Hubungan Antara Adversity Quotient dan Cinderella Complex Pada Wanita Karier yang Menikah

  

Hubungan Antara Adversity Quotient dan Cinderella Complex

Pada Wanita Karier yang Menikah

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Eka Dian Perwithasari

  

039114088

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh Dalam beribu kali pertempuran,

  Namun orang yang menaklukkan dirinya sendiri adalah Pemenang yang paling mulia

  (Dhammapada 103) Don’t worry about what people say about you.

  

No matter what you do, people will and always have things to say about it.

  Just keep doing good things.

  (Lanny Anggawati)

  Life is not a problem to be solved, But a reality to experience

  (Penulis)

  Skripsi ini dipersembahkan untuk :

  Tuhan Yang Maha Kuasa

  My Mom & Dad

  Endri Yonatan

  My Great Teacher , Lanny Anggawati

  Semua Sahabat & Saudaraku Seluruh Pribadi yang Penulis jumpai dan tidak bisa penulis sebutkan satu per satu

  

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN CINDERELLA

COMPLEX PADA WANITA KARIER YANG MENIKAH

Eka Dian Perwithasari

  ABSTRAK

  Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara Adversity Quotient dan

Cinderella Complex pada wanita karier yang menikah. Subjek penelitian adalah 68 orang

karyawan PT. Mondrian, Klaten. Kriteria subjek penelitian adalah wanita karier yang bekerja

sebagai karyawati di PT. Mondrian, berusia 23-40 tahun, dan berstatus menikah. Alat ukur dalam

penelitian ini adalah Skala Adversity Quotient dan Skala Cinderella Complex. Analisa data dalam

penelitian ini menggunakan SPSS for Windows versi 14.00. Skala Adversity Quotient memiliki

nilai reliabilitas ( α) sebesar 0,870 dan Skala Cinderella Complex memiliki nilai reliabititas (α)

sebesar 0,889. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas kedua alat ukur ini tinggi. Pengujian

hipotesis untuk melihat hubungan kedua variabel adalah Product-Moment Pearson. Hasil

penelitian menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara Adversity Quotient dan

Cinderella Complex. Hasil ini ditunjukkan oleh koefisien korelasi r = -0,640 dengan koefisien

xx

signifikansi p = 0,00, p < 0,05. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan negatif yang signifikan antara Adversity Quotient dan Cinderella Complex.

  

Kata Kunci : Adversity Quotient , Cinderella Complex, wanita karier yang

menikah

  

THE CORRELATION BETWEEN ADVERSITY QUOTIENT AND

CINDERELLA COMPLEX IN MARRIED BUSINESS WOMEN

Eka Dian Perwithasari

  

ABSTRACT

T he aim of this research is to look out at the correlation between Adversity Quotient and

Cinderella Complex in married business women. The research subject is 68 workers in PT.

Mondrian, Klaten. The subject criterion is business women who work at PT. Mondrian, whose age

between 23-40 years old, and who have already married. The measure tools in this research are

Adversity Quotient scale and Cinderella Complex scale. The data analysis used in this research is

SPSS for Windows version 14.00. The reliability value for the Adversity Quotient scale (

  α) is 0,870 and the reliability value for the Cinderella Complex scale ( α) is 0,889. This shows that the

reliabilities of these two measurement tools are high. The hypothesis testing to see the correlation

between these two variables is Product-Moment Pearson. The result shows that there is a

significant negative correlation between Adversity Quotient and Cinderella Complex. This result is

shown by correlation r = -0,640 with p significant coefficient = 0,00, p < 0,05. Based on the

xx

explanation above, we can conclude that there is a significant negative correlation between

Adversity Quotient and Cinderella Complex.

  Ke y Words : Adversity Quotient, Cinderella Complex, married business women

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan yang senantiasa memberikan rahmat, hikmat, berkat, perlindungan, dan serangkaian ‘proses’ pembentukan karakter serta penyertaan sehingga skripsi ini selesai dengan baik.

  Skripsi yang sangat sederhana dan jauh dari kata sempurna ini dapat penulis selesaikan dengan bantuan moral maupun material dari setiap pribadi yang penulis j umpai. Pada kesempatan yang istimewa ini, dengan kerendahan hati penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Unive rsitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi, M.Psi selaku Kaprodi Universitas Sanata Dhar ma Yogyakarta.

  3. Ibu Sylvia CMYM, S.Psi, M.Si, selaku dosen Pembimbing Skripsi.

  Ter imakasih banyak atas kesabaran Ibu dalam membimbing dan mem berikan saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Terimakasih juga untuk semua sharing selama proses pengerjaan skripsi , you are the best lecture for meall your experience ‘teach’ me

  how to be brave in facing life .

  4. Dr . T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku dosen penguji. Terimakasih untuk sara n dan masukan yang membuat proses kelulusan ini lebih bermakna.

  5. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi, Psi., M.Si selaku dosen Pembimbing bimbingan akademis yang sangat membantu saya dalam menjalani masa studi di Fakultas Psikologi. Terimakasih untuk kesabaran Ibu, tak bosan- bosannya tiap semester Ibu memberikan ‘peringatan’ kepada kami setiap anak bimbingan akademik Ibu yang belum lulus untuk segera menyelesaikan skripsi. Terimakasih untuk saran dan masukan untuk skripsi saya yang membuat proses kelulusan menjadi lebih bermakna.

  6. Seluruh Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  Terimakasih banyak Pak, Bu, untuk dedikasi dan semangat yang luar biasa untuk membagikan ilmu kepada mahasiswa dalam berbagai kesempatan.

  7. Seluruh karyawan di Fakultas Psikologi USD. Mas Gandung dan Mbak Nanik, terimakasih atas bantuan dan pelayanan dalam segala hal yang berkaitan dengan administrasi kuliah serta skripsi selama saya menimba ilmu di Fakultas Psikologi. Pak Gie (yang selalu tersenyum), terimakasih untuk setiap senyum dan sukacita yang Pak Gie berikan. Mas Muji dan Mas Doni, terimakasih atas bantuan dan pelayanan selama proses studi saya di Fakultas Psikologi.

  8. PT. Mondrian Garment Manufacture, Klaten. Terimakasih atas ijin penelitian, bantuan, dan berbagai kemudahan yang diberikan kepada saya selama proses penelitian.

  9. Bapak Hendro, Bapak Joko, dan Mbak Etty selaku staff HRD PT.

  Mondrian, terimakasih atas bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada saya selama melakukan penelitian.

  10. Seluruh karyawati PT. Mondrian. Terimakasih atas kesediaan menjadi responden penelitian dan mengisi angket penelitian saya.

  11. My Mom and Dad, Arijanti Sambodo & Junus Sambodo. Terimakasih untuk segala hal yang kalian telah berikan kepadaku, baik waktu, biaya, tenaga, pikiran, pembelajaran hidup, semangat, dan kesabaran. Berjuta terimakasih tidak akan cukup untuk mengungkapkan terimakasih yang ada dalam hati. Especially for my Dad, I feel so blessed to have you in my

  lifethank’s for all ‘lesson’ you give to me, thank’s for always teaching me to be strong like a rock . Proud of you Dad!!!

  12. Endri Yonatan. Terimakasih untuk motivasi, support, dan selalu m enemaniku dalam proses pengerjaan skripsi. Terimakasih untuk telinga y ang selalu mendengarkan semua isi hatiku. You mean everything for me.

  13. My Great Teacher , Lanny Anggawati. We’ve known each other since I

  w as three , terimakasih banyak atas semua ‘pembelajaran’ yang engkau

  be rikan dalam hidupku. Terimakasih telah ikut ambil bagian dalam proses pe mbentukan karakter dalam diri muridmu yang rodho ndableg i ni…hahaha…I will always remember your ‘advice’ that nobody can help,

  but yourself . You always inspiring me, and for me you are a great teacher e ver.

  14. Seluruh teman angkatan 2003 Fakultas Psikologi Sanata Dharma baik y ang udah lulus maupun yang masih berjuang meraih gelar S.Psi,

  w herever you are, guys …terimakasih atas waktu, kebersamaan, dan

  15. Yohana Octaviani, Lenny Rahmawati (yang sekarang lagi Koas), Fillia Octaviyani. Terimakasih untuk doa, support, dan motivasi yang kalian berikan di saat aku down, terimakasih tak bosan-bosannya kalian mencereweti aku supaya aku cepet nyelesein skripsi.

  16. Adhy Kurniawan. Terimakasih untuk kepeduliannya, yang sering meng- SMS aku hanya untuk nanyain ‘Sampe mana skripsinya?’ atau ‘Kapan ujian?’

  17. Martua Pahalaning Wandalibrata, Bapak Agus Surono & Ibu, Wulan- Gede-Yoga. Terimakasih atas kesempatan untuk mengenal kalian sekeluarga. Especially for Toa, tiada yang mustahil ketika kita mau berusaha sekuat tenaga dalam meraih apa yang kita inginkan.

  18. Kristianto Agus Wibowo. Keep focus bro’!!! ‘Coz there’s so many ‘duty’ awaits you .

  19. Adik-adikku terkasih. Dima Wuenta Caesaria, Verty Sari Pusparini, Shirleen Yohana, Nana Vania, Widya Kusumawardhani, Winda Ellenawati, Daniel Kurniawan. Terimakasih atas dukungan kalian selama proses pengerjaan skripsi. Persahabatan dan waktu-waktu yang menyenangkan serta suka-duka bersama kalian tidak akan pernah aku lupakan. Terimakasih telah mengajariku banyak hal mengenai makna sebuah persahabatan dan persaudaraan.

  20. Ni Putu Okky Martha, Nora Anggun Prasetyo, Silva Stevani Sitompul (yang sekarang statusnya udah ga single lagi…hehehe…), Erika Octavia,

  Meskipun kalian ‘nun jauh di sana’ (hehehe…berlebihan ya?!), terimakasih atas kepedulian dan support kalian untuk skripsi aku.

  21. Teman-teman ‘seperjuangan’ angkatan 2003 : Agatha Dewan Ayu, Devita Marie, Herdian Wahyuni, Devi Paramita, Mira Astriani, Martua Pahalaning, Benny Kuswara, Syamsul Arifin, Kristianto Agus Wibowo, Gilang Arthyo, Ronald, Martinus. Ayo berjuang mati-matian!!!!

  22. Pak Eddy ‘Fotokopi ALAM’. Terimakasih banyak Pak atas bantuannya untuk skripsi saya. Terimakasih untuk fotokopi yang sangat rapi dengan kualitas nomor satu. Maaf kalo pelanggan bapak yang satu ini banyak merepotkan bapak dan bikin bapak kadang harus lembur untuk menyelesaikan pesanan fotokopi dari saya.

  23. Mbak Diah Trisnawati. Terimakasih banyak, Mbak udah meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan Mbak bekerja untuk menemaniku melaksanakan proses pengambilan data.

  24. Ervina Yudha Kusuma. Terimakasih banyak Cie, udah meluangkan waktu untuk bantuin aku bikin abstrak bahasa Inggris.

  25. Last but not least, thank you so much for my two little ‘guardian angels’ at , Cilik & Ndut’Z. Terimakasih untuk kebersamaan, keceriaan,

  home

  sukacita, kasih sayang, dan kesetiaan seumur hidup yang kalian berikan kepadaku. Kasih sayang kalian untukku, kesediaan kalian untuk selalu berada di sisiku merupakan obat yang paling mujarab untuk meredakan berbagai macam ‘kondisi tidak nyaman’ yang aku rasakan. Maaf kalau

  26. Seluruh pribadi yang penulis temui, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini. Kehadiran kalian memberikan makna yang mendalam di setiap proses hidup dan pembentukan karakter yang saya jalani.

  Yogyakarta, Desember 2010 ( Eka Dian Perwithasari)

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL..…..………………………………………………. i HAL AMAN PERSETUJUAN…………………………………………... ii HAL AMAN PENGESAHAN…………………………………………… iii HALA MAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.………………………… iv HALA MAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………... v ABST RAK………………………………………………………………. vi

  

ABSTRA CT ………………………………………………………………. vii

  HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... viii KATA PE NGANTAR………………………………………………….. ix DAFTAR

  ISI……………………………………………………………... xv DAFTAR TABEL………………………………………………………. xviii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. xix DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xx BAB I PE NDAHULUAN……………………………………………….

  1 A. Latar Belakang Masalah………………………………………………

  1 B. Rumusan Ma salah ...…………………………………………………

  7 C. Tujuan Pe nelitian……………………………………………………..

  8 D. Manfaat Pe nelitian…………………………………………………….

  8 BAB II LANDA SAN TEORI…………………………………………..

  9 A. Cinderella Complex Pada Wanita Karier yang Menikah…………….

  9

  akter Individu Berdasarkan Tinggi-Rendahnya

  41 B. Identifikasi eori Pendukung Adversity Quotient………………....

  2. Aspek-aspek Cinderella Complex Pada Wanita Karier ki Adversity Quotient : Rangkaian LEAD……..

  1. P

  21

  4. Faktor- . Adversity Quotient…………………………………………………....

  25

  16 b. aspek Adversity Quotient…………………………....

  . Pengertian Karier…………………………………...

  13 3.

  18 B Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cinderella Complex P ang Menikah………………………………………………...

  6. Memperbai Pernikahan…………………………………………..

  30

  14 4. litian……………………………………………………...

  Advers faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient….....

  16 a ada Wanita Karier yang Menikah…………………………...

  3. Aspek- Wanita Karier dan Pernikahan……………………………….

  23

  42 ity Quotient ……………………………………..........

  41 A. Jenis Pene asional………………………………………………...

  39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………...

  2. Kar ara Adversity Quotient dan Cinderell Penelitian………………………………………………….

  21

  34 D. Hipotesis engertian Adversity Quotient……………………………......

  41 C. Definisi Oper a Complex Pada Wanita Karier yang Menikah…………....

  5. Teori-t Variabel………………………………………………...

  28

  32 C. Hubungan Ant y

  E. Subjek Penelitian……………………………………………………

  45 F. Alat Pengambilan Data……………………………………………...

  46 G . Pertanggungjawaban Mutu Alat Ukur……………………………....

  50 1. Validitas……………………………………………………..

  50 2. S eleksi Item……………………………………………….....

  52 3. Reliabilitas…………………………………………………...

  56 H. Pr osedur Pengambilan Data………………………………………….

  58 I. Ana lisis Data………………………………………………………....

  60 BAB I V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………….

  62 A. Per siapan Penelitian…………………………………………………..

  62 B. Ori entasi Kancah……………………………………………………...

  62 C. Pel aksanaan Penelitian………………………………………………..

  64 D. Hasil Penelitian………………………………………………………..

  65 1. Deskripsi D ata Penelitian……………………………………..

  65 2. Uji Asumsi…………… …………………………………….....

  66 3. Uji Hipotesis …………………………………………………..

  67 E. Pembahasan……………………………………………………………

  69 BAB V PENUTUP ……………………………………………………..

  78 A. Kesimpulan…………………………………………………………..

  78 B. Saran…………………………………………………………………

  78 D AFTAR PUSTAK A……………………………………………………….

  81 LAMPIRAN……………………………………….…………………………

  83

  

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint Skala Cinderella Complex…………………………….

  47 T abel 2. Blueprint Skala Adversity Quotient……………………………...

  48 Ta bel 3. Distribusi Item Skala Cinderella Complex Setelah Seleksi Item..

  54 Ta bel 4. Distribusi Item Skala Adversity Quotient Setelah Seleksi Item….

  56 Tabe l 5. Data Teoritik Cinderella Complex dan Adversity Quotient………

  65 Tabe l 6. Data Statistik Cinderella Complex dan Adversity Quotient………

  66

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Alur Pemikiran Penelitian…………………………...

  40

DAFTAR LAMPIRAN

  LAMPIRAN A. Skala Penelitian…………………………………………

  83 LAMPIRAN B. Tabulasi Data & Reliabilitas Skala Sebelum Seleksi Item

  94 LAMPIRAN C. Hasil Seleksi Item & Reliabilitas………………………… 113 LAMPIRAN D. Hasil Uji Normalitas & Linearitas……………………….. 132 LAMPIRAN E. Hasil Olah Data…………………………………………... 138 LAMPIRAN F. Surat Ijin Penelitian & Surat Keterangan Penelitian……... 144

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat masih mempunyai pandangan bahwa perempuan dan ketergantungan merupakan dua pengertian yang sangat erat menyatu. Lebih-lebih apabila dua pengertian tersebut dikaitkan dengan kedudukan

  dan peran perempuan dalam keluarga. Dalam masyarakat masih berlaku pandangan bahwa kedudukan istri tergantung pada suami, kedudukan anak perempuan tergantung pada ayah atau saudara laki-laki (Murniati, 1992). Peran-peran tersebut ditentukan oleh keluarga dan lingkungan budaya. (Wolfman dalam Arinta & Azwar, 1993).

  Bukan hal yang asing lagi melihat wanita telah merambah dunia kerja dan mampu menempati posisi-posisi kunci dalam suatu lembaga atau instansi. Terlepas dari peran itu, di beberapa belahan dunia, khususnya di Indonesia, masih menganut berlakunya ideal budaya (culture

  ideal ) dimana tugas utama wanita terletak dalam keluarga dan rumah

  tinggal (Hamid, 2005). Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Murniati (1992). Murniati (1992) mengungkapkan bahwa faham ibuisme mendudukkan perempuan untuk bertugas dan bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga. Laki-laki diberi tugas di luar rumah untuk

  (domestic) dan ‘di luar’ keluarga (public). Perempuan mendapatkan peran domestik dan laki-laki mendapatkan peran publik.

  Pada jaman yang sudah semakin modern dalam era globalisasi ini masih tertanam anggapan bahwa wanita tidak boleh ‘lebih’ daripada pria dalam segala hal. Menurut Wolfman dalam Barnhouse (1988), dalam masyarakat masih ada yang percaya bahwa wanita harus tunduk pada pria sesuai dengan tafsiran harafiah kisah dalam Alkitab yang mengharuskan Hawa tunduk pada Adam. Amanat ini bersama contoh-contoh lain dari Alkitab digunakan untuk menjelaskan bahwa wanita harus merendahkan diri terhadap pria. Menurut pandangan ini, wanita itu ‘abdi’ yang terikat pada peranan-peranan tradisional. Ada juga anggapan bahwa wanita diciptakan untuk dicintai dan dilindungi sambil menanti datangnya pria yang tepat. Oleh sebab itu, wanita harus lemah dan pria menjadi pelindung dari wanita yang lemah. Hal tersebut menurut Hurlock (1995) disebabkan karena ada pembagian peran inferior dan superior. Pria ditempatkan pada posisi superior karena ada anggapan bahwa peran pria dapat menyumbang lebih banyak pada peran sosial dibandingkan dengan peran wanita. Pembagian peran ini menyebabkan orang percaya bahwa pria, karena kemampuan mereka yang superior, dapat memenuhi tuntutan kehidupan yang lebih baik dari wanita. Di samping itu, ada juga anggapan bahwa wanita harus tetap menjaga kodrat kewanitaannya dengan bertingkahlaku dan bersikap seperti wanita yang seharusnya menurut kultur.

  Menurut Dowling (1989), wanita pada masa kanak-kanak cenderung dimanjakan, dilindungi, dan diperhatikan. Orangtua selalu ada setiap saat mereka dibutuhkan. Hal tersebut berkaitan dengan ketergantungan, yaitu kebutuhan untuk kembali ke masa bayi, untuk diasuh dan dirawat serta dilindungi dari mara bahaya. Kebutuhan untuk diasuh, dirawat, serta dilindungi dari mara bahaya ini tetap berada dalam diri wanita hingga dewasa dan menuntut untuk dipenuhi seiring dengan kebutuhan akan kemandirian. Sampai batas tertentu, kebutuhan akan ketergantungan itu normal baik untuk pria maupun wanita. Akan tetapi, sejak masa kecil wanita selalu didorong untuk bersikap tergantung sampai pada derajat yang tidak sehat (Dowling, 1989).

  Kondisi seperti yang dijelaskan di atas diperburuk dengan munculnya teori-teori yang makin memperkuat kedudukan laki-laki dan melemahkan kedudukan perempuan seperti misalnya teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud yang bertitik-tolak pada penis envy, dimana perempuan dilihat sebagai laki-laki yang kurang lengkap. Anggapan ini menimbulkan perasaan rendah diri bagi wanita yang tidak ada habis- habisnya (Barnhouse, 1988). Di sisi lain, teori Fungsionalisme menentukan kedudukan perempuan dalam keluarga berdasarkan alasan bahwa fungsi tersebut adalah fungsi yang paling menguntungkan masyarakat pada umumnya. Akan tetapi apabila perempuan hanya menjalankan fungsi dalam keluarga saja tanpa pernah diberi fungsi di luar Keadaan ini seolah-olah membenarkan anggapan bahwa perempuan mempunyai sifat lemah dan bodoh (Murniati, 1992).

  Setiap wanita yang meneliti dirinya sendiri akan menyadari bahwa dirinya tidak pernah dilatih untuk menyukai gagasan keharusan menolong diri sendiri, melindungi, dan mempertahankan pendapat sendiri. Seringkali, dari luar wanita tersebut tampak mandiri (independen), sementara dalam diri wanita tersebut mencemburui anak laki-laki (dan kemudian kaum pria) karena kelihatan mandiri dengan begitu wajar. Gejala wanita yang cenderung memperlihatkan untuk tampak mengandalkan diri sendiri serta mengendalikan perasaan, dimana para wanita tersebut menyiarkan keras-keras pernyataan ‘Saya tidak membutuhkan siapapun, saya dapat menolong diri saya sendiri’ menurut Symonds (1974) dalam Dowling (1989), selangkah demi selangkah akan membentuk suatu kontrafobia. Hal yang paling mencolok dalam kepribadian kontrafobia adalah suatu pertahanan diri yang efektif.

  Konsep kontrafobia ini sejalan dengan konsep Adversity

  

Quotient menurut Stoltz (2003), yaitu suatu respon individu dalam

  menghadapi tantangan dan ketidakberdayaan. Hal ini terungkap melalui tindakan, dan penyebab utamanya adalah menolak anggapan lemah, tidak mampu, bahkan tergantung. Selalu ada dorongan untuk mempertahankan diri dari anggapan tersebut dengan cara menutupi dengan bertindak sebaliknya.

  Bukan alam yang memberikan kemandirian pada pria, tetapi disebabkan karena latihan. Pria dididik untuk mandiri sejak dilahirkan, dengan cara yang sistematis. Pada masyarakat patriarkhat misalnya, pria tidak dikehendaki untuk bersikap emosional. Pria dituntut untuk tidak bergantung pada orang lain, tetapi harus bergantung pada kompetensinya sendiri. Dalam kesulitan, sikap ini harus dipertahankan. Pria harus dapat menyesuaikan diri dengan situasi ataupun tidak mengeluh dalam kesulitan, seperti layaknya wanita. Tindakan meminta bantuan adalah tindakan yang memalukan. Mereka harus kuat dan tabah dalam menghadapi cobaan (Sebatu, 1994).

  Hal sebaliknya terjadi pada wanita. Pada wanita diajarkan bahwa mereka memiliki sebuah jalan keluar dan suatu saat dengan suatu jalan para wanita akan diselamatkan. Ketergantungan psikologis, keinginan yang mendalam untuk diselamatkan, dirawat, dilindungi oleh orang lain adalah kekuatan yang paling utama melumpuhkan wanita pada masa dewasa ini. Hal ini disebut dengan Cinderella Complex yang merupakan suatu jaringan sikap dan rasa takut yang sebagian besar tertekan sehingga wanita tidak bisa dan tidak berani memanfaatkan sepenuhnya kemampuan otak dan kreativitasnya. Sebagaimana Cinderella yang terbaring di peti kaca menanti sang pangeran untuk membangkitkannya, demikianlah wanita masa kini masih menanti sesuatu yang berasal dari luar, untuk mengubah hidup mereka (Dowling, 1989).

  Para wanita yang sudah menikah cenderung merasa lebih aman jika bekerja di bawah bayang-bayang suami. Para wanita tersebut merasa dapat berkreasi lebih bebas jika menggunakan nama suami karena wanita tersebut merasa jika suami berhasil walaupun dengan bantuannya, maka suami akan semakin lebih kuat dan secara otomatis tempat bergantung semakin kuat sehingga diri wanita tersebut merasa aman. Menurut Symonds (1974) dalam Dowling (1989), walaupun para wanita tersebut tampak takut akan dikendalikan orang lain, para wanita ini sesungguhnya takut mengendalikan hidup mereka sendiri. Yang menjadi masalah adalah para wanita karier yang menikah cenderung meninggalkan kariernya jika suami mereka meminta mereka berhenti berkarier dengan alasan klise demi keluarga. Padahal, tak jarang karier dan kedudukan mereka dalam pekerjaan sudah cukup tinggi dan kuat. Masalah lain, para wanita tersebut selalu merasa takut dan tidak percaya pada kemampuan diri sendiri dan hal tersebut yang membuat diri wanita menjadi tergantung (Dowling, 1989).

  Pada era globalisasi di Indonesia, semakin banyak wanita yang bekerja dan bahkan berhasil dalam pekerjaan. Seringkali mereka disebut dengan wanita karier, dimana wanita tersebut menduduki suatu jabatan tertentu dengan kemungkinan jenjang kenaikan setelah bekerja untuk jangka waktu tertentu dalam suatu perusahaan, lembaga atau instansi, dan bekerja secara full time.

  Telah dikemukakan di atas bahwa wanita cenderung

  (1989) bahwa wanita karier yang menikah dan Cinderella Complex biasanya menggunakan ‘topeng’ yang merupakan sebuah ‘benteng’ dimana di balik ‘benteng’ tersebut seseorang akan bisa menyembunyikan rasa tidak aman, ketakutan, dan ketidakberdayaannya. Biasanya mereka jarang menduduki puncak suatu jabatan karena mereka merasa terbebani karenanya. Kadang-kadang bahkan merasa tersiksa karena jauh di dasar hati mereka percaya bahwa wanita tidak seharusnya mencari kehidupan sendiri (Bardwick dalam Muljani, 2000) dan akhirnya memilih untuk meninggalkan kariernya.

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan di atas, terlihat bahwa Adversity Quotient berkaitan dengan bagaimana seorang individu merespon kesulitan dan ketidakberdayaan akibat Cinderella Complex. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengkaji mengenai hubungan antara Adversity Quotient dan Cinderella Complex pada wanita karier yang menikah.

B. Rumusan Masalah

  Adapun pertanyaan penelitian yang ingin diungkap peneliti adalah apakah ada hubungan antara Adversity Quotient dan Cinderella Complex pada wanita karier yang menikah?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara Adversity Quotient dan Cinderella Complex pada wanita karier yang menikah.

  D. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian ini adalah :

  1. Manfaat Teoritis

  a. Untuk membantu proses pengembangan ilmu Psikologi di bidang Klinis, khususnya yang berkaitan dengan masalah Cinderella Complex dan Adversity Quotient pada wanita karier yang menikah.

  b. Untuk memberikan informasi tentang ada tidaknya hubungan antara Adversity Quotient dengan kecenderungan Cinderella Complex pada wanita karier yang menikah.

  2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu para wanita karier supaya dapat menekan Cinderella Complex dalam diri mereka dan Cinderella Complex tersebut tidak menghambat karier mereka.

BAB II LANDASAN TEORI A. Cinderella Complex Pada Wanita Karier yang Menikah

1. Pengertian Cinderella Complex

  Kartono (2006) mengatakan bahwa dunia wanita mempunyai skema dasar dan struktur dasar tertentu dari tingkah laku wanita. Dunia wanita itu khas menampilkan diri sebagai ‘yang memelihara’, sebagai

  besogend welt ; sedangkan dunia laki-laki lebih banyak dicirikan dengan :

  dunia kerja, penaklukan, ekspansi, dan agresivitas. Masih menurut Kartono, bahwa seorang wanita itu selalu mempunyai posisi bersama- sama dengan subjek lain; ia selalu ada bersama sebab itu kemunculannya sebagai subjek atau person karena ia ada di dalam. Jadi, subjek wanita akan betul-betul berarti dalam hidupnya kalau ia ada dalam kesatuannya dengan subjek lain. Maka perumpamaan pribadi (antar pribadi dengan pribadi yang lain) itu mutlak perlu bagi proses pemanusiaan manusia, dan bagi perkembangan kepribadian manusia.

  Seorang psikolog Amerika (Giligan dalam Dowling, 1989) mengadakan riset dan menunjukkan bahwa wanita lebih memperhatikan tanggung jawab terhadap hubungan antar manusia, sedangkan pria memperhatikan hak individu. Urut-urutan perkembangan anak perempuan menjadi orang dewasa yang secara berlebihan membutuhkan dukungan

  1) Lebih sedikit dorongan menuju kemandirian. 2) Lebih banyak perlindungan dari orang tua. 3) Lebih sedikit tekanan kognitif dan sosial untuk membangun identitas yang terpisah dari ibu.

  4) Lebih sedikit konflik ibu-anak yang menandai perpisahan itu sehingga dapat melakukan eksplorasi lingkungannya dengan cara yang kurang mandiri. Hal-hal seperti di ataslah yang menyebabkan wanita menjadi takut untuk berhasil dan mandiri. Menurut Horner (dalam Dowling, 1989), gagasan tentang keberhasilan mempunyai arti yang berbeda bagi wanita. Wanita tidak tampak mengejar keberhasilannya dengan cara yang sama dengan pria, mereka membatasi diri. Wanita merasa cemas ketika segala sesuatu berjalan mulus, juga merasa cemas terhadap kegagalan atau keberhasilan.

  Keberhasilan tampaknya sangat menakutkan banyak wanita yang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang penting dalam kehidupan mereka. Selanjutnya dikatakan bahwa wanita cenderung demikian tercengkeram oleh kemungkinan berhasil, sehingga justru mematikan kemampuan untuk berhasil itu sendiri. Masalah yang timbul pada wanita bukanlah sekadar kecemasan tentang apakah mereka mempunyai kemampuan untuk menghadapi keberhasilan itu atau tidak; tetapi sesungguhnya semakin besar kemampuan mereka, semakin cemas pula mereka. Wanita yang ingin berprestasi adalah wanita yang paling dalam Brannon (1996) menjelaskan bahwa wanita mendapatkan konsekuensi negatif yang mengiringi kesuksesannya. Hal tersebut senada dengan yang Horner jelaskan (dalam Dowling, 1989) bahwa wanita takut akan keberhasilan karena akan diterimanya konsekuensi negatif dari masyarakat. Horner (1969) dalam Brannon (1996) juga mengungkapkan bahwa wanita mengasosiasikan kesuksesan dengan hilangnya kefemininan (loss of feminity) dalam diri mereka dan mereka merasa cemas dengan kesuksesan itu sendiri, terutama jika mereka harus berkompetisi dengan para pria. Horner (1972) dalam Byrne & Kelley (1981) mengemukakan bahwa wanita mengindikasikan ketakutan akan keberhasilan daripada pria, terutama jika mereka sendiri yang menginginkan kesuksesan tersebut. Oleh karena itu, Symonds (1974) dalam Dowling (1989) menyatakan terbentuklah suatu kontrafobia dimana para wanita ini memakai topeng kemandirian sehingga menutupi kecemasannya, dan secara tidak disadari menekan rasa ketakutan dan ketergantungannya.

  Menurut Horner (dalam Dowling, 1989) rasa takut akan kemandirian terbentuk melalui proses sosialisasi yang diperoleh sejak individu mengenal standar-standar peran yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Berdasarkan pendapat dan teori para ahli mengenai wanita, akhirnya muncul rumusan yang membentuk tingkah laku dan sikap perempuan yang akhirnya dapat ‘diterjemahkan’ menjadi kodrat perempuan yang seolah-olah tidak dapat diubah.

  Dowling (1989) mendefinisikan bahwa Cinderella Complex adalah suatu jaringan sikap dan rasa takut yang sebagian besarnya tertekan sehingga wanita tidak bisa dan tidak berani memanfaatkan sepenuhnya otak dan kreativitasnya. Sebagaimana halnya Cinderella yang terbaring di peti kaca menanti sang pangeran untuk membangkitkannya, demikianlah wanita masa kini masih menanti sesuatu yang berasal dari luar, untuk mengubah hidup mereka.

  Ketakutan akan kemampuan otak dan kreativitas selalu membelenggu dan sebenarnya melumpuhkan usaha-usaha untuk membebaskan diri. Keinginan untuk diselamatkan dianggap sebagai masalah yang penting yang merupakan kebutuhan psikologis pada wanita saat ini. Wanita dibesarkan untuk menggantungkan diri pada seorang laki- laki dan tanpa seorang laki-laki lalu merasa telanjang dan ketakutan.

  Wanita juga diajarkan bahwa sebagai wanita tidak dapat berdiri sendiri, terlalu rapuh, dan membutuhkan perlindungan; sehingga di masa yang telah jauh berubah ini, ketika otak menyuruh untuk mandiri, maka berbagai masalah emosional yang tidak terpecahkan menyeret kita jatuh.

  Pada waktu ingin bebas dan terlepas dari belenggu, secara bersamaan mendambakan untuk dilindungi serta dirawat (Dowling, 1989).

  Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka Cinderella Complex dapat didefinisikan sebagai suatu fenomena psikologis tentang apa yang dinamakan suatu bentuk ketakutan akan kemandirian, keinginan besarnya tertekan membuat wanita tidak bisa dan tidak berani memanfaatkan sepenuhnya otak dan kreativitasnya yang kemudian banyak mempengaruhi cara wanita berpikir, berbicara, dan bertindak.

2. Aspek-aspek Cinderella Complex pada Wanita Karier yang Menikah

  Aspek-aspek yang mengindikasikan Cinderella Complex antara lain sebagai berikut : a. Ketakutan kehilangan feminitas, seperti sifat suka mengalah dan penuh perasaan.

  b. Mengandalkan laki-laki, seperti meminta tolong bila menghadapi kesulitan.

  c. Menghindari tantangan dan kompetisi, misalnya : wanita kurang semangat, merasa tidak enak dengan orang lain, malas menghadapi persaingan.

  d. Rendahnya kepercayaan diri, misalnya : wanita lebih suka menekan ide-ide kreatifnya, tidak mau berpendapat.

  e. Kontrol diri eksternal, seperti percaya pada ramalan bintang dan keberuntungan.

  (Anggryani, 2003)

  

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cinderella Complex pada Wanita

Karier yang Menikah

  Anggryani (2003) mengungkapkan bahwa Cinderella Complex dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Pola asuh orang tua

  Stein & Bailey (1973) dalam Byrne & Kelley (1981) mengungkapkan bahwa berbagai perbedaan dalam mendefinisikan bagaimana pria dan wanita harus bersikap telah dihadirkan dalam masyarakat kita dan hal tersebut dilakukan secara konsisten sebagaimana orang tua membesarkan anak-anak mereka. Wanita yang dibesarkan dengan sikap orang tua yang berorientasi pada prestasi (achievement) dan menganut pola asuh ‘non-tradisional’, orang tua tersebut akan menguatkan dan memberikan dukungan pada prestasi mereka.

  b. Media komunikasi massa Studi yang dilakukan oleh Manes & Melynk (1974) dalam Byrne & Kelley (1981) mengungkapkan bahwa dalam televisi, wanita yang berprestasi digambarkan sebagai orang yang mempunyai relasi sosial yang buruk dengan pria. Hanya wanita yang tidak berprestasilah yang memiliki kehidupan pernikahan yang membahagiakan dan pernikahan yang baik menempatkan wanita sebagai ibu rumah tangga (housewife). Dalam hal ini, media bahwa wanita yang berprestasi akan ‘dijauhi’ dan kebahagiaan tersedia untuk istri dan ibu yang hanya tinggal di rumah.

  Selain media televisi, Brannon (1996) menjelaskan stereotip gender dalam buku anak-anak dan berbagai textbook menjadi perhatian dalam berbagai penelitian. Dalam buku-buku tersebut, perempuan dalam banyak cerita banyak ‘dikondisikan’ sebagai penilai yang pasif (passive observers). Sadker & Steindam dalam Brannon (1996) menjelaskan pembaca anak-anak lebih banyak disuguhi cerita yang berfokus pada anak laki-laki daripada anak perempuan, lebih banyak karakter laki-laki dewasa daripada wanita dewasa, dan bahkan banyak cerita mengenai hewan jantan daripada hewan betina.

  c. Pekerjaan atau tugas yang menuntut pribadi.

  Wanita mempercayai dan mengekspresikan peran sebagai ibu rumah tangga dan sebagai akibatnya, statusnya menjadi kurang penting dalam usaha menempatkan status sosial keluarga. Selain itu, status pekerjaan seorang wanita juga dianggap kurang penting.

  Maksudnya, meskipun wanita berkarier, penghasilan yang ia dapatkan hanyalah sebagai penghasilan tambahan. Oleh karena itu, wanita sering ditempatkan dalam posisi ‘lebih rendah’ daripada kapasitasnya. Terkadang posisi tersebut diberikan kepada pria, bukan karena kemampuan pria tersebut lebih baik, namun karena d. Agama.

  Menurut Wolfman dalam Barnhouse (1988), dalam masyarakat masih ada yang percaya bahwa wanita harus tunduk pada pria sesuai dengan tafsiran harafiah kisah dalam Alkitab yang mengharuskan Hawa tunduk pada Adam. Amanat ini bersama contoh-contoh lain dari Alkitab digunakan untuk menjelaskan bahwa wanita harus merendahkan diri terhadap pria.

4. Wanita Karier dan Pernikahan

a. Pengertian Karier

  Untuk menjelaskan pengertian dari wanita karier, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian karier itu sendiri.

  Karier tidak identik dengan bekerja. Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donnelly dalam Stefani, Pudjibudojo, dan Prihanto (2000), orang yang berkarier diartikan sebagai orang yang bergerak maju dan meningkat dalam pekerjaan yang dipilihnya. Bergerak maju di sini berarti bergerak maju dalam hal-hal seperti kebutuhan, tuntutan gaji yang lebih besar, tanggung jawab lebih banyak, mendapatkan status, dan kekuasaan yang lebih banyak. Sementara itu, Moekijat (1984) membuat batasan tentang karier sebagai berikut :

  a. Karier adalah kemajuan seseorang dalam suatu lapangan b. Karier adalah kemajuan seseorang dalam suatu bidang pekerjaan selama bertahun-tahun bekerja.

  c. Karier adalah riwayat pekerjaan.

  d. Karier adalah perkembangan kemajuan seseorang dalam suatu lapangan pekerjaan selama masa aktif dalam hidupnya.

  Batasan-batasan yang dikemukakan di atas tidak terlepas dari apa yang disebut oleh Moekijat (1984) sebagai sistem karier.