PEMANFAATAN TEPUNG UMBI SUWEG (Amorphophallus C) SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES DENGAN PENAMBAHAN KUNING TELUR.

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI SUWEG (Amorphophallus C) SEBAGAI
SUBTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES DENGAN
PENAMBAHAN KUNING TELUR

SKRIPSI

Oleh :
ARIF PRI HANDONO
NPM: 0633010027

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2013

1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta
alam yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya selama pelaksanaan
penyusunan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Tepung Suweg (Amorphophallus C)
Sebagai Subtitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies dengan Penambahan
Kuning Telur”, hingga terselesaikannya pembuatan laporan skripsi ini. Tujuan
penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran”

Jawa Timur.
Kemudahan dan kelancaran pelaksanaan skripsi serta penyusunan laporan
ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini dengan penuh rasa hormat dan rendah hati, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa
Timur.
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran”
Jawa Timur.
3. Ibu Ir. Latifah, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran”
Jawa Timur.
4. Ibu Ir. Latifah, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Ulya Sarofa, MM
selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, saran
dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Ir Sudarjati HP, MP dan Bapak Ir Rudi Nurismanto Msi, selaku Dosen
Penguji seminar proposal dan hasil penelitian, yang telah banyak memberikan
saran dalam penulisan skripsi ini.

2


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

6. Kepada kedua orang tua tercinta dan seluruh keluarga besar yang telah
memberikan dukungan secara moril dan spiritual, terima kasih doanya. Jasa –
jasa kalian tak terbalas emas permata. Terima kasih.
7. Sahabatku Septian N.E (Irung), Eko P (Cuby), Hari P (Janggut), Riza A (Retinol),
Rochmad N.W (Jaya), Alfian S.H.N (Tewol), Abdul N.A (Nasir), Ari P (Mas Ayi),
Darmawan E (Item), Tjio F.S (Ciko), Ninin P (Mbak Ninin), Tiomay D.S (Titi),
(Mbenk) dan teman-teman angkatan 2006, HIMATEPA (Himpunan Mahasiswa
Teknologi Pangan), serta warga KMJ TP UPN “Veteran” Jatim, terima kasih atas
bantuan dan kerjasamanya selama ini.
8. Penjaga warkop C7, Woles, Leman, Mas Ambon, Pemain (Dot A mania), Temen
Ngopi Miko, Fatur, Sidarta, ulum, Renges, Pak Bos, Yuski, Sakri dan semua
yang belum disebutkan namanya sekali lagi terima kasih.
9. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan Skripsi. Terima
Kasih.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa di

Program Studi Teknologi Pangan pada khususnya dan bagi pihak-pihak yang
memerlukan pada umumnya. Skripsi ini masih jauh dari sempurna serta banyak
kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat obyektif dan membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Surabaya, Juni 2013

Penulis

3

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI.................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
DAFAR LAMPIRAN................................................................................... vi
INTISARI.................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN

..................................................................... 1

A. Latar belakang ……………………………………………….

1

B. Tujuan Penelitian ……………………………………………

3

C. Manfaat Peneltian …………………………………………… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….


4

A. Cookies ………………………………………………………

4

B. Tepung Terigu………………………………………………..

5

C. Umbi Suweg………………………………………………….. 6
D. Komponen Serat……………………………………………… 7
E. Proses Pembuatan Tepung Suweg………………………… 8
1. Pembersihan……………………………………

9

2. Pengupasan dan Pencucian…………………… 9
3. Pengirisan………………………………………… 9
4. Pengeringan……………………………………… 9

5. Penggilingan……………………………………… 9
6. Pengayakan………………………………………. 9
F. Kuning telur…………………………………………………….. 10
G. Bahan Pembantu Pembuatan Cookies…………………….. 11
1. Mentega Putih……………………………………. 11
2. Gula……………………………………………….. 11
3. Susu Skim…………………..…………………….. 11
4. Soda Kue……………………………………..…… 12
4

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

5. Kuning Telur………………………………………..12
H. Proses Pembuatan Cookies…………………………………. 12
1. Persiapan Bahan………………………………… 12
2. Pencampuran……………………………………. 13
3. Pencetakan Adonan………………….………….. 13

4. Pemanggangan…………………………………… 13
5. Pendinginan……………………………………….. 13
6. Pengemasan……………………………………… 14
I.

Mutu Cookies …………………………………………………. 14
1. Kenampakan……………………………………… 14
2. Cita Rasa (Flavour)…………………………..….. 14
3. Tekstur…….………………………………………. 15

J. Analisis Keputusan…………………………………………… 15
K. Analisis Finansial…………………………………………….. 15
1. Break Even Point (Titik Impas)………………… 17
2. Net Present Value………………………………… 17
3. Payback Periode………………………………… 18
4. Internal Rate Of Return………………………….. 18
5. Gross Benefit Cost Ratio…………………….….. 18
L. Landasan Teori……………..………………..............……….. 18
M. Hipotesis………………………………………………………… 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................


