Dokumen Spirita

(1)

LAPORAN TAHUNAN

YAYASAN SPIRITIA


(2)

– 2 –

Kata Sambutan

Dengan penuh syukur saya sampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas segala rahmatNya, hingga Laporan Tahunan ini dapat terselesaikan dengan

baik. Tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Spiritia, KP/KDS, dan

mitra LSM, atas sumbangsih, baik waktu, tenaga serta pikiran, sehingga kita masih bisa

bekerjasama hingga saat ini.

Kami menyadari bahwa permasalahan HIV dan AIDS di Indonesia masih merupakan

masalah kesehatan yang belum terselesaikan hingga saat ini. Oleh karena itu dibutuhkan

kerjasama dari berbagai pihak dan elemen masyarakat dalam menciptakan upaya perbaikan, baik

pada aspek layanan kesehatan dan aspek biopsikososial pada Odha (Orang dengan HIV) dan

orang yang terdampak langsung atau keluarganya.

Yayasan Spiritia turut berkontribusi dalam upaya penanggulangan HIV dan juga

pelaksanaan program pada periode ini dengan memprioritaskan pada Odha dan keluarganya.

Dalam pencapaian kinerja, berbagai unsur dan elemen telah bekerja sama dan bermitra dengan

Yayasan Spiritia dalam meningkatkan mutu hidup orang yang hidup dan terdampak oleh HIV

AIDS. Kemitraan telah terjalin selama bertahun-tahun dan semakin kuat khususnya dengan

Kelompok Penggagas, Mitra LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Kelompok dukungan

sebaya, Odha dan keluarganya.

Dalam pelaksanaan Program selama periode ini, baik dalam dukungan pendanaan dan

upaya lain yang membantu kami dalam menguatkan organisasi, kami menyampaikan apresiasi

dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Nahdlatul Ulama/

Global Fund

, Komisi

Penanggulangan AIDS Nasional, Dana Kemitraan Indonesia untuk HIV/AIDS (DKIA),

Kementerian Kesehatan RI untuk program Tuberkolosis,

HIV Cooperation Program in

Indonesia

(HCPI),

Department of Foreign Affairs and Trade

(DFAT) Australia. Tak lupa juga

kami ucapkan banyak terima kasih kepada

Ford Foundation

atas dukungan kepada Spiritia dari

awal program dukungan sebaya diimplementasikan.

Menuju

Good Corporate Governance (GCG)

, laporan ini merupakan pertanggungjawaban

publik yang diharapkan berfungsi sebagai dokumen pembelajaran bagi upaya penanggulangan

HIV/AIDS khususnya pemberdayaan bagi Odha dan keluarganya. Saran dan kritikan

membangun akan sangat dihargai sebagai proses peningkatan dan pengembangan program ke

depan. Semoga Tuhan mendukung setiap upaya yang telah dan akan dilakukan untuk perubahan

epidemi HIV di Indonesia. Amin.

Tabik,

Daniel Marguari Chief Executive


(3)

– 3 –

Daftar Isi

Kata Sambutan ... 2

Daftar Isi ... 3

Daftar Tabel ... 3

Daftar Grafik ... 3

DAFTAR SINGKATAN... 4

RANGKUMAN EKSEKUTIF ... 5

I. RASIONALISASI / JUSTIFIKASI ... 6

II. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS ... 6

A. Tujuan Umum ... 6

B. Tujuan Khusus ... 6

C. Sasaran Yang Diharapkan ... 7

D. Program ... 7

III. HASIL DAN CAPAIAN YANG DAPAT DIUKUR ... 8

A. Perkembangan KP dan KDS ... 8

B. Kegiatan & Dukungan 2013 ... 11

C. Keuangan... 17

IV. TANTANGAN ... 20

V.KESIMPULAN dan RENCANA TINDAK LANJUT ... 21

Daftar Tabel

Tabel 1. Jumlah Kelompok Penggagas dan Kelompok Dukungan Sebaya 2008-2013 ... 9

Tabel 2. Diseminasi Informasi 2013... 13

Tabel 3. Jenis Dukungan yang Diberikan 2013 ... 14

Tabel 4. Rujukan TB dan Dukungan Kepatuhan OAT... 15

Daftar Grafik

Grafik 1. Total Dukungan Odha 2012-2013 ... 9

Grafik 2. Dukungan Odha 2013 Berdasarkan Usia ... 10

Grafik 3. Dukungan Odha 2013 Berdasarkan Faktor Risiko ... 10

Grafik 4. Jenis Kegiatan Yang Dilakukan 2013 ... 12

Grafik K1. Anggaran Yayasan Spiritia 2013 – Komposisi Donor...17

Grafik K2. Anggaran Yayasan Spiritia 2013 – Komposisi Program...18

Grafik K3. Realisasi Yayasan Spiritia 2013 – Komposisi Donor...18

Grafik K4. Realisasi Yayasan Spiritia 2013 – Komposisi Program...19


(4)

– 4 –

DAFTAR SINGKATAN

AIDS Acquired Immune Deficiency Virus

APCASO Asia Pacific Council of AIDS Service Organizations

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

APEC Asia Pacific Economic Cooperation

ART Antiretroviral Therapy

ARV Antiretroviral

AusAID Australian Agency for International Development

CCM (Global Fund) Country Coordinating Mechanism

CoR (APCASO) Council of Representative

DFAT Department of Foreign Affairs and Trade Australia

GCG Good Corporate Governance

GF R9 Global Fund Round 9

GIPA Greater Involvement of People Living with HIV/AIDS

HCPI HIV Cooperation Program for Indonesia

HIV Human Immunodeficiency Virus

HIVNAT The HIV Netherlands Australia Thailand Research Collaboration

IAS International AIDS Society

ICAAP International Congress on AIDS in the Asia and the Pacific

IPF Indonesian Partnership Fund for HIV/AIDS

MDG Millennium Development Goal

NU Nahdlatul Ulama

IMS Infeksi Menular Seksual

IO Infeksi Oportunistik

KDS Kelompok Dukungan Sebaya

KP Kelompok Penggagas

KPAN Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

KTS Konseling dan Tes Sukarela

LASS Layanan Alat Suntik Steril

LAPAS Lembaga Pemasyarakatan

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

ODHA Orang dengan HIV AIDS

OHIDA Orang hidup dengan penderita AIDS, umumnya anggota keluarga

Penasun Pengguna NAPZA Suntik

PTRM Program Terapi Rumatan Methadon

PPIA Program Pencegahan HIV dari Ibu ke Anak

SRAN Strategi dan Rencana Aksi Nasional

SSR (Global Fund) Sub Sub Recipient

STI Sexually-transmitted Infection

SUFA Strategic Use of ARV

TB Tuberkulosis


(5)

