KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR) DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG DASAR NEGARA RI TAHUN 1945

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi sudah terlewati hampir delapan belas tahun sejak tahun 1998. Salah satu Latar belakang yuridis ketatanegaraan reformasi dimana melalui Amandemen UUD 1945 yang berlangsung selama empat kali yaitu sejak Oktober 1999, Agustus 2000, November 2001 dan Agustus 2002 adalah untuk menghindari kewenangan yang berlebihan satu Lembaga Negara terhadap Lembaga Negara yang lain. Amandemen tersebut berpengaruh besar terhadap Sistem Ketatanegaraan Indonesia dalam Hal kedudukan secara Hierarkiah dan kewenangan1. Salahsatunya Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR – RI). Perubahan kedudukan dalam hal Hierarkiah misalnya, kedudukan MPR yang sebelumnya dimasukkan kedalam lembaga tertinggi negara dimana dilegitimasi oleh kewenangannya sebagaimana diatur dalam UUD 1945 naskah Asli pra Amandemen yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 (konstitusi Proklamasi) menegaskan kedaulatan rakyat Indonesia dijelmakan dalam tubuh MPR sebagai tokoh utama pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat . Hal ini diatur dalam UUD 1945 naskah asli Bab I pasal 1 Ayat (2)2 yaitu “ Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan

1

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara pasca Reformasi, Sinar Grafika,Jakarta,hal 122

2


(2)

sepenuhnya oleh MPR” dan dalam pasal 6 Ayat (2) Bab III3 ditentukan pula bahwa

“Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak”.

Atas dasar rumusan demikian, dikembangkan pengertiansebagaimana diejawentahkan pula dalam penjelasan umum UUD 1945 yang oleh dekrit Presiden 5 juli 1959 dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari naskah UUD 1945, yaitu bahwa presiden dan wakil presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR. Oleh karena itu selama ini yang dipahami bahwa MPR merupakan lembaga yang paling tinggi, atau biasa disebut lembaga tertinggi negara.

Sekarang, setelah UUD 1945 diubah secara substantif oleh perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat dengan memperbarukan segalanya, susunan dan kedudukan organisasi negara antara MPR, DPR,dan DPD sebagai penghuni kekuasaan legislatif dan kekuasaan lain di kekuasaan yudikatif maupun eksekutif.

Kewenangan Majelis permusyawaratan Rakyat diatur dalam Pasal 2 UUD 1945 diantaranya yang berbunyi :

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan selanjutnya diatur lebih lanjut dengan Undang Undang.

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota Negara.

(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak.

Sedangkan pasal 3-nya menyatakan :

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar.

3


(3)

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/ atau Wakil Presiden.

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/ atau wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang – Undang Dasar.

Jelas bahwa seperti yang ditegaskan dalam Undang Undang Dasar 1945 tentang MPR dalam pasal 2 dan pasal 3 bahwa organisasi negara MPR diatur secara eksplisit. Dapat dikatakan bahwa pasal 2 Undang Undang Dasar 1945 tersebut mengatur tentang organ atau lembaganya, sedangkan Pasal 3 mengatur kewenangannya. MPR juga tidak lagi dipahami sebagai lembaga yang lebih tinbggi kedudukannya daripada lembaga negara yang lainatau yang biasa dikenal dengan sebutan lembaga tertinggi Negara. MPR sekarang pasca Amandemen adalah lembaga negara yang sederajat levelnya dengan lembaga – lembaga negara yang lainseperti DPR,DPD,Presiden/ wakil presiden, Mahkamah Konstitusi, Mahamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Selanjutnya mengenai kewenangan DPR diatur dalam UUD 1945 Pasal 20 dan Pasal 20A. Pasal 20 menentukan bahwa :

(1) DPRmemegang kekuasaan membentuk Undang.

(2) Setiap rancangan Undang – Undang dibahas oleh DPRdan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

(3) Jika rancangan undang – undang tersebut tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang – undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi Undang – Undang.