21

A. Tempat dan Pelaksanaan…................................................. 21
B. Bahan ................................................................................ 21
C. Alat .......................................................................................21
D. Rancangan Penelitian ..........................................................21
1. Variabel berubah……...………………………….. 22
2. Variabel tetap……………………………..…........ 23
E. Parameter yang diamati……………………………………… 24
1. Tepung Suweg…………………………………… 24
2. Analisa Terhadap Produk……………………….. 24

5

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6


F. Prosedur Kerja….……………….……...……………..…….. 24
1. Pembuatan Tepung Suweg……………..……… 24
2. Tahap Pembuatan Cookies………………..…… 24
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 28
A. Analisa Bahan Awal…………………………………………… 28
B. Hasil Analisa Produk Cookies Tepung Suweg…………….. 28
1. Kadar Air………………………………………….. 28
2. Kadar Pati………………………………………… 30
3. Kadar Protein……………………………………. 32
4. Kadar Serat……..………………………………… 33
5. Rendemen…………………………………………. 35
C. Hasil Uji Organoleptik…………………………………………. 36
1. Kesukaan Rasa…………………………………… 37
2. Kesukaan Warna…………………………………. 38
3. Kesukaan Tekstur………………………………… 39
D. Analisa Keputusan…………………………………………….. 41
E. Analisis Finansial……………………………………………… 42
1. Kapasitas Produksi……………………………… 42

2. Biaya Produksi…………………………………… 42
3. Harga Pokok Produksi………………………….. 42
4. Harga Jual Produksi…………………………….. 42
5. Break Event Point (BEP)……………………….. 43
6. Net Present Value (NVP)……………………….. 43
7. Gross Benefit Cost Ratio (Gros B/C Ratio)…… 43
8. Payback Periode………………………………… 44
9. Internal Rate of Return (IRR)…………………… 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….

45

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 46
LAMPIRAN………………………………………………………………………. 49

6

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Standar Mutu Cookies................................................................. 5
Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Terigu tiap 100 gram.............................6
Tabel 3. Sifat Fisiko-kimia Tepung Suweg................................................ 7
Tabel 4. Kombinasi Perlakuan Antara Faktor A dan Faktor B……....…….. 22
Tabel 5. Hasil Analisa Bahan Baku Tepung Suweg………………………… 28
Tabel 6. Nilai Rata-rata Kadar Air Cookies Dengan Perlakuan Substitusi
Tepung Terigu Dan Tepung Suweg Dengan Penambahan Kuning
Telur…………………………………………………………………… 29
Tabel 7. Perlakuan Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Suweg
Terhadap Kadar Pati Cookies……………………………………….. 31
Tabel 8. Pengaruh Penambahan Kuning Telur Terhadap Kadar Pati
Cookies……………………………………………………………….. 31
Tabel 9. Nilai Rata-rata Kadar Protein Cookies Perlakuan Substitusi
TepungTeriguDengan Tepung Suweg Penambahan Kuning
Telur…………….……………….……………………………………… 32
Tabel 10. Perlakuan Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Suweg
Terhadap Kadar Serat Cookies………………………………………..34
Tabel 11. Pengaruh Penambahan Kuning Telur Terhadap Kadar Serat
Cookies……………………………………………………………….. 34

7

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

Tabel 12. Perlakuan Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Suweg
Terhadap Rendemen Cookies……………………………….……… 35
Tabel 13. Jumlah Ranking Kesukaan Rasa Pada Produk Cookies……… 37
Tabel 14. Jumlah Ranking Kesukaan Warna Pada Produk Cookies……… 38
Tabel 15. Jumlah Ranking Kesukaan Tekstur Pada Produk Cookies….… 39

8

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Suweg………………………………………………………………. 6
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Suweg..................... 26
Gambar 3. Proses Pembuatan Cookies..................................................... 27
Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung
Suweg Penambahan Kuning Telur Terhadap Kadar
Air Cookies............................................................................... 29
Gambar 5. Pengaruh Perlakuan Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung
Suweg Penambahan Kuning Telur Terhadap Kadar
Protein Cookies........................................................................ 33
Gambar 6. Pengaruh Perlakuan Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung
Suweg Penambahan Kuning Telur Terhadap Rendemen
Cookies.................................................................................... 36

9

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Prosedur Analisa………………………………………………… 49
Lampiran 2. Lembar Kuisioner………………………………………………… 53
Lampiran 3. Data Hasil Pengamatan dan Analisa Kadar Air Cookies…… 54
Lampiran 4. Data Hasil Pengamatan dan Analisa Kadar Pati Cookies..… 55
Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan dan Analisa Kadar Protein Cookies. 56
Lampiran 6. Data Hasil Pengamatan dan Analisa Kadar Serat Cookies… 57
Lampiran 7. Data Hasil Pengamatan dan Analisa Rendemen Cookies……58
Lampiran 8. Uji Duncan Kadar Air………………………..…………………… 59
Lampiran 9. Uji Duncan Kadar Pati……………………..…………………… 60
Lampiran 10. Uji Duncan Kadar Protein………………..…………………… 61
Lampiran 11. Uji Duncan Kadar Serat…………………..…………………… 62
Lampiran 12. Uji Duncan Kadar Rendemen……………..……………………64
Lampiran 13. Uji Organoleptik Rasa………………………………………….. 64
Lampiran 14. Uji Organoleptik Warna….…………………………………….. 66
Lampiran 15. Uji Organoleptik Tekstur……………………………………….. 68
Lampiran 16. Hasil Analisa Keseluruhan…………………………………….. 70
Lampiran 17. Asumsi Yang Digunakan……………………………………… 71
Lampiran 18. Kebutuhan Bahan dan Biaya………………………………….. 72
Lampiran 19. Perkiraan Biaya Produksi Perusahaan Tiap Tahun…………. 77
Lampiran 20. Perhitungan Keuntungan Produksi Cookies………………… 78
Lampiran 21. Perhitungan Break Event Point Produksi Cookies…………. 79
Lampiran 22. Net Pressent Value (NVP) dan Gross Benefit………………. 80
Lampiran 23. Perhitungan Payback Period………………………………….. 82
Lampiran 24. Laju Pengembalian Modal……………………………………… 83
Lampiran 25. Laporan Rugi dan Laba Selama Umur Ekonomi Proyek….. 84
Lampiran 26. Grafik BEP………………………………………………………. 85

10

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI SUWEG (Amorphophallus C) SEBAGAI
SUBTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES DENGAN
PENAMBAHAN KUNING TELUR
ARIF PRI HANDONO
NPM :0633010027
INTISARI
Umbi suweg merupakan bahan pangan lokal yang belum banyak
dimanfaatkan. Pemanfaatan umbi suweg salah satunya adalah sebagai tepung.
Tepung suweg kaya akan karbohidrat dan serat kasar. Tepung suweg dapat
dimanfaatkan

dalam

pembuatan

cookies

sehingga

dapat

mengurangi

ketergantungan terhadap tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan cookies.
Penambahan tepung suweg dalam pembuatan cookies akan menyebabkan cookies
bertekstur keras, perlu penambahan kuning telur. Kuning telur berfungsi untuk
merenyahkan, karena adanya emulsifier berupa lesitin yang mempunyai peran dapat
menghasilkan cookies yang lebih renyah, dapat membantu menyebarkan lemak
keseluruh bagian adonan dan memperbaiki struktur
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun
secara faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan diulang 3 kali. Faktor I adalah subtitusi
tepung suweg 10%, 20%, 30% dan faktor II adalah penambahan kuning telur 60gr,
65gr, 70gr.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah pada
perlakuan substitusi tepung umbi suweg 10% (b/b) dan penambahan kuning telur
70gr yang menghasilkan cookies dengan kriteria kadar air

4,927%, kadar pati

69,145%, kadar protein 9,096%, kadar serat kasar 0,382%, dan rendemen 86,040%,
nilai organoleptik rasa 150 ; warna 147; tekstur 133; Hasil analisis finansial diperoleh
nilai Break Event Point (BEP) 25,35%, atau sebesar Rp. 82.407.441,85-, Pay Back
Periode (PP) perusahaan 4 tahun 1 bulan, Benefit Cost Ratio 1.0056, NPV
Rp.3.860.961 dan IRR 17,787%.

Keywords: cookies, tepung suweg, kuning telur

11

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cookies atau kue kering berasal dari kata koekie yang artinya small cake.
Bahan dan cara pembuatan cookies memang tidak jauh berbeda dengan cara
membuat cake. Meskipun begitu, di Indonesia sebutan cookies malah menjadi kue
kering karena rasanya yang memang renyah dan kering. Cookies adalah kue kering
yang mengandung sedikit lemak dan gula, yang juga diproduksi secara massal
dipabrik yang menggunakan peralatan khusus dan oven yang khusus pula.
Membuat cookies sekilas tampaknya amat mudah. Semua bahan dicampur lalu
dibentuk dan dioven. Pemahaman bahan dan karakternya akan membantu
menciptakan kue kering yang lezat. Teknik pembuatan cookies juga akan banyak
menolong saat menemukan kegagalan waktu membuat cookies. (Auliana, 2008)
Tepung terigu merupakan bahan dasar dari pembuatan cookies yang bahan
bakunya (gandum) masih diimport dari luar negeri, sehingga perlu dicari alternatif
substitusi tepung terigu. Substitusi tersebut tidak akan berpengaruh terhadap
cookies yang dihasilkan, sebab cookies tidak membutuhkan terigu berprotein tinggi.
Salah satu alternatif bahan substitusi yaitu tepung suweg.
Menurut Faridah (2005) keunggulan yang dimiliki tepung umbi suweg adalah
kandungan serat pangan yang cukup tinggi yaitu sebesar 13,71%. Penelitian lain
melaporkan bahwa kandungan serat kasar tepung suweg adalah yaitu 5,23% (bk)
atau 4,74% (bb) (Muchis, 2003). Hasil penelitian Gerpacio et all (1979) melaporkan
bahwa kandungan serat kasar tepung umbi suweg sebesar 6,39% (bb). Kandungan
serat kasar tepung umbi suweg lebih tinggi bila dibandingkan dengan jagung
sebesar 2,15% (Belitz dan Grosch, 1999) dan jenis umbi lainnya sekitar 0,5 – 1,5%
(Muchtadi dan Sugiono, 1992). Selain kandungan serat, tepung umbi suweg juga
mempunyai kadar protein 7,56% (b.k) lebih tinggi dari yang telah diteliti oleh
(Mukhis, 2003) yaitu 5,76% (bk) atau 5,22% (bb) sedangkan menurut Gerpacio et al
(1979) sebesar 5,68% (bb). Kandungan protein tepung umbi suweg cukup tinggi bila

12

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

dibandingkan dengan jenis umbi yang lainnya sekitar 0,8 – 2,2% seperti (umbi kayu,
umbi jalar, talas, gadung, garut, dan gembili) (Muchtadi dan Sugiono, 1992).

Tingginya kandungan serat pangan serta kadar protein tepung umbi
suweg merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh umbi tersebut.
Dari data penelitian tersebut maka tepung umbi suweg dapat diaplikasikan
dalam suatu produk, yaitu salah satunya dalam pembuatan cookies.
Penambahan tepung suweg dalam pembuatan cookies akan menyebabkan cookies
bertekstur keras, perlu penambahan kuning telur. Kuning telur berfungsi untuk
merenyahkan, karena adanya emulsifier berupa lesitin yang mempunyai peran dapat
menghasilkan cookies yang lebih renyah, dapat membantu menyebarkan lemak
keseluruh bagian adonan dan memperbaiki struktur
Pada pembuatan cookies ini menggunakan kuning telur, penggunaan kuning
telur akan menghasilkan cookies yang lebih renyah dari pada menggunakan seluruh
bagian

telur.