– 5 –

RANGKUMAN EKSEKUTIF

I. Sejak tahun 1995 dengan diawali terbentuknya Yayasan Spiritia sebagai Kelompok Dukungan Sebaya yang pertama di Indonesia, sistem dukungan sebaya telah terbentuk dan terlibat aktif dalam penanggulangan HIV di 179 Kabupaten/Kota di 31 provinsi. Wadah ini terdiri dari 19 Kelompok Penggagas (KP) Provinsi, 2 KP Kabupaten/Kota dan 259 Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Jika dibandingkan dengan data Kemenkes, hingga Desember 2013 ada 368 Kabupaten/Kota yang sudah melaporkan data kasus HIV/AIDS, artinya sekitar 48% Kabupaten/Kota di Indonesia sudah memiliki sistem dukungan sebaya.

II. Sistem dukungan sebaya diberbagai kabupaten/kota telah berupaya secara maksimal dalam mendukung Odha. Sejak dilakukan pendataan pada tahun 2009 sampai dengan Desember 2013, sistem ini telah mendukung sebanyak 55.436 Odha di seluruh Indonesia. Jika dibandingkan dengan laporan Kemenkes sampai Desember 2013, ada 127.427 Odha yang telah mengetahui status. Data tersebut menunjukan bahwa hampir 57% Odha di Indonesia telah didukung melalui sistem dukungan sebaya. Untuk tahun 2013 saja Spiritia mampu mendukung lebih dari 45.468 orang dengan HIV di Indonesia, dimana 16.699 di antaranya adalah Odha yang baru mengetahui statusnya.

III. Situs web Spiritia yang berfokus dalam penyediaan informasi pengetahuan pengobatan, sejak website ini dibuka sejak tahun 2006 sampai Desember 2013 telah dikunjungi lebih dari 3,1 juta dan membuka lebih dari 9 juta halaman.

IV. Selama 2013, Spiritia mengelola dana Rp13,464 miliar dalam mendukung Odha melalui KP dan KDS dan mitra lainnya di 31 provinsi. Sekitar 83% atau Rp11,104 miliar diantaranya dikelola langsung oleh KP dan KDS serta beberapa LSM yang menjadi mitra dalam mendukung Odha di beberapa provinsi.

V. KP dan KDS juga mengelola dana dari sumber lain (di luar Spiritia) sekitar Rp9,545 miliar untuk program dukungan Odha dan pencegahan pada populasi risiko.


(6)

– 6 –

I.

RASIONALISASI / JUSTIFIKASI

Spiritia mengubah prinsip GIPA ke dalam praktek di Indonesia. Semua

kegiatan dikembangkan dan

dilaksanakan dengan tujuan

pemberdayaan dan mendorong Odha untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam kehidupan dan kesehatan mereka sendiri, dan dalam penanggulangan epidemi di Indonesia.

Hal ini telah dibuktikan bahwa keterlibatan tersebut merupakan salah satu penanggulangan yang paling efektif, memberikan wajah manusiawi dan suara ke epidemi. Keterlibatan Odha juga menunjukkan bahwa mereka yang terkena dampak bukanlah 'mereka' tapi 'kami'.

II. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS

A. Tujuan Umum

1. Meningkatkan mutu hidup Odha di Indonesia

2. Mendorong keterlibatan Odha di setiap tingkat penanggulangan AIDS dari kritis menjadi penerima layanan, hingga partisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dan kebijakan.

B. Tujuan Khusus

1. Mendukung dan mendorong Odha untuk memainkan peran mereka secara lebih efektif sebagai pemangku kepentingan yang penting dalam program dan kebijakan AIDS.

2. Mendukung dan mendorong Odha dan organisasi di daerah Indonesia untuk mengembangkan program-program dukungan mereka sendiri yang memiliki empati, mengidentifikasi dinamika perawatan dan pencegahan yang saling melengkapi, dan memfasilitasi peran Odha yang berarti dalam kegiatan mereka.

3. Mewakili Odha Indonesia di tingkat nasional, regional dan global; advokasi di semua level untuk peningkatan akses terhadap pengobatan untuk Odha, termasuk terapi antiretroviral, pengobatan untuk infeksi oportunistik (IO) dan perawatan paliatif.

Paris AIDS Summit pada

tahun 1994, pemerintah dari

42 negara termasuk Indonesia

memutuskan untuk mendukung

prinsip keterlibatan orang

yang hidup dengan HIV yang

dikenal dengan prinsip GIPA

(Greater Involvement of

People Living with HIV AIDS)


(7)

– 7 – Indikator Dasar Mutu Hidup Odha:

1. Mempunyai kepercayaan diri; 2. Mempunyai pengetahuan HIV; 3. Mempunyai akses dan menggunakan

layanan dukungan, pengobatan dan perawatan;

4. Tidak menularkan virus kepada

orang lain;

5. Melakukan kegiatan positif

Spiritia menyadari bahwa sulit untuk mengukur kualitas hidup Odha namun hal tersebut dapat dilakukan.

Spiritia bersama kelompok penggagas dan kelompok dukungan sebaya menetapkan indikator minimal (5 pilar) yang harus dicapai Odha berdaya.