(5) Dalam hal Rancangan Undang – Undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang – undang tersebut disetujui, rancangan


(4)

undang – undang tersebut sah menjadi Undang – Undang dan wajib diundangkan.

Selanjutnya, ketentuan Pasal 20A berbunyi :

(1) DPR memiliki fungsi Legislasi, fungsi Anggaran, dan fungsi pengawasan.

(2) Dalam melaksan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal pasal lain Undang Undang Dasar ini, DPR mempunya hak Interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal – pasal lain Undang – Undang Dasar ini , setiap anggota DPR mempunyai Hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang DPR dan hak anggota DPR diatur

dalam Undang – undang.

Selain ketentuan tersebut, dalam Pasal 21 UUD 1945 juga dinyatakan Bahwa “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan Undang – Undang.”Anggota DPR itu sendiri, menurut ketentuan pasal 19 ayat (1) dipilih melalui pemilihan umum. Dalam ayat (2)- nya ditentukan bahwa susunan DPR itu diatur denghan Undang Undang dalam Hal ini Undang Undang Nomor 27 Tahun 20094yang kemudian dirubah dalam Undang – undang Nomor 17 Tahun 20145.Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Selanjutnya Dalam pasal 22B diatur pula bahwa “Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat – syarat dan tata caranya diatur dalam Undang – Undang6.

4

lembaran negara republik indonesia tahun 2009 nomor 123,selain hal hal tentang tugas fungsi dan kewenangan DPR yang diatur dalam UUD 1945 hal – hal tersebut juga diatur lebih rinci lagi dalam Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

5

lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 182 perubahan atas Undang – undang nomor 27 Tahun 2009.

6

Tentang syarat – syarat pemberhentian anggota DPR diatur dalam Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,DPR,DPD dan DPRD bagian ke 15 tentang pemberhentian antar waktu, pergantian antar waktu dan pemberhentian sementara. Misalnya dalam hal pemberhentian antar waktu yang diatur dalam bagian ke 15 pasal 213 Undang – undang Nomor 27 tahun 2009 yaitubahwa (1) Anggota DPR berhenti antar waktu karena :


(5)

Tentang kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pun diatur selanjutnya dalam UUD 1945 pasal 22. DPD mempunyai beberapa kewenangan antara lain sebagai berikut :

(1). DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang – undang yang berkaitan dengan:

1) Otonomi daerah;

2) Hubungan pusat dan daerah;

3) Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;

4) Pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya; serta

5) Yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (2). Dewan Perwakilan Daerah (DPD) :

a. ikut membahas rancangan undang – undang yang berkaitan dengan : 1) Otonomi daerah;

2) Hubungan pusat dan daerah;

3) Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;

4) Pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya; serta

5) Yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. b. memberikan pertimbangan kepada DPR atas :

1) Rancangan undang – undang anggaran pendapatan dan belanja Negara;

2) Rancangan undang – undang yang berkaitan dengan pajak;

3) Rancangan undang – undang yang berkaitan dengan pendidikan;dan 4) Rancangan undang – undang yang berkaitan dengan agama.

(3). Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat melakukan pengawasan (kontrol) atas:

a. pelaksanaan Undang – Undang mengenai : 1) Otonomi daerah;

2) Hubungan pusat dan daerah;

3) Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;

4) Pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya; serta

5) Pelaksanaan anggaran dan belanja Negara;

(a) meninggal dunia;

(b) mengundurkan diri, atau (c) diberhentikan.

Dalam pasal (2) di Undang – undang yang sama menjelaskan tentang syarat sayarat pemberhentian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 huruf c.


(6)

6) Pendidikan; dan 7) Agama; serta

b. menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Dalam hal Hubungan kewenangan antara lembaga kekuasaan Legislatif antara MPR, DPR, dan DPD, misalnya antara DPR dan DPD sebagai fungsi legislasi, DPD mempunyai kewenangan memberikan pengajuan Rancangan Undang – Undang (RUU) kepada DPR dalam Hal peraturan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah Daerah selain beberapa Hal yang diatur dalam UUD 1945 yang menjadi kewenangan pusat (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945), selain kewenangan tersebut DPD juga berwenang memberikan pertimbangan kepada DPR dalam hal Rancangan Undang – Undang tentang anggaran pendapatan dan belanja Negara, yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan Agama. Serta fungsi kontrol atau pengawasan atas implementasi peraturan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah.Walaupun dilihat dari kewenangannya DPD memiliki kewenangan yang lemah jika dibandingkan dengan DPR walaupun kewenangan Legislasi dimiliki oleh kedua lembaga ini.