Kuning

telur pada

pembuatan

cookies

ini

berfungsi untuk

merenyahkan, karena adanya emulsifier berupa lesitin yang mempunyai peran dapat
menghasilkan cookies yang lebih renyah, dan dapat membantu menyebarkan lemak
keseluruh bagian adonan dan memperbaiki tekstur. Disamping itu kuning telur juga
menambah nilai gizi produk akhir karena mengandung protein dan lemak.
Pada penelitian yang sebelumnya telah didapatkan hasil perlakuan terbaik
dari tepung biji nangka dengan penambahan kuning telur 70 gr merupakan
perlakuan terbaik dengan kadar air 2,847%, kadar lemak 26,956%, kadar protein
11,410%, tekstur 0,048 mm/detik dan uji organoleptik rasa 4,41 ; warna 4,24 ;
tekstur 4,24 (Sylvia, 2008).

13

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung umbi suweg dan penambahan
kuning telur terhadap kualitas fisikokimia dan organoleptik cookies yang
dihasilkan.
2. Untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara substitusi tepung umbi
suweg dengan penambahan kuning telur untuk menghasilkan cookies
dengan kualitas terbaik dan disukai konsumen.

C. Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan nilai ekonomi umbi suweg (Amorphophallus campanulatus).
2. Untuk penganekaragaman pangan nasional.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang metode pembuatan
cookies dari tepung umbi suweg dengan kualitas yang baik dan disukai oleh
masyarakat.

14

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cookies
Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang dipanggang.
Cookies dibuat dari adonan lunak berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan
penampang potongannya bertekstur kurang padat. Di lndonesia, cookies merupakan
salah satu jenis makanan yang banyak disukai oleh sebagian besar masyarakat baik
anak-anak maupun orang dewasa. Sebagai makanan yang disukai masyarakat
diperlukan peningkatan nilai gizi cookies dan penganekaragaman produk cookies.
Bahan dan cara pembuatan kue kering memang tidak jauh berbeda dengan cara
membuat cake. Meskipun begitu, di Indonesia sebutan cookies malah menjadi kue
kering karena rasanya yang memang renyah dan kering. Kue kering tidak sama
dengan biscuit. Biscuit adalah kue kering yang mengandung sedikit lemak dan gula,
yang juga diproduksi secara massal dipabrik yang menggunakan peralatan khusus
dan oven yang khusus pula. Membuat kue kering sekilas tampaknya amat mudah.
Semua bahan dicampur lalu dibentuk dan dioven. Padahal prosesnya tak semudah
itu. Ada beberapa hal yang perlu diketahui dan lakukan agar kue kering tidak
sekadar jadi, tetapi enak rasanya. Pemahaman bahan dan karakternya akan
membantu menciptakan kue kering yang lezat. Teknik pembuatan kue juga akan
banyak menolong saat menemukan kegagalan waktu membuat kue kering. (Auliana,
2008)
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai Mutu dan Cara Uji
Biskuit (SNI 01-2973-1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari
tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lainnya, dengan proses
pencetakan dan pemanasan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, crackers,
cookies, dan wafer. Cookies adalah sejenis biskuit dari adonan lunak, berlemak
tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang
padat (Wijaya dan Aprianita, 1992).

15

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Tabel 1. Standar Mutu Cookies
No
Kriteria Uji
1 Bau, rasa, warna, dan tekstur
2 Air ( %b/b )
3 Lemak
4 Protein ( %b/b )
5 Abu ( %b/b )
6 Karbohidrat
7 Logam Berbahaya
8 Serat Kasar
9 Kalori kal/100gr
Sumber :SNI (1992)

Persyaratan
Normal, tidak tengik
Maksimum 5%
Minimum 9,5%
Minimum 9,5%
Maksimum 1,5%
Minimum 70%
Negatif
Maksimum 0,5%
Minimum 400

B. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil olahan dari gandum. Tepung terigu
digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan roti, biscuit/cookies, cake,
pastry, muffins, makaroni, spaghetti, waffles, makanan siap saji dan makanan bayi
dan beberapa kue-kue Indonesia. Tepung terigu selalu digunakan, tanpa terigu tidak
akan dapat membuat produk bakery dengan baik. Tepung terigu adalah salah satu
bahan yang mempengaruhi proses pembuatan adonan dan menentukan kualitas
akhir produk berbasis tepung terigu. Tepung terigu lunak cenderung membentuk
adonan yang lebih lembut dan lengket. Fungsi tepung sebagai struktur cookies.
Sebaiknya gunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Warna tepung ini sedikit
gelap, jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh
dan kering merata (Anonimous, 2011).
Tepung terigu memiliki kandungan protein unik yang membentuk suatu
massa lengket dan elastis ketika dibasahi air. Protein tersebut dikenal sebagai
gluten. Gluten merupakan campuran antara dua kelompok atau jenis protein
gandum, yaitu glutenin dan gliadin.
Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar dan gliadin memberikan sifat yang
lengket sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama proses
pengembangan adonan dan membentuk struktur remah produk (Farida.,dkk, 2008).

16

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

Tabel 2. Komposisi kimia tepung terigu tiap 100 gram
Komponen
Jumlah
Kalori(kal)
365
Protein (gr)
8,9
Lemak (gr)
1,3
Karbohidrat (gr)
77,3
Serat (gr)
2,61
Kalsium (mg)
16
Fosfor (mg)
106
Besi (mg)
1,2
Vitamin B (mg)
0.12
Air (mg)
12
Sumber : Azizah (2009)

C. Umbi Suweg
Suweg (Amorphophallus campanulatus) merupakan tanaman herbal yang
mulai bertunas di awal musim kemarau dan pada akhir tahun di musim kemarau
umbinya bisa dipanen (Kasno, dkk., 2009). Umbi suweg mengandung pati tinggi
yaitu 18,44% (Utomo dan Antarlina, 1997). Ukuran umbi suweg bisa mencapai
diameter lebar 40 cm. Bentuknya bundar agak pipih. Diameter tinggi umbi bisa
mencapai 30 cm. Seluruh permukaan kulit suweg penuh dengan bintil-bintil dan
tonjolan yang sebenarnya merupakan anak umbi dan tunas. Suweg dapat dilihat
dibawah ini :

Gambar 1. Suweg (Anonymous, 2011)

17

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

Kandungan karbohidrat umbi suweg cukup tinggi, antara 80 % dan 85 %.
Vitamin A dan Vitamin B. Dengan demikian jelas bisa diharapkan peranannya dalam
usaha penganekaragaman pangan pokok.
Umbi suweg mempunyai prospek untuk produk tepung umbi maupun tepung
pati. Sifat fisikokimia suweg mempunyai amilosa rendah (24,5%) dan amilopektin
tinggi (75,5%) (Wankhede dan Sajjan, 1981). Implikasi hasil penelitian untuk
menggali potensi sumber karbohidrat sebagai tepung komposit ataupun sebagai
bahan industri berpati (Richana dan Sunarti, 2009).
Tabel 3. Sifat fisiko-kimia tepung suweg
No
Parameter
Nilai
1 Densitas kamba
0,775 g/ml ± 0,02
2

Derajat putih

L : 60,60 ± 0,81

3

Kadar amilosa

28,98 % ± 0,88

4

Serat pangan

13,71 % ± 0,08

Serat pangan larut
Serat pangan tidak larut

8,44 % ± 0,13
5,27 % ± 0,20

Daya cerna pati secara in vitro

61,75 % ± 0,02

5

Sumber : Faridah (2005)

D. Komponen Serat
Trowell (1974), salah satu pakar nutrisi makanan manusia, mendefinisikan
serat makanan sebagai substansi tanaman yang tidak tercerna oleh enzim
pencernaan manusia, termasuk di dalamnya sellulosa, hemisellulosa, pectin dan
lignin serta polisakarida intrasellular seperti gum dan musilase. Di tahun 1977,
Southgate mengeluarkan sebuah definisi kimia yang baru tentang serat bahwa serat
makanan (dietary fibre) merupakan gabungan dari lignin dan polisakarida bukan pati
(Non starch polysaccharides, NSP) yang tidak terhidrolisa oleh sekresi endogen
pada saluran pencernaan manusia. Menurutnya, definisi ini merupakan sebuah
definisi fisiologi dan filosofi, dan ia merasa bahwa sangat penting untuk
menghasilkan sebuah definisi yang dapat diterjemahkan ke dalam suatu istilah
analisa murni.

18

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Secara umum, serat makanan tersusun dari komponen yang dapat larut
(soluble dietary fibre, SDF) dan komponen yang tidak dapat larut (insoluble dietary
fibre, IDF)). Serat makanan yang tidak dapat larut (IDF) merupakan komponen
terbesar (sekitar 70%) penyusun serat makanan dan sisanya (sekitar 30%) adalah
komponen yang serat makanan yang dapat larut (SDF). Komponen serat yang dapat
larut antara lain pectin, musilase, ß-glucan, galaktomannan gum dan hemisellulosa
(larut dalam alkali). Komponen ini menghasilkan viskositas (kekentalan), bulky dan
lubrikasi di dalam perut dan usus halus. Serat makanan yang dapat larut ini
merupakan serat yang paling lembut dan kental.Sedangkan komponen serat yang
tidak dapat larut misalnya sellulosa, hemisellulosa (tidak larut dalam air dingin, air
panas dan asam), chitin dan lignin. Komponen IDF ini menyebabkan terbentuknya
struktur seperti sponge dan komponen ini melewati tubuh tanpa termodifikasi. Kedua
komponen serat ini memiliki fungsi yang berbeda.
Komponen serat makanan yang dapat larut (SDF) banyak terdapat pada
buah-buahan, sayur-sayuran, dan beberepa sereal dan biji-bijian legume (seperti
gandum, oat, lentil, peas, kacang kedelai dan produk kacang kedelai). Buah-buahan,
kacang-kacangan dan sereal ini lebih banyak mengandung pectin. Perlakuan
terhadap makanan seperti memasak dapat menurunkan kadar serat makanan
karena pemanasan dapat menghancurkan beberapa jenis serat makanan. Kulit buah
dan sayuran banyak mengandung serat sehingga pengupasan kulit buah dan
sayuran perlu dihindari. Sedangkan serat makanan yang tidak dapat larut (IDF)
banyak kulit buah-buah, kacang-kacangan, biji-bijian dan sayuran tertentu seperti
bunga kol, dedak gandum, dedak jagung, dan dedak beras.

E. Proses Pembuatan Tepung Suweg
Proses pembuatan tepung suweg dilakukan dengan cara kering. Umbi suweg
dibersihkan, dikupas dan dicuci dengan air bersih, umbi diiris tipis-tipis dan
dikeringkan dengan cara dryer pada suhu 50oC selama 18 jam. Umbi suweg
diblender dan diayak sampai diperoleh ukuran tepung 80 mesh. Proses pengeringan

19

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

ini dihasilkan berupa kripik umbi suweg kemudian digiling untuk menghasilkan
tepung. (Faridah, 2005)
1. Pembersihan
Pembersihan disini dimaksudkan agar umbi suweg yang sebelumnya
diambil dari dalam tanah agar bersih dan terhindar dari sisa tanah yang
menempel pada kuli umbi yang selanjutnya akan dikupas.
2. Pengupasan dan pencucian
Pengupasan bertujuan antara lain untuk menghilangkan kulit yang
merupakan bagian yang terkontaminasi mikroba serta bagian–bagian dari
bahan yang tidak dikehendaki. Pencucian ditujukan untuk mengurangi atau
menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada buah yang dapat
menunjukkan adanya populasi mikroorganisme. Pencucian dilakukan dalam
air yang mengalir, sehingga airnya selalu baru dan bersih.
3. Pengirisan
Pengirisan dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk serta ukuran
yang diinginkan yang dimana dalam hal ini umbi suweg yang diiris agar
nantinya mendapatkan ukuran yang lebih kecil dengan tebal ± 3-4 mm agar
cepat mengering ketika dikeringkan.
4. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga
memperpanjang masa simpan produk dan menampung kelebihan hasil
selama panen.
5. Penggilingan
Tujuan penggilingan adalah membuat bahan menjadi ukuran tertentu
baik untuk keperluan konsumen ataupun untuk proses berikutnya.
6. Pengayakan
Pengayakan dilakukan untuk mendapatkan ukuran tepung yang
diinginkan agar dapat menghemat tempat penyimpanan bahan dan tahan
lama serta lebih praktis dalam penggunaannya.

20

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

F. Kuning Telur
Kuning telur adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier yang kuat paling
sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya
emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk yang
kompleks sebagai lipoprotein sebesar 21% (Winarno, 1997).
Kuning telur mengandung sejumlah besar lipid dan sebagian dari lipid itu
terdapat dalam bentuk terikat sebagai lipoprotein. Kuning telur pada pembuatan
cookies berfungsi sebagai pengempuk, karena adanya emulsifier yang mempunyai
peran dapat menghasilkan cookies yang empuk, renyah dan memperbaiki tekstur
(Manley, 1983).
Kuning telur terdiri dari lemak dan protein, sebagian besar protein kuning
telur adalah lesitin. Lesitin merupakan emulsifier yang memiliki kemampuan untuk
berikatan dengan air maupun lemak karena terdapat ikatan hidrofil dan hidrofob
(Winarno, 1997). Lesitin adalah suatu fosfolipid yang menjadi komponen utama
pada ekstrak kuning telur yang diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan
menggunakan heksana. Dalam aplikasinya, lesitin berada dalam kuning telur dan
paling sering digunakan sebagai agen emulsifier yang dapat mencampur minyak
dan air, seperti pada mayones. Hal tersebut dapat terjadi karena lesitin mempunyai
kepala yang bersifat hidrofilik dan ekor yang bersifat hidrofobik. Lesitin pada telur
didominasi oleh kandungan fosfatidil kolina yang tinggi, gliserolfosfolipid, rantai
panjang asam lemak tak jenuh, asam arakidonat, dan kandungan DHA yang tidak
terdapat pada sumber lesitin lainnya (seperti kacang-kacangan). Lesitin dianggap
sebagai surfaktan yang sangat mudah ditolelir dan non-toksik. Oleh Badan
Pengawasan Pangan & Obat AS (FDA), lesitin diberi status "aman". Lesitin
merupakan bagian integral membran sel, dan bisa sepenuhnya dicerna, sehingga
dapat dipastikan aman bagi manusia. Pengemulsi lain hanya bisa dikeluarkan
melalui ginjal. Lesitin pada kuning telur digunakan secara komersil untuk keperluan
pengemulsi atau pelumas, dari industri hingga bahan pengemas. Sebagai contoh,
lesitin dalam kuning telur merupakan pengemulsi yang menjaga adonan dan
margarin pada cookies tetap menyatu. (Anonymous, 2012)

21

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

G. Bahan Pembantu Pembuatan Cookies
1. Mentega putih (shortening)
Shortening dalam pembuatan cookies mempunyai peran untuk memperbaiki
tekstur cookies yang dihasilkan. Pemakaian shortening yang berlebihan akan
mengakibatkan kenampakan cookies menjadi berminyak dan mudah mengalami
ketengikan bila penyimpanan dan pengepakan yang dilakukan tidak baik. Selain itu
shortening memiliki sifat lebih stabil, membantu kue untuk mempertahankan
bentuknya saat dioven.
2. Gula
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan cookies.
Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur dan
penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai
pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan warna pada
permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya kadar gula di dalam
adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi semakin keras. Dengan
adanya gula,maka waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak hangus
karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses
pembentukan warna. Cookies sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung gula.
Jenis gula ini akan menghasilkan kue berpori-pori kecil dan halus.
Didalam pembuatan adonan cookies, gula berfungsi sebagai pemberi rasa,
dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue. Untuk
cookies, sebaiknya menggunakan gula halus karena mudah di campur dengan
bahan-bahan lain dan menghasilkan tekstur kue dengan pori-pori kecil dan halus.
Sebaliknya tekstur pori-pori yang besar dan kasar akan terbentuk jika menggunakan
gula pasir. Gunakan gula sesuai ketentuan resep, pemakaian gula yang berlebih
menjadikan kue cepat menjadi browning akibat dari reaksi karamelisasi. Dampak
yang lain kue akan melebar sewaktu di panggang.
3. Susu skim
Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan sering
digunakan

pada

pembuatan cookies. Skim

berfungsi memberikan

22

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

aroma,

23

memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu
skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika berkombinasi dengan protein
melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna
cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang.
4. Soda kue
Bahan kimia yang biasa ditambahkan dalam pembuatan cookies adalah
soda kue, atau natrium bikarbonat yang bila dipanaskan akan menghasilkan CO2,
sehingga akan menbantu pengembangan volume pada adonan.
Bahan pengembang yang banyak digunakan dalam pembuatan produk kering,
terutama biscuit adalah soda kue atau natrium bikarbonat (NaHCOɜ ).
5.

Kuning telur
Penggunaan kuning telur akan menghasilkan cookies manis dan lebih

empuk. Kuning telur merupakan sumber pengemulsi lemak yang membantu
mendistribusikan ke seluruh adonan, sehingga cookies yang dihasilkan akan empuk
dan renyah.

H. Proses Pembuatan Cookies
Dalam pembuatan cookies, mula-mula dilakukan proses creaming, yaitu
pencampuran bahan-bahan seperti gula, tepung, shortening, telur, dan soda kue.
Cookies yang dicetak, paling baik menggunakan cara pencampuran adonan seperti
ini, yaitu yang disebut creaming method. Metode ini baik untuk cookies karena
menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang
berlebihan, karena pembuatan cookies tidak memerlukan pengembangan yang
berlebihan seperti pada pembuatan roti.
Pada prinsipnya proses pembuatan cookies melalui tahapan dari persiapan
bahan, pencampuran, pencetakan bahan, pemanggangan, pendinginan, dan
pengemasan.
1. Persiapan bahan
Pada proses ini bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang dan
diukur volumenya berdasarkan formula adonan.

23

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

2. Pencampuran
Tujuan utama proses pencampuran yaitu mendapatkan adonan yang
homogen proses ini akan mempengaruhi keseragaman rasa, tekstur dan
juga warna kue.
Pengadukan dengan alat pengaduk elektrik seperti mixer akan
mempermudah dan mempercepat proses pengadukan.
3. Pencetakan adonan
Proses pencetakan bertujuan untuk memberikan bentuk adonan
sesuai dengan keinginan. Kekentalan adonan harus selalu diperhatikan.
Adonan yang terlalu encer atau kering akan menyulitkan proses pencetakan
yang menyebabkan bentuk kue menjadi tidak sempurna. Alat pencetak juga
harus selalu dipelihara kebersihannya dari sisa adonan yang dapat
menurunkan mutu produk karena kontaminasi.
4. Pemanggangan
Pemanggangan cookies pada umumnya menggunakan oven dengan
suhu berkisar 160oC-180oC selama 15 menit. Untuk menghasilkan hasil
pemanggangan yang sempurna, sebaiknya suhu oven dapat dinaikkan
secara bertahap.
5. Pendinginan
Setelah proses pematangan selesai, sebaiknya cookies didinginkan
terlebih dahulu sebelum dikemas. Pengemasan cookies dalam kondisi panas
akan menyebabkan terbentuknya uap air di dalam kemasan yang akan
mempengaruhi kualitas pada cookies.
Pendinginan cookies sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang kering
(tidak lembab) dan jauh dari yang berbau tajam. Lama pendinginan juga
harus diperhatikan. Setelah cukup dingin, sebaiknya cookies segera dikemas
atau disimpan dalam wadah yang tertutup. Cookies mudah menyerap udara
di sekitarnya sehingga jika terlalu lama dibiarkan dalam ruangan terbuka
maka tektur akan berubah.

24

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

6. Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari kerusakan
kimiawi, fisik dan biologis.

I. Mutu Cookies
Mutu cookies selain ditentukan oleh nilai gizinya ternyata juga ditentukan
oleh uji organoleptik pada cookies tersebut. Karakteristik produk akhir ditentukan
oleh susunan bahan-bahan dan proses yang digunakan. Perubahan bahan maupun
komposisi adonan kadang-kadang bisa menghasilkan produk pangan dengan mutu
yang lebih baik dengan modifikasi prosedur pengolahannya.
1. Kenampakan
Penilaian seseorang terhadap suatu produk makanan yang pertama
ditentukan dari kenampakan, tetapi setelah makanan tersebut dirasakan
maka flavour menjadi lebih penting daripada sifat yang lain. Suatu produk
yang mempunyai kenampakan menarik dapat menimbulkan selera pada
produk tersebut. Jadi pada dasarnya kesan yang diperoleh dari kenampakan
suatu produk sangat penting dan menentukan apakah suatu produk diterima
atau ditolak.
2. Cita rasa (flavour)
Atribut mutu yang termasuk dalam golongan flavour sebagian besar
merupakan penelitian konsumen dengan indra perasa atau pembau,
walaupun indra perasa atau pembau terhadap panas dan dingin juga
termasuk didalamnya. flavour didefinisikan sebagai rangsangan yang
ditimbulkan oleh bahan yang dimakan, terutama yang dirasakan indra
pengecap, pembau dan juga rangsangan lain seperti rasa pahit, rasa dingin
dan penerimaan derajat panas dimulut.
Konsumen tidak hanya mendapatkan kesenangan tetapi juga
keamanan dan kepuasan dari flavour pada makanan yang dikonsumsi. Pada
produk yang telah ada maupun pengembangan produk baru flavour
merupakan hal yang penting.

25

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

3. Tekstur
Tekstur dinilai berdasarkan bunyi yang ditimbulkan jika produk
dipatahkan. Hal ini karena pada makanan kering seperti biscuit, cookies,
timbul bunyi yang disebabkan adanya rongga antar sel kaku dan rapuh.
Apabila diberikan gaya dari luar, sel-sel akan patah dan menimbulkan
getaran udara pada rongga-rongga tersebut.selanjutnya getaran ini akan
menghasilkan bunyi yang renyah dan kenyaringannya tergantung pada
kekuatan sel.

J. Analisis Keputusan
Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan
yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah
poses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang diperlukan guna
membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut (Siagian, 1987).
Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur logis dan kuantitatif
yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan keputusan, tetapi
juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Tiomar, 1994).

K. Analisis Finansial
Analisis kelayakan adalah analisa yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek
layak atau tidak layak untuk proses tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek
tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak. Menurut
Susanto dan Saneto (1994), beberapa parameter yang sering digunakan dalam
analisa finansial antara lain : analisa nilai uang dengan metode Net Present Value
(NPV), Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return (IRR), Break Event
Point (BEP) dan Payback Periode.
1. Break Even Point (Titik Impas) (Susanto dan Saneto, 1994)
Suatu studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau taksiran
yang didasarkan atas angapan-anggapan yang tidak selalu bisa dipenuhi.
Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu
26

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini
menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya mempengaruhi besarnya keuntungan
Suatu analisis yang menunjukkan hubungan antara keuntungan, volume
produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Event Point (BEP). Break
Event Point adalah suatu keadan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan
besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil
penjualan. Jadi pada keadaan tersebut perusahaan tidak mendapat keuntungan
juga tidak mengalami kerugian.
Untuk memperoleh keuntungan maka usaha tersebut harus ditingkatkan dari
penerimaanya harus berada di atas titik tersebut. Penerimaan dari penjualan dapat
ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu menaikkan harga jual perunit, menaikkan volume
penjualan dan menaikkan harga jualnya.
Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam
penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai penjualan,
biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan volume produksi.
Perhitungan BEP dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
BEP =
Keterangan :
Po

: Produk pulang / pokok

FC

: Biaya tetap (th)

VC

: Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)

BEP : Titik Impas
Rumus – rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut :
a. Biaya Titik Impas
BEP (Rp) =

(

/

)

b. Presentase Titik Impas
BEP =

(

)

X 100%

27

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

28

c. Kapasitas Titik Impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk
mencari titik impas. Rumus kapasitas titik impas sebagai berikut :
Kapasitas titik impas = Prosentase titik impas x Kapasitas Produksi.
2. Net Present Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994)
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai investasi saat
sekarang dengan nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Suatu
proyek dapat dipilih bila NPV > 0. NPV dapat ditujukan dengan persamaan sebagai
berikut :
Bt − Ct
( 1 + I)¹

NPV = Σ

Keterangan :
Bt = Penerimaan pada tahun ke t
Ct = Pengeluaran pada tahun ke t
t = 1, 2,3,….,n
n = Umur ekonomis dari proyek
i = Tingkat bunga
3. Payback Periode ( Periode Pengembalian Modal ) (Susanto, 1994)
Payback periode perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa
prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback periode tersebut
harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek.
Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau
sedapat mungkin kurang dari 5 tahun
Kriteria ini memberikan bahwa proyek akan dipilih jika mempunyai waktu
payback periode yang paling cepat.
Nilai harapan ditujukan pada persamaan sebagai berikut :
Pay back periode =
Keterangan :
I

= Jumlah modal

Ab = Penerimaan bersih per tahun

28

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

4. Internal Rate of Return ( IRR ) (Susanto,1994)
Internal Rate of Return ( IRR ) merupakan nilai discount rate I dengan NPV di
proyek sama dengan nol. IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas
investasi dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang diwujudkan secara
otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya.
Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR
> dari suku bunga yang berlaku, sedangkan apabila IRR < dari suku bunga yang
berlaku maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
Rumus perhitungan IRR (Khane, 1978)
IRR = I ′ +

NVP ′
NPV" + NPV′

(I" + I′)

Keterangan :
NPV´ = NPV tahun yang akan datang
NPV´´ = NPV sekarang


= Tingkat suku bunga sekarang

I´´

= Tingkat suku bunga tahun yang akan datang

5. Gross Benefit Cost Ratio (Gros B/C) (Susanto, 1994)

Gross benefit cost ratio adalah merupakan perbandingan antara
penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah di present value
(dirupiahkan sekarang)


Gross B/ C = ∑

/(

)

/(

)

keterangan :
∑ Bt/ ( 1 + i) t : Pendapatan
∑ Ct/ ( 1 + i) t : Biaya produksi

L. Landasan Teori
Cookies merupakan produk yang mengandung lemak dan terbuat dari bahan
utama yaitu tepung, gula, telur, lemak, dan bahan pengembang. Proses pembuatan
cookies meliputi adonan (mixing), pencetakan atau pembentukan adonan (forming)
dan pemanggangan (baking). Selama pemanggangan, panas yang menyebabkan
perubahan kimia dan fisik dalam komponen sistem adonan yang menghasilkan
29

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

30

struktur yang stabil dengan sifat-sifat aroma, tekstur, cita rasa yang diinginkan
(Manley, 1983).
Tepung terigu merupakan bahan dasar dari pembuatan cookies yang bahan
bakunya (gandum), protein tepung gandum berpengaruh sangat nyata terhadap
sifat-sifat adonan. Pa