C. Sasaran Yang Diharapkan

1. Meningkatkan jumlah Odha yang terlibat secara bermakna dalam penanggulangan AIDS di tingkat lokal dan nasional.

2. Meningkatkan pengaruh dan efektivitas keterlibatan Odha.

3. Kelompok Penggagas dan Kelompok Dukungan Sebaya mengambil peran yang lebih besar untuk mendukung orang dengan HIV.

4. Mendorong dukungan terhadap Odha oleh lembaga yang memiliki empati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

5. Meningkatkan kekuatan dan jangkauan jaringan dukungan dan perawatan HIV/AIDS di seluruh Indonesia.

6. Peningkatan skala terapi antiretroviral (ART).

7. Suara Odha di Indonesia terdengar di tingkat nasional dan regional, memberikan masukan langsung terhadap penanggulangan HIV.

D. Program

1. Penguatan dan Pengembangan Kelompok Penggagas dan Kelompok Dukungan Sebaya

Program ini berfokus memfasilitasi pembentukan, penguatan dan pengembangan Kelompok Penggagas (KP) dan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) di tingkat Provinsi dan KDS di tingkat Kabupaten/Kota. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam program penguatan dan pengembangan KP dan KDS adalah dengan memberikan dukungan dana, baik untuk kegiatan pendukungan sebaya, pertemuan kelompok, serta dana kesekretariatan; bantuan teknis, terkait pengembangan kelompok ataupun pengembangan daerah; membantu membangun sistem rujukan; serta melakukan advokasi.


(8)

– 8 – 2. Pelatihan, Informasi dan Konsultansi

Program ini berfokus pada pengembangan strategi dan rencana kerja; mengelola data; pemantauan dan evaluasi; diseminasi Informasi baik melalui buku-buku dan website; menyelenggarakan pelatihan atau pertemuan termasuk pengembangan modul; jasa konsultansi.

III. HASIL DAN CAPAIAN YANG DAPAT

DIUKUR

A. Perkembangan KP dan KDS

Berdasarkan Laporan Kementerian Kesehatan hingga Desember 2013 sebanyak 127.427 Odha telah mengetahui dirinya HIV positif melalui hasil Konseling dan Tes HIV (KTH) di seluruh Indonesia. Juga dilaporkan jumlah kasus AIDS mencapai 52.348 dan 9.585 di antaranya telah meninggal dunia1. Menurut Estimasi Nasional2 sampai Desember 2012 diperkirakan jumlah Odha mencapai 591.718 orang.

Tabel 1. KP dan KDS 2007 - 2013

Dukungan Sebaya 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

KP Provinsi 16 16 18 18 18 19 19

KP Kab/kota 4 6 9 12 8 7 2

KDS 133 199 214 240 206 236 259

Perkembangan kelompok sampai Desember 2013 telah terbentuk 19 KP Provinsi, 2 KP Kabupaten/ Kota dan 259 KDS di 179 kabupaten di 31 provinsi. Perkembangan KP lebih lambat karena perubahan fungsi dari KDS menjadi KP membutuhkan inisiatif, kesiapan SDM, organisasi, pendanaan dan kemampuan manajerial & teknis dalam memfasilitasi dukungan kepada KDS. Sebagian KDS merupakan kelompok

1 Laporan situasi perkembangan HIV&AIDS di Indonesia sampai dengan September 2013 2 Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2011-2016

Sistem Dukungan

Sebaya

Kelompok Dukungan

Sebaya (KDS) adalah

suatu kelompok yang

terdiri dari dua atau

lebih orang yang

terinfeksi atau

terpengaruh langsung

oleh HIV berkumpul dan

saling mendukung.

Anggota KDS adalah

orang dengan HIV AIDS

(Odha) dan orang yang

hidup dengan Odha.

Kelompok Penggagas

(KP) adalah kelompok

atau wadah pengambil

dan pelaksana inisiatif

atau gagasan untuk

melayani pembentukan,

penguatan dan

pengembangan KDS

dengan prinsip

kesetaraan, dukungan

sebaya.

KP berada di tingkat

provinsi dan KDS

berada di tingkat

kabupaten atau kota.

Meski demikian, saat ini

ada KP yang berada di

tingkat kota.


(9)

– 9 –

khusus, mewadahi dukungan sesama gay, waria, penasun, orang tua, pekerja seks, pengguna terapi methadone, juga kds di LAPAS. Kekhususan ini ditentukan sendiri oleh Odha di daerah tersebut sesuai kebutuhan masing-masing. Dibandingkan tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah KDS yang sebelumnya berjumlah 236 menjadi 259 KDS. Penambahan ini berdampak semakin banyaknya Odha dan keluarga yang mendapatkan dukungan psikososial dan informasi.

Tabel 2. Jumlah Kelompok Penggagas dan Kelompok Dukungan Sebaya

Wilayah 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Provinsi 31 31 27 26 29 31

Kabupaten/ Kota 102 112 114 142 147 179

Wadah dukungan sebaya telah tersedia di 179 kabupaten/kota di 31 provinsi di Indonesia, dalam Laporan Kemenkes sampai Desember 2013, ada sekitar 368 Kabupaten/Kota yang telah melaporkan HIV/AIDS. Jika melihat hal itu, maka wadah dukungan sebaya telah berkontribusi mendukung Odha dan keluarga sebesar 48% dari kabupaten/kota yang dilaporkan atau sekitar 36% dari total kabupaten/kota di Indonesia.

Sistem dukungan sebaya di Indonesia dari tahun 2009 sampai Desember 2013 telah mendukung lebih dari 55,436 Odha di Indonesia. Selama tahun 2013, sistem ini mampu mendukung Odha berdasarkan hasil laporan 31 provinsi dengan sebanyak 45,444 terdiri dari 16,699 Odha baru dan 28,745 Odha lama. Data ini tidak termasuk Sulawesi Barat dan Maluku Utara.

Grafik di samping menggambarkan total dukungan Odha yang dilakukan KP/KDS dan mitra LSM lainnya, pada tahun 2012 dan tahun 2013. Jumlah Odha yang baru tahu status yang didukung dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini disinyalir akibat percepatan program yang dilakukan. Total dukungan Odha lama merupakan total akumulatif, termasuk Odha yang pernah didukung di tahun sebelumnya.