Selain itu, DPR sebagai lembaga mitra kerja DPD juga memiliki beberapa potensi yang dapat dikembangkan dalam aliansi strategis antara lain; (a) sinkronisasi tata tertib dari DPD dan DPR; (b) Harmonisasi hubungan dan tata kerja serta perumusan agenda Bersama, dan (c) dukungan politik terhadap Amandemen terhadap UUD1945.7

Sementara hubungan kewenangan antara DPD dengan MPR sebagai lembaga legislatif, jika dilihat dari hubungan kelembagaan DPD tidak berhubungan erat dengan MPR, dimana sesuai dengan yang diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD. Mengenai hubungan antara keduanya (MPR dan DPD), dilihat pada kewenangan yang dimiliki oleh DPD, tidak ada kewenangan yang bersinggungan langsung dengan MPR seperti antara DPD dan DPR, hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi DPD pada masa Orde baru sebelum amandemen UUD NRI Tahun 1945 dimana pada saat itu lebih

7

Fatmawati,2010,Struktur dan fungs Legislasi Parlemen dengan sistem Multikameral, UIP,Depok,Hal 343


(7)

menggunakan “Utusan Daerah”, dimana tidak ada hal lain yang bisa dilakukan DPD sebagai anggota MPR juga selain menetapkan GBHN dan memilih presiden dan wakil presiden yang berlangsung sekali dalam lima tahun.8

Hubungan kewenangan antara MPR dan DPD adalah DPD hanya melakukan Hal – Hal yang menjadi kewenangan MPR yang diatur Dalam UUD NRI Tahun 1945 karena secara komposisi MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD jadi, apa yang dilakukan MPR menjadi kewenangan DPD selain kewenangan legislasi lain dalam hal pengajuan RUU yang berkaitan dengan pemerintah daerah, memberikan pertimbangan kepada DPR dalam hal Rancangan Undang – Undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara, yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan Agama. Serta fungsi kontrol atau pengawasan atas implementasi peraturan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah.

Menurut Jimly Asshiddiqie dalam makalahnya yang disampaikan dalam seminar tentang Bikameralisme di Medan, hubungan kewenangan DPD dan MPR bersinergi pada proses Impeachment, dimana khusus mengenai tugas meminta pertanggungjawaban terhadap pemerintah (Impeachment), tugas penuntutannya hanya diberikan kepada DPR, sedangkan DPD akan ikut menentukan vonisnya dalam persidangan MPR.9

8Saldi Isra, 2010, “Penguatan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah”

http://saldiisra.web.id/html , 01 maret 2012.

9

Muchammad Ali safaat, 201 Parlemen Bikameral studi perbandingan di AS, Prancis,Belanda, Inggris, Austria dan Indonesia.UB Press, Malang, Hal 100


(8)

Penegasan atas kewenangan dan keberadaan tiga lembaga negara diatas jelas bahwa,walaupun ketiga lembaga sebagai “penguasa” di kekuasaan legislatif namun terdapat perbedaan mendasar pada hubungan kewenangan dilihat pada daya kerja secara berjalan atau bagaimana ketiga lembaga tersebut menjalankan kewenangannya.Organ MPR dapat diakatakan bahwa bukanlah Organ yang pekerjaan atas kewenangannya bersifatrutin seperti kewenangan murni yang dimiliki Oleh DPR dan DPD, Walaupun diatas kertas, MPR sebagai lembaga negara memang terus ada, tetapi dalam arti defacto atau nyata, MPR itu sendiri sebenarnya baru dapat dikataan ada (actual existence)pada saat kewenangan atau fungsi-nya sedang dilaksanakan. Kewenangan MPR antara lain mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar, memberhentikan presiden dan / atau wakil presiden, memilih presiden untuk mengisi lowongan jabatan presiden atau wakil presiden dan melantik presiden dan/atau wakil presiden10.

