PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PADA KERJA LAPANGAN.

(1)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS

KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PADA

KERJA LAPANGAN

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Doktor Kependidikan

Dalam Bidang Pendidikan IPA

Oleh :

Rudy Hidana

0808310

SEKOLAH PASCASARJANAUNIVERSITAS

PENDIDIKAN INDONESIA2014


(2)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PADA KERJA LAPANGAN

Oleh

Rudy Hidana

Sebuah disertasi yang

diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratmemperolehgelarDoktorpadaProgram StudiPendidikanIPA

© Rudy Hidana 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

November 2014

HakCiptadilindungiundang-undang.

Skripsiinitidakbolehdiperbanyakseluruhnyaatausebagaian, dengandicetakulang, difoto kopi, ataucaralainnyatanpaijindaripenulis


(3)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DISETUJUI DAN DISYAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI

PromotorMerangkapKetua

Prof. Dr.Nuryani Y. Rustaman, M.Pd. NIP. 195012311979032029

KopromotorMerangkapSekretaris

Dr. INyoman P. Aryantha NIP. 196505221990011002

Anggota

Dr. Any Fitriani, M.Si. NIP. 196502021991032001

DiketahuiOleh

Ketua Program StudiPendidikan IPA

Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si NIP. 195807121983032002


(4)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pengembangan Asesmen Berbasis Kompetensi Untuk Membekali Analis Kesehatan Pada Dunia Kerja

Abstrak

Tujuan dan target dalam penelitian ini adalah menghasilkan perangkat penilaian berbasis kompetensi untuk meningkatkan kemampuan sesuai dengan kompetensi dasar di sekolah analis kesehatan pada mata kuliah bakteriologi klinis. Berdasarkan hal tersebut maka masalah yang akan diteliti “Bagaimanakah karakteristik dan efektivitas perangkat penilaian Bakteriologi Klinis berbasis kompetensi dapat membekali kemampuan mahasiswa analis kesehatan dalam bidang pekerjaannya?“. Penelitian ini menggunakan metode riset dan pengembangan serta pendekatan desain eksperimen. Pada studi pendahuluan dilakukan studi dokumen berkaitan dengan perolehan nilai ujian dalam praktikum bakteriologi klinis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut selanjutnya dirancang perangkat penilaian beserta instrumen yang diperlukan. Rancangan perangkat penilaian terdiri atas tiga aspek kompetensi, yakni pengetahuan, keterampilan dan sikap. Penelitian ini melibatkan 114 mahasiswa Analis Kesehatan Bakti Tunas Husada semester genap tahun akademik 2012/2013, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu 1 kelas kontrol dengan asesmen secara tradisional, dan 2 kelas eksperimen dengan asesmen berbasis kompetensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Asesmen Kompetensi menggunakan standar kompetensi model RMCS sangat signifikan efektif dan dapat meningkatkan penguasaan materi bakteriologi klinis dasar. Oleh karena itu diajukan saran sebagai berikut; Pertama, untuk keberlanjutan asesmen kompetensi menggunakan standar kompetensi model RMCS ini bagi dosen STIKes Bakti Tunas Husada, Program Studi Analis Kesehatan, hendaknya menggunakan asesmen kompetensi dengan standar model RMCS yang telah dikembangkan. Kedua, Untuk mengembangkan kemampuan melakukan tugas pertugas, kemampuan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaan, kemampuan yang tanggap terhadap adanya kelainan dan kerusakan pada rutinitas kerja, serta kemampuan menghadapi tanggung jawab dan harapan lingkungan kerja dosen perlu membiasakan mahasiswa untuk melakukan kegiatan penilaian mandiri dengan mempelajari dan menilai kemampuan yang dimiliki secara objektif serta menentukan apakah sudah kompeten atau belum kompeten.


(5)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Development of Competency-Based Assessment To Provide Health Analyst Job In the World

Abstract

Objectives and targets in this research is to produce a competency-based assessment tools to improve the ability in accordance with the basic competencies in school health analyst in the course of clinical bacteriology. Under these conditions, the problem to be investigated, "How are the characteristics and effectiveness of the competency-based assessment of Clinical Bacteriology can equip health analysts student's ability in the field of work?". This study uses research and development and experimental design approach. In preliminary studies conducted study documents relating to the acquisition value of the test in clinical bacteriology lab. Based on the results of preliminary studies were then designed assessment tools along with the necessary instruments. The design of the device consists of three aspects of the assessment of competence, ie, knowledge, skills and attitudes. The study involved 114 students Bakti Tunas Husada Health Analyst second semester of the academic year 2012/2013, divided into 3 groups: 1 class control with traditional assessment, and 2 class experiment with competency-based assessment. The results showed that using the Competency Assessment standards RMCS models are very effective and can significantly improve the mastery of basic clinical bacteriology. Therefore submitted suggestions as follows; First, for the sustainability assessment of competence using competency standard model of this RMCS STIKes Bakti Tunas Husada lecturer, Department of Health Analyst, should use competency assessment standards RMCS models that have been developed. Second, to develop the ability to perform tasks to tasks, the ability to manage several different tasks in the job, ability-responsive abnormalities and damage to the routine of work, and the ability to face the responsibilities and expectations of the work environment needs to familiarize the student faculty to conduct an independent assessment by studying and assess capabilities objectively and determine whether competent or not yet competent.


(6)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... iv

UCAPAN TERIMA KASIH... v

ABSTRAKS... vii

ABSTRACT... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 12

C. Pembatasan Masalah... 13

D. Tujuan... 14

E. Manfaat Penelitian... 14

F. Implikasi... 15

G. Penjelasan Istilah... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 21

A. Asesmen... 21

B. Asesmen Alternatif... 26

1. Asesmen Otentik... 27

2. Asesmen Informal... 29

3. Asesmen Unjuk Kerja... 30

4. Asesmen Portofolio... 34

C. Hubungan antara Asesmen Alternatif Dengan Asesmen Tradisional... 38

D. Asesmen Tradisional... 38

E. Kompetensi... 39

F. Asesmen Berbasis Kompetensi... 42


(7)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

H. Kurikulum... 47

I. Sekolah dan Praktek Kerja Lapangan... 50

J. Program Pendidikan Bakteriologi Klinis bagi Analis Kesehatan... 51

K. Pembelajaran Bakteriologi Klinis Berbasis Kompetensi... 52

L. Asesmen dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi... 54

M. Pemilihan Materi Bakteriologi Klinis... 54

N. Penelitian Lain yang Relevan... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 58

A. Paradigma Penelitian... 58

B. Disain & Metode Penelitian... 62

1. Persiapan (Studi Pendahuluan)... 62

2. Tahap Perencanaan dan Pengembangan... 63

a. Merancang Strategi Asesmen... 63

b. Instrumen Penelitian... 65

3. Uji Coba Penelitian... 71

a. Uji Coba Terbatas... 71

b. Uji Coba Luas... 72

4. Implementasi Penelitian... 72

a. Lokasi Penelitian... 74

b. Subyek Penelitian... 74

c. Teknik Pengumpulan Data... 74

1) Tes Penguasaan Konsep... 74

2) Tanggapan Mahasiswa... 77

3) Kinerja Mahasiswa... 77

d. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data... 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 79

A. Pengembangan Asesmen Berbasis Kompetensi.. 79

1. Studi Pendahuluan... 79

2. Uji Coba Penelitian... 80

a. Uji Coba Terbatas... 80

b. Uji Coba Luas... 93

3. Implementasi Penelitian... 99

a. Strategi Asesmen... 99

b. Standar Kompetensi Model RMCS... 100

c. Hasil Implementasi Asesmen... 101

B. Penguasaan Konsep... 122

1. Kisi-kisi Soal Test Penguasaan Konsep... 122

C. Hasil Angket... 123


(8)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Karakteristik asesmen Bakteriologi Klinik

Dasar berbasis kompetensi dapat membekali mahasiswa analis kesehatan untuk

kemampuan dalam dunia kerjanya... 127

2. Asesmen Bakteriologi Klinis Dasar berbasis Kompetensi efektif dalam membekali Kompetensi dasar... 129

3. Asesmen menggunakan standar kompetensi Model RMCS dapat meningkatkan Penguasaan konsep mahasiswa... 136

4. Keunggulan dan kelemahan dari asesmen Yang dikembangkan... 142

5. Faktor pendukung dan penghambat Keberhasilan implementasi asesmen Bakteriologi Klinis berbasis kompetensi... 145

6. Keterbatasan Penelitian... 145

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 148

A. Kesimpulan... 148

B. Implikasi Penelitian... 150

C. Saran... 150

DAFTAR PUSTAKA... 152


(9)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Untuk mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, bangsa Indonesia dewasa ini giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Keberhasilan pembangunan akan meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi masyarakat untuk hidup sehat dan mendapat pelayanan kesehatan yang makin baik.

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis besar Haluan Negara 1999-2004 menetapkan bahwa kebijakan pembangunan kesehatan antara lain adalah meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat dan meningkatkan serta memelihara mutu lembaga pelayanan non kesehatan melalui pemberdayaan sumberdaya manusia secara berkelanjutan.

Pelayanan laboratorium kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Laboratorium kesehatan sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan, diharapkan dapat memberikan informasi yang teliti dan akurat tentang aspek laboratorium terhadap spesimen yang diuji. Masyarakat menghendaki mutu hasil pengujian laboratorium untuk terus ditingkatkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan penyakit. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang semakin meningkat, baik jumlah maupun mutunya, maka peranan laboratorium kesehatan baik dalam bentuk rujukan kesehatan maupun bentuk lainnya perlu dikembangkan dan ditingkatkan.

Dalam era pasar bebas, tuntutan standarisasi mutu pelayanan laboratorium tidak dapat dielakkan lagi. Peraturan perundang undangan sudah mulai diarahkan pada kesiapan seluruh profesi kesehatan dalam menyongsong hal tersebut. Analis


(10)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kesehatan Indonesia harus bersaing dengan ahli-ahli teknologi laboratorium dari Negara lain yang lebih maju.

Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat dengan peralatan yang canggih khususnya di bidang laboratorium kesehatan memerlukan pengelolaan atau manajemen dan penanganan operasional yang memadai. Untuk itu seyogianya perlu disediakan tenaga yang memiliki dasar ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dalam usaha meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan kompetensi tenaga analis, maka kurikulum pendidikan Diploma III Analis kesehatan yang disusun tahun 2003 perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga dapat dihasilkan lulusan yang professional dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat.

Diberlakukannya AFTA tahun 2002, membawa dampak terhadap dunia kerja Indonesia. Tenaga kerja merupakan aset nasional serta elemen utama bagi pertumbuhan ekonomi, tapi sampai saat ini masih banyak tenaga kerja Indonesia yang belum menempati posisi kerja yang tepat. Salah satu faktor penyebab rendahnya bargaining position atau posisi tawar bagi tenaga kerja Indonesia adalah rendahnya kualitas kinerja. Perbaikan terhadap hal tersebut perlu diupayakan melalui pendidikan yang diprogram dengan baik dan benar. Perbaikan terhadap kualitas tenaga kerja merupakan salah satu upaya strategis untuk menjamin keberhasilan program pembangunan secara nasional. Salah satu upaya memperbaiki kualitas tenaga kerja adalah dengan disusunnya standar kompetensi kerja, dan menjadikan standar kompetensi tersebut sebagai acuan bagi pengembangan kurikulum di dunia pendidikan. Walaupun belum semua profesi memiliki standar kompetensi tetapi pengembangan standar kompetensi di Indonesia belakangan sudah mulai menunjukkan trend yang positif.

Hasil survey di lapangan mengenai kinerja lulusan analis kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dalam melakukan pekerjaan adalah rata-rata lama bekerja di instansi negeri maupun swasta 3-4 tahun, integritas moral dan etika lulusan baik, profesionalisme lulusan analis cukup baik, kemampuan lulusan dalam komunikasi di lingkungan kerja baik, kemampuan berbahasa ingris


(11)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

di lingkungan kerja masih kurang, penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi cukup, kemampuan bekerja sama secara tim cukup baik, kemampuan lulusan dalam upaya pengembangan diri cukup baik.

Banyak sekali orang tidak mengerti mengenai analis kesehatan. Definisi analis kesehatan atau pranata laboratorium ialah petugas yang bekerja di laboratorium untuk melakukan pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosa dokter demi membantu seseorang mencapai keadaan jasmani, dan jiwa yang sejahtera. Diagnosa seorang dokter sangat dipengaruhi oleh sampel yang diteliti oleh pranata laboratorium atau analis kesehatan. Jika terjadi kesalahan dalam meneliti sampel maka yang patut disalahkan adalah analis kesehatan yang tidak terampil dan bertanggungjawab atas sampel tersebut.

Diagnosa mencakup identifikasi mengenai sesuatu. Diagnosis digunakan dalam medis, ilmu pengetahuan, teknik, dan bisnis. Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti; dipandang sebagai suatu pendugaan terhadap populasi, namun bukan populasi itu sendiri. Dalam hal ini sudah sepatutnya seorang analis bekerja sama dengan dokter dalam membantu mendiagnosa suatu penyakit. Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa analis kesehatan adalah contoh dari salah satu profesi yang sangat menunjang dalam dunia kedokteran. Berdasarkan hal tersebut seperti yang diketahui jurusan analis kesehatan masih sangat langka di Indonesia. Peluang kerja yang menjanjikan bagi lulusannya membuat jurusan ini banyak dicari, karena lulusan program studi analis kesehatan makin dibutuhkan.

Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan merupakan satu dari sekitar 20 jenis pendidikan bertipe vokasional yang dikembangkan Departemen Kesehatan. Mengacu pada Kurikulum Diploma III Analis Kesehatan tahun 2002, Pendidikan Program Diploma III Analis Kesehatan berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat secara umum yang di dalamnya terkait dengan pelayanan medis. Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan ini harus dapat menjawab tuntutan pelayanan kesehatan dan dapat mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang laboratorium kesehatan, sesuai dengan kebutuhan serta prioritas


(12)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembangunan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna termasuk teknologi yang menunjang usaha peningkatan pelayanan kesehatan. Lulusan Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan yang terampil, dikembangkan berdasarkan falsafah dalam kerangka konsep yang kokoh dengan dasar pendidikan lulusan Sekolah Menengah Umum (Departemen Pendidikan Nasional, 2003)

Profesi ini berperan menegakkan diagnosa klinis melalui pemeriksaan laboratorium. Bahkan bisa menggeser peran seorang dokter. Untuk memastikan jenis penyakit, sampel darah pasien diperiksa di labaratorium. Hal laboratorium, selalu tertuju pada sebuah profesi analis kesehatan. Sebagai operator laboratarium, analis kesehatan menjadi ujung tombak untuk mendiagnosa beragam penyakit. Dahulu dokter dianggap sebagai satu-satunya tenaga medis yang berwenang menentukan derajat kesehatan pasien. Seiring dengan perkembangan ilmu kesehatan, makin terbuka rahasia hubungan derajat kesehatan dan komposisi kimia dalam tubuh manusia. Uji klinis seperti sampel darah, urine dan kandungan lain dalam tubuh sangat penting, untuk memastikan jenis serta stadium penyakit yang diderita pasien. Oleh karenanya muncul klaim bahwa peluang kerja analis kesehatan di masa sekarang dan mendatang makin cerah. Mereka bisa bekerja di instansi pemerintah, rumah sakit swasta, laboratorium swasta, maupun ‘marketing diagnostic’.

Keberadaan tenaga analis kesehatan yang profesional makin dibutuhkan masyarakat. Analis kesehatan makin laku, hal tersebut merujuk pada dua faktor. Pertama, munculnya paradigma kesetaraan di antara tenaga medis. Kesan masa lalu perawat, analis, serta tenaga medis lainnya hanya sekadar pembantu dokter. Saat ini muncul paradigma baru bahwa setiap tenaga medis merupakan sejawat yang saling membutuhkan. Alasan kedua, masyarakat makin menyadari pentingnya tenaga analis dan laboratorium kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan setiap Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) harus memiliki sekurangnya satu tenaga analis kesehatan.

Meski pangsa pasar besar, sampai sejauh ini populasi Program Studi (prodi) Analis Kesehatan relatif kecil. Fenonema ini juga terjadi dalam skala yang lebih luas, yaitu nasional. Sampai kini baru terdapat 20 Prodi Analis Kesehatan di


(13)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seluruh Indonesia. Populasi Prodi lain pada bidang ilmu yang sama, seperti Analis Farmasi dan Analis Kimia, juga relatif kecil. Bahkan Prodi Refraksi Optisi baru dimiliki lima Perguruan Tinggi di Indonesia. Pada saat yang sama, kesadaran masyarakat untuk meningkatkan taraf kesehatan dan kualitas hidup juga meningkat. Salah satu bukti ditandai dengan peningkatan jumlah klinik atau laboratorium kesehatan, disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kondisi kesehatannya.

Program Studi Analis Kesehatan sebagai salah satu unit pelaksana teknis dibidang pendidikan kesehatan, diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang kompeten dan dapat membantu memecahkan masalah kesehatan di masyarakat dengan pendekatan ilmiah. Pemikiran dasar jenjang pendidikan ini adalah pelayanan kesehatan di bidang laboratorium. Peningkatan jumlah tenaga yang berpendidikan profesi diharapkan dapat memberikan informasi yang teliti dan akurat tentang aspek laboratorium terhadap spesimen/sampel yang di uji. Maka Program Studi Diploma III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya melakukan pengembangan kurikulum Nasional Program Studi Diploma III Analis Kesehatan Tahun 2003 kearah Kurikulum berbasis Kompetensi yang mempunyai tujuan untuk mencapai lulusan yang memenuhi standar kualifikasi profesi.

Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan dalam menyelenggarakan pendidikan berpedoman pada Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan profesi dan penyusunannya mengacu pada kompetensi inti Analis Kesehatan Indonesia. Kompetensi inti Analis Kesehatan Indonesia tersebut terbagi menjadi 5 kelompok kompetensi yang disesuaikan dengan kelompok mata kuliah yang diatur dalam Surat Keputusan Mendiknas 232/U/2000. Berdasarkan kompetensi tersebut maka diharapkan lulusan Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan dan sikap serta perilaku sebagai analis kesehatan professional. Proses ujian di Program Studi Diploma III Analis Kesehatan Stikes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dilakukan secara teori maupun praktek, baik praktek di laboratorium maupun praktek lapangan. Ujian Praktikum


(14)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(laboratorium) adalah strategi evaluasi atau bentuk evaluasi yang digunakan untuk menguji secara bersama-sama kemampuan psikomotorik (keterampilan), kognitif (pengetahuan), dan afektif (sikap) yang menggunakan sarana laboratorium. Untuk pelaksanaan ujian praktikum (laboratorium) analis kesehatan ini selain dosen, membutuhkan keterlibatan petugas laboran dan pengelola Prodi Diploma III Analis Kesehatan Stikes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya seperti yang diatur dalam Kurikulum Nasional Pendidikan Diploma III.

Dari studi pendahuluan di Prodi Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada tidak didapatkan panduan ujian praktikum untuk mata kuliah Bakteriologi Klinis Dasar, hasil ini menunjukkan dosen belum menyusun panduan untuk ujian praktikum, sehingga ketika pelaksanaan ujian praktikum berdasarkan kesepakatan antara dosen dengan mahasiswa. Perencanaan yang dibuat pada ujian praktikum (laboratorium) tidak sistematis. Perencanaan ujian belum mengambarkan tujuan, sistem pelaksanaan, metode dan jadwal yang jelas. Perencanaan ujian hanya berfokus pada persiapan yang harus dikuasi oleh mahasiswa. Hal ini berakibat dengan tidak adanya perencanaan yang jelas maka pelaksanaan ujian tidak jelas arahnya. Perencanaan ujian seharusnya sudah dibuat dengan baik, karena perencanaan merupakan pijakan awal melakukan suatu kegiatan. Dalam perencanaan ujian harus sudah dibuat tujuan, alur pelaksanaan yang harus diikuti oleh mahasiswa, bagi mahasiswa yang mengikuti ujian dan bagi mahasiswa yang harus mengulang. Jadwal ujian juga harus dipersiapkan agar jelas kapan dan berapa lama mahasiswa akan melakukan ujian praktikum (laboratorium) untuk mata kuliah Bakteriologi Klinis Dasar. Berdasarkan hasil studi tersebut menunjukkan pelaksanaan ujian praktikum (laboratorium) belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh dosen penguji, sedangkan ujian praktikum (laboratorium) merupakan metode ujian yang aktif dan aplikatif dan dinilai efektif untuk menghasilkan lulusan dengan keahlian spesifik di antaranya adalah untuk mahasiswa Analis Kesehatan. Salah satu kelebihan ujian praktikum (laboratorium) adalah mahasiswa dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama sampai benar-benar lulus, sebelum mahasiswa menghadapi pekerjaan yang sebenarnya.


(15)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Evaluasi yang dilakukan dalam ujian praktikum berpedoman dengan checklist, patokan untuk menentukan lulus/kompeten apabila tiap langkah dalam prosedur mencapai skor 3, akan tetapi dalam pelaksanaan terhadap mahasiswa yang belum kompeten tidak dilakukan remidial oleh dosen penguji. Dosen hanya memberi kesempatan pada mahasiswa untuk mengulang secara mandiri tanpa didampingi oleh dosen. Penilaian dilakukan secara individu dengan menggunakan checklist. Ditambah jam ujian praktikum untuk mahasiswa dengan melakukan ujian secara mandiri.

Hasil studi dokumentasi tidak ada nilai paktikum untuk mata kuliah Bakteriologi Klinis Dasar, sehingga evaluasi yang sudah dituliskan pada silabus yaitu proses pembelajaran praktikum 60% tidak dapat dijabarkan secara rinci untuk masing-masing kompetensi yang akan dicapai pada mata kuliah Bakteriologi Klinis. Cara penilaian untuk menentukan apakah mahasiswa sudah kompeten atau belum hanya dengan menggunakan checklist, dan tidak dilakukan umpan balik setelah melakukan praktikum. Asesmen sebagai proses sirkuler tidak hanya berfungsi untuk mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa tetapi juga berfungsi untuk senantiasa meningkatkan mutu asesmen. Khususnya untuk ujian praktikum (laboratorium) evaluasi dilakukan secara periodik dan berkelanjutan dan untuk selanjutnya melakukan tindak lanjut yang berupa program perbaikan atau remidial bagi mahasiswa yang belum kompeten. Persiapan alat-alat untuk ujian praktikum dilakukan oleh tenaga laboran bersama-sama dengan mahasiswa, dosen tidak ikut serta menyediakan alat karena dosen akan datang jika alat-alat yang diperlukan sudah dipersiapkan terlebih dahulu.

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hal-hal berikut; Pertama, pelayanan petugas laboratorium sudah cukup tanggap dalam mempersiapkan tempat dan alat untuk kegiatan ujian praktikum, akan tetapi jika mahasiswa mengalami kesulitan tidak cepat tanggap. Kedua, pengelola prodi sudah merespon dengan segera keluhan-keluhan yang disampaikan oleh mahasiswa. Ketiga, dosen tidak segera menjelaskan bila ada mahasiswa yang bertanya. Untuk petugas laboratorium 1) menyiapkan tempat dan alat dengan segera pada waktu ada ujian praktikum, akan tetapi jika ada kesulitan tidak cepat tanggap mengatasinya, 2)


(16)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengelola prodi cepat memberi tanggapan bila ada kesulitan/keluhan mahasiswa, 3) ada dosen yang tidak menjelaskan dengan segera bila ada pertanyaan dari mahasiswa, akan tetapi ada dosen yang langsung menjelaskan.

Hasil observasi tentang daya tanggap yang dilakukan oleh peneliti diperoleh petugas laboratorium membantu mahasiswa dalam mempersiapkan alat-alat untuk ujian praktikum, bila ada kesulitan petugas membantu mahasiswa, akan tetapi bila di luar jam kerja tidak ada petugas laboratorium yang berlatar belakang pendidikan analis. Apabila ada kekurangan bahan, alat yang diperlukan akan diusulkan kepada pengelola, akan tetapi kadang-kadang tidak dapat langsung tersedia. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan temuan sebagai berikut; Pertama, petugas sudah datang tepat waktu, akan tetapi tidak selalu bertugas setiap ada jadwal ujian praktikum terutama bila ujian praktikum dilaksanakan diluar jam kerja. Kedua, pelaksanaan ujian praktikum belum dijadwal dan belum ditata, sehingga mahasiswa tidak dapat mempersiapkan diri ketika ujian praktikum, karena jadwal terlalu mendadak. Ketiga, dosen melakukan ujian praktikum tidak sesuai dengan jadwal, sehingga kadang-kadang mahasiswa tidak siap.

Hasil observasi terhadap wujud ruang laboratorium di prodi diploma III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya didapatkan: Peralatan yang digunakan pada proses ujian adalah satu set alat ujian praktikum bakteriologi klinis diatas meja alat, mikroskop untuk pengamatan. Ruang laboratorium cukup luas dengan terbagi beberapa ruangan, sirkulasi udara cukup, penerangan bila siang hari cukup, akan tetapi jika ujian praktikum dilaksanakan pada sore hari kurang terang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil penelitian tentang faktor yang mendukung dalam proses ujian praktikum (laboratorium) sebagai berikut: Faktor-faktor yang dapat mendukung proses ujian praktikum (laboratorium) adalah : a) sudah adanya cheklist , b) metode yang digunakan uji tulis dan keterampilan, sehingga mahasiswa akan lebih mudah dengan prosedur yang digunakan, c) dalam evaluasi menggunakan PAP berdasarkan panduan (cheklist), sehingga mahasiswa akan memiliki minimal kemampuan yang sama, d)


(17)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tata letak laboratorium yang sudah memadai, e) sarana prasarana yang menunjang ujian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator laboratorium, faktor pendukung dalam ujian di laboratorium dari segi sarana dan prasarana adalah penataan ruangan sudah sesuai dengan jenis keterampilan, yang mana pengaturan ruangan laboratorium sudah sesuai dengan keadaan dilahan praktek/laboratorium dan untuk pemenuhan kebutuhan alat disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kompetensi. Alat yang tersedia di laboratorium masih layak untuk digunakan dan dalam keadaan baik. Sudah hampir memadai, untuk penataan ruangan, lingkungan dan suasana laboratorium sudah nyaman, karena ruang laboratorium sudah ditata seperti di tempat kerja sesungguhnya.

Dari studi dokumentasi ditemukan bahwa di Program Studi Diploma III Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya telah memiliki Kurikulum Berbasis Kompetensi, dimana untuk mengetahui pencapaian kompetensi dilakukan uji kompetensi setelah proses pembelajaran selesai. Berdasarkan paparan data yang berkaitan dengan faktor pendukung dalam ujian praktikum (Laboratorium) di Progam Studi DIII Analis Kesehatan dapat diambil kesimpulan sementara sebagai berikut: a) Lokasi strategis di Kota Tasikmalaya. b) Ruang ujian Praktikum (laboratorium) yang disediakan cukup memadai dimana ditata menjadi laboratorium klinik. c) Media untuk ujian di ruang laboratorium yang cukup lengkap. d) Adanya tenaga khusus yang mengelola laboratorium, sehingga mahasiswa dapat menggunakan ruang laboratorium setiap saat. e) Lingkungan laboratorium yang asri dan nyaman. f) Memiliki dosen pembimbing praktikum dengan latar belakang pendidikan S2 Mikrobiologi sebanyak 2 dosen.

Faktor penghambat dalam pelaksanaan ujian praktikum (Laboratorium) di Program Studi DIII Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dapat dipaparkan sebagai berikut: menurut keterangan Dosen Pembimbing Praktikum, belum tersedia LCD di ruang ujian praktikum untuk menjelaskan proses ujian yang akan dilakukan sebab jarak antara ujian teori dengan ujian praktikum (laboratorium) berjauhan, serta jumlah peralatan untuk keterampilan Bakteriologi Klinis Dasar yang belum mencukupi. Hambatan lain yang dirasakan


(18)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

oleh dosen pembimbing lainnya adalah belum adanya pedoman ujian praktikum, belum adanya pretest serta jumlah peralatan yang belum mencukupi.

Berdasarkan temuan-temuan yang berkaitan dengan faktor penghambat dalam pelaksanaan ujian praktikum di Progam Studi DIII Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dapat diambil kesimpulan sementara sebagai berikut: a) Tidak adanya panduan ujian Praktikum. b) Tidak adanya alat ukur unjuk kerja dalam pencapaian kompetensi. c) Alat-alat ujian praktikum tidak sesuai antara jumlah alat dengan jumlah mahasiswa. d) Tidak sesuai rasio dosen pembimbing dengan jumlah mahasiswa. e) Sarana/media ujian praktikum yang kurang memadai. f) Tidak dilaksanakannya pretes maupun post pada jenis kompetensi yang akan dilakukan ujian. g) Belum dilakukannya persamaan persepsi bagi dosen penguji. h) Dokumen nilai ujian praktikum mahasiswa yang belum dapat didokumentasikan secara optimal untuk setiap dosen penguji.

Untuk menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) yang bermutu sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja atau dunia usaha dan industri di era globalisasi ini, diperlukan hubungan timbal balik antara dunia usaha/industri dengan lembaga pendidikan dan pelatihan baik pendidikan formal, informal maupun yang dikelola oleh industri itu sendiri. Salah satu bentuk hubungan timbal balik tersebut adalah pihak dunia usaha/industri perlu merumuskan standar kebutuhan kualifikasi SDM yang diinginkan, untuk menjamin kesinambungan usaha atau industri tersebut. Sedangkan lembaga pendidikan dan pelatihan akan menggunakan standar tersebut sebagai acuan dalam mengembangkan program dan kurikulum, dan pihak stake holder akan menggunakannya sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan dalam pengembangan SDM secara makro (Depdiknas, 2003).

Penyiapan Standar kebutuhan kualifikasi SDM tersebut diwujudkan ke dalam Standar Kompetensi Bidang Keahlian yang merupakan refleksi atas kompetensi yang diharapkan dimiliki orang-orang atau seseorang yang akan bekerja di bidang tersebut. Di samping itu standar tersebut harus memiliki ekivalensi dan kesetaraan dengan standar-standar relevan yang berlaku pada sektor industri di negara lain yang bahkan berlaku secara internasional sebagai


(19)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

acuan (bench marking). Sejalan dengan pemikiran di atas Departemen Pendidikan Nasional merumuskan Standar Kompetensi Bidang Keahlian yang telah dimulai sejak tahun 1995. Pada tahun 2003 Depdiknas menyusun 30 Standar Kompetensi Bidang Keahlian, yang salah satu di antaranya adalah Standar Kompetensi Bidang Keahlian Analis Kesehatan.

Dalam proses belajar mengajar, penilaian tidak hanya melihat pada aspek hasil belajar, karena ini belumlah cukup untuk menilai keberhasilan proses pembelajaran, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah penilaian proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar mahasiswa diperoleh di sepanjang proses pembelajaran. Oleh karena itu penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode melainkan dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian kegiatan penilaian meliputi aktivitas proses (Wenzel, 2007).

Dalam pembelajaran bakteriologi klinis, seorang dosen diharapkan dapat melakukan penilaian proses dan hasil pembelajaran secara komprehensip dan benar. Komprehensip artinya penilaian yang dilakukan mencakup berbagai aspek kompetensi belajar sesuai dengan konteksnya baik dalam penilaian proses maupun hasil. Benar artinya penilaian yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip penilaian yang objektif, valid, reliabel, demokratis dan berkeadilan.

Penilaian pembelajaran Bakteriologi Klinis Dasar dewasa ini lebih ditekankan pada pemahaman dan penalaran ilmiah. Tes tradisional (paper and pencil test) yang hanya menilai pengetahuan ilmiah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kurikulum (Mokhtari at al. 1996). Suatu penilaian alternatif diperlukan untuk menilai kemampuan (ability) dalam real life situations.

Penilaian hasil belajar Bakteriologi Klinis dasar harus mencakup berbagai aspek kemampuan peserta didik. Oleh karena itu, setiap indikator yang merupakan kompetensi dasar spesifik yang dapat dijabarkan lebih lanjut ke dalam instrumen penilaian, harus dikembangkan menjadi tiga instrumen penilaian yang meliputi aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Informasi aspek kognitif dan psikomotor diperoleh dari sistem penilaian yang digunakan untuk mata kuliah yang sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Informasi aspek afektif diperoleh melalui kuesioner, inventori, dan observasi yang sistematik. Dengan demikian prosedur


(20)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengukuran hasil belajar Bakteriologi Klinis dasar dapat dilakukan dengan prosedur tertulis, prosedur lisan, dan prosedur observasi.

Dalam konteks penilaian, kendala utama yang dialami dosen adalah ketidakpahaman mengenai apa dan bagaimana melakukan penilaian berbasis kompetensi. Karena ketidak pahaman ini mereka kembali kepada pola asesmen lama dengan tes-tes dan ujian-ujian yang cognitive-based. Bentuk-bentuk penilaian yang harus digunakan oleh dosen seperti portofolio, performance test, observasi, dan laporan tertulis belum dapat diterapkan dosen secara baik.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan terhadap pelaksanaan kurikulum Analis Kesehatan saat ini, kendala yang dihadapi bagi sebagian besar dosen dalam implementasi kurikulum 2003 adalah terletak pada aspek penilaian. Aspek penilaian menjadi masalah disamping karena kurangnya berbagai literatur mengenai pengembangan asesmen yang berbasis kompetensi. Hal inilah yang menjadi penyebab minimnya pemahaman dosen mengenai sistem penilaian berbasis kompetensi yang akhirnya berakibat pada kembali digunakannya pola penilaian tradisional yang memang sudah menjadi budaya.

Meskipun minat akan penilaian berbasis kompetensi berkembang pesat, sedikit uraian sistem penilaian yang dilaporkan dirancang untuk suatu kurikulum berbasis kompetensi. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan secara detil disain suatu penilaian holistik, berbasis kompetensi yang secara penuh terintegrasi dengan kurikulum untuk membantu perkembangan lingkungan pendidikan yang berfokus pada pembelajaran. Sasaran disain penelitian untuk menciptakan satu asesmen berbasis kompetensi bidang Bakteriologi Klinis pada sekolah analis kesehatan yang terintegrasi dan metode-metode instruksional, proses-proses penilaian kompetensi, dan lingkungan belajar untuk mempersiapkan mahasiswa sukses dalam karier sebagai analis kesehatan. Untuk dapat berhasil, seorang mahasiswa harus menunjukkan penguasaan dari empat dimensi kompetensi: task skills, task management skills, contingency management skills, role/job environment skills. Asesmen menyediakan suatu alat untuk mengumpulkan dan mengelola multiple types bukti penilaian dari konteks-konteks dan sumber ganda dalam kurikulum itu untuk mendokumentasikan kompetensi dan mempromosikan


(21)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

refleksi ketrampilan-ketrampilan praktis. Penelitian ini menguraikan bagaimana asesmen itu dikembangkan untuk menyediakan penilaian hasil belajar siswa dalam hubungan dengan ke empat aspek dimensi kompetensi tersebut. Evaluasi pada pendidikan Analis Kesehatan pada saat ini umumnya masih menggunakan asesmen secara tradisional, yaitu penilaian berbasis pembelajaran yang hanya menilai kemampuan atau prestasi pembelajaran, sehingga mahasiswa menjadi pasif dan penilaian hanya merupakan bagian integral program pembelajaran. Di lapangan ditemukan sejumlah kesulitan mahasiswa ketika mengikuti ujian praktikum bakteriologi klinis. Hal itu diperoleh melalui angket yang diisi oleh sejumlah mahasiswa. Dari 40 orang mahasiswa yang mengikuti ujian tersebut, hanya lima orang yang menyukai ujian praktikum Bakteriologi Klinis sebagai ujian yang menyenangkan (Hidana, 2012). Dengan demikian perlu sangat segera dilakukan inovasi dalam pelaksanaan ujian tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mengatasi masalah kesulitan yang dialami pendidik dalam pelaksanaan asesmen, dikemukakan rencana penelitian dengan judul: “Pengembangan Asesmen Berbasis Kompetensi Untuk

Membekali Analis Kesehatan pada dunia Kerja”.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah efektivitas asesmen bakteriologi klinis dasar berbasis kompetensi dapat membekali kemampuan mahasiswa analis kesehatan dalam bidang pekerjaannya?“. Untuk memudahkan proses analisis dan sekaligus pemecahan permasalahan, masalah di atas dirinci ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik asesmen Bakteriologi Klinis dasar berbasis kompetensi yang dapat membekali mahasiswa analis kesehatan untuk kemampuan dalam dunia kerjanya ?

2. Bagaimanakah efektifitas asesmen Bakteriologi Klinis dasar berbasis kompetensi dalam membekali kompetensi dasar ?


(22)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Apakah asesmen menggunakan standar kompetensi model Regional Model Competency Standards (RMCS) dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa ?

4. Apakah keunggulan dan kelemahan dari asesmen yang dikembangkan sesuai kompetensi bakteriologi klinis dasar ?

5. Apakah faktor pendukung dan penghambat keberhasilan implementasi asesmen bakteriologi klinis dasar berbasis kompetensi ?

C. PEMBATASAN MASALAH

Agar penelitian ini tidak terlalu luas maka permasalahannya perlu dibatasi. Adapun masalah ini dapat dibatasi dalam tiga aspek kompetensi, yakni pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam setiap dimensi kompetensi yang dibahas terdapat ketiga aspek tersebut. Dari masing-masing dimensi kompetensi yang bersifat umum difokuskan lagi pada kompetensi yang lebih menjurus pada aspek yang dikaji, dalam hal ini kompetensi Bakteriologi Klinis.

Terdapat empat dimensi kompetensi, yaitu: task skills, task management skills, contingency management skills, role/job environment skills. Dengan task skills dimaksudkan kemampuan melakukan tugas pertugas, task management skills lebih menunjukkan kemampuan yang lebih kompleks yaitu mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaan, sedangkan contingency management skills diartikan sebagai kemampuan yang tanggap terhadap adanya kelainan dan kerusakan pada rutinitas kerja, kemampuan menghadapi tanggungjawab dan harapan lingkungan kerja termasuk pada role/job environment skills.

Kompetensi Bakteriologi Klinis Dasar yang akan diujikan adalah (1) Menangani dan mengangkut sampel, (2) melakukan tes dasar (pewarnaan Gram dan pewarnaan bakteri tahan asam), (3) mengoperasikan mikroskop, (4) dan bekerja aman sesuai dengan prosedur dan kebijakan.


(23)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu model pengembangan asesmen untuk meningkatkan kemampuan sesuai dengan kompetensi dasar di sekolah analis kesehatan pada bidang Bakteriologi Klinis dasar. Tujuan yang lebih spesifik adalah:

1. Menghasilkan karakteristik asesmen berbasis kompetensi yang dapat membekali kemampuan mahasiswa dalam dunia kerja.

2. Mengetahui efektifitas asesmen berbasis kompetensi dalam membekali kompetensi dasar.

3. Meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa menggunakan standar kompetensi model Regional Model Competency System (RMCS)

4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari asesmen yang dikembangkan. 5. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat keberhasilan implementasi

asesmen berbasis kompetensi.

E. MANFAAT HASIL PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan asesmen dalam meningkatkan kualitas asesmen berbasis kompetensi bidang Bakteriologi Klinis pada mahasiswa Analis Kesehatan yang akan terjun di laboratorium-laboratorium kesehatan. Kontribusi yang dimaksud disini adalah kontribusi yang diperoleh dari hasil penelitian yang mengandung makna baru dalam strategi asesmen di perguruan tinggi.

2. Manfaat Praktis

Peningkatan keterampilan melaksanakan tugas pertugas, mampu mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaan, tanggap terhadap adanya kelainan dan kerusakan pada rutinitas kerja, mampu menghadapi tanggungjawab dan harapan lingkungan kerja, dapat membekali mahasiswa analis kesehatan memiliki keterampilan menangani dan mengangkut sampel, melakukan tes dasar (pewarnaan Gram dan pewarnaan bakteri tahan asam), mengoperasikan mikroskop, dan bekerja aman sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang cukup


(24)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

baik, sehingga dapat memahami dan menjelaskan dengan baik tentang bakteriologi klinis.

Memberikan informasi kepada dosen-dosen tentang asesmen berbasis kompetensi menggunakan standar kompetensi model RMCS yang dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa dalam memahami materi bakteriologi klinis secara utuh dan meningkatkan kreativitas sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

F. IMPLIKASI

Pemahaman Bakteriologi Klinis Dasar melalui asesmen berbasis kompetensi dengan standar kompetensi model RMCS akan meningkatkan penguasaan konsep dan kreativitas mahasiswa dalam dunia kerjanya.

G. PENJELASAN ISTILAH

Untuk menghindari kesalah pahaman, dipandang perlu untuk memberikan batasan-batasan terhadap beberapa konsep dan istilah sebagai berikut

1. Pengembangan

Batasan pengembangan adalah proses untuk menghasilkan alat/ prosedur operasional dalam melakukan pemecahan masalah berdasarkan prinsip-prinsip pada ranah masalah yang dipecahkan (mukhadis, 1996). Hasil pengembangan ditekankan pada arah tindakan pemecahan masalah (need to do). Klasifikasi pengembangan dibagi nenjadi tiga pokok:

a. pengembangan teori sebagi tanggungjawab ilmuwan

b. pengembangan prinsip-prinsip, berupa penjabaran prinsip-prinsip ke dalam prosedur-prosedur tertentu merupakan tanggungjawab teknolog.

c. pengembangan prosedur, berupa pengkonritan prosedur-prosedur ke dalam pemecahan masalah praktis sebagai tanggung jawab teknisi.

Terdapat dua jenis kegiatan pokok pada pengembangan yang saling menunjang, yaitu: (a) melakukan kajian, identifikasi, batasan, pemilihan dan penetapan signifikansi masalah yang akan dipecahkan. Kegiatan dilakukan


(25)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berdasarkan kondisi nyata di lapangan dengan pendekatan problem oriented (gauf anan dan Thomas, 1980 dalam mukhadis 1996). Kegiatan ini memiliki pengertian dalam nenentukan prioritas masalah berdasarkan pada hal-hal yang penting dan dianggap mendesak untuk dipecahkan, sehingga meningkatkan nilai tambah sistem. (b) Konfirmasi terhadap literatur yang relevan, baru, dan memadai. Kegiatan konfirmasi terhadap literatur dilakukan agar secara operasional prosedur untuk pemecahan masalah betul-betul mengenai pada hal-hal yang dianggap penting dan mendesak di lapangan. Pertimbangan kegiatan ini adalah berbagai sumber daya pendukungnya.

2. Asessmen

Batasan asesmen adalah suatu pernyataan aktifitas/kemajuan yang dibuat berdasarkan serangkaian informasi berupa fakta untuk menggambarkan beberapa karakteristik dari suatu sistem/program (Mukhadis, 1996). Hasil akhir dari asesmen adalah estimasi kemajuan dari sesuatu sistem yang berupa gambaran keadaan suatu pelaksanaan program pada kurun waktu tertentu. Penekanan dari asesmen adalah upaya menyatakan suatu karakteristik dan kemajuan program dan berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada kurun waktu tertentu. Asesmen bila dikaitkan dengan tujuan yang telah ditetapkan, tidak dirancang untuk menentukan keefektifan suatu program atau proses tertentu. Asesmen bila dikaitkan dengan proses generalisasi, tidak dimaksudkan untuk mengembangkan generalisasi dari hasil analisis hubungan antar variabel (faktor) . Namun generalisasi yang dilakukan lebih luas berupa pernyataan karakteristik sistem/program. Penekanannya adalah, proses generalisasi tidak melalui analisis hubungan antar variabel. Oleh karena itu, asesmen tidak menggunakan hipotesis untuk diuji. Generalisasi yang dimaksud adalah upaya pernyataan dan mengklasifikasikan tingkat kemajuan suatu program/sistem berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya klasifikasi berdasarkan usia program, jumlah sumberdaya pendukung pelaksanaan program (perangkat lunak dan keras), letak geografis dimana program dikembangkan, dan lingkup program.


(26)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Kompetensi

UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10) menyatakan bahwa: “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”. Sedangkan kompetensi menurut Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan “Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”. Pengertian Kompetensi menurut Permenkes No. 971 Tahun 2009, pasal 1 ayat 3: Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai, berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan pada tugas jabatannya, sehingga pegawai tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif dan efisien. Dari definisi di atas kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.

4. Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, ketrampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Juga merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Adapun penempatan komponen Kompetensi Dasar dalam silabus sangat penting, hal ini berguna untuk mengingatkan para dosen seberapa jauh tuntutan target kompetensi yang harus dicapainya. Kompetensi dasar adalah kecakapan, kebiasaan atau ketrampilan-ketrampilan awal dan esensial yang harus dikuasai mahasiswa untuk menguasai kompetensi-kompetensi yang lebih tinggi. Langkah-langkah untuk menyusun kompetensi dasar adalah sebagai berikut: (1) Menjabarkan kompetensi


(27)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dasar yang dimaksud. (2) Menuliskan rumusan kompetensi dasarnya. (3) Mengkaji kompetensi dasar tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan indikatornya yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu juga tentukan indikator-indikator yang relevan dan menuliskan sesuai urutannya. (4) Mengkaji apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan kompetensi dasarnya, apabila belum lakukan analisis lanjut untuk menemukan indikator-indikator lain yang kemungkinan belum teridentifikasi. (5) Menambahkan indikator lain sebelum dan sesudah indikator yang teridentifikasi sebelumnya dan merubah rumusan yang kurang tepat dengan lebih akurat dan mempertimbangkan urutannya.

5. Praktek Kerja Lapangan ( PKL )

Praktek Kerja Lapangan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh mahasiswa Analis Kesehatan dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuannya di dunia kerja yang sesungguhnnya pada semester enam. Untuk memasuki dunia kerja yang sangat kompetitif, mahasiswa tidak hanya dituntut mempunyai kecerdasan intelektual namun harus mempunyai kemampuan dasar. Tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki adalah Knowledge (pengetahuan), Skill (keterampilan) dan Attitude (sikap). Ketiga hal tersebut, tidak semua dapat di penuhi di bangku perkuliahan. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mengaplikasikan ilmu pengetahuannya di dunia kerja yang sesungguhnya. Hal inilah yang menjadi latar belakang diadakannya Praktek Kerja Lapangan yang kemudian disebut PKL. Selain sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan, tujuan pelaksanaan PKL juga agar kemampuan dasar mahasiswa meningkat, mahasiswa mampu menghadapi tantangan dunia kerja dan mampu menganalisis gejala yang timbul dalam organisasi.

6. Kemampuan Kerja

Kemampuan (ketrampilan) kerja yaitu kemampuan, pengetahuan dan penguasaan pegawai atas teknis pelaksanaan tugas yang diberikan. Setiap perusahaan didirikan memiliki tujuan dan untuk mencapai tujuan tersebut harus


(28)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

didukung beberapa faktor. Salah satunya adalah kinerja dari karyawan perusahaan tersebut dalam mencapai produktivitas yang telah ditetapkan perusahaan. Kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh beberapa variabel dimana salah satunya adalah motivasi dan kemampuan. Istilah kemampuan kerja atau kinerja merupakan pengalihbahasaan dari kata performance. Menurut Bernardin dan Russel (dalam Ruky : 2002) definisi performance adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Kemampuan menekankan pengertian sebagai hasil dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi.

7. Kemampuan Dasar

Dalam hal ini yang di maksud kemampuan dasar adalah kemampuan dalam menangani dan mengangkut sampel, melakukan tes dasar (pewarnaan Gram dan pewarnaan Bakteri Tahan Asam), mengoperasikan mikroskop, dan bekerja aman sesuai dengan prosedur dan kebijakan.


(29)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Standar asesmen pembelajaran sains dewasa ini telah mengalami

pergeseran penekanan dari “yang mudah dinilai” menjadi “yang penting untuk dinilai” (National Research Council/NRC, 1996). Penilaian pembelajaran sains dewasa ini lebih ditekankan pada pemahaman dan penalaran ilmiah. Tes tradisional (paper and pencil test) yang hanya menilai pengetahuan ilmiah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kurikulum (Mokhtari et al., 1996). Suatu penilaian berbasis kompetensi diperlukan untuk menilai pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pernyataan kompetensi menjelaskan hasil yang diharapkan dari kinerja dari fungsi yang terkait secara professional, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sangat penting untuk kinerja fungsi tersebut (Fletcher, 2005).

Mahasiswa di Sekolah Analis Kesehatan merupakan calon tenaga analis kesehatan yang nantinya akan menjadi pelaksana tugas di laboratorium kesehatan mulai dari menerima permintaan pemeriksaan sampai dengan pelaporan hasil pemeriksaan. Untuk tahapan pekerjaan yang terkait langsung dengan teknik laboratorium, diperlukan tenaga yang benar-benar mampu untuk bertanggungjawab secara teknik di bidang laboratorium, yang mampu juga dalam mengelola suatu laboratorium. Peningkatan profesionalisme tenaga analis kesehatan dalam memberikan pelayanan pemeriksaan yang prima dituntut oleh masyarakat juga dalam rangka menyelaraskan keterampilan yang dimiliki dengan tuntutan keseluruhan stakeholder yang bergerak dinamis dan tuntutan ilmu dan teknologi laboratorium yang terus berkembang, maka kebutuhan untuk meningkatkan kualitas asesmen menjadi suatu kebutuhan yang paling mendesak.

Selama ini dosen di Sekolah Analis Kesehatan dalam memberikan penilaian terhadap mahasiswa kebanyakan masih menggunakan asesmen tradisional, yaitu penilaian berbasis pembelajaran yang hanya menilai kemampuan


(30)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau prestasi pembelajaran. Mahasiswa menjadi pasif dan penilaian hanya merupakan bagian integral program pembelajaran. Bukti penilaian diambil dari hasil penugasan/ujian, jenis bukti ditentukan dalam silabus, serta penilaian merujuk pada norma. Dengan demikian maka penilaian di Sekolah Analis Kesehatan perlu dilakukan Asesmen Berbasis Kompetensi, yaitu penilaian kinerja aktual di tempat kerja. Penilaian bersifat independen dari program pembelajaran. Bukti penilaian dikumpulkan dari kinerja aktual di tempat kerja di dukung dengan metode lain, serta penilaian merujuk pada kriteria dan bersifat individual.

Dalam asesmen bakteriologi klinis sebenarnya telah dilakukan proses yang sesuai seperti yang dikehendaki oleh pengembang kurikulum, yaitu ada pengetahuan dan keterampilan (teori dan praktek). Akan tetapi dalam pelaksanaannya kurang optimal, karena penilaiannya lebih ditujukan untuk memahami konsep bakteriologi klinis saja, dan kurang mengembangkan aspek keterampilan lainnya, seperti keterampilan melakukan tugas per tugas, dan keterampilan mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam melaksanakan pekerjaan. Selama ini dalam asesmen bakteriologi klinis juga kurang ditekankan pada kemampuan menanggapi kelainan dan kerusakan dalam pekerjaan sehari-hari, padahal untuk asesmen bakteriologi klinis diperlukan tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja termasuk bekerja sama dengan orang lain. Untuk meningkatkan kualitas asesmen bakteriologi klinis dasar yang terdiri atas penanganan sampel, melakukan tes dasar, pengoperasian alat, dan bekerja aman, maka dibuatlah model standar kompetensi yang dikembangkan berdasar pada tugas atau pekerjaan yang dibutuhkan dari suatu bidang pekerjaan sesuai dengan jenis dan sektornya dan dirumuskan ke dalam unit kompetensi, yaitu standar kompetensi model Regional Model Competency Standards (RMCS).

Standar Kompetensi Model RMCS adalah Standar yang dikembangkan berdasarkan pada tugas atau pekerjaan yang dibutuhkan dari suatu bidang pekerjaan sesuai dengan jenis dan sektornya, dan dirumuskan kedalam unit kompetensi– misalnya di sektor kesehatan, konstruksi, manufaktur, dsb. Konsep dasar standar kompetensi model RMCS berfokus pada apa yang diharapkan dari pekerja di tempat kerja dan bukan dari proses belajar atau waktu yang dihabiskan


(31)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam pendidikan. Dengan kata lain menggambarkan dengan tepat apa yang seseorang harus mampu lakukan dan tidak ada pelatihan tertentu yang harus mereka lakukan. Ini juga mencakup kemampuan untuk mentransfer dan menerapkan secara luas keterampilan dan pengetahuan dalam situasi dan lingkungan baru. Deskripsi kompetensi harus menangkap cara kerja efektif beroperasi tidak hanya pada daftar tugas mereka. Kompetensi didefinisikan sebagai kemampuan individual untuk mengerjakan suatu tugas/pekerjaan sesuai standar yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Seseorang yang kompeten harus memenuhi empat dimensi standar kompetensi yang meliputi: mampu melakukan tugas per tugas (Task Skills), mampu mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam melaksanakan pekerjaan (Task Management Skills), mampu menanggapi kelainan dan kerusakan dalam pekerjaan sehari-hari (Contingency Management Skills), dan mampu menghadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja termasuk bekerja sama dengan orang lain (Job/Role Environment Skills).


(32)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.1 Paradigma Penelitian

Asesmen Berbasis Kompetensi

Mata Kuliah : Bakteriologi Klinis Standar Kompetensi Model RMCS Sarana dan Prasarana Pengetahuan Keterampilan Sikap Menangani dan mengangkut sampel. Melakukan tes dasar pewarnaan Gram dan pewarnaan BTA. Mengoperasikan mikroskop.

Bekerja aman sesuai prosedur dan kebijakan. Dunia Kerja Dosen Mahasiswa Tenaga Analis yang Berkualitas Mampu melakukan tugas per tugas. Mampu mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam melaksanakan pekerjaan. Mampu menanggapi kelainan dan kerusakan dalam pekerjaan sehari-hari. Mampu menghadapi tanggung jawab dan harapan dari

lingkungan kerja termasuk bekerja sama dengan orang lain.


(33)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam asesmen bakteriologi klinis dengan standar kompetensi model RMCS ini diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga tujuan asesmen untuk meningkatkan berbagai aspek seperti pemahaman bakteriologi klinis, meningkatkan keterampilan melakukan tugas per tugas, keterampilan mengelola sejumlah tugas yang berbeda, keterampilan menanggapi kelainan dan kerusakan dalam pekerjaan, dan keterampilan menghadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja dapat tercapai. Dengan demikian maka akan diperoleh analis kesehatan yang berkualitas, yaitu tenaga analis kesehatan yang menguasai konsep, keterampilan, berkarakter, cerdas dan memiliki kemampuan yang prima dalam memberikan pelayanan pemeriksaan laboratorium.

B. Disain & Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Research and Development yang diadaptasi dari model Dick & Carey, 2001 (dalam Gall, 2003). Disain penelitian ini terdiri atas empat tahap yaitu: 1) Tahap persiapan, 2) Tahap rancangan dan pengembangan, 3) Tahap uji coba dan perbaikan, 4) Tahap implementasi asesmen. Karakteristik penelitian ini bersifat spesifik dan kontekstual, masalah yang diselesaikan melalui pengembangan model dan perangkat asesmen merupakan masalah yang spesifik dan nyata yang dihadapi oleh dosen pengampu mata kuliah. Penyebab terjadinya masalah adalah kurangnya sarana pembelajaran terutama praktikum dan kejenuhan dengan rutinitas kegiatan asesmen dari waktu ke waktu. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama 12 bulan, mulai dari persiapan, pelaksanaan program penelitian, evaluasi dan pengembangan asesmen, hingga pelaporan.

1. Persiapan (Studi Pendahuluan)

Studi pendahuluan dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dimulai dengan kajian literatur berupa kajian terhadap materi Bakteriologi Klinis dan pedagogi, khususnya penelitian terdahulu terkait Asesmen Bakteriologi Klinis.


(34)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Studi lapangan dilakukan dengan mengamati pelaksanaan asesmen bakteriologi klinis, tentang bagaimana kondisi mahasiswa, dosen, studi dokumen kurikulum dan sarana yang mendukung proses asesmen di STIKes. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan menggunakan wawancara dan tes terhadap mahasiswa analis kesehatan tentang penguasaan konsep bakteriologi klinis dan keterampilan dalam praktikum. Setelah itu dilakukan identifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa di lapangan. Studi literatur menunjukkan bahwa asesmen berbasis kompetensi menggunakan standar kompetensi model RMCS memudahkan mahasiswa untuk memahami bakteriologi klinis, misalnya menangani dan mengangkut sampel, melakukan tes dasar seperti pewarnaan Gram dan pewarnaan Bakteri Tahan Asam (BTA), mengoperasikan mikroskop, dan bekerja aman sesuai prosedur dan kebijakan.

2. Tahap Perancangan dan Pengembangan

a. Merancang Strategi Asesmen

Strategi asesmen untuk bakteriologi klinis, terbagi atas enam kegiatan asesmen, yaitu kegiatan penilaian mandiri, merencanakan dan mengorganisasi asesmen, menyiapkan perangkat asesmen, melaksanakan asesmen dan rekomendasi, umpan balik asesmen, dan kaji ulang pelaksanaan asesmen.

1) Kegiatan Penilaian Mandiri

Pada kegiatan ini mahasiswa diminta untuk menilai dirinya sendiri terhadap unit-unit kompetensi yang diujikan. Mahasiswa mempelajari seluruh standar kriteria unjuk kerja (KUK), batasan variabel, panduan penilaian dan aspek kritis serta yakin sudah benar-benar memahami seluruh isinya. Mahasiswa melaksanakan penilaian mandiri dengan mempelajari dan menilai kemampuan yang dimiliki secara objektif terhadap seluruh daftar pertanyaan yang ada serta menentukan apakah sudah kompeten atau belum kompeten. Mahasiswa menyiapkan bukti-bukti yang dianggap relevan terhadap unit kompetensi, serta mencocokkan setiap bukti yang ada terhadap setiap elemen/KUK, konteks


(35)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

variable, pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan serta aspek kritis. Mahasiswa dan dosen menandatangani form asesmen mandiri.

2) Merencanakan dan Mengorganisasi Asesmen

Pada kegiatan ini dosen menentukan pendekatan asesmen (meliputi nama mahasiswa, tujuan asesmen, konteks asesmen, pendekatan asesmen, strategi asesmen, acuan pembanding/benchmark), merencanakan asesmen (meliputi elemen, kriteria unjuk kerja, bukti-bukti dan jenis bukti, metoda asesmen, perangkat asesmen, sumber daya fisik/material), pemenuhan terhadap seluruh bagian unit standar kompetensi (meliputi batasan variable, panduan asesmen, kompetensi kunci), peran dan tanggung jawab tim/personil terkait (meliputi nama, jabatan, peran dan tanggung jawab dalam asesmen,pedoman dan periode waktu asesmen, lokasi asesmen), kontekstualisasi dan pengkajian rencana asesmen (meliputi acuan, kriteria pengkajian), mengorganisasikan asesmen (meliputi pengaturan sumber daya asesmen, pengaturan dukungan spesialis, pengaturan personil yang terlibat, rekaman dan pelaporan).

3) Menyiapkan Perangkat Asesmen

Pada kegiatan ini dosen diminta untuk memastikan perangkat asesmen, keandalan perangkat asesmen dalam kontekstual, dan ketelusuran terhadap acuan pembanding/benchmark. Untuk alat asesmen yang berupa dokumen dituliskan kode dan judul dokumen dan dilampirkan. Untuk alat asesmen berupa peralatan fisik diidentifikasi dan dicek keberadaannya. Setiap penggunaan perangkat asesmen dilakukan peninjauan untuk memastikan kontekstualisasi setiap mahasiswa peserta uji dan tempat uji kompetensi. Lampiran dokumen perangkat asesmen meliputi formulir lembar simak, formulir pertanyaan lisan, formulir laporan orang lain, dan formulir lembar hasil kerja.

4) Melaksanakan Asesmen dan Rekomendasi

Pada kegiatan ini tim dosen mengorganisasikan pelaksanaan asesmen berdasarkan metode dan instrument/sumber-sumber asesmen seperti yang


(36)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tercantum dalam perencanaan asesmen. Melaksanakan kegiatan pengumpulan bukti serta mendokumentasikan seluruh bukti pendukung yang dapat ditunjukkan oleh mahasiswa peserta uji sesuai dengan kriteria unjuk kerja yang dipersyaratkan. Membuat keputusan apakah mahasiswa peserta uji sudah kompeten (K), belum kompeten (BK), atau asesmen lanjut (PL), untuk setiap kriteria unjuk kerja berdasarkan bukti-bukti. Mahasiswa peserta uji dan dosen bersama-sama menandatangani pelaksanaan asesmen.

5) Umpan Balik Asesmen

Pada kegiatan ini dosen memberikan umpan balik kepada mahasiswa peserta uji meliputi umpan balik terhadap pencapaian unjuk kerja, identifikasi kesenjangan pencapaian unjuk kerja, dan saran tindak lanjut hasil asesmen (diisi sebelum pengambilan keputusan asesmen). Mahasiswa juga diminta untuk memberikan umpan balik terhadap proses asesmen yang dilaksanakan (kuesioner) dan juga catatan/komentar lainnya apabila ada.

6) Kaji Ulang Pelaksanaan Asesmen

Pada kegiatan ini dosen melakukan kaji ulang setelah selesai seluruh proses pelaksanaan asesmen. Kaji ulang dilakukan secara integrasi dalam suatu skema sertifikasi. Aspek yang dikaji ulang meliputi prosedur asesmen (perencanaan asesmen, pra asesmen, pelaksanaan asesmen, keputusan asesmen, umpan balik asesmen, pencatatan asesmen), konsistensi keputusan asesmen (bukti dari rentang asesmen diperiksa terhadap konsistensi dimensi kompetensi).

b. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dibuat untuk melengkapi kegiatan asesmen dan untuk mengevaluasi kegiatan proses asesmen baik untuk kegiatan penilaian mandiri, merencanakan dan mengorganisasi asesmen, menyiapkan perangkat asesmen, melaksanakan asesmen dan rekomendasi, umpan balik asesmen, dan kaji ulang pelaksanaan asesmen. Adapun instrument yang dibutuhkan adalah instruksi kerja pra asesmen, instruksi kerja mengases kompetensi, standar kompetensi kerja


(37)

Rudy Hidana, 2015

PENGEMBANGAN ASESMEN BERBASIS KOMPETENSI UNTUK ANALIS KESEHATAN PAD A KERJA LAPANGAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

nasional indonesia (SKKNI), form aplikasi, form penilaian mandiri, form rencana asesmen, form perangkat asesmen, form pelaksanaan asesmen, form umpan balik asesmen, form kaji ulang asesmen, lembar simak observasi, daftar pertanyaan dan pelaksanaan tes lisan, daftar pertanyaan dan pelaksanaan tes tulis, form laporan orang lain, lembar hasil kerja, lembar kuesioner dan rambu-rambu wawancara.

Sebelum digunakan, instrument terlebih dahulu divalidasi berdasarkan pandangan ahli (expert judgment). Adapun instrument yang divalidasi adalah instruksi kerja pra asesmen, asesmen mandiri, rencana asesmen, pelaksanaan asesmen, umpan balik asesmen, kaji ulang asesmen, lembar observasi, lembar hasil kerja, lembar wawancara, soal tes dan lembar penilaian.

Para ahli tersebut diminta untuk memberikan pertimbangan terhadap asesmen berbasis kompetensi meliputi aspek menangani dan mengangkut sampel, melakukan tes dasar, mengoperasikan miskroskop, dan bekerja aman sesuai dengan prosedur dan kebijakan. Untuk mengukur validitas isi, pertimbangan berdasarkan pada: kesesuaian pernyataan dengan kriteria aspek-aspek asesmen berbasis kompetensi, kesesuaian pernyataan dengan materi ajar mahasiswa tingkat II, dan kesesuaian tingkat kesulitan untuk mahasiswa tingkat tersebut. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan berdasarkan pada: kejelasan pernyataan dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi.

Hasil pertimbangan mengenai validitas isi dan validitas muka dari ketiga orang ahli dianalisis dengan menggunakan statistik Q-Cochran, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah para penimbang melakukan pertimbangan terhadap instrumen asesmen berbasis kompetensi secara seragam atau tidak. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Para penimbang melakukan pertimbangan yang seragam


(1)

untuk mengikuti asesmen secara mandiri maupun dengan bimbingan dosen dan asisten.

Faktor penghambat dalam pelaksanaan asesmen berbasis kompetensi Program Studi DIII Analis Kesehatan Stikes Bakti Tunas Husada adalah: (a) Belum tersusunnya perencanaan sebelum pelaksanaan asesmen, (b) Belum adanya kesamaan persepsi antar penguji, (c) Tidak dilaksanakannya pretes maupun postes pada asesmen, (d) Tidak adanya panduan asesmen, (e) Jumlah peralatan untuk pencapaian kompetensi untuk mata kuliah bakteriologi klinis belum sesuai dengan jumlah mahasiswa (f) Jumlah dosen penguji yang kurang.

B. Implikasi Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh implikasi bahwa Penggunaan asesmen berbasis kompetensi sangat efektif serta dapat meningkatkan penguasaan materi bakteriologi klinis. Kemampuan melakukan tugas pertugas, kemampuan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaan, kemampuan yang tanggap terhadap adanya kelainan dan kerusakan pada rutinitas kerja, serta kemampuan menghadapi tanggung jawab dan harapan lingkungan kerja akan melengkapi pemahaman mahasiswa tentang menangani dan mengangkut sampel, melakukan tes dasar (pewarnaan Gram dan pewarnaan bakteri tahan asam), mengoperasikan mikroskop, dan bekerja aman sesuai dengan prosedur dan kebijakan dapat memudahkan mahasiswa untuk mengaplikasikan Bakteriologi Klinis Dasar ketika bekerja di laboratorium klinik.

C. Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Asesmen Kompetensi menggunakan standar kompetensi model RMCS efektif dapat meningkatkan penguasaan konsep, dan membekali ketrampilan kerja di laboratorium klinis, mulai dari penanganan sampel, melakukan pewarnaan Gram dan pewarnaan bakteri tahan asam, mengoperasikan mikroskop, dan bekerja aman sesuai dengan prosedur. Oleh karena itu diajukan syarat-syarat sebagai berikut. Pertama, untuk keberlanjutan asesmen kompetensi menggunakan standar kompetensi model RMCS ini bagi


(2)

dosen STIKes Bakti Tunas Husada, Program Studi Analis Kesehatan, hendaknya menggunakan asesmen kompetensi dengan standar model RMCS yang telah dikembangkan. Dosen bidang studi diharapkan dapat memilih memberikan pengalaman ujian kepada mahasiswa sesuai dengan tujuan evaluasi. Kedua, untuk mengembangkan kemampuan melakukan tugas pertugas, kemampuan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaan, kemampuan yang tanggap terhadap adanya kelainan dan kerusakan pada rutinitas kerja, serta kemampuan menghadapi tanggung jawab dan harapan lingkungan kerja dosen perlu membiasakan mahasiswa untuk melakukan kegiatan penilaian mandiri dengan mempelajari dan menilai kemampuan yang dimiliki secara objektif terhadap seluruh daftar pertanyaan yang ada serta menentukan apakah sudah kompeten atau belum kompeten. Ketiga, penelitian tentang kemampuan empat dimensi kompetensi dengan standar kompetensi model RMCS merupakan penelitian yang masih dapat dikembangkan lebih luas tidak hanya untuk kalangan mahasiswa dengan mata kuliah yang lebih luas seperti mikrobiologi, parasitologi, virologi, dan haematologi. Keempat, perlu mengupayakan keunggulan asesmen sebagai ciri yang melekat di lembaga, yakni dalam bentuk Diploma Suplemen. Kompetisi tambahan dan unggulan seperti ini, dikelola secara kurikuler dengan program yang dapat dipertanggungjawabkan, baik konten maupun proses asesmen. Diploma Suplemen, menjadi sarana kompetisi yang sehat sekaligus strategis menjadi langkah nyata upaya pemenangan dalam kompetisi.


(3)

1

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. W. et al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman.

Baggott, G. K., and Rayne, R. C. (2007). “The Use of Computer – based Assessments in a Field Biology Module”. Bioscience Education Journal. Volume 9: 147-152

Bax, C., Baggott, G. at. Al. (2006). “Evaluation of Formative Computer- based Assessment by Cell Biology Srtudents with Differing Entry Qualifications and Ethnicity”. Bioscience Education Journal. Volume 8:19-31

Biemans, H. et al. (2005). Competence - based VET in the Netherlands : background And pitfalls . Journal of Vocational Education and

Training, 56 (4): 523 - 538.

Boersma K. et al. (2005). Research and The Quality of Science Education. Netherlands: Springer.

Burke, J.W. (1995). Competency Based Education and Training. London, New York: The Palmer Press.

Callaghan, K., Hunt, G. and Windsor, J. (2006). “Issues in implementing a real competency - based training and assessment system”. Departement of Surgery, The University of Auckland, Auckland.

Calhoun, C.C. and Finch, A.V. (1982). Vocational Education: Concepts and Operations Belmont California: Wardsworth Publishing Company.

Cann, A.J., Calvert, J.E., Masse, K.L., and Moffat, K.G. (2006). “Assessed Online Discussion Groups in Biology Education”. Bioscience Education Journal. Volume 8: 792-796

Cheng, M. H. and Francis Cheung, W. M. (2005). “Science and Biology

Assessment In Hongkong –Progress and Developments”. Journal of Biologycal Education. 40 (1): 170-177

Creswell, J. W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. New Jersey: Pearson Education.


(4)

Dannefer, E. F. and Henson, L. C. (2007). “The portfolio approach To competency - based Assessment the Cleveland Clinic Lerner College of Medicine”. Acad Med, 82,( 5): 493-502.

Deen, D. (2006). “How can nutrition education contribute to competency –

based resident evaluation?”. Am. J. Clinical Nutrition: 83(4): 933S - 935S. Departemen Pendidikan Nasional (2003). Standar Kompetensi Nasional

Bidang Keahlian Analis Kesehatan, Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi (2004). Pedoman Pengembangan Sistem Asesmen Berbasis Kompetensi

Program Studi PGTK, PGSD,PGSMP/SMA, dan PGSMK. Direktorat

jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Ferguson, G., Sheader, E. and Grady, R. (2008). “Computer - Assisted and Peer Assessment: A Combined Approach to Assessing First Year Laboratory Practical Classes for Large Numbers of Students”. Bioscience Education Journal. Volume 11: 216-219

Fletcher, S. (2005). Competence - Based Assessment Techniques. London : Kogan Page

Foyster, J. (1999). Getting to Grips with Competency - Based Training And Assessment, National Centre for Research and Development, Adelaide.

Griffin, P & Nix, P. (1991). Educational assessment and reporting: A new approach. Sydney: Harcourt Brace Jovanovich.

Hall, W. dan Saunders, J. (2004). Memahami Penilaian. Jakarta: Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Hidana, R. (2012). Treasure Study STIKes Bakti Tunas Husada. Badan Penjaminan Mutu. Tasikmalaya.

Hopkins, D. (1992). A Teacher’s Guide to Classroom Research, Philadelphia : Open University Press.

Mukhadis, A. (2004). Standar dan Sertifikasi Kompetensi Representasi Penjaminan Mutu Profesionalisme Guru di Indonesia pada abad Pengetahuan. (Makalah. Dipresentasikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V. Surabaya 5-9 Oktober 2004


(5)

3

Imhanlahimi, E. O. And Aguele, L. I. (2006). “Comparing Three Instruments

for Assessing Biology Teachers’ Effectiveness in the Instructional Process In Edo State, Nigeria” Journal of Social Science. 13 (1): 67-70.

International Labour Office. (2006). Guidelines of Regional Model Competency Standards. SKILLS-AP. Bangkok.

Marzano, Robert J., at. al. (1994). Assessing Student Outcomes. Performance Assessment Using the Dimensions of Leaming Model. Alexandria,

Virginia: ASCP.

Mc Cready, T. (2009). “Portfolios and the assessment of competence in nursing: A literature review”. International Journal of Nursing Studies, 44 (1): 143-151

Mertler, Craig A. (2009). Classroom Assessment: Overview Assessment Technique. Power Point ke empat.

NRC. (1996). National Science Education Standars. Washington, DC: National Academy Press.

NSTA. (1998). Standards for Science Teacher preparation. NSTA in Collaboration with the Association for the Education of Teachers in Science.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (2003). Kurikulum Nasional Program Diploma III Analis Kesehatan. Jakarta : Depkes.

Regional Skills and Employability Programme (2006), “Guidelines for Development of Regional Model Competency Standards (RMCS)”, Bangkok: International Labour Office, First published

Ruky, Ahmad. (2002). Sistem Manajemen Kinerja, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Slish, D.F. (2005). “Assessment of the use of the Jigsaw Method and Active Learning in Non-majors, Introductory Biology”. Bioscience. 31 (4): 392-395

Slattery, Patrick. (1995). Curriculum Development in the Postmodern Era. New York: Garland Publishing, nc.

VEETAC (1993), Framework for the Implementation of Competency – Based Vocational Education and Training System, VEETAC, Canberra. Warsnop, Percy J. (1993). Competency Based Training. Canberra: VEETAC


(6)

Wolf, A. (1995), Competence - Based Assessment, Open University Press, Buckingham and Philadelphia.

Yap Yip, D. and Cheung, D. (2005). ”Teachers’ Concerns on School Based Assessment Of Practical Work”. Journal of Biological Education. 39 (4): 364-371