(10)

– 10 –

Berdasarkan komposisi jenis kelamin, dari total Odha yang didukung terdiri dari 56% laki-laki dan 44% perempuan, sedangkan berdasarkan komposisi usia, terbanyak (90%) adalah berkisar antara 20-49 tahun. Gambaran ini sejalan dengan data Kemenkes yaitu 58,3% Odha adalah laki-laki dan kelompok usia yang terbanyak (73%) adalah 25-49 tahun.

Dari total Odha yang didukung oleh wadah dukungan sebaya sampai dengan tahun 2013, heteroseksual menempati faktor risiko tertinggi sekitar 41.000 Odha. Disusul dari kelompok IDU sekitar 16.000 Odha.

Pada tahun 2013, Spiritia mendukung 49 kegiatan pelatihan dan pertemuan Odha di tingkat provinsi dengan melibatkan 920 peserta di 186 kabupaten/kota di 27 provinsi. Kegiatan-kegiatan ini difasilitasi oleh KP dan KDS di tingkat Provinsi serta KP/KDS Kabupaten khusus Papua dan Papua Barat dengan bantuan teknis dari Spiritia. Pada tingkat nasional, sebanyak 7 pelatihan dilaksanakan dengan materi yaitu pelatihan konselor sebaya, pelatihan pendidik pengobatan, pelatihan pendidik pengobatan HIV pediatrik, pelatihan manajemen data dan pelatihan pembentukan KDS.

Jenis Pelatihan ditentukan berdasarkan kebutuhan Odha di masing-masing provinsi. Pelatihan dan pertemuan difasilitasi oleh KP Provinsi dan melibatkan stakeholders terkait sebagai nara sumber. Selama 2013, materi pelatihan yang disampaikan antara lain yaitu :

1. Peningkatan Kapasitas Odha 2. Pertemuan Odha Provinsi Grafik 2. Dukungan Odha 2013 Berdasarkan Usia

Grafik 3. Dukungan Odha 2013 Berdasarkan Faktor Risiko


(11)

– 11 – 3. Berbicara di depan publik

4. Pencegahan Positif 5. Penguatan Kapasitas KDS 6. Pendukungan Sebaya 7. Konseling Sebaya 8. Pendidik Pengobatan 9. Manajemen Organisasi 10.Pendidik Pengobatan TB-HIV

B. Kegiatan & Dukungan 2013 Penelitian

Berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan mutu hidup Odha. Peningkatan cakupan dan kualitas pengobatan ARV telah terbukti merupakan salah satu upaya yang efektif dalam mendukung hal ini. Dukungan terhadap Odha terkait kepatuhan minum obat ARV mutlak diperlukan agar pengobatan menjadi efektif.

Pada 2013, Spiritia bekerja sama dengan Nahdlatul Ulama (NU), Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) dan tim peneliti independen, dengan dukungan dana dari NU, KPAN dan AusAID melakukan penelitian faktor-faktor yang memengaruhi Kepatuhan Pengobatan ARV kepada Odha di Indonesia.

Menggunakan sampel sebanyak 1000 orang, penelitian dilakukan di 10 provinsi, yaitu Kepulauan Riau, Lampung, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Papua, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten dan Nusa Tenggara Timur.

Hasil penelitian antara lain dapat dilihat dari faktor personal responden menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara ketidakpatuhan dengan pengalaman mengalami kekerasan emosional/verbal pada masa kecil (p=0.000), takut orang lain melihat saat minum obat (p=0,010), tidak bersemangat dan memutuskan cuti minum obat (p=0.000), persepsi bahwa obat ARV tidak memberikan pengaruh untuk kesehatan (p=0,021), merasa telah baik-baik

Mutu Hidup Odha

Pada 2011, Spiritia

bekerja sama dengan

Lembaga Penelitian dan

Pengembangan

Universitas

Muhammadiyah Prof.

DR. Hamka melakukan

penelitian peran

dukungan sebaya

terhadap peningkatan

mutu hidup Odha di

Indonesia.

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa

lebih banyak Odha

(70%) memiliki mutu

hidup yang tinggi.

Hasil studi kuantitatif

menunjukkan proporsi

mutu hidup Odha yang

tinggi paling banyak

pada Odha yang berada

di wilayah dukungan

sebaya lengkap (71%),

sedangkan proporsi

mutu hidup tinggi paling

rendah pada Odha yang

berada di wilayah yang

tidak memiliki dukungan

sebaya (50%)


(12)

– 12 –

saja/sudah sembuh (p=0,13), memiliki sejarah infeksi oportunistik (p=0,035), lupa atau terlalu sibuk (p=0,000), berada jauh dari rumah (p=0,000), sering ada jadwal/kegiatan rutin yang berubah (p=0,000), keinginan untuk menghemat jumlah obat (p=0,003), obat pernah habis (p=0,000), tidak memiliki biaya transportasi untuk mengambil obat (p=0,000), keputusan untuk menggunakan terapi alternatif (p=0,032), tertidur pada jadwal minum obat (p=0,000), dan sedang berpuasa p=0,000).

Setelah analisis multivariat, pengalaman mengalami kekerasan di masa kecil, tidak bersemangat, lupa/terlalu sibuk, merasa ARV tidak berpengaruh, sering berada jauh dari rumah, dan tertidur pada jam minum obat tetap menjadi variabel yang signifikan dalam memengaruhi kepatuhan terhadap ARV. Dari analisis kuantitatif Faktor Personal , aktif menggunakan narkoba dan minum alkohol tidak memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat ARV. Namun dari analisis kualitatif, khusus untuk Odha dengan latar belakang penasun ditemukan alasan lupa minum obat pada waktunya adalah ketiduran. Terutama, saat waktu minum obat di malam hari. Namun, dari wawancara, alasan ketiduran tidak terkait dengan masih menggunakan narkoba. Faktor yang muncul sebagai penghambat kepatuhan adalah bosan dan jenuh.

Peningkatan Pengetahuan HIV/AIDS

Grafik 4. Jenis Kegiatan Yang Dilakukan 2013

Selama periode 2013, sistem dukungan sebaya telah memfasilitasi pertemuan kelompok belajar di KDS bagi lebih dari 8,500 Odha dan pertemuan di Rumah Sakit atau Puskesmas bagi sekitar 5,220 Odha. Kelompok belajar ini pada umumnya mengundang pihak luar sebagai nara sumber seperti dokter, perwakilan KPA maupun Dinas Kesehatan setempat.