Sesuai doktrin pemisahan pemisahan kekuasaan (separation of power) dan berdasarkan prinsip Checks and balances antara cabang – cabang kekuasaan negara, MPR mempunyai kedudukan sedarajat dengan lembaga lembaga negara lainnya. Malahan jika dikaitkan dengan teori struktur parlemen di dunia, yang dikenal hanya dua pilihan yaitu struktur parlemen satu kamar (unicameral)atau struktur parlemen dua kamar (bicameral).Dilingkungan negara – negara yang menganut sistem parlemen dua kamar, memang dikenal adanya forum persidangan persama diantara dua kamar parlemen yang biasanya disebut sebagai joint session atau sidang

10


(9)

Gabungan.Akan tetapi, sidang gabungan itu bukanlah lembaga yang tersendiri.Misalnya, di amerika serikat terdapat House of Represantatives dan senate.Keduanya disebut sebagai Congress of the United States of America.Jika sidang gabungan atau joint session diadakan, maka namanya adalah persidangan kongres. Dalam konstitusi Amerika Serikat disebutkan bahwa “All legislatuve power vested in Congress which consist Of the senate and the House of Representatives”

segala kekuasaan legislatif berada di kongres yang terdiri atas House of Representative dan senat. Akan tetapi dalam pasal 2 ayat (1) seperti yang disebutkan sebelumnya diatas dalam UUD NRI Tahun 1945 mengenai ketentuan MPR , dirumuskan secara berbeda yaitu “MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu dan diatur lebih lanjut dengan Undang undang”.Dengan demikian, MPR tidak dikataan terdiri atas DPR dan DPD, melainkan terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD.Dengan demikian, MPR itu merupakan lembaga yang tidak terpisah dari institusi DPR dan DPD.11

Berdasarkan sejarah ketatanegaraan di Indonesia, dapat diklasifikasikan dalam enam kurun waktu yaitu ; (1) UUD 1945 pertama tanggal 18 Agustus 1945, (2) periode konstitusi RIS, (3) UUDS tahun 1950, (4) UUD 1945 dengan demokrasi terpimpin sejak Dekrit presiden 5 Juli 1959, (5) UUD 1945 pada masa Orde Baru, dan (6) UUD 1945 setelah perubahan12.

11

Jimly Asshiddiqie Op cit, Hal 125 12Muchammad Ali safa’at,


(10)

Jimly Asshiddiqie dalam Bukunya yang berjudul menuju sistem parlemen dua kamar menjelaskan bahwa Sebelum periode keenam, yaitu pada masa pra Perubahan UUD 1945 dalam siding tahunan MPR tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002 semua konstitusi yang berlaku dan dilaksanakan menganut sistem parlemen unicameral kecuali konstitusi RIS 1949. Konstituis RIS 1949 berlaku saat bentuk Negara Federal diterima dan dilaksanakan sebagai konsekwensi dari persetujuan konferensi meja bundar (KMB) tahun 1949.

Menurut sejarahnya pun dalam hal ini sejarah ketatanegaraan Indonesia, system Bikameral telah dikemukakan pada tahun 1919 dalam kongres Sarekat Islam IV, yang merancang DPR terdiri dari dua (2) Kamar yaitu kamar pertama (earste Kamer) terdiri dari wakil – wakil serekat sekerja dan kamar Kedua (tweede Kamer)

terdiri dari anggota partai yang dipilih oleh Rakyat13.Pengertian yang mungkin sama dirumuskan tentang struktur parlemen Indonesia menurut konstitusi RIS yang dianalisis berdasarkan fungsi Legislasi Parlemen yang dibatasi hanya dalam hal pembentukan Undang – Undang ( fungsi Legislasi dalam arti sempit ), yaitu dibahas mengenai mekanisme hubungan antar kamar dalam pembentukan UU pada pada parlemen, maka RIS merupakan Negara yang menggunakan Weak Bicameralism14.

