PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI DALAM SISTEM PENGAWASAN HAKIM MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA RI 1945
PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI DALAM SISTEM PENGAWASAN HAKIM
MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA RI 1945
Tit ik Triwulan Tut ik
Fakult as Syari’ ah IAIN Sunan Ampel Surabaya E-mail:
Abst r act
Thi s r esear ch i s nor mat ive legal r esear ch. The obj ect i ve of t hi s r esear ch i s f ir st l y t o cl ar if y whet her
t he essence of const i t ut i onal cour t ’ s j udges i s not i ncl uded i n t he t er m of j udge i n t he 1945
const i t ut i on and Law number 24 2003 on j udi ci al commi ssi on. Secondl y, t o know how model desi gns
of cont r ol l i ng j udges of const it ut ional cour t ar e af t er t he i ssuance of Const i t ut ional cour t ’ s deci sion
Number 005/ PUU-IV/ 2006. The concl usi on of r esear ch ar e t he j udges of const it ut i onal cour t ar e
r egul ar j udges bound t o al l j udge r egul at ions i n Indonesi a, because Indonesi an const i t ut i on does not
r ecognize di f f er ent t ypol ogies of j udges, t he not e of PAH I BP MPR t hat f or mul at ed amendment of
t he 1945 const i t ut ion t he di scussi on sur r ounding t he t ypologies of j udges never t ook pl ace; and t he
l egal schol ar s, gener al l y t end t o gener al i ze j udges t o i ncl ude j udges of const it ut ional cour t s. The
cont r ol of const i t ut i onal cour t necessar y t o adopt i nt egr at ed cont r ol syst em, t hat i s int er nal cont r ol
i s done by Const it ut ional Cour t and ext er nal super vi sion mechani sm conduct ed by ext er nal
i ndependent depar t ment , i t i s Judi ci al Commi ssi on. Based on t hose f i ndi ngs, i n i mpl ement i ng an
i nt egr at ed super vi sion mechani sm of Const i t ut ional Cour t ’ s Judges an amendment t o t he 1945
Const i t ut ion i s r ecommended and r evi sing t he Law number 22 of 2004 on Judi ci al Commi ssi on and
l aw number 24 of 2003 on Const i t ut i onal Cour t i s ur gent l y needed.Key wor ds: cont r ol on j ust i ce of Const it ut ional Cour t , t he syst em of j udge cont r ol , an i nt egr at ed
super vi sion mechani sm
Abst rak
Penelit ian ini adalah penelit ian hukum normat if . Tuj uan dari penelit ian adalah unt uk menget ahui mengapa Hakim mahkamah konst it usi t idak t ermasuk dalam pengert ian hakim menurut UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 t ent ang Komisi Yudisial dan unt uk menget ahui desains model pengawasan hakim mahkamah konst it usi pasca put usan Mahkamah Konst it usi Nomor 005/ PUU-IV/ 2006. Hasil penelit ian menyimpulkan bahwa hakim mahkamah konst it usi t ermasuk dalam kat egori hakim yang didasarkan pada argument bahwa UUD 1945 t idak mengenal kat egorisasi hakim dan hasil pembahasan rapat PAH I BP MPR t ent ang amandemen UUD 1945 t idak pernah membedakan makna hakim, sert a para ahli hukum umumnya berpendapat bahwa makna hakim adalah semua hakim t ermasuk di dalamnya adalah hakim mahkamah konst it usi. Pengawasan t erhadap hakim mahkamah konst it usi perlu mengadopsi sist em pengawasan t erpadu, dimana pengawasan int ernal dilakukan oleh mahkamah konst it usi dan pengawasan ekst ernal dilakukan oleh lembaga independen yait u Komisi Yudisial. Dalam rangka mewuj udkan sist em pengawasan t erpadu t erhadap hakim mahkamah konst it usi, perlu dilakukan amandemen UUD 1945 dan segera mungkin melakukan revisi t erhadap UU No. 22 Tahun 2004 t ent ang Komisi Yudisial dan UU No. 24 Tahun 2003 Kat a kunci: pengawasan hakim mahkamah konst it usi, sist em pengawasan hakim, sist em pengawasan t erpadu.
Pendahuluan nang-wenang pemerint ah t erhadap masyarakat ,
Hakim memiliki posisi pent ing dengan se- bahkan memerint ahkan penghilangan hak hidup
1
gala kewenangan yang dimilikinya, misalnya se- seseorang. Wewenang dan t ugas hakim yang orang hakim dapat mengalihkan hak kepemilik- 1 an seseorang, mencabut kebebasan warga ne- Dudu Dusw ara Machmudi n, “ Per anan Keyaki nan Haki m
dal am Memut us suat u Per kar a di Pengadi l an” , Vari a
296 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012
besar demikian oleh karenanya harus dilaksana- kan dalam rangka menegakkan hukum, kebe- naran, dan keadilan sesuai kode et ik t anpa pan- dang bulu dengan t idak membeda-bedakan orang sepert i diat ur dalam laf al sumpah se- orang hakim, di mana set iap orang sama kedu- dukannya di depan hukum ( equal i t y bef or e t he l aw) dan hakim.
2 Kewenangan hakim yang sa-
Konst i t usi (MK) Nomor 005/ PUU-IV/ 2006” , Jur nal Hu- kum Vol . 1 No. 2 Desember 2007, Uni ver si t as Bung
Ahsin Thohar i, “ Desains Konst it ut sional Komisi Yudi si al dal am Sist em Ket at anegar aan Indonesi a” , Jur nal Le- gi sl asi Indonesi a, Vol . VII No. 1 Maret 2010, hl m. 60-80. Kedua, Pengaw asan kepada para hakim t er masuk haki m agung yang dil akukan ol eh Mahkamah Agung (MA) t el ah memuncul kan berbagai per masal ahan pada dir i hakim, t ermasuk Hakim Agung. Permasal ahan ini berkenaan dengan i nt egrit as dan kepr ibadian par a haki m pada umumnya. Mahkamah Agung RI, 2003, Cet ak Bi r u Pem- bar uan Mahkamah Agung RI, Jakart a: Ker j asama Mahka- mah Agung RI dengan LeIP, The Asia Foundat ion, USAID & Kemit r aan, hl m. 93. 8 Mas Achmad Sant osa dal am Mal ik, ” Perspekt if Fungsi Pengaw asan Komi si Yudi si al Pasca Put usan Mahkamah
dal am Rangka Pengawasan Haki m Guna Mel aksanakan Amanat UUD 1945” , Jur nal Hukum Adi l , Vol . I No. 3 Desember 2010, hl m. 219-229. 7 Ada 2 (dua) aspek yang t erkait dengan per masal ahan keberadaan l embaga per adil an i ni: Per t ama, l embaga peradil an t el ah menj adi l embaga yang diyakini sangat korup ( j udi ci al cor r upt i on) dan penuh dengan prakt ik- prakt ik yang sangat menceder ai nil ai-nil ai keadil an seper t i perdagangan perkar a (maf i a per adil an). Lihat A.
kuman t idak seimbang dengan perbuat an. Se- t iap upaya unt uk memperbaiki suat u kondisi yang buruk past i akan mendapat reaksi dari pihak yang selama ini mendapat kan keunt ungan dari kondisi yang buruk it u. Kedua, t idak t er- dapat kehendak yang kuat dari pimpinan lem- 6 Lihat Berchah Pet oew as, “ Kewenangan Komisi Yudi si al
ma, semangat membela sesama korps (espr i t de cor ps) yang mengakibat kan penj at uhan hu-
mad Ashar, bahwa t idak ef ekt if nya pengawas- an int ernal disebabkan oleh dua f akt or. Per t a-
8 Selain ket iga hal t ersebut , menurut Ah-
Mas Achmad Sant osa, lemahnya pengawasan in- t ernal t ersebut disebabkan oleh beberapa f ak- t or, ant ara lain: kualit as dan int egrit as peng- awas yang t idak memadai; proses pemeriksaan disiplin yang t idak t ransparan; belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan unt uk menyampaikan pengaduan, memant au proses sert a hasilnya (ket iadaan akses).
7 Menurut
lembaga peradilan, disebabkan oleh banyak f akt or ant ara lain dan t erut ama adalah t idak ef ekt if nya pengawasan int ernal (f ungsional) pe- rilaku hakim pada badan peradilan.
6 Prakt ik penyalahgunaan wewenang di
percayaan masyarakat kepada hakim. Salah sat u hal pent ing yang disorot masyarakat unt uk mempercayai hakim adalah perilaku hakim yang bersangkut an, baik dalam menj alankan t ugas yudisialnya maupun dalam kesehariannya.
Var i a Per adi l an, No. 252 Okt ober 2006, hl m. 5-31 4 Charl es Simabur a, “ Membangun Sinergi s dal am Peng- awasan Hakim” , Jur nal Konst i t usi , Vol . VII No. 2 Jul i 2009, hl m. 43-62 5 Muchl is, “ Hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung dal am Pengaw asan Haki m” , Jur nal Sul oh, Vol . VI
Quat r es Sai sons” , Terj emahan Tr ist am P. Mul yono, Jur - nal Pr oJust i t i a Vol . XVIII No. 1 Januar i 2002, Fakul t as Hukum Uni versit as Parahyangan, hl m. 7-20. Lihat Juga Mart ha Pigome“ Impl ement asi Prinsi p Demokrasi dan Nomokrasi dal am St rukt ur Ket at anegaraan RI Pasca Amandemen 1945” , Jurnal Di namika Hukum, Vol . 11 No. Me1 2001, hl m 323-335 3 Ket ua Mahkamah Agung RI, “ Pedoman Peril aku Haki m” ,
rangka menegakkan hukum dan keadilan it u ha- kim sebagai pelaksana ut ama dari f ungsi peng- adilan, harus mempunyai komit men, t ekad, dan semangat dalam membersihkan badan peradil- an dari segala bent uk penyalahgunaan wewe- nang dan dalam rangka memulihkan kewibawa- an badan peradilan sert a upaya memulihkan ke- 2 JWM Engel s, “ Negara Hukum dan Hukum Negara: Les
dap lembaga peradilan t idaklah muncul dengan sendirinya, t et api harus melalui berbagai pem- bukt ian bahwa badan peradilan dan hakim sungguh-sungguh menj unj ung t inggi hukum ser- t a menegakkan kebenaran dan keadilan secara benar dan konsist en.
f ungsinya secara ef ekt if , membut uhkan keper- cayaan dari masyarakat dan pencari keadilan, karena dengan adanya kepercayaan it ulah pe- ngadilan dapat menyelesaikan perkara melalui j alur hukum dengan baik.
ngat besar t ersebut di sat u sisi menunt ut t ang- gungj awab yang t inggi, sehingga put usan pe- ngadilan yang diucapkan dengan i r ah-i r ah “ De- mi Keadilan berdasarkan Ket uhanan Yang Maha Esa” mengandung art i bahwa kewaj iban mene- gakkan kebenaran dan keadilan it u waj ib diper- t anggungj awabkan secara horizont al kepada manusia, dan secara vert ikal dipert anggung- j awabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3 Hakim unt uk dapat melaksanakan semua
4 Kepercayaan t erha-
5 Oleh karenanya, dalam
Pengaw asan Haki m Konst it usi dal am Sist em Pengawasan Hakim menurut UUD RI 1945 297
baga penegak hukum unt uk menindaklanj ut i ha- sil pengawasan int ernal t erhadap hakim, se- hingga membuka peluang bagi hakim yang t er- bukt i melakukan pelanggaran hukum dan kode et ik unt uk mendapat ’ pengampunan’ dari pim- pinan badan peradilan yang bersangkut an (t idak dikenakan sanksi sebagaimana mest inya).
2004 t ent ang Komisi Yudisial dan Undang-Undang No. 4 t ahun 2004 t ent ang Kekuasaan Kehakiman t erhadap UUD 1945 dal am Yanis Mal adi , “ Bent uran Asas Nemo Judex Indoneus In Propr ia Causa dan Asas Ius Curi t a No- vit : Tel aah Yur idis Put usan Mahkamah Konst i t usi Nomor 005/ PUU-IV/ 2006” , Jurnal Konst i t usi, Vol . VII No. 2 2010, hl m. 10. 14 Permohonan Perkara Nomor 005/ PUU-IV/ 2006 Per baik-
dan Iwan Sat ri awan, “ Ef ekt ivi t as Sist em Penyel esaian Pej abat Komisi Negar a di Indonesia” , Jurnal Konst it usi , Vol . VI No. 3 Sept ember 2009, hl m. 145 13 Put usan Mahkamah Konst it usi Nomor 005/ PUU-IV/ 2006 t ent ang Uj i Mat eri il Undang-Undang Nomor 22 Tahun
t ersebut KY dianggap t elah memasuki wilayah pengawasan MA yang meliput i t eknis yudisial peradilan, puncaknya 31 hakim agung pada 10 Maret 2006 mengaj ukan permohonan t erhadap peninj auan at as UUKY 2004 dan UUKK 2004 t erhadap UUD 1945) ke MK dengan regist rasi Nomor 005/ PUU-IV/ 2006.
14 Berdasarkan alasan
Permasalahan muncul ket ika aspek pe- ngawasan KY sebagaimana t elah disebut kan di at as dalam perspekt if MA, dianggap t elah me- masuki wilayah pengawasan MA. Menurut MA, pengawasan KY selama ini yang memanggil be- berapa Hakim Agung, dalam hubungan dengan perkara yang t elah diadilinya t elah mengakibat - kan t erganggunya hak konst it usional Hakim Agung yang dij amin kemerdekaannya oleh UUD 1945, selain it u j uga menghancurkan indepen- densi Hakim Agung dan hilangnya kebebasan hakim dalam mengadili.
22 Tahun 2004 t ent ang Komisi Yudisial (UUKY 2004).
UUD 1945 ini dij abarkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 t ent ang Kekuasaan Keha- kiman (UUKK 2004) dan Undang-Undang Nomor
13 Operasionalisasi ket ent uan Pasal 24B ayat (1)
Menurut Mahkamah Konst it usi (MK), da- lam bat as-bat as t ert ent u dapat diart ikan seba- gai pengawasan, yait u pengawasan t erhadap in- dividu f ungsionaris hakim lembaga peradilan.
mempunyai kewenangan pokok mengusul - kan pengangkat an Hakim Agung, j uga memi l i ki wewenang l ai n dal am r angka menj aga dan menegakkan kehor mat an, kel uhur an mar t abat , ser t a per i l aku ha- ki m. Dengan f rasa ” dal am r angka men- j aga dan menegakkan kehor mat an, kel u- hur an mar t abat , ser t a per i l aku hakim
bahwa Komi si Yudi si al ber si f at mandir i ,
9 Kegagalan sist em pengawasan int ernal
Komi si Negar a dal am St rukt ur Ket at anegar aan Indonesi a” , Jurnal Hukum Jent er a, Vol . III No. 12 Apr il -
VII No. 1 Juni 2008, Fakul t as Hukum UI, hl m. 27-36 11 Lihat Ast ri yani, “ Mewuj udkan Komi si Yudisial yang Ideal ut uk Menj aga dan Menegakkan Kehor mat an sert a Kel uhuran Mart abat Hakim” , Jur nal Hukum Vol . III No. 8 Mei 2004, Fakul t as Hukum UI Teropong, hl m. 30-42. Se- ment ara ini pengaw asan peril aku haki m yang dil akukan Ket ua Muda Urusan Pengawasan dan Pembi naan (TUADA WASBIN) di pandang bel um berhasil . Lihat j uga Nurul Chot idj ah, “ Dinamika Impl ement asi Kewenangan Mah- kamah Agung dan Komi si Yudisial set el ah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945” , Jurnal Il mu Hukum Lit igasi Vol . IX No. 3 2008, Fakul t as Hukum Uni versit as Pasun- dan, hl m. 299-313 12 Lihat mengenai kedudukan Komis Yudisial i ni yang cukup unik dal am A. Ahsi n Thohar i, “ Kedudukan Komi si -
22 Tahun 2004 t ent ang Komisi Yudi si al ” , Jur nal DAHA, Vol . I No. 42 Januari 2009, hl m. 1-13 10 Dian Rosit a, “ Mengkaj i Ul ang Konsep Rul e of Law dal am Pembaharuan Per adil an d Indonesi a” , Jurnal Konst it usi Vol . I No. 1 November 2008, Mahkaham Konst it usi RI, hl m. 6-20. Li hat j uga Ayudya Wi daw at i , “ Sel eksi Haki m Agung 2008, Mencar i Haki m Agung yang Prof esional , Berkual it as, Berint egrit as, Akunt abel dan Transparan dal am Rangka Menegakkan Prinsi p Check and Bal ances Kekuasaan Kehakiman di Indonesi a” , Jurnal Hukum Vol .
12 9 Ahmad Ashar, ” Kewenangan Komisi Yudisial dal am Pe- ngangkat an Haki m Agung Berdasarkan pada UU Nomor
kan dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 set elah perubahan:
t er nal audi t or , yang dapat mengimbangi pelak- sana kekuasaan kehakiman.
se- hingga mendorong lahirnya gagasan ke arah pembent ukan lembaga independen yang berada di luar MA, yang dapat mengimbangi agar t idak t erj adi monopoli kekuasaan pada lembaga t er- sebut . Dalam rangka merealisasikan gagasan t ersebut dibent uklah Komisi Yudisial (selanj ut - nya disebut KY) yang diharapkan menj adi ex-
10
hingga saat ini belum dapat diat asi oleh ling- kungan lembaga peradilan, walaupun pada wakt u yang bersamaan j uga dilaksanakan kon- sep peradilan sat u at ap ( one r oof syst em) khu- susnya pada lingkungan Mahkamah Agung (MA). Kondisi demikian j ust ru menimbulkan kekha- wat iran t erj adinya monopoli kekuasaan,
11 Kedudukan yuridis lembaga KY dit ent u-
298 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012
Mahkamah Konst it usi melalui Amar Pu- t usan Nomor 005/ PUU/ IV-2006, menyat akan beberapa hal. Per t ama, permohonan para Pe- mohon menyangkut perluasan pengert ian hakim menurut Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang me- liput i hakim konst it usi bert ent angan dengan UUD 1945. Dengan demikian, hakim konst it usi t idak t ermasuk dalam pengert ian hakim yang perilaku et iknya diawasi oleh KY. Pengawasan KY t erhadap hakim Mahkamah Konst it usi akan mengganggu dan memandulkan MK sebagai lembaga pemut us sengket a kewenangan konst i- t usional lembaga negara. Kedua, permohonan para Pemohon menyangkut pengert ian hakim menurut Pasal 24B ayat (1) UUDNRI 1945 t idak cukup beralasan. Oleh karena it u, permohonan para pemohon sepanj ang menyangkut hakim agung t idak t erdapat cukup alasan unt uk me- ngabulkannya. MK t idak menemukan dasar konst it usionalit as dihapuskannya pengawasan KY t erhadap hakim agung. Ket i ga, menyangkut f ungsi pengawasan, MK berpendapat bahwa segala ket ent uan dalam UUKYyang menyangkut pengawasan dinyat akan bert ent angan dengan UUDNRI 1945 dan t idak mempunyai kekuat an hukum mengikat karena t erbukt i menimbulkan ket idakpast ian hukum ( r echt sonzeker hei d).
Amar put usan Mahkamah Konst it usi No. 005/ PUU-IV/ 2006 secara subt ansial membat al- kan beberapa pasal ant ara lain Pasal 1 angka 5, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia No.
22 Tahun 2004 t ent ang Komisi Yudisial (Lem- baran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Repu- blik Indonesia Nomor 4415), sert a Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 t ent ang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Re- publik Indonesia Nomor 4358), karena bert en- t angan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan t idak mem- punyai kekuat an hukum mengikat ; Pembat alan t erhadap pasal-pasal dalam Undang-Undang t ang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Repu- blik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 t ent ang Ke- kuasaan Kehakiman ini, mengakibat kan t erj adi- nya kekosongan hukum (
r echt svacum) yang ber-
f ungsi sebagai dasar pij akan lembaga pengawas hakim konst it usi unt uk melaksanakan penga- wasan, sehingga diperlukan secepat nya pem- bent ukan t erhadap at uran hukum yang berkait - an dengan f ungsi pengawasan t erhadap hakim konst it usi.
Permasalahan
Berdasarkan paparan lat ar belakang di at as isu sent ral dalam penelit ian ini adalah mnengenai alasan-alasan Hakim Konst it usi t idak t ermasuk dalam Lingkup Pengawasan Komisi Yudisial. Dari isu sent ral t ersebut melahirkan dua isu hukum sebagai berikut . Per t ama, Apa- kah pengert ian Hakim Mahkamah Konst it usi t i- dak t ermasuk dalam pengert ian hakim menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indone- sia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 t ent ang Komisi Yudisial; dan kedua, Lembaga manakah yang berwenang melakukan pengawasan t erhadap Hakim Konst it usi dalam kont eks pengawasan hakim Pascaput usan Mah- kamah Konst it usi Nomor 005/ PUU-IV/ 2006?
Met ode Penelitian
Jenis penelit ian ini adalah penelit ian hu- kum normat if ( dogmat i c),
15
yang dit uj ukan un- t uk menemukan dan merumuskan argument asi hukum, melalui analisis t erhadap pokok per- masalahan. Pendekat an ( appr oach) yang digu- nakan dalam penelit ian ini ada empat j enis yai- t u: pendekat an hist oris ( hi st or i cal appr oach), pendekat an perundang-undangan ( st at ut e ap-
pr oach); pendekat an perbandingan (compar a- t i ve appr oach), pendekat an konsep (concept ual appr oach), dan pendekat an kasus (case appr o- 15 Menurut J. Gij ssel , Kaj ian Dogmat ik hukum berf okus pada hukum posi t if , ant ar a l ain: (1) mempel aj ar i at uran hukum dari segi t ekni s; (2) ber bi cara t ent ang hukum; (3) bi car a hukum dar i segi hukum; dan (4) bi car a probl em yang konkret . Lihat J. Gij ssel dal am Phil i pus M. Hadj on, “ Pengkaj i an Il mu Hukum Dogmat ik (Nor- mat if )” , Jur nal Yur i di ka Vol . IX No. 6, November-De- Pengaw asan Haki m Konst it usi dal am Sist em Pengawasan Hakim menurut UUD RI 1945 299 ach).
16 Dipergunakan lebih dari sat u pendekat -
an dalam penelit ian ini adalah unt uk saling me- lengkapi ant ara sat u pendekat an dengan pen- dekat an lainnya.
18 Prinsip ini melekat sangat dalam
Mahkamah Konst it usi RI, hl m. 161 20 P. Wignj osumart o, “ Per an Hakim Agung dal am Pene- muan Hukum dan Penci pt aan Hukum pada Era Ref or- masi dan Tr ansf ormasi” , Var i a Per adi l an, No. 251 Okt o-
1 Jul i 2004, Mahkamah Konst i t usi RI, hl m. 101. Li hat j u- ga Bambang Heryant o, “ Ref l eksi Pol it ik Hukum Pel ang- garan Hak Asasi Manusia di Indonesia” , Jur nal Il mu Hukum Yur i di ka Vol . 17 No. 4 Jul i -Agust us 2002, Fakul - t as Hukum Uni versit as Airl angga, hl m. 334 19 A. Ahsin Thohari , “ Jal an Ter j al Konst it usional i sme Indonesi a” , Jur nal Konst i t usi Vol . 1 No. 1 Jul i 2004,
negara hukum ( r ul e of l aw) yai t u: (1) supremasi hukum ( supr emacy of l aw); (2) persamaan dihadapan hukum ( equal i t y bef or e t he l aw); dan (3) konst it usi yang ber - dasarkan pada hak-hak perorangan ( t he const i t ut i on based on i ndi vi dual r i ght s). Lihat Denny Indr ayana, “ Negar a Hukum Indonesi a Pasca Soehart o: Tr ansisi Me- nuj u Demokrasi vs Korupsi ” , Jur nal Konst i t usi Vol . 1 No.
yang t ergant ung pada organ lain dalam bidang t ert ent u dan t idak mampu mengat ur dirinya secara mandiri j uga akan menyebabkan sikap yang t idak net ral dalam menj alankan t ugasnya. Kemerdekaan t ersebut j uga memiliki aspek yang berbeda. Kemerdekaan f ungsional, me- 18 A. V. Dicey menent ukan t iga t ol ok ukur dar i keber adaan
20 Demikian pula lembaga peradilan
Kemerdekaan hakim sangat berkait an erat dengan sikap t idak berpihak at au sikap im- parsial hakim, baik dalam pemeriksaan mau- pun dalam pengambilan keput usan. Hakim yang t idak independen t idak dapat diharapkan ber- sikap net ral at au imparsial dalam menj alankan t ugasnya.
densi hakim dan pengadilan t erwuj ud dalam ke- merdekaan hakim, baik sendiri-sendiri maupun sebagai inst it usi, dari pelbagai pengaruh yang berasal dari luar diri hakim berupa int ervensi yang bersif at mempengaruhi secara langsung berupa buj uk rayu, t ekanan, paksaan, ancam- an, at au t indakan balasan karena kepent ingan polit ik at au ekonomi t ert ent u dari pemerint ah at au kekuat an polit ik yang berkuasa, kelompok at au golongan t ert ent u, dengan imbalan at au j anj i imbalan berupa keunt ungan j abat an, ke- unt ungan ekonomi, at au bent uk lainnya.
19 Menurut Mahkamah Konst it usi, Indepen-
dan harus t ercermin dalam proses, pemeriksa- an dan pengambilan keput usan at as set iap per- kara dan t erkait erat dengan independensi pe- ngadilan sebagai inst it usi peradilan yang ber- wibawa, bermart abat , dan t erpercaya.
kok bagi t erwuj udnya cit a negara hukum dan merupakan j aminan bagi t egaknya hukum dan keadilan.
Langkah-langkah penelit ian yang dilaku- kan adalah menghimpun bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkait an dengan t opik penelit i- an. Terhadap bahan hukum sekunder semuanya dicat at dengan menggunakan sist em kart u ( car d
152; dan Abdul Lat if , “ Pil pr es dal am Per spekt if Koal isi Mul t i par t ai” , Jurnal Konst it usi, Vol . VI No. 3 Sept ember
309-310 17 Tent ang Konsep Negar a Hukum i ni dapat di baca secar a l engkap dal am Sr i Soemant ri , “ Sist em Pemer int ahan Republ ik Indonesia” , Jurnal Mimbar Hukum Vol . X No. 3 Nopember 2002, hl m. 190; Yance Arizona, “ Konst it usi dal am Int aian Neol i beral isme” , Jur nal Konst i t usi Vol . I No. 1 November 2008, Mahkamah Konst it usi RI, hl m. 27; R. M. Ananda B. Kusuma, “ Teor i Konst it usi dan UUD 1945” , Jur nal Konst i t usi , Vol . III No. 2 Mei 2006, hl m.
Lihat j uga Pet er Mahmud Marzukki, “ Jur isprudence As Sui Gener is Disci pl i ne” , Jur nal Hukum Yur i di ka Vol . XVII No. 4 Jul i 2002, FH Universit as Airl angga Surabaya, hl m.
Independensi hakim pada lembaga pera- dilan hakekat nya merupakan prasyarat yang po- 16 Terry Hut chinson, Resear chi ng and Wr i t i ng i n Law, Lawbook. Co . , Pyr mont -NSW-Sydney, 2002, hl m. 29.
26 Agust us sampai dengan 6 Sept ember 1985, dan disahkan dengan Resolusi Maj elis Umum PBB Nomor 40/ 32 t anggal 29 November 1985 dan Nomor 40/ 146 t anggal 13 Desember 1985.
Basi c Pr inci pl es on t he Independence of t he Ju- di ci ar y yang diadopsi oleh t he Sevent h Unit ed Nat ions Congr ess on t he Pr event ion of Cr ime and t he Tr eat ment of Of f ender s, di Milan dari
secara universal sebagaimana t ercermin dalam
Kebebasan hakim pada lembaga peradil- an hakikat nya merupakan bent eng ( saf eguar d) dari r ul e of l aw.
Pembahasan Kerangka Konsept ual
permasalahan penelit ian dan sist emat ika penu- lisan yang t elah dirumuskan. Semua hasil pene- lit ian yang diperoleh dari bahan-bahan hukum t ersebut di at as dicari hubungannya ant ar sat u dengan lainnya dengan menggunakan penalaran dedukt if dan indukt if unt uk menghasilkan pro- posisi dan konsep baik berupa def inisi, deskripsi maupun klasif ikasi sebagai hasil penelit ian.
syst em). Kart u-kart u disusun berdasarkan pokok
17 Prinsip t ersebut j uga dianut
300 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012
ngandung larangan bagi cabang kekuasaan yang lain unt uk mengadakan int ervensi t erhadap ha- kim dalam melaksanakan t ugas j ust isialnya. Na- mun demikian kemerdekaan t ersebut t idak per- nah diart ikan mengandung sif at yang mut lak, karena dibat asi oleh hukum dan keadilan.
21 Kemerdekaan hakim dimaksud j uga diar-
72 Sout her n Cal i f or ni a Law Revi ew 353 (1999) sebagai mana dikut ip The Asi a Foundat ion, Okt ober 2003, Judi ci al Independence Over vi ew and Count r y- Level Summar i es, Asi an Devel opment Bank Judi ci al Independence Proj ect , RETA No. 5987, submit t ed by
25 John Ferej ohn, “ Independent Judges, Dependent Judi ci ary: Expl aining Judi ci al Independence, ”
(harus diakui bahwa independensi per- adilan t idak dengan sendirinya membe- baskan hakim dari akunt abilit as publik, meski demikian, t ekanan dan int ervensi lembaga lain berpot ensi melahirkan kon-
It shoul d be r ecogni sed t hat j udi ci al i n- dependence does not r ender t he j udges f r ee f r om publ i c account t abi l it y, howe- ver , t he pr ess and ot her inst i t ut i ons shoul d be awar e of t he pot ent i al conf l i ct bet ween j udi ci al i ndependence and ex- cessive pr essur e on j udges
mum St andards of Judicial Independence dalam angka 33 menent ukan
t y). Int ernat ional Bar Associat ion Code of Mini-
Independensi peradilan dalam perkemba- ngannya harus bersanding dengan konsep lain yang harus berdampingan secara harmonis, yakni akunt abilit as publik (publ i c account a-bi l i -
peradilan adalah keadaan di mana peradilan dapat at au sanggup menj alankan t ugasnya t an- pa memiliki ket ergant ungan pada pihak lain. Relat ivit as konsep independensi peradilan ini akhirnya memang selalu memicu perdebat an yang pada akhirnya dit erj emahkan secara ber- beda-beda di set iap negara.
25 Berdasarkan pendapat t ersebut , independensi
(Sat u def inisi bahwa independensi per- adilan adalah relat if , t idak absolut , kon- sept ual. Berdasarkan def inisi t ersebut , maka independensi bersif t relat ive di mana seseorang at au inst it usi dikat at akan dependen j ika dalam bekerj a t idak ber- gant ung dari inst it usi at au kelompok lain).
” One def i ni t ional pr oblem i s t hat j udi ci al i ndependence i s a r el at i ve, not an abso- l ut e, concept . The f ol l owi ng def ini t i on of ‘ dependency’ hi ghl i ght s t he r el at ive na- t ur e of j udi ci al i ndependence: i n [ A] per - son or inst it ut ion [ i s] … dependent … [ i f ] unabl e t o do it s j ob wi t hout r el yi ng on some ot her i nst it ut ion or gr oup. ”
Deschenes (eds), 1985, Judi ci al Independence: The Cont empor ar y Debat e, Dordrecht : Mar t inus Nij hof f Publ isher, hl m. 554 24 Theodore L. Becker dal am Herman Schw art z (2003)
Jur nal Hukum Yur i di ka Vol . V No. 1 Janua- ri-Februari 1990, FH Uni versit as Airl angga, hl m. 31-32; Wij ayant o Set iaw an, “ Per an Haki m Agung dal am Pene- muan Hukum (Recht svinding) dan pencipt aan Hukum (Recht sschepping) pada Era Ref ormasi dan Transf or ma- si” , Jur nal Per spekt i f Hukum Vol . VII No. 2 November 2007, FH Univ. Hang Tuah Sur abaya, hl m. 88-89 23 Manf red Si mon, “ The Rol e of Judges in a Rapidl y Changing Societ y” , dal am Si mon Shet r eet , and J.
Kait an Konst it usional i sme” , Jurnal Konst it usi , Vol . VI No. 3 Sept ember 2009, hl m. 31. Lihat j uga Didik Wi di - t rismi hart o, “ Pengut an Fungsi Pengaw asan Komi si Yudi - si al Berada di Persimpangan Jal an: Sebuah Kaj ian t en- t ang Ref or masi Per adil an” , Jur nal Yust i ka, Vol . X No. 2 Desember 2007, hl m. 309-321. Juga l ihat dal am M. Laica Marzuki , “ Par adigma Kedaul at an Rakyat dal am Perubahan Undang-Undang dasar 1945” , Jur nal Legi sl asi Indonesi a, Vol . VII No. 1 Mar et 2010, hl m. 139 22 Tent ang i nt erpr et asi hukum ol eh haki m i ni dapat dibaca dal am Soewot o, “ Met ode Int er pret asi Hukum Terhadap Konst i t usi” ,
t ap dalam bat as-bat as yang dit ent ukan oleh hu- kum dan dalam rangka menerapkan hukum se- cara adil ( f ai r ). Dalam pandangan John Fere- j ohn, independensi peradilan adalah sebuah konsep yang relat if , bukan absolut . Selengkap- nya, Ferej ohn menyat akan: 21 Lihat M. Lai ca Marzuki, “ Kesadar an Berkonst it usi dal am
adver se t o t he bel i ef s or desi r es of t hose wi t h pol i t i cal power , can not af f ect r et r i bu- t i on on t he j udges per sonal l y or on t he po- wer of t he cour t ").
sesuai dengan keinginan pihak yang berkuasa, hal it u t idak dapat dij adikan alasan unt uk me- lakukan t indakan pembalasan t erhadap hakim baik secara pribadi maupun t erhadap kewena- ngan lembaga peradilan (". . . when a deci si on
r esj udi cat a f acit j us).
walaupun put usan yang didasarkan pada penaf siran dan keyakinan demikian mung- kin berlawanan dengan mereka yang mempu- nyai kekuasaan polit ik dan administ rasi (asas
22
t ikan bahwa hakim bebas memut us sesuai de- ngan nilai yang diyakininya melalui penaf siran hukum,
23 Jika put usannya t idak
24 Kemerdekaan hakim harus dimaknai t e-
Pengaw asan Haki m Konst it usi dal am Sist em Pengawasan Hakim menurut UUD RI 1945 301
26 Berdasarkan ket ent uan di at as, maka indepen-
soci al change, despui t e dan st at ement . Berda-
kim dan Komi si Yudisial dal am Mewuj udkan Penegakkan Hukum yang Ef ekt if dan Ef i sien, Jur nal Il mu HUkum Li t i gasi Vol . IX No. 3 2008, Fakul t as Hukum Univer si t as pasundan, hl m. 251 30 Lint ong O. Siahaan, “ Peran Hakim dal am Pembaharuan Hukum di Indonesia” , Jur nal Hukum dan Pembangunan,
demikian mereka t idak dapat t ersent uh oleh cara apapun dan lembaga manapun, t ermasuk 29 Lihat Nurhasan, “ Sist em Pol i t ik Per adil an Indonesia, Ha-
ci t l i t i cum qoad at au non est l it i cum), meski
mandirian perilaku hakim dalam kekuasaan yu- disial). Dengan kedudukan ini hakim menikmat i ot onomi yang t inggi dan t anpa bat as, meski demikian hakim sebagai pelaku kekuasaan ke- hakiman, t idak bisa dibiarkan begit u saj a men- j alankan f ungsi kekuasaan yudisial t anpa pe- ngont rol dan pengimbang dari lembaga ekst er- nal. Alasannya, hal ini dapat melahirkan ke- kuasaan yudisial yang absolut (t irani yudisial), yait u suat u f ormat ket at anegaraan (pranat a sosial) yang sama buruknya dengan t irani ek- sekut if dan t irani legislat if dimana kekuasaan yudisial dengan ot orit asnya dapat mencipt akan sah t erhadap hal yang t idak sah ( necessit as f a-
t he aut hor i t y of j udges j udi ci al behavi our (ke-
t et api ia memiliki kompet ensi perilaku, yang meliput i perilaku secara individu (personal) maupun perilaku yu- disial. Kompe-t ensi hakim t ersebut merupakan
30
sarkan paramet er t ersebut , dalam menj alankan kewenangannya hakim t ermasuk j uga hakim konst it usi memiliki kebebasan yudisial dalam memut us sengket a, meski demikian ia bukanlah corong undang-undang ( l a bouche de l a l oi ) yang hanya sekedar menuangkan dari apa yang ada dalam at uran hukum,
wasan, bahwa walaupun hakim sebagai peme- gang kekuasaan kehakiman haruslah indepen- den, t et api independensi t ersebut t idak boleh menj adikan hakim sebagai pelaku yang t idak t erkont rol. Menurut Lint ong O. Siahaan, pada prinsipnya peran hakim dalam memut uskan perkara dapat diuj i melalui t iga hal, yait u
f lik ant ara independensi peradilan dan t ekanan t erhadap hakim).
29 Wuj ud akunt abilit as publik dalam penga-
an mut lak t anpa t anggung j awab. Dengan per- kat aan lain dapat dipahami bahwa dalam kon- t eks kebebasan hakim haruslah diimbangi de- ngan pasangannya yait u akunt abilit as peradil- an (j udi ci al account abi l it y).
Penegakan Hukum, Makal ah disampaikan dal am Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, disel enggarakar n ol eh Badan Pembinaan Hukum Nasional Depart emen Kehaki man dan Hak Asasi Manusia RI), Denpasar, 14 -18
IBA Biennial Conf erence hel d on Fr iday dal am A. Ahsi n Thohari , 2010, l oc. ci t . 27 Jiml y Asshi ddiqie, “ Pemil i han Langsung Presiden dan wakil Presi den” , Jur nal Hukum Vol . XXVII No. 51 2004, Fakul t as Hukum UII Yogyakar t a, hl m. 12. Lihat j uga Sal di Isr a, “ Put usan Mahkamah Konst i t usi Nomor 005/ PUU-IV/ 2006: Isi, Impl ikasi dan Masa Depan Komisi Yudi si al ” , Jur nal Il mi ah Hukum Legal i t y Vol . XV No. 1 2007, Fakul t as Hukum Uni versit as Muhammadyah Mal ang, hl m. 40 28 Paul us E. Lot ul ung, Kebebasan Haki m dal am Si st em
Int er nat i onal Bar Associ at i on Code of Mi ni mum St andar ds of Judi ci al Independence, The Jer ussal em Approved St andards of t he 19 t h
dural maupun subst ansial at au mat eriil merupa- kan bat asan bagi kekuasaan kehakiman agar da- lam melakukan independensinya t idak melang- gar hukum, dan bert indak sewenang-wenang. Hakim adalah subor di nat ed pada hukum dan t i- dak dapat bert indak cont r a l egem. Selanj ut - nya, harus disadari bahwa kebebasan dan in- dependensi t ersebut diikat pula dengan per- t anggungj awaban at au akunt abilit as, di mana keduanya pada dasarnya merupakan dua sisi koin mat a uang yang sama. Tidak ada kebebas- 26 Int ernat ional Bar Associ at ion, 22 nd Oct ober 1982,
rambu-rambu yang harus diingat dan diperhat i- kan dalam implement asi kebebasan it u adalah t erut ama at uran-at uran hukum it u sendiri.
(independensi t idak berart i bahwa hakim t anpa dasar unt uk bert indak). Oleh karena it u, sej ak awal munculnya gagasan mengubah UUD 1945 t elah muncul kesadaran bahwa sebagai pengim- bang inde-pendensi dan unt uk menj aga kewiba- waan kekuasaan kehakiman, perlu diadakan pe- ngawasan ekst ernal yang ef ekt if di bidang et ika kehakiman sepert i beberapa negara, yait u de- ngan dibent uknya Komisi Yudisial.
j udge i s ent i t l ed t o act i n an ar bit r ar y manner ”
densi kekuasaan kehakiman at au peradilan it u memang t idak boleh diart ikan secara absolut . Salah sat u rumusan pent ing konf erensi Int erna- t ional Commission of Jurist menggarisbawahi bahwa "Independence does not mean t hat t he
27 Menurut Paulus E. Lot ulung, bat asan at au
28 Ket ent uan-ket ent uan hukum, baik segi prose-
302 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012
oleh lembaga yang berwenang dalam melaksa- mut lak diperlukan dalam rangka menegakkan
31
nakan pengawasan. Menurut Oemar Seno Adj i, kehormat an, menj aga keluhuran mart abat ser- kebebasan hakim t idak berart i bahwa ia bebas t a perilaku hakim dalam rangka mewuj udkan
good
di dalam menent ukan kerangka umum dan prin- pemerint ahan yang baik dan bersih (
35 sip-prinsip dasar daripada kegiat an peradilan gover nance).
dan organisasinya, t et api suat u kebebasan ha-
INDEPENDENSI HAKIM
rus berdampingan dengan dua perkara, yait u
( Grand Theory)
32 f act uel e vi r j hei d, dan per soonl i j ke vr i j hei d.
Paulus E. Lot ulung berpendapat , unt uk mewuj udkan independensi hakim, maka set iap Independensi Imparsial Akunt abil it as independensi perlu diimbangi dengan t anggung- j awab dalam bent uk akunt abilit as dan t ranspa-
KONTROL PERILAKU
ransi. Oleh sebab it u hakim akan memperoleh
(Mi ddl e-r ange
kepercayaan publik j ika mampu menj alankan independensinya yang dibarengi dengan 2 dua langkah yang saling t erkait erat , yait u pengelo- Di dal am Di l uar
peradil an peradil an
33 laan administ rasi; dan pengawasan ( cont r ol ).
Berdasarkan pendapat t ersebut , dapat disimpulkan, bahwa kemerdekaan hakim di sat u
LEMBAGA KONTROL
sisi, haruslah diimbangi dengan akunt abilit as di
PERILAKU (Appl i ed Theor y)
sisi lain. Keduanya, kemerdekaan dan akunt abi- lit as bagaikan dua sisi mat a uang. Kedua unsur t ersebut hadir bersamaan, t idak berdiri sendiri,
Int ernal Ekst ernal
karena it u harus dikat akan bahwa t idak ada ke- bebasan t anpa akunt abilit as. Paulus E. Lot ulung selanj ut nya mengat akan:
Ol eh l embaga di Ol eh l embaga di dal am st rukt ur l uar st rukt ur
Perlunya independensi t idak berart i bah-
Organi sasi Organi sasi
wa hakim t idak dapat dikrit ik at au di- awasi. Sebagai keseimbangan dari inde-
Hakim di LP Hakim di LP Hakim Hakim
& Hakim & Hakim
pendensi, selalu harus ada t erdapat akun-
Konst i t us Konst i t us Agung Agung i i
t abilit as dan t anggungj awab unt uk men- cegah ket idakadilan. Mekanisme penga-
MA MK?
wasan it u harus dikembangkan oleh lem- baga peradilan it u sendiri dan masyarakat dalam pengert ian unt uk menj amin akun-
34 MKH t abilit as seorang hakim.
Berdasarkan kenyat aan t ersebut , maka kebera-
PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI DALAM SISTEM PENGAWASAN HAKIM MEURUT UUD 1945
daan lembaga pengawas hakim yang mandiri, dan bebas dari campur t angan lembaga lain
Berbagai Konsep Hakim Konst it usi Menurut 31 At uran Hukum Hugo Bl ack (Hakim Agung Amerika Ser ikat ), pernah
mengat akan, ” Ther e can be no equal j ust i ce wher e t he Konsep Hakim Konst it usi Menurut UUD 1945
ki nd of t r i al a man get s depends on t he amount ofPasal 24 B ayat (1) UUD 1945 menent ukan
money he has” . Lihat Saharuddin Daming, “ Wabah The
Dar k Juct i ce dan Ti r ani Per adi l an” , Koran Tempo, Se- Komisi Yudisial bersif at mandiri yang ber-
l asa 26 Apr il 2011. Lihat j uga Nurul Chot i dj ah, “ Eksis-wenang mengusulkan pengangkat an ha-
t ensi Komisi Yudisial dal am Mewuj udkan Kekuasaan
kim agung dan mempunyai wewenang lain
Kehaki man yang Merdeka” , Jur nal Il mu Hukum Syi ar 32 Madani Vol . XII No. 2 Jul i 2010, hl m. 170 Oemar Seno Adj i , 1985, Per adi l an Bebas Negar a Hukum. 35 33 Jakart a: Erl angga, hl m. 109 James W. McEl haney, ” Judges and Magi st r at es, Li t iga-
Paul us E. Lot ul ung, Op. Ci t . , hl m. 18 t ion, At t orneys, Tri al Prepar at ion” , ABA Jour nal Chi ca-
Pengaw asan Haki m Konst it usi dal am Sist em Pengawasan Hakim menurut UUD RI 1945 303
dalam rangka menj aga dan menegakkan kehormat an, keluhuran mart abat , sert a perilaku hakim. Tidak ada t af siran pada t ingkat konst it usi ber- kait an dengan makna hakim dalam kalimat “ da- lam rangka menj aga dan menegakkan kehor- mat an, keluhuran mart abat , sert a perilaku “ ha- kim” , art inya UUDNRI 1945 t idak menj elaskan hakim mana yang dimaksud dengan “ hakim“ dalam ket ent uan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 t ersebut , t et api MK menerj emahkan “ hakim“ dalam ket ent uan t ersebut excl udi ng Hakim Konst it usi. Put usan MK Nomor 005/ PUU-IV/ 2006, t anggal 23 Agust us 2006, t idak memasuk- kan Hakim Konst it usi dalam lingkup pengawa- san Komisi Yudisial (selanj ut nya disebut KY), karena menurut MK pengert ian hakim menurut
Pasal 24B ayat (1) UUDNRI 1945 t idak t ermasuk Hakim Konst it usi, hal ini dengan beberapa per- t imbangan. Per t ama, secara sist emat is perumu- san ket ent uan mengenai KY t idak berkait an de- ngan ket ent uan mengenai MK (pasal t ent ang KY dit empat kan lebih dahulu daripada pasal t en- t ang MK); kedua, f ungsi pengawasan t erhadap perilaku Hakim Konst it usi dilakukan oleh Maj e- lis Kehormat an; ket i ga, makna hakim Konst it usi berbeda dengan Hakim biasa, karena hakim konst it usi pada dasarnya bukan hakim sebagai prof esi t et ap, t et api hakim karena j abat annya;
keempat , dalam keseluruhan mekanisme pemi-