(13)

– 13 –

Selain itu, melalui KDS, sebanyak 31,400 Odha mendapatkan dukungan psikososial melalui kunjungan rumah dan sebanyak 32,800 Odha melalui kunjungan ke fasilitas layanan kesehatan.

Tabel 3. Diseminasi Informasi 2013

Diseminasi Informasi 2013 2006-2012

Jumlah Kunjungan Website 639.840 3.154.352

Jumlah berita baru yang diunduh 365 1.765

Jumlah halaman yang dibuka 1.738.341 9.069.935

Jumlah Pertanyaan yang dijawab 500 1.549

Jumlah anggota forum 146 1.294

Situs jaringan Spiritia (www.spiritia.or.id) sampai dengan tahun 2013, telah dikunjungi lebih dari 3,1 juta pengunjung dengan jumlah halaman yang dibuka lebih dari 9 juta halaman. Situs jaringan Spiritia telah dikunjungi dari berbagai negara karena menyajikan informasi terkini terkait pengobatan HIV dalam dua bahasa. Selain itu, sebanyak 24,500 buah buku seri kecil telah didistribusikan tidak hanya kepada Odha tetapi juga tenaga kesehatan, stakeholders dan masyarakat umum.


(14)

– 14 – Akses Dukungan, Pengobatan dan Perawatan

KDS memiliki peran penting dalam mendukung Odha dan keluarganya. Sebanyak 21,000 Odha dirujuk ke konseling sebaya dalam upaya peningkatan kepercayaan diri Odha. Selain itu sebanyak 20,000 Odha mendapatkan dukungan Pencegahan Positif dalam bentuk pemberian informasi dan rujukan terkait kondom, Program Pencegahan dari Ibu ke Anak (PPIA), Layanan Alat Suntik Steril (LASS) dan Program Rumatan Terapi Methadon (PTRM).

Grafik 5. Jenis Dukungan yang Diberikan 2013

Melalui kerja sama dengan KPA di daerahnya masing-masing, beberapa KDS berfungsi sebagai outlet kondom di mana lebih dari 140,000 kondom diakses oleh Odha. Lebih dari 17,750 Odha dirujuk ke layanan kesehatan oleh KDS, baik layanan IMS, ARV, TB maupun pengobatan infeksi oportunistik.

SUFA

Strategic Use of ARV

Sebuah riset diterbitkan

di Jurnal Lancet yang

kemudian dikenal

dengan nama HPTN

052, dikemukakan

secara ilmiah bahwa

pengobatan ARV yang

termonitor pada Odha

mampu menurunkan

tingkat penularan

sebesar 96%.

Hal ini menjadi dasar

bagi pemerintah

Indonesia dalam

menjalankan program

SUFA untuk memutus

rantai penularan HIV

dengan strategi

memberikan pengobatan

ARV lebih dini kepada

setiap Odha tanpa

melihat angka CD4.

Inisiasi SUFA yang

kemudian dikuatkan

dengan surat edaran

Menteri Kesehatan

Nomor 129 Tahun 2013

Tentang Pelaksanaan

Pengendalian HIV AIDS

dan Penyakit Menular

Seksual, dikhususkan

bagi ibu hamil, pasien

ko infeksi Hepatitis B

dan C, perempuan

pekerja seks, pengguna

narkoba suntik dan

pasangan Odha yang

tidak menggunakan

kondom secara

konsisten.


(15)

– 15 – Kolaborasi TB & HIV

Kolaborasi layanan TB dan HIV merupakan kunci keberhasilan dalam menurunkan angka kematian akibat TB pada Odha. Selama periode 2013, Spiritia dengan dukungan dari Kementerian Kesehatan RI melakukan integrasi program TB ke dalam program HIV melalui mekanisme sistem dukungan sebaya. Kolaborasi TB dan HIV pada periode ini melibatkan 10 KP dan 75 KDS yang tersebar di 67 kabupaten/kota di 10 provinsi. Adapun 10 provinsi yang secara khusus melakukan integrasi program TB dan HIV adalah Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Papua Barat.

Strategi dibangun dengan kegiatan peningkatan pengetahuan Odha terkait TB, mengembangkan rujukan ke layanan TB dan Advokasi. Upaya-upaya yang dilakukan meskipun belum maksimal, namun telah merujuk sebanyak 1,960 Odha untuk melakukan skrining TB dan 652 orang di antaranya mendapatkan OAT (Obat anti TB).

Grafik 6. Rujukan TB dan Dukungan Kepatuhan OAT

Pertemuan Evaluasi Tahunan

Dalam rangka mengkaji capaian program, penelahaan SRAN bersama dan terintegrasi kelompok serta upaya peningkatan dukungan, perlu dilakukan pertemuan koordinasi dan evaluasi antara Spiritia dan kelompok Penggagas, Kelompok Dukungan Sebaya Provinsi serta LSM Mitra untuk mengulas cakupan, efektivitas dan kesinambungan program, sinergi data serta sosialisasi peluang pendanaan ke depan. Hasil pertemuan koordinasi dan evaluasi diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan program ke depan yang terintegrasi dalam SRAN Indonesia 2010 – 2014.

Yayasan Spiritia dengan dukungan dari Kemenkes, NU GF R9, Australian Aid memfasilitasi Pertemuan Nasional Evaluasi Tahunan bersama dengan Kelompok serta LSM Provinsi yang menjadi mitra sebagai SSR GF R9 di Hotel Great Western, Tangerang. Pertemuan ini dihadiri oleh 30 peserta dari 30 provinsi dan dilaksanakan tanggal pada 17 – 21 Desember 2013.

Hasil dari pertemuan tersebut secara garis besar, sistem dukungan sebaya mengembangkan inovasi dalam perencanaan serta implementasi program dalam rangka mencapai tujuan bersama, dimana mengacu pada SRAN KP-KDS 2010-2014.


(16)

– 16 –

Adapun rincian hasil dari pertemuan evaluasi tersebut adalah :

1. Kelompok Penggagas dan LSM Mitra dapat mengetahui rencana kerja ke depan dengan lebih baik.

2. Kelompok Penggagas dan LSM Mitra dapat mencari strategi pelaksanaan capaian dan dampak program.

3. Masukan/rekomendasi atas keberhasilan, dampak program dari program yang telah dilaksanakan oleh Spiritia.

4. Rekomendasi untuk pengembangan program ke depan.

5. Kelompok Penggagas dan LSM Mitra mengetahui peluang pendanaan ke depan.

Representasi dalam Forum Internasional dan Nasional

 Salah satu staf Spiritia merupakan anggota CCM, Oversight Committee and Technical Working Group untuk HIV dan TB di CCM

 Yayasan Spiritia merupakan anggotan KPAN dan terlibat di Pokja Monev

 Yayasan Spiritia merupakan anggota Indonesia Working Group-IPF

 Yayasan Spiritia merupakan Focal Point Asia Pacific Council of AIDS Service Organisation (APCASO)

 Salah satu staf Spiritia merupakan Council Of Representative of APCASO

 Yayasan Spiritia merupakan anggota Forum Stop TB Partnership Indonesia

 Salah satu staf Spiritia menghadiri Pertemuan Union World Conference on Lung Health, Paris

 Empat staf Spiritia menghadiri ICAAP, Bangkok

 Salah satu staf Spiritia menghadiri pertemuan Council of Representative (CoR) Asia Pacific Council of AIDS Service Organisation, Kunming-China

 Salah satu staf Spiritia menghadiri The Asia Pacific CSO Consultation Meeting for Post 2105, Bangkok

 Salah satu staf menghadiri Asia Pacific Ministerial Dialogue: From MDGs to United Nation Development Agenda beyond 2015, Bangkok

 Salah satu staf menghadiri Regional Workshop on Improving HIV Treatment, Jogjakarta

 Salah satu staf menghadiri IAS Conference on Pathogenesis, Treatment and Prevention, Kuala Lumpur

 The Third APEC High Level Meeting on Health and The Economy, Bali

 Salah satu peserta Risk Management Workshop-GF di Bangkok

 Salah satu staf menghadiri Regional Consultation of NGOs and Civil Society on Post-2015 Health Development Agenda, WHO, India


(17)

– 17 –

C. Keuangan

Untuk tahun 2013, Yayasan Spiritia mendapat anggaran (budget) sebesar Rp17,494 miliar, 92% dari jumlah tersebut atau Rp16,017 miliar dianggarkan untuk program. Realisasi keseluruhan sebesar Rp14,826 miliar atau 85%. Penyebab varian terutama karena efisiensi, program telah selesai dilaksanakan sepenugnya dengan biaya dibawah anggaran. Penyebab varian berikutnya adalah karena belum siapnya sebagian kecil kelompok dalam mengelola dana. Solusi untuk hal ini telah dilakukan dengan melakukan pelatihan yang dibutuhkan di Jayapura.

Khusus anggaran program, realisasinya mencapai 84%, Rp13,464 miliar dari total anggaran program sebesar Rp16,017 miliar. Komposisi realisasi anggaran pengelolaan program adalah; 82,47% atau Rp11,104 miliar dikelola langsung oleh kelompok (KP dan KDS) dan sisanya 17,53% atau Rp2,360 miliar dikelola oleh Yayasan Spiritia untuk kepentingan sepenuhnya kelompok. Aktivitas program yang dananya dikelola oleh Yayasan Spiritia adalah: Pelatihan berskala nasional, diseminasi informasi, monitoring dan evaluasi, serta penguatan sumber daya manusia dan organisasi. Dimasa yang akan datang, sebagian pengelolaan ini akan diberikan kepada kelompok sesuai kesiapannya.

Grafik-grafik keuangan (K) berikut ini menggambarkan rincian anggaran dan realisasi sepanjang tahun 2013.


(18)

(19)

(20)

– 20 –

IV. TANTANGAN

Dalam mengembangkan sistem

dukungan sebaya di Indonesia,

pergerakan dukungan sebaya

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal, beberapa KP kurang berkembang baik dalam pengembangan organisasi

maupun pengembangan sistem

dukungan sebaya di tingkat kabupaten/kota. Keberlanjutan dukungan sebaya menjadi tantangan dalam masa depan.

Pelibatan KDS untuk meningkatkan mutu hidup Odha sangat penting sehingga patut menjadi perhatian semua pihak khususnya pemerintah. Upaya pemberdayaan melalui bantuan teknis hingga dukungan pendanaan secara berkesinambungan dan berkelanjutan dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja KDS. Mekanisme wadah dukungan sebaya harus menjadi salah satu kunci program penanggulangan di setiap tingkatan baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Melihat tantangan ini menjadi sulit untuk menjawab keberlanjutan kelompok khususnya setelah sumber dana Global Fund berakhir pada Juni 2015, saat ini DFAT dan USAID yang masih berkomitmen mendukung Indonesia dalam beberapa tahun ke depan dalam penanggulangan HIV/AIDS. Dana APBN/D belum ada mekanisme yang jelas dalam mendukung komunitas, dana bantuan sosial juga tidak dapat dijamin akan berlanjut setiap tahunnya karena sangat ditentukan oleh banyak faktor di setiap provinsi khususnya komitmen individu pemangku kebijakan.

Sebagai keuntungan dari terapi ARV, Orang dengan HIV saat ini memiliki usia yang lebih panjang. Sayangnya, banyak Odha yang tidak hidup lebih sehat dan secara signifikan terpapar dengan hepatitis B dan/atau C, dan beberapa rentan terkena penyakit kanker. Dengan era ARV, Kita tentunya berharap kematian pada Odha lebih diakibatkan penuaan, masalah jantung, paru-paru masalah hati dan ginjal. Keterjangkauan akses terhadap perawatan dan pengobatan untuk hepatitis C akan sangat penting untuk membendung kerugian ini, begitu pula dengan sistem dukungan sebaya sangat berperan besar dalam mempromosikan gaya hidup sehat.

Diperkirakan setidaknya sebanyak 5.000 bayi terlahir dengan terinfeksi HIV setiap tahunnya di Indonesia. Program pencegahan dari ibu ke anak (PPIA) masih belum diakses secara luas, padahal bila ibu dapat didiagnosis cukup dini, akan meningkatkan terapi ARV bagi bayi-bayi yang terlahir positif. Saat ini, banyak anak yang hidup dengan HIV yang masih hidup mulai bersekolah dan


(21)

– 21 –

menjadi remaja. Sistem dukungan sebaya belum maksimal menjawab kebutuhan anak dengan HIV. Kebutuhan dukungan sebaya tersebut akan menjadi semakin mendesak, termasuk untuk mendukung kepatuhan terhadap ART pada anak-anak, dan untuk menawarkan bimbingan dan bantuan dalam pengungkapan status HIV anak dan status HIV orang tua kepada anak.

V. KESIMPULAN dan RENCANA TINDAK LANJUT

Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut

Penanggulangan HIV di Indonesia berjalan dan terus berlanjut dengan menunjukkan kemajuan berarti dalam menemukan kasus baru HIV dan pengobatan ARV dimana angka kematian karena AIDS dapat ditekan sampai di bawah 2%. Salah satu pengaruh kemajuan ini dipengaruhi oleh berperannya sistem dukungan sebaya di berbagai daerah di Indonesia. Peran dukungan sebaya dalam meningkatkan mutu hidup Odha di Indonesia berdampak mengurangi angka kesakitan dan kematian serta menurunkan angka penularan dari Odha yang telah mengetahui dirinya terinfeksi yang dikenal dengan pencegahan positif.

Keberlanjutan sistem dukungan sebaya dibutuhkan dalam penanggulangan HIV khususnya dalam pelaksanaan LKB dan SUFA di Indonesia. Namun keberlanjutan ini masih menjadi tantangan dimana dukungan pendanaan masih mengandalkan sumber dana asing. Kebijakan dan mekanisme pendanaan pemerintah belum dapat mengakomodir keberlanjutan sistem dukungan sebaya di Indonesia.

Yayasan Spiritia bersama KP dan KDS akan terus menjalankan program sesuai SRAN 2011-2014 Spiritia bersama KP dan KDS. Tahun ini Spiritia bersama KP dan KDS akan merevisi SRAN baru periode 2015-2019. SRAN ini akan dikembangkan dan sejalan dengan SRAN KPAN yang sedang dalam tahap revisi.

Yayasan Spiritia akan terus melakukan asistensi kepada semua KP dan khususnya Papua dan Papua Barat serta provinsi yang belum mempunyai sistem dukungan sebaya. Perhatian khusus ini menjadi penting agar sistem dukungan sebaya dapat terbangun dan berkembang semakin kuat. Upaya ini menjadi penting karena dengan berjalannya LKB dan SUFA keterlibatan sistem dukungan sebaya menjadi bagian dalam menjawab pencapaian tujuan nasional untuk meningkatkan mutu hidup Odha dan dan mengurang angka kematian dan kesakitan.


(1)

– 16 –

Adapun rincian hasil dari pertemuan evaluasi tersebut adalah :

1. Kelompok Penggagas dan LSM Mitra dapat mengetahui rencana kerja ke depan dengan lebih

baik.

2. Kelompok Penggagas dan LSM Mitra dapat mencari strategi pelaksanaan capaian dan dampak

program.

3. Masukan/rekomendasi atas keberhasilan, dampak program dari program yang telah

dilaksanakan oleh Spiritia.

4. Rekomendasi untuk pengembangan program ke depan.

5. Kelompok Penggagas dan LSM Mitra mengetahui peluang pendanaan ke depan.

Representasi dalam Forum Internasional dan Nasional

 Salah satu staf Spiritia merupakan anggota CCM, Oversight Committee and Technical Working Group untuk HIV dan TB di CCM

 Yayasan Spiritia merupakan anggotan KPAN dan terlibat di Pokja Monev

 Yayasan Spiritia merupakan anggota Indonesia Working Group-IPF

 Yayasan Spiritia merupakan Focal Point Asia Pacific Council of AIDS Service Organisation (APCASO)

 Salah satu staf Spiritia merupakan Council Of Representative of APCASO

 Yayasan Spiritia merupakan anggota Forum Stop TB Partnership Indonesia

 Salah satu staf Spiritia menghadiri Pertemuan Union World Conference on Lung Health, Paris

 Empat staf Spiritia menghadiri ICAAP, Bangkok

 Salah satu staf Spiritia menghadiri pertemuan Council of Representative (CoR) Asia Pacific Council of AIDS Service Organisation, Kunming-China

 Salah satu staf Spiritia menghadiri The Asia Pacific CSO Consultation Meeting for Post 2105, Bangkok

 Salah satu staf menghadiri Asia Pacific Ministerial Dialogue: From MDGs to United Nation Development Agenda beyond 2015, Bangkok

 Salah satu staf menghadiri Regional Workshop on Improving HIV Treatment, Jogjakarta

 Salah satu staf menghadiri IAS Conference on Pathogenesis, Treatment and Prevention, Kuala Lumpur

 The Third APEC High Level Meeting on Health and The Economy, Bali

 Salah satu peserta Risk Management Workshop-GF di Bangkok

 Salah satu staf menghadiri Regional Consultation of NGOs and Civil Society on Post-2015 Health Development Agenda, WHO, India


(2)

– 17 – C. Keuangan

Untuk tahun 2013, Yayasan Spiritia mendapat anggaran (budget) sebesar Rp17,494 miliar, 92% dari jumlah tersebut atau Rp16,017 miliar dianggarkan untuk program. Realisasi keseluruhan sebesar Rp14,826 miliar atau 85%. Penyebab varian terutama karena efisiensi, program telah selesai dilaksanakan sepenugnya dengan biaya dibawah anggaran. Penyebab varian berikutnya adalah karena belum siapnya sebagian kecil kelompok dalam mengelola dana. Solusi untuk hal ini telah dilakukan dengan melakukan pelatihan yang dibutuhkan di Jayapura.

Khusus anggaran program, realisasinya mencapai 84%, Rp13,464 miliar dari total anggaran program sebesar Rp16,017 miliar. Komposisi realisasi anggaran pengelolaan program adalah; 82,47% atau Rp11,104 miliar dikelola langsung oleh kelompok (KP dan KDS) dan sisanya 17,53% atau Rp2,360 miliar dikelola oleh Yayasan Spiritia untuk kepentingan sepenuhnya kelompok. Aktivitas program yang dananya dikelola oleh Yayasan Spiritia adalah: Pelatihan berskala nasional, diseminasi informasi, monitoring dan evaluasi, serta penguatan sumber daya manusia dan organisasi. Dimasa yang akan datang, sebagian pengelolaan ini akan diberikan kepada kelompok sesuai kesiapannya.

Grafik-grafik keuangan (K) berikut ini menggambarkan rincian anggaran dan realisasi sepanjang tahun 2013.


(3)

(4)

(5)

– 20 –

IV. TANTANGAN

Dalam mengembangkan sistem dukungan sebaya di Indonesia, pergerakan dukungan sebaya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal, beberapa KP kurang berkembang baik dalam pengembangan organisasi maupun pengembangan sistem dukungan sebaya di tingkat kabupaten/kota. Keberlanjutan dukungan sebaya menjadi tantangan dalam masa depan.

Pelibatan KDS untuk meningkatkan mutu hidup Odha sangat penting sehingga patut menjadi perhatian semua pihak khususnya pemerintah. Upaya pemberdayaan melalui bantuan teknis hingga dukungan pendanaan secara berkesinambungan dan berkelanjutan dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja KDS. Mekanisme wadah dukungan sebaya harus menjadi salah satu kunci program penanggulangan di setiap tingkatan baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Melihat tantangan ini menjadi sulit untuk menjawab keberlanjutan kelompok khususnya setelah sumber dana Global Fund berakhir pada Juni 2015, saat ini DFAT dan USAID yang masih berkomitmen mendukung Indonesia dalam beberapa tahun ke depan dalam penanggulangan HIV/AIDS. Dana APBN/D belum ada mekanisme yang jelas dalam mendukung komunitas, dana bantuan sosial juga tidak dapat dijamin akan berlanjut setiap tahunnya karena sangat ditentukan oleh banyak faktor di setiap provinsi khususnya komitmen individu pemangku kebijakan.

Sebagai keuntungan dari terapi ARV, Orang dengan HIV saat ini memiliki usia yang lebih panjang. Sayangnya, banyak Odha yang tidak hidup lebih sehat dan secara signifikan terpapar dengan hepatitis B dan/atau C, dan beberapa rentan terkena penyakit kanker. Dengan era ARV, Kita tentunya berharap kematian pada Odha lebih diakibatkan penuaan, masalah jantung, paru-paru masalah hati dan ginjal. Keterjangkauan akses terhadap perawatan dan pengobatan untuk hepatitis C akan sangat penting untuk membendung kerugian ini, begitu pula dengan sistem dukungan sebaya sangat berperan besar dalam mempromosikan gaya hidup sehat.

Diperkirakan setidaknya sebanyak 5.000 bayi terlahir dengan terinfeksi HIV setiap tahunnya di Indonesia. Program pencegahan dari ibu ke anak (PPIA) masih belum diakses secara luas, padahal bila ibu dapat didiagnosis cukup dini, akan meningkatkan terapi ARV bagi bayi-bayi yang terlahir positif. Saat ini, banyak anak yang hidup dengan HIV yang masih hidup mulai bersekolah dan


(6)

– 21 –

menjadi remaja. Sistem dukungan sebaya belum maksimal menjawab kebutuhan anak dengan HIV. Kebutuhan dukungan sebaya tersebut akan menjadi semakin mendesak, termasuk untuk mendukung kepatuhan terhadap ART pada anak-anak, dan untuk menawarkan bimbingan dan bantuan dalam pengungkapan status HIV anak dan status HIV orang tua kepada anak.

V. KESIMPULAN dan RENCANA TINDAK LANJUT

Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut

Penanggulangan HIV di Indonesia berjalan dan terus berlanjut dengan menunjukkan kemajuan berarti dalam menemukan kasus baru HIV dan pengobatan ARV dimana angka kematian karena AIDS dapat ditekan sampai di bawah 2%. Salah satu pengaruh kemajuan ini dipengaruhi oleh berperannya sistem dukungan sebaya di berbagai daerah di Indonesia. Peran dukungan sebaya dalam meningkatkan mutu hidup Odha di Indonesia berdampak mengurangi angka kesakitan dan kematian serta menurunkan angka penularan dari Odha yang telah mengetahui dirinya terinfeksi yang dikenal dengan pencegahan positif.

Keberlanjutan sistem dukungan sebaya dibutuhkan dalam penanggulangan HIV khususnya dalam pelaksanaan LKB dan SUFA di Indonesia. Namun keberlanjutan ini masih menjadi tantangan dimana dukungan pendanaan masih mengandalkan sumber dana asing. Kebijakan dan mekanisme pendanaan pemerintah belum dapat mengakomodir keberlanjutan sistem dukungan sebaya di Indonesia.

Yayasan Spiritia bersama KP dan KDS akan terus menjalankan program sesuai SRAN 2011-2014 Spiritia bersama KP dan KDS. Tahun ini Spiritia bersama KP dan KDS akan merevisi SRAN baru periode 2015-2019. SRAN ini akan dikembangkan dan sejalan dengan SRAN KPAN yang sedang dalam tahap revisi.

Yayasan Spiritia akan terus melakukan asistensi kepada semua KP dan khususnya Papua dan Papua Barat serta provinsi yang belum mempunyai sistem dukungan sebaya. Perhatian khusus ini menjadi penting agar sistem dukungan sebaya dapat terbangun dan berkembang semakin kuat. Upaya ini menjadi penting karena dengan berjalannya LKB dan SUFA keterlibatan sistem dukungan sebaya menjadi bagian dalam menjawab pencapaian tujuan nasional untuk meningkatkan mutu hidup Odha dan dan mengurang angka kematian dan kesakitan.