedua sekarang
telah direvisi dan akan dicetak ulang dengan format yang sama.
Sebagai tambahan, tiga buku tambahan tentang pengobatan dibuat dalam format draft, didalam
bentuk fotokopi. Ketiga buku tersebut berjudul Merawat AIDS Rumah, Perawatan Odha di luar
Rumah Sakit, dan informasi tentang terapi antiretroviral untuk membantu odha dalam membuat
keputusan untuk memulai pengobatan dan mengerti keuntungan dan kekurangan. Ada rencana akan
mencetak paling tidak dua dari tiga buku tersebut dalam tahun mendatang.
Untuk menyediakan informasi yang lebih rinci mengenai pengobatan, Spiritia sekarang telah
menerbitkan 71 Lembaran Informasi untuk odha, yang meliputi terapi antiretroviral, obat-obatan,
efek samping, infeksi oportunistik, dan hal lain yang berhubungan dengan kesehatan. Meskipun
fokus kepada odha, tapi buku ini ternyata sering diminta oleh tenaga kesehatan, karena belum ada
sumber informasi seperti itu dalam bahasa Indonesia.

–4–

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003


Membangun Keahlian Pengobatan untuk odha
Pemberdayaan odha mnegharuskan mereka menjadi berpengetahuan tentang perkembangan dalam
pengobatan, yang terjadi sangat cepat dan bekesinambunangan. Rencana kerja Spiritia termasuk
kegiatan untuk mengembangkan keahlian mengenai pengobatan oleh odha, dan ada rencana untuk
melaksanakan pertemuan rutin di Jakarta untuk membahas perkembangan, dan untuk melatih odha
menjadi lebih ahli dalam mencari informasi, baik dari Internet maupun dari sumber lain. Untuk
berbagai alasan, kegiatan ini belum dimulai dalam bentuk yang direncanakan, tapi beberapa tujuan
dari kegiatan ini telah tercapai dengan penyebaran lembaran informasi seperti yang disebutkan di
atas, dan dalam diskusi serta presentasi selama kunjungan daerah. Walaupun begitu, masih ada
kebutuhan akan perkembangan pendidik pengobatan yang dapat memperoleh informasi sendiri dari
sumber yang tersedia; tantangan berkaitan dengan ini akan dibahas dalam bagian berikut.
Hak-hak Asasi Manusia
Spiritia adalah pelaksana kunci dari proyek pendokumentasian pelanggaran hak asasi manusia
terhadap odha, yang dilaksanakan di empat negara Asia di bawah naungan Asia Pasific Network of
People Living with HIV/AIDS (APN+). Penemuan utama dari proyek ini, yang telah melibatkan
wawancara terhadap 42 odha oleh pewawancara yang HIV-positif, adalah bahwa banyak odha di
seluruh Indonesia yang mengalami diskriminasi oleh tenaga kesehatan. Walaupun ini dilaksanakan
sebelum periode ini, namun diseminasinya diadakan pada bulan November 2002. Acara ini dihadiri
oleh lebih dari 100 pegawai negeri, petugas kesehatan dan aktivis, dan memfasilitasi pengertian
yang lebih baik terhadap masalah yang ada. Pertemuan ditindaklanjuti dengan laporan yang telah

dibuat dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, yang didistribusikan ke hampir seluruh dunia.
Bagaimana pun, tantangan untuk memperbaiki sangat besar, dan sekarang belum jelas bagaimana
masalah itu dapat dihadapi.
Kegiatan hak asasi manusia lain yang direncanakan termasuk diseminasi informasi tentang hak
asasi manusia kepada anggota jaringan, dan pemantauan pelanggaran, termasuk pengawasan
media. Walaupun ini telah dimulai, namun belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Perwakilan di Forum Internasional dan Nasional
Sebagai sekretariat jaringan odha nasional, Spiritia juga bertanggung jawab dalam menyediakan
perwakilan pada tingkat wilayah melalui APN+. Wakil Indonesia di APN+ yaitu Frika Iskandar
Chia, dan dia juga telah terpilih sebagai salah satu wakil APN+ untuk jaringan global, GNP+.
Frika juga bekerja paruh waktu sebagai staf Spiritia dan Spiritia mendukung pekerjaannya, dengan
laporan dari kegiatan wilayah telah disebarluaskan di jaringan Indonesia melalui newsletter
Spiritia.
Kegiatan regional tambahan yang didukung oleh Spiritia selama periode ini termasuk kehadiran
dua odha pada Konferensi Para Pemimpin Muslim di Malaysia, dan keterlibatan oleh dua odha lain
dari jaringan pada pertemuan wilayah di Bangkok. Sekali lagi laporan mengenai pertemuan ini
telah disebarluaskan di newsletter Spiritia.
Satu unsur yang penting dari GIPA adalah keterlibatan odha di forum nasional, dan kami berusaha
untuk meminta dan menerima undangan untuk pertemuan jenis ini. Satu kejadian yang sangat
diingati adalah pengkajian oleh lebih dari sepuluh odha dari seluruh Indonesia pada pembukaan

konsultasi nasional HIV/AIDS di Nam Centre pada 2002, pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 200
KPAD dan perwakilan LSM dari seluruh negara. Ini menyediakan kesempatan untuk
menyampaikan harapan komunitas positif akan hasil dari pertemuan; keberhasilannya ditunjukkan
waktu Menteri Kesehatan mengacu pada masalah yang diangkat oleh para odha pada pidato
pembukaannya. Pertemuan ini juga menyediakan kesempatan agar kelompok odha tersebut
bertemu secara singkat dalam pertemuan tertutup dengan Ketua dari KPA dan Menteri Kesehatan,
dengan beberapa masalah dibahas.
Keterlibatan lain termasuk; keikutsertaan dalam pengembangan nasional strategi baru, strategi ini
menguatkan secara bermakna unsur dukungan dan perawatan dalam tanggapan; keikutsertaan
dalam pengembangan pedoman nasional perawatan dan pengobatan untuk odha yang akan

–5–

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

diterbitkan pada Agustus 2003; keterlibatan dalam pertemuan beberapa KPA lain; dan kehadiran
sebagai narasumber pada berbagai lokakarya dan pelatihan.
Walaupun secara langsung tidak terlibat dalam rencana kerja, berbagai upaya telah dilakukan untuk
mempromosikan nama dan kredibilitas Spiritia di forum–forum nasional maupun internasional.
Beberapa kejadian yang penting dari periode tersebut :

















Spiritia adalah satu dari lima LSM di seluruh dunia yang menerima penghargaan khusus dari
Family Health Internasional (FHI) pada Konferensi AIDS tingkat dunia di Barcelona
Lima anggota jaringan menghadiri Konferensi AIDS di Barcelona; salah satunya mengkajikan
makalah dalam bentuk oral dan dua yang lain mengkajikan dalam bentuk poster
Di antara para peserta Barcelona ini, dua ornga dari Spiritia dipilih untuk bergabung dengan
dialof interaktif remaja yang diadakan oleh MTV, bersama dengan para selebriti, termasuk
Presiden Bill Clinton
Di antara banyak orang-orang terkenal yang berkunjung ke kantor Spiritia, kami merasa
terhormat dengan kedatangan Dr. Peter Piot, Direktur Eksekutif UNAIDS
Satu orang staf Spiritia dan satu odha dari jaringan diundang sebagai peserta pada International
Roundtable on Increasing Access to HIV Treatment in Resource Poor Settings, yang diadakan
selama lima hari di Canberra, Australia
Artikel tentang kegiatan Spiritia dimuat dalam edisi spesial Asia di majalah bulanan HIV
Australia, diterbitkan oleh Organisasi Federasi AIDS Australia (ASAO)
Satu orang staf Spiritia telah dipilih sebagai anggota panel penasihat newsletter dwibulanan
HIV & AIDS Treatment in Practice, yang diterbitkan oleh National AIDS Manual di Inggris
Beberapa artikel yang menggambarkan kegiatan Spiritia dimuat di harian Jakarta Post dan
Kompas, dan di majalah mingguan Tempo
Satu orang staf Spiritia diminta untuk melaksanakan survei 45 hari tentang kebutuhan odha dan
bagaimana kebutuhan ini dipenuhi, bersamaan dengan penelitian operasional pada tanggapan
yang didokumentasi, sebagai konsultan IHPCP
Spiritia telah menerima Dana primer untuk kegiatan utama dengan sektariat /staf tambahan
untuk beberapa kegiatan diterima dari beberapa lembaga donor, termasuk IHPCP, ASA dan
UNAIDS. Pendanaan ini telah digunakan untuk menghadirkan beberapa peserta tambahan
dalam beberapa kegiatan, dan untuk menambah kota yang dikunjungi. Diseminasi laporan hak
asasi manusia juga didukung oleh lembaga donor tersebut
AusAID Jakarta menghibahkan satu kendaraan bekas pada Spiritia, setelah meninjau proposal
dari berbagai organisasi di seluruh Indonesia

Dana Khusus
Kebanyakan odha di Indonesia berasal dari tingkat ekonomi rendah, dan sedikit yang bekerja
secara resmi. Oleh karena itu, infeksi HIV dapat mengakibatkan kesukaran ekonomi yang berat,
sering disebabkan kelangkaan jumlah uang yang relatif sedikit. Dalam upaya untuk menghadapi
ini, selama beberapa tahun belakangan ini Spiritia menggalang dana dukungan khusus yang
dinamakan ‘Positive Fund’ (Dana Positif), untuk menawarkan pinjaman darurat atau bantuan
kepada odha yang sedang dalam kesulitan. Dana ini tersedia untuk kebutuhan seperti bayaran
perawatan rumah sakit, obat-obatan untuk perawatan infeksi oportunistik, membeli makanan
tambahan untuk mereka yang kehilangan berat badan, dan kontrak rumah jika ada pengusiran di
tempat tinggal mereka. Positif fund juga dapat menyediakan dana terbatas sebagai mikrokredit
untuk odha memulai usaha kecil-kecilan. Dana dikumpulkan dari staf Spiritia, pengunjung dan
peserta yang ikut dalam kegiatan Spiritia. Laporan keuangan dana ini dimuat didalam newsletter
bulanan, untuk membantu mempromosikan dana dan untuk menjamin transparansi.
Pada 2001, setelah kehadirannya dalam Pertemuan Nasional odha yang kedua, satu odha
perempuan dari Papua bertekad untuk berjuang untuk teman sesamanya melalui bicara secara
terbuka tentang statusnya di depan umum. Dalam waktu tiga bulan dia menjadi terkenal di seluruh
Papua, melalui tampil di banyak kegiatan dan koran. Sayangnya, tidak lama kemudian dia jatuh
sakit dan meninggal dunia. Ini merangsang Spiritia untuk berjanji agar berupaya semaksimal
mungkin untuk membantu aktivis seperti ini untuk tetap sehat dan terus berdampak pada epidemi.
–6–

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

Spiritia membentuk Dana ARV, untuk menggalang dana dari pemerhati di Indonesia dan seluruh
dunia, agar membayar terapi antiretroviral untuk aktivis dalam keadaan serupa. Sejak itu, tiga odha,
semuanya perempuan, satu dari Jakarta, satu dari Malang, Jawa Timur dan satu dari Papua telah
didanai sepenuhnya untuk menerima terapi antiretroviral, dan dua yang lain (keduanya laki-laki,
satu dari Bali, satu dari Nusa Tenggara Timur) telah didukung untuk menambah obat yang ketiga
dari dua kombinasi yang sudah digunakan. Kurang-lebih setengah dari pendanaan ini diterima dari
aktivis HIV-positif di Australia.
Untuk menjamin dana digunakan secara efektif dan transparan, Spiritia telah menyusun kriteria dan
prioritas seleksi. Ini telah disebarkan ke seluruh Indonesia dan dunia, menarik banyak perhatian;
tampaknya hanya sedikit organisasi yang mencoba menyusun pedoman jenis ini hingga saat ini.
Sumber Daya Manusia/Pengembangan Staf
Direktur eksekutif Spiritia, Suzana Murni, meninggal dunia pada tanggal 6 Juli 2002. Staf Spiritia
telah membuat keputusan bahwa penggantinya harus seseorang yang HIV-positif yang telah
terbuka baik dalam lingkup nasional maupun internasional, tetapi kandidat yang cocok saat ini
belum muncul. Sementara ini, kepemimpinan strategis ditentukan secara kolektif oleh staf Spiritia
dalam diskusi bersama yang dipimpin oleh Koordinator Proyek, Daniel Marguari. Semua posisi
lain yang ditentukan dalam rencana kerja telah terisi, dengan total sembilan orang staf penuh waktu
ditambah satu orang paruh waktu, lima orang di antaranya perempuan dan lima orang juga HIVpositif yang terbuka akan statusnya.
Prioritas untuk pengembangan staf dilakukan dengan mengadakan kursus Bahasa Inggris agar
mereka dapat terlibat dalam pertemuan internasional. Kursus dilaksanakan di dalam kantor dengan
dua tingkatan, masing-masing dua kali seminggu. Sebagai tambahan, pelatihan penggunaan
komputer dilaksanakan dalam waktu bekerja (on-the-job).
Evaluasi Tahunan
Evaluasi tahunan diadakan pada bulan Mei 2003, dengan 24 orang peserta dari jaringan odha
Indonesia. Laporan singkat mengenai hasil evaluasi dapat dibaca di lampiran 1. Evaluasi
memberikan masukan dan umpan balik berharga, dengan memberikan sumbangan yang besar
terhadap laporan ini. Tambahan, banyak ide untuk perbaikan unsur program telah teridentifikasi.
Sehari penuh yang dialokasikan untuk evaluasi ini ternyata tidak cukup waktunya untuk membahas
semua unsur program Spiritia; lain kali waktu dua hari mungkin patut dipertimbangkan.
Kegiatan Tambahan yang Tidak Termasuk Dalam Rencana Kerja
Spiritia diminta untuk mengkoordinasi pemotretan sejumlah odha dari seluruh Indonesia oleh
fotografer terkenal, Rio Helmi. Foto ini, dari 16 orang dengan HIV/AIDS dan 20 orang yang
terpengaruh HIV/AIDS, pertama kali di pamerkan dalam lobi gedung DPR. Kegiatan selama
seminggu ini, termasuk seminar, talk show dan dialog dengan anggota parlemen, mendukung
pameran ini. Tanggapan oleh semua anggota parlemen sangat mendukung, dengan banyak yang
menunjukkan ketertarikan yang besar pada upaya untuk menekankan tanggapan yang lebih efektif
oleh pemerintah. Liputan media umumnya positif, dan tidak ada odha yang mengalami perlakuan
yang tidak menyenangkan karena liputan itu. Tim nasional telah terbentuk–beranggotakan orangorang yang di foto–untuk menindaklanjuti kegiatan ini, dan Spiritia siap mendukung tim ini.
Spiritia menjadi pemeran utama dalam advokasi untuk meningkatkan akses terhadap terapi
antiretroviral, dan mungkin lebih dari 100 odha tambahan akan menerima terapi ini paling tidak
sedikitnya diakibatkan oleh kegiatan Spiritia. Selain advokasi ke pemerintah dan DPRD setempat,
ini juga termasuk perkembangan lembaran informasi dan pedoman untuk membantu pemahaman
pembuat keputusan/kebijakan mengenai masalah ini.
Spiritia memainkan peran yang cukup besar dalam mendukung dan mendorong pelatihan untuk
petugas layanan kesehatan, dan bekerja melalui Depkes untuk mengembangkanPusat Latihan
Kuota Nasional (PLKN) di Makassar sebagai pusat pelatihan pekerja kesehatan dalam
tatalaksanaan infeksi HIV, paling tidak untuk Indonesia bagian timur. Pendekatan ini, pertama

–7–

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

diusulkan oleh Spiritia pada awal 2002, sekarang diduga membawa hasil, dengan modul dalam
perkembangan tahap akhir, dan pelatihan dijadwalkan untuk awal 2004.
Sebagaimana semakin banyak odha yang terbuka dan dilatih berbicara di depan umum, Spiritia
mencari kesempatan agar odha dapat tampil di depan umum. Ini terutama efektif dalam talk show
di televisi.

Kendala dan Perubahan Strategi yang Dilakukan
Keterlibatan odha
Seperti dicatat di atas, salah satu kendala terbesar dalam keterlibatan adalah kenyataan bahwa
hanya sedikit odha mengetahui status HIV-nya; jelas bahwa tidak ada banyak yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan mutu hidup orang yang terinfeksi namun tidak mengetahui dirinya terinfeksi.
Ini akan dibahas kemudian pada bagian mengenai konseling dan tes sukarela.
Kendala lain terhadap keterlibatan adalah kurangnya pendidikan dan keterampilan, dan
kepercayaan diri. Strategi Spiritia untuk mengatasi hal ini adalah dengan menyelenggarakan
pelatihan keterampilan, tetapi ini membutuhkan kerja bersama dengan organisasi dukungan sebaya
dalam penyelenggaraan pelatihan di tingkat lokal.
Dukungan Sebaya
Visi Spiritia adalah terbentuknya organisasi dukungan sebaya ‘payung’ di tingkat provinsi dan
wilayah di seluruh Indonesia. Kelompok itu akan menyediakan layanan kepada odha dan kelompok
dukungan sebaya kecil di daerah mereka, seperti halnya yang dilakukan Spiritia di tingkat nasional.
Layanan ini akan meliputi pelatihan, advokasi, dan perwakilan. Mereka juga akan membantu
kelompok dukungan sebaya kecil dengan menyediakan tempat dan narasumber untuk pertemuan.
Sudah ada kelompok di Jakarta (Pelita Plus) dan di Bali (Bali Plus) yang menunjukkan potensinya
untuk memainkan peran ini, walaupun bantuan dan pengembangan tetap dibutuhkan.
Kelompok dukungan sebaya lokal biasanya tidak terbentuk dan kecil (terdiri dari mungkin hanya 46 odha). Tujuan utama mereka adalah untuk bertemu secara berkala (mungkin dua kali dalam
sebulan) untuk berbagi perasaan, pengalaman dan informasi, dan untuk saling mendukung. Mereka
sering kali mengundang narasumber luar pada pertemuan tersebut, meskipun pertemuan lainnya
mungkin saja bersifat tertutup. Mereka dapat saja memperluas kegiatannya menjadi berbentuk
“buyer’s club” (gabungan untuk membeli obat atau vitamin), atau mengembangkan daftar rujukan
dokter dan penyedia layanan lain yang ‘bersahabat’ dengan odha. Hanya sedikit, terutama pada
tahap awal, mempunyai visi untuk berkembang maju (scale up), menggalangkan dana atau menjadi
badan hukum. Dalam beberapa kasus, banyak anggotanya adalah pecandu narkoba aktif atau dalam
masa pemulihan, dan ini jelas menunjukkan risiko pada berkesinambungan.
Kelompok jenis ini terbatas, terutama untuk biaya transportasi untuk menghadiri pertemuan,
menyediakan makanan kecil dalam pertemuan, dan untuk komunikasi--totalnya mungkin kurang
dari Rp. 1 juta per bulan. Di sisi lain, mereka biasanya memiliki kemampuan yang terbatas untuk
mengambil tanggung jawab terhadap dana yang disediakan, tanpa keahlian akunting, dan sebagai
kelompok tidak berbadan hukum, maka mungkin tidak layak menerima dana dari badan donor. Dan
donor sering kali tidak siap memberikan dana dalam jumlah begitu kecil, dan cenderung menekan
kelompok tersebut untuk berkembang secara cepat yang tidak selaras dengan kenyamanan
kelompok itu sendiri.
Jelas, masalah ini dapat dihadapi secara mudah jika organisasi layanan AIDS (OLA) yang lebih
besar mendukung kelompok tersebut, walaupun hal ini mungkin akan meningkatkan masalah
ketergantungan. Dari kasus yang pernah ada, OLA mengharapkan dana tambahan yang besar untuk
dukungan administratif ini, dalam hal ini melembagakan odha sebagai ’aset’.
Spiritia telah mencari sumber pendanaan yang lebih independen untuk kelompok tersebut. Sebuah
keberhasilan adalah pendanaan Jaringan odha Yogyakarta (JOY) oleh AFAO, diikuti perkenalan
oleh Spiritia. Bagaimana pun, sumber seperti itu tetaplah terbatas. Spiritia menerima bahwa kami

–8–

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

harus memainkan peranan untuk menghadapi tantangan akan keterbatasan dana ini. Adalah
mungkin bahwa dana dapat digalang untuk ini; tantangan terbesarnya adalah pertanggungjawaban
atas pemakaian dan pelaporan dana tersebut oleh sekian banyak kelompok dukungan di seluruh
Indonesia. Pada suatu tahap, kita harus mencoba menjajaki hal ini.
Ada banyak ALO di seluruh negara yang menyediakan layanan untuk odha. Beberapa di antaranya
telah mendukung terbentuknya kelompok dukungan yang semi-otonom di bawah pengawasan
mereka. Sayangnya, banyak organisasi yang menempatkan odha sebagai objek, sebagai penerima
layanan, bahkan sebagai aset (‘odha kita’). Hal ini terkadang menghasilkan budaya ketergantungan
antar sesama odha, dan menghalangi segala usaha dalam pemberdayaan. odha jarang terlibat dalam
perencanaan dan pelaksanaan program dalam organisasi jenis itu. Akhirnya, hal ini sering kali
membuat kelompok odha terpisah dari induknya, menjadikan rasa sakit hati dan tuduhan-tuduhan
bahwa mereka hanya memanfaatkan organisasi induk.
Visi Spiritia adalah kelompok dukungan sebaya sebaiknya dipimpin oleh odha yang telah terbuka,
tapi termasuk juga, jika pantas, ornag yang terpengaruh oleh HIV/AIDS (Ohidha). Organisasi
induk harus menghargai ini, dan juga harus siap, bahkan bangga, melihat kelompok dukungan
sebaya berpisah dan menjadi mandiri.
Sangat tidak menyemangati bahwa sementara banyak organisasi pemerintahan dan KPAD yang
menerima asas GIPA, rintangan terbesar terhadap pelaksanaan datang dari sektor LSM.
Pertemuan Nasional Odha
Tujuan dari pertemuan ini sampai sekarang adalah untuk merangsang pemberdayaan odha yang
belum tersentuh sebelumnya. Jumlah odha macam ini telah meningkat, tapi ada batasan berapa
banyak yang dapat dilibatkan pada pertemuan jenis ini. Peserta yang direncanakan 60 orang pada
pertemuan berikut sepertinya sudah mendekati batas. Dalam sisi lain, alumni dari pertemuan yang
sebelumnya merasa diabaikan. Arah strategi haruslah agar tujuan dari pertemuan yang ada dapat
dicapai melalui pertemuan wilayah atau provinsi, dilakukan oleh kelompok dukungan sebaya di
daerah masing-masing, pada awal dengan dukungan dari Spiritia. Sementara itu, pertemuan
nasional mungkin sebaiknya digantikan dengan pertemuan bentuk kongres, yang ditujukan kepada
odha yang lebih berpengalaman, dengan kehadiran yang lebih besar dan program yang lebih
terfokus.
Satu tantangan yang telah dialami pada pertemuan berbentuk inap, termasuk pertemuan pelatihan,
adalah keterlibatan dari pengguna narkoba. Pada suatu pertemuan, awalnya salah satu peserta
adalah pengguna narkoba aktif dan tiganya dalam proses pemulihan. Pada akhir pertemuan di hari
ketiga, telah menjadi empat pengguna narkoba aktif! Sudah jelas sangat tidak mungkin untuk
Spiritia mengemban tanggung jawab untuk ini, tapi hal ini membawa dampak yang negatif pada
nilai dari pertemuan, dan membuat kami mendapatkan reputasi yang kurang baik, paling tidak di
antara para orang tua peserta.
Pelatihan Pengembangan Keterampilan
Sekali lagi, dengan tiga sampai empat pelatihan per tahun, dengan rencana maksimum kehadiran
yaitu 16 odha pada masing-masing pelatihan, kursus seperti ini hanya menggapai sebagian kecil
odha. Arah strategi harus untuk mendorong dan mendukung pelatihan yang serupa di daerah.
Dengan pikiran ini, Spiritia mengembangkan modul dari pelatihan untuk membantu yang lain
dalam penerapannya.
Sebagai jaringan bukan hanya untuk odha tapi juga untuk orang yang terpengaruh HIV/AIDS, ada
kebutuhan akan pelatihan pengembangan keterampilan untuk pendamping (keluarga, LSM
pendukung, dsb). Direncanakan satu sesi pelatihan dalam waktu yang dekat disediakan untuk ini,
dengan kemungkinan topik yang dibahas adalah perawatan dirumah.
Satu permintaan dari acara evaluasi adalah untuk mempertimbangkan topik pelatihan
kepemimpinan. Walaupun barangkali kurang pantas apabila pelatihan ini dilakukan oleh Spiritia,
mungkin usulan ini dapat ditindaklanjuti oleh organisasi yang bergerak dalam bidang ini, atau

–9–

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

Spiritia dapat mencari tempat buat peserta pada pelatihan yang lebih umum yang diselenggarakan
oleh organisasi lain tersebut.
Kunjungan Penguatan Daerah
Sebagaimana Spiritia telah mengembangkan pengalaman dalam kunjungan penguatan, tujuan
kunjungan juga berkembang termasuk membesarnya penekanan pada advokasi. Ini memerlukan
tindak lanjut yang lebih efektif. Diharapkan hal ini bisa diambil alih oleh LSM setempat, tetapi
sering kali ada keraguan terhadap kemampuan mereka untuk menerima tanggung jawab ini.
Dengan demikian kunjungan lanjutan ke berbagai tempat menjadi penting untuk mempertahankan
kemajuan yang sudah dilakukan.
Setelah melakukan kunjungan ke lebih dari 30 kota di 19 provinsi, Spiritia telah mendapatkan
gambaran yang unik mengenai keadaan epidemi di seluruh Indonesia. Walaupun laporan dibuat
setelah setiap kujungan, distribusinya terbatas, dan mungkin juga tidak selalu dibaca. Spiritia
sekarang merencanakan untuk mengundang pihak terkait ke sebuah pertemuan untuk mengkajikan
laporan kunjungan, diikuti dengan diskusi tentang tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi
masalah yang ditemui.
Penyebarluasan Informasi
Tantangan besar untuk persediaan informasi dikarenakan tidak ada budaya membaca di Indonesia.
Ini tantangan khusus dalam menjangkau odha, yang banyak memiliki latar belakang pendidikan
yang terbatas. Spiritia dapat menyediakan newsletter, buku-buku dan lembaran informasi, tetapi
jika ini tidak dibaca, jadinya usaha yang sia-sia saja. Sekarang ini kami belum memiliki strategi
untuk menghadapi tantangan ini.
Di lain pihak, Spiritia berharap setiap odha dan perawat mempunyai akses paling tidak terhadap
informasi dasar yang disediakan dalam buku kecil ‘Hidup dengan HIV/AIDS’. Tapi menjamin ini
tersebar di seluruh pelosok negara yang besar ini adalah sangat sulit. Satu pendekatan yang dapat
dilakukan adalah pembekalan dan penyebarannya oleh program dan LSM di seluruh Indonesia,
tetapi ini berarti harus cetak lebih banyak eksemplar. Pendekatan lain yang sedang
dipertimbangkan adalah menyebarkan buku-buku secara komersial melalui toko buku; ini akan
dipertimbangkan dalam periode selanjutnya.
Tantangan lain adalah bidang perawatan AIDS berkembang dengan pesat. Buku-buku tersebut
kemungkinan akan ketinggalan jaman tidak lama setelah dicetak. Untuk lembaran informasi,
masalah ini dihadapi dengan membuatnya dalam format fotokopi, dengan terbitan yang terus
diperbaharui, dan pendekatan ini mungkin juga cocok sedikitnya untuk buku mengenai pengobatan
antiretroviral. Bagaimanapun, masih ada tantangan untuk menjamin ‘langganan’ menerima dan
menggunakan versi terbaru.
Dengan lebih banyaknya odha, dokter, dan pembuat keputusan mulai mengakses internet, menjadi
semakin penting untuk Spiritia menyebarkan informasi melalui media ini. Saat ini lembaran
informasi dan beberapa buku kecil Spiritia tersedia di situs web WartaAIDS, dan berita seputar
perawatan disebarkan melalui milis WartaAIDS, tetapisitus web khusus Spiritia harus
dipertimbangkan.
Pengembangan Ahli Perawatan
Seperti yang telah ditulis sebelumnya, unsur ini di rencana kerja belum berkembang seperti yang
diharapkan. Ini dikarenakan berbagai tantangan;kurangnya calon yang cocok untuk dilatih sebagai
pendidik pengobatan; kurangnya kemampuan bahasa Inggris; dan pikiran bahwa ini di luar
kemampuan odha. Sebagai alternatif, Spiritia telah mengusulkan ke kelompok dukungan untuk
mencalonkan satu orang anggota sebagai pendidik pengobatan, dan menggunakan materi Spiritia
yang sudah ada (lembaran informasi dan buku kecil) untuk belajar sendiri. Walaupun begitu, ini
belum terlalu menghasilkan.
Satu hasil dari kegagalan ini adalah odha pada umumnya tidak berdaya dengan informasi tentang
pengobatan mereka, menjadi tergantung pada dokter yang sering kurang berpengalaman. Dampak

– 10 –

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

dari ini adalah banyak odha tidak ditawarkan profilaksis untuk infeksi oportunistik pada waktu
yang seharusnya, dan karena ini mereka jatuh sakit dan menderita tanpa gula.
Hak Asasi Manusia
Seperti yang telah ditulis sebelumnya, banyak pelanggaran hak asasi manusia berasal dari sektor
kesehatan. Banyak yang terjadi sebagai hasil dari kurangnya pemahaman atau pengetahuan, sering
karena ketakutan akan infeksi. Ini telah dibicarakan dengan Menteri Kesehatan, dan dia prihatin,
tapi tidak dapat menjanjikan masalah ini dapat segera ditangani. Usaha untuk meningkatkan
pelatihan petugas layanan kesehatan tentang HIV/AIDS jelas merupakan unsur yang penting dalam
penanggulangan, tetapi membutuhkan waktu cukup lama sampai ini mempunyai dampak yang
bermakna. Spiritia telah menetapkan bahwa pertemuan antara odha dan petugas layanan kesehatan,
dengan menceritakan pengalaman mereka, dapat menghasilkan perkembangan yang bermakna,
tetapi sekali lagi ini proses yang cukup panjang.
Tidak boleh dianggap bahwa semua petugas layanan kesehatan bersifat diskriminatif; tentu saja
dalam perjalanan kami, kami sering kagum pada banyaknya dokter dan perawat yang menawarkan
layanan yang luar biasa kepada odha, keluarga dan komunitas. Mungkin kami perlu
mensosialisasikan perjuangannya.
Masalah yang lebih sulit dipecahkan ada di seputar surveilans yang dilakukan di antara kelompok
rentan: pekerja seks, pengguna narkoba dan narapidana. Kerap kali identitas mereka sebagai HIVpositif diketahui juga oleh petugas, walaupun surveilans seharusnya unlinked-anonymous.
Seringnya ini dirasakan penting ‘untuk melindungi masyarakat’. Sekali lagi, yang dapat kami
lakukan hanyalah menjelaskan kenapa kerahasiaan sangat penting, dan memberikan contoh apa
yang terjadi jika kerahasiaan ini tidak dihargai.
Banyak rumah sakit, terutama swasta, mewajibkan tes HIV untuk pengguna narkoba waktu
dimasukkan. Sering kali ini dilakukan tanpa konseling, dengan dasar bahwa hasil hanya akan
diketahui oleh staf rumah sakit. Alasan untuk kebijakan tidak pernah dipertimbangkan dengan
jelas; alasan cenderung ke kebutuhan kewaspadaan umum untuk pasien HIV-positif, walaupun
mereka mengakui bahwa kewaspadaan umum ‘seharusnya’ berlaku untuk semua pasien.
Masih banyak contoh laporan yang tidak pantas dan berdiskriminasi mengenai kasus HIV/AIDS di
media massa. Walau Spiritia telah mencoba untuk merancang mekanisme pelaporan untuk kasus
semacam ini dengan menggunakan kelompok di seluruh Indonesia, ini belum berhasil. Sebagai
tambahan, di luar kemampuan Spiritia untuk menanggapi kasus setempat; ini harus dilakukan oleh
aktivis setempat, tapi untuk beberapa alasan tampaknya ini tantangan yang besar. Dalam beberapa
kasus luar biasa, pusat pelatihan pers di Jakarta dan di Yogyakarta telah menindaklanjuti kasus
dengan beberapa keberhasilan, tapi perjalanan masih jauh.
Perwakilan di Forum Internasional dan Nasional
Dengan meningkatnya pemahaman dan penghargaan terhadap asas GIPA, permintaan agar odha
menghadiri berbagai pertemuan sudah mengangkat, dan terkadang sulit untuk menanggapi
semuanya. Spiritia telah melibatkan odha dari jaringan, baik untuk membagi beban dan untuk
meluaskan pengalaman, dan jika memungkinkan juga mengambil manfaat kedatangan odha dari
daerah untuk ikut pelatihan.
Kami menghadapi tantangan bagaimana kami menjamin mereka yang terpilih adalah dan dapat
dilihat sebagai perwakilan. Ini jelas tugas yang sulit, mengingat Spiritia hanya melakukan kontak
dengan sebagian kecil mereka yang mengetahui dirinya HIV-positif, belum lagi ke 130,000 orang
yang diperkirakan terinfeksi di Indonesia. Strategi kami untuk menghadapi tantangan ini adalah
melalui berkonsultasi dengan odha di seluruh Indonesia semaksimal mungkin, dan melaporkan
kembali hasil pertemuan dan keputusan yang berdampak pada odha di Indonesia.
Sumber Daya Manusia/Pengembangan Staf
Seperti yang tercatat, adalah keinginan Spiritia untuk memprioritaskan odha sebagai karyawan
Spiritia. Selain dukungan pada asas GIPA, ini memberikan kesempatan pada odha untuk mendapat

– 11 –

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

penghasilan dan kemudian menjadi lebih mandiri. Bagaimanapun, kegiatan Spiritia dan asas GIPA
tidak akan didukung dengan mengupahkan orang yang tidak punya keterampilan, hanya sebagai
simbol. Mengingat hanya sedikit orang yang menyadari akan statusnya, dan umumnya mereka
mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, pengupahan staf menjadi tantangan. Sebagai
tambahan,odha yang lebih terampil sering sudah mempunyai pekerjaan yang lebih menarik dan
memberi gaji lebih besar, dan mereka sering enggan ambil resiko dengan majikannya mengetahui
status HIV-nya jika mereka kerja paruh waktu di Spiritia.
Tantangan selanjutnya datang dari meledaknya infeksi HIV di antara pengguna narkoba. Asas
keterlibatan mengharuskan tanggapan mendorong keterlibatan penuh oleh semua kelompok yang
terpengaruh oleh epidemi, dan jelas kami perlu mengerti tantangan khusus yang dihadapi oleh
pengguna narkoba yang terinfeksi HIV. Spiritia telah mencoba untuk menarik pengguna narkoba
sebagai staf, tetapi mempekerjakan pengguna aktif, dengan risiko mereka akan ‘pakaw’ di kantor,
menjadikan selangkah terlalu jauh. Bahkan mempekerjakan pengguna dalam pemulihan bukannya
tanpa tantangan, karena mereka cenderung kembali, dan sering tidak siap dilibatkan dalam
penjangkauan ke pengguna aktif karena ketakutan akan kambuh. Ada kebutuhan mendesak agar
disediakan pedoman tentang keterlibatan pengguna narkoba yang HIV-positif dalam
penanggulangan; pedoman sudah tersedia mengenai pekerja penjangkauan dalam program
penggantian jarum suntik, tapi tantangan mereka agak berbeda.
Konseling dan Tes Sukarela
Walau diluar dari rencana kerja, Spiritia terpaksa harus mengadvokasi adanya peningkatan besar
dalam fasilitas untuk konseling dan tes secara sukarela. Di sebagian besar daerah, hampir mustahil
memperoleh tes HIV, apa lagi dalam suasana yang bersahabat. Lagi pula ada keraguan terhadap
ketepatan metode tes yang digunakan.
Kewaspadaan Umum
Konsep kewaspadaan umum kurang dipahami dan lebih buruk diterapkan, di hampir semua
fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Sulit untuk menetapkan halangan yang berarti. Jelas
kekurangan pengetahuan memberi sumbangan besar; tapi kekurangan dana sering kali menjadi
halangan.Di lain pihak, salah pemakaian dan kurangnya pengawasan terhadap bahan dan peralatan
untuk kewaspadaan umum juga meningkatkan masalah. Jelaslah bahwa pelaksanaan kewaspadaan
umum yang tidak tepat menyumbang pada stigma dan diskriminasi. Kebutuhan akan penerapan
kewaspadaan umum secara selektif sering kali dikutip sebagai alasan untuk mengharuskan
kelompok pasien tertentu di tes secara wajib sebelum dimasukkan ke rumah sakit. Pasien
HIV-positif sering kali dibebani biaya tambahan untuk sarung tangan dan masker. Pasien lain yang
melihat perawat waspada terhadap pasien tertentu dapat menimbulkan kecurigaan bahwa pasien
tersebut HIV-positif.
Bidan selalu menyampaikan keprihatinan dalam diskusi tentang kewaspadaan umum. Pedoman
mewajibkan bidan yang membantu proses kelahiran agar selalu menggunakan pakaian pelindung
lengkap, dari kacamata dan masker, ke celemek dan sepatu bot. Ini jelas tidak realistis dalam
keadaan sekarang, tetapi kekurangan kemampuan untuk melindungi diri mereka sendiri merupakan
tantangan yang berat untuk bidan.
Sebagai tambahan, sebagaimana prevalensi HIV di populasi umum meningkat, terutama di tempat
seperti Papua, risiko epidemi sejajar yang tersebar di sarana kesehatan menjadi lebih besar.
Frekuensi penggunaan ulang alat suntik dan pisau, bersamaan dengan skrining darah yang tidak
memadai, mungkin telah memberikan kontribusi yang berarti pada epidemi HIV di Papua.
Spiritia telah mencoba mempromosikan penggunaan kewaspadaan umum secara benar selama
kunjungan ke tempat perawatan kesehatan. Tetapi bukan hanya ini cuma menyentuh permukaan,
tapi juga tidak berhasil menyentuh ke dasar permasalahan. Spiritia sudah lama mengusulkan
serangkaian lokakarya untuk menentukan halangan terhadap pelaksanaan kewaspadaan umum yang
benar dan untuk mengembangkan penanggulangan.

– 12 –

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

Akses Terapi Antiretroviral
Satu unsur dari program advokasi Spiritia adalah untuk mendorong jangkauan lebih luas terhadap
terapi antiretroviral (ART). Hal ini mendukung tujuan World Health Organisation (WHO) bahwa
50% dari mereka yang membutuhkannya harus mendapatkan akses ke ART pada tahun 2005. Di
perkirakan bahwa ini harus meliputi 10,000 odha di Indonesia di 2005.
Jelas satu unsur besar adalah menggalang dana untuk ART, termasuk dari pemerintah, Global Fund
untuk AIDS, Tuberkolosis dan Malaria (GFATM), sektor swasta, dan perorangan serta masyarakat.
Beberapa keberhasilan telah diperoleh dalam bidang ini.
Satu tantangan adalah menjamin kesinambungan. ART harus terus digunakan seumur hidup.
Jelaslah tidak mungkin untuk mengharapkan komitmen jangka begitu panjang dari pemerintah atau
donor, dan Spiritia fokus kepada menjamin terapi selama 12 bulan. Dasar pemikiran untuk ini
adalah bahwa memperpanjang umur selama masa ini, dan mungkin membolehkan orang tua
melihat anaknya menjadi satu tahun lebih tua lagi, tentunya lebih baik daripada tidak sama sekali,
sedangkan selama masa itu usaha dilakukan untuk menjamin kesinambungan. Tetapi usaha khusus
sangat penting untuk membujuk lembaga pemerintah agar menyediakan dana untuk ini dalam
anggaran tahunan mendatang. Satu cara untuk menjamin hal ini adalah agar penerima dukungan
tersebut melaporkan secara rutin kepada lembaga pemerintah dan legistatur, untuk menunjukkan
manfaat, baik untuk odha yang menerimanya dan juga untuk masyarakat umum terkait dengan
kegiatan pencegahan. Spiritia mencoba mendorong advokasi seperti ini.
Pemberdayaan
Selama program memotret odha, satu masalah yang menarik cukup banyak perhatian adalah
menyiapkan formulir informed consent yang memberdayakan dan melindungi mereka yang difoto,
tetapi juga memberikan cukup kebebasan untuk bertindak bagi penyelenggara. Walau hanya
sedikit proyek serupa pernah berupa seperti ini, ada beberapa kritikan setelah peristiwa selesai,
dengan beberapa orang (terutama yang tidak terinfeksi atau terpengaruh) memandang bahwa,
berdasarkan sifatnya mustahil untuk menghormati hak-hak odha sebagaimana mestinya. Ini
berdasarkan dugaan bahwa sebagian besar odha tidak mampu memahami risiko yang dihadapi,
suatu dugaan yang sendiri dapat dipertimbangkan sebagai tidak berdaya. Walaupun perubahan
telah dibuat ke pada pendekatan untuk program serupa ke depan, sekali lagi ini menarik perhatian
ke tantangan untuk menjamin informed consent.
Spiritia telah bekerja sama dengan Relawan UN (UNV) dengan menyiapkan proposal untuk
meningkatkan GIPA di Indonesia. Jika disetujui, program dua tahun ini akan melibatkan tiga odha
asing sebagai perwakilan UNV, bekerja dengan sembilan relawan dari Indonesia; sebagian besar
HIV-positif. Kegiatan akan ditujukan awalnya pada tiga provinsi; DKI, Papua dan satu lain yang
belum ditentukan. Dana untuk ini sebagian besar tersedia dari Jepang, dengan dana tambahan dari
Program Pengembangan UN (UNDP). Diharapkan program ini akan dilaksanakan pada akhir 2003.

Kesimpulan
Program Spiritia berdiri atas asas GIPA, dengan tujuan untuk mendorong odha (termasuk ohidha)
pertama–tama terlibat dalam hidup dan kesehatan dirinya sendiri dan mengembangkan rasa percaya
diri. Kelanjutannya odha didorong untuk bertemu dengan orang HIV-positif lainnya di daerahnya
dalam rangka penyediaan dukungan sebaya. Dengan penyediaan keterampilan, langkah
selanjutmya dalam keterlibatan secara nyata dalam tanggapan: sebagai peserta aktif melalui
berbicara didepan umum dan dengan mengambil bagian dalam perencanaan dan penerapan
program di tingkat organisasi.
Tantangan terbesar dalam proses ini di Indonesia adalah hanya sedikit orang yang mengetahui
status HIV-nya dan yang sadar sering kali menyadarinya pada tahap AIDS lanjutan, biasanya
dalam keadaan sekarat dan sebentar lagi meninggal. Kita harus mendorong mereka yang berisiko
untuk melakukan tes. Hal ini tidak hanya memerlukan perluasan besar dalam penyediaan fasilitas
tes yang bersahabat, tetapi juga promosi yang lebih luas akan manfaat dengan mengetahui status
HIV lebih dini, untuk melawan kerugian yang sangat jelas: stigma dan diskriminasi. Odha adalah

– 13 –

Yayasan Spiritia

Laporan Kegiatan 2002/2003

pihak yang baik untuk menunjukkan manfaat tes melalui berbicara di depan umum dan dengan
berbicara tentang manfaat terapi ARV; kita tidak lagi boleh mengatakan bahwa AIDS tidak dapat
diobati.

Rekomendasi Tindakan ke Depan
Secara umum, masukan dan evaluasi tahunan menunjukkan bahwa rencana kerja Spiritia 2002–
2004 tetap layak, dan akan dilaksanakan tanpa perubahan bermakna terhadap pekerjaan yang
direncanakan. Bagaimana pun, kegiatan tambahan di bawah ini dibuat sebagai hasil dari evaluasi
dan pengalaman dari rencana kerja tahun I.














Kunjungan penguatan tambahan, baik ke lokasi baru dan kunjungan kembali ke tempat yang
sudah dikunjungi.
Mengundang stakeholders nasional (KPA, Depkes, lembaga donor, dll) ke suatu pertemuan
untuk menyebarkan penemuan dari kunjungan penguatan, dan untuk meminta tanggapan dari
mereka.
Pertemuan odha nasional sebaiknya diganti dengan pertemuan odha daerah, mulai 2005;
mengatur kongres odha dengan keterlibatan yang lebih luas, terutama di antara mereka yang
sudah berdaya.
Mengembangkan kemampuan dalamSpiritia dan jaringan agar odha dipekerjakan sebagai
konsultan, dan untuk menerima honor untuk berbicara di depan umum.
Mengembangkan sistem dan menggalang dana untuk mendap