Pertanyaan kemudian muncul, bagaimana dengan sistem ketatanegaraan Indonesia pasca Amandemen IV UUD 1945? Terkhusus jika kita melihat pada apa lembaga Negara yang menjadi fokus penulis yaitu MPR, DPR dan DPD. Indonesia

13

Fatmawati,2010,Struktur dan fungs Legislasi Parlemen dengan sistem Multikameral,

UIP,Depok,Hal 51 14


(11)

mengalami beberapa perubahan dalam sistem parlemen, dilihat dari sejarah perjalanannya, banyak pendapat para pendahulu tentang kemasan Tatanegara Indonesia terkhusus pada lembaga kekuasaan legislatif seperti yang dijelaskan secara garis besar dalam tulisan diatas.Namun bagaimana Kini, terlihat dan tercermin Dalam UUD 1945 pasal 2 ayat (1) seperti yang dikemukakan sebelumnya diatas dapat dikemukakan bebrapa catatan, Pertama, keanggotaan MPR berdasarkan pada anggota Dewan baik dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD), bukan secara kelembagaan melainkan anggota masing masing lembaga (DPR & DPD). Masing – masing lembaga ini memiliki kewenangan yang berbeda, karena itu lembaga kekuasaan legislatif ini disebut sebagai parlemen tiga kamar (tricameral), dimanaindonesia sebagai satu – satunya Negara yang menganut parlemen tersebut. Kedua, semua anggota MPR, baik yang berasal dari anggota DPR maupun dari Anggota DPD harus dipilih melalui pemilihan umum. Berbeda dengan rumusan sebelum perubahan, Pasal 2 ayat (1) menetapkan keanggotaan MPR terdiri atas anggota – anggota DPR, ditambah dengan utusan – utusan dari daerah dan golongan – golongan15.

Dari banyak hal tentang ketatanegaraan Indonesia Praperubahan dan setelah Perubahan UUD 1945 serta pengaruhnya terhadap format kelembagaan lembaga – lembaga negara di Indonesia, inilah yang menarik perhatian penulis untuk mengkaji permasalah dalam Tugas akhir dengan Judul ” KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)

15


(12)

DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG DASAR NEGARA RI TAHUN 1945 ”.

B. Rumusan Masalah

Untuk memperjelas kajian dalam Penulisan hukum ini, maka penulis menemukan beberapa permasalahan, antara lain :

1. Bagaimana Kedudukan dan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum dan sesudah Perubahan UUD Negara RI 1945?

2. Bagaimana hubungan kewenangan antara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan Kekuasaan Legislatif lain (DPR dan DPD) dalam Sistem parlemen di Indonesia pasca Perubahan UUD 1945?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menurut UUD Negara RI Tahun 1945 Pasca Perubahan;

2. Untuk mengetahui Sinergitas Kelembagaan MPR dengan Kekuasaan Legislatif lain (DPR danDPD) dalam Sistem Parlemen di Indonesia Pasca perubahan UUD 1945.


(13)

D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis

Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar keserjanaan dalam bidang Ilmu Hukum, selain itu juga tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran, keluasan wawasan serta kemampuan pemahaman penulis tentang Ketatanegaraan dan sistem parlemen Indonesia, Khususnya dengan adanya kewenangan MPR, DPR, & DPD.

2. Bagi Masyarakat

Untuk memberikan kontribusi wawasan pengetahuan bagi Masyarakat dibidang Ilmu Hukum, Khususnya tentang Kedudukan dan Kewenangan MPR serta Sinergitas kewenangan Antara kekuasaan Legislatif Lembaga MPR, DPR, dan DPD dalam sistem ketatanegaraan khususnya sistem parlemen di indonesia.

3. Bagi Akademisi

Untuk memberikan kontribusi pemikiran dan wawasan serta perluasan wacana untuk para akademisi terkait Kedudukan dan Kewenangan MPR serta Sinergitas kewenangan Antara kekuasaan Legislatif Lembaga MPR, DPR, dan DPD dalam sistem ketatanegaraandan sistem parlemen di indonesia.


(14)

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan kali ini yang menjadi Objek kajian adalah Lembaga Negara sebagai penguasa Legislatif yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagaimana kedudukan dan kewenangan lembaga kekuasaaan legislatif tersebut diatur dalam UUD 1945.

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan penulis dalam penulisan tugas akhir ini adalah Analisis yuridis yang menekankan pada hukum dan peraturan – peraturan lain yang berlaku dalam bentuk peraturan – peraturan lain yang berlaku dalam bentuk peraturan perundang – undangan. Peraturan tersebut dimaksud untuk menelaah, mengkritisi seta diharapkan mampu memberikan solusi, khususnya terkait judul penulisan ini yaitu tentang kedudukan dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia serta sinergitas kewenangan nya dengan Lembaga legislatif lain yaitu DPR dan DPD diaman yang diatur dalam UUD 1945 dan Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD serta beberapa peraturan perundang – undangan lainnya yang relevan dengan Objek yang diteliti.

Selain pendekatan yang disebut diatas penulis juga menggunakan metode Pendekatan Konseptual (conceptual approach).Pendekatan ini dilakukan manakala penulis tidak beranjak dari aturan hukum yang ada.Dalam


(15)

menggunakan pendekatan konseptual, penulis perlu merujuk pada prinsi-prinsi hukum.Prinsip-prinsi-prinsip ini dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum.Meskipun tidak secara eksplisit, konsep hukum dapat juga ditemukan dalam undang-undang.

2. Jenis Data

Dalam penulisan ini jenis jenis data dan bahan – bahan hukum yang digunakan penulis adalah antara lain :

2.1.Data Primer

Bahan – bahan Primer terdiri dari UUD 1945, Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Peraturan Perundang – undangan lain yang relevan dengan materi pembahasan tugas akhir penuli.

2.2.Data sekunder

Bahan – bahan sekunder terdiri dari buku – buku, surat kabar, majalah, hasil hasil penelitian, karya ilmiah, jurnal hukum, artikel dan internet. 2.3.Data tersier

Bahan – bahan hukum yang diapakai penulis sebagai data tersier sebagai bahan hukum yang bisa digunakan untuk memberikan penjelasan – penjelasan terhadap data primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus hukum dan politik, serta ensiklopedia.


(16)

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengambilan bahan hukum dilakukan dengan dua cara yaitu: dokumentasi dan kepustakaan. Dokumentasi sendiri merupakan suatu teknik pengumpulan data tertulis, tercetak atau terekam yang dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan baik itu dari internet, majalah dan sumber-sumber terkait dengan masalah kedudukan dan kewenangan MPR,DPR,dan DPDdalam sistem ketatanegaraaan Indonesia, sedangkan kepustakaan merupakan suatu cara dimana penulis-penulis mencari teori-teori hukum melalui buku-buku, jurnal maupun karya-karya ilmiyah.

4. Analisa Bahan Hukum

Adapun dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan deskriptif kualitatifif analisi yaitu suatu metode untuk memperoleh gambaran singkat mengenai suatu permasalahan yang tidak didasarkan atas bilangan statistic tetapi didasarkan atas analisis yang diuji dengan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum yang bekaitan dengan masalah yang dibahas.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian hukum ini,penulis membagi dalam 4(empat)bab yang bertujuan agar mempermudah dalam pemahamannya. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai latar belakang, yakni memuat landasan ideal (das sollen),kenyataan(das sein) yang mana hal


(17)

tersebut menyangkut alasan atau faktor pendorong untuk dilakukan kkajian yang lebih mendalam. Rumusan masalah memuat beberapa permasalahan yang akan diangkat dan dibahas mendetail dalam pembahasan. Adapun mengenai tujuan, memuat pernyataan singkat tentang apa yang hedak dicapai dalam penulisan hukum ini. Manfaat penulisan, merupakan uraian mengenai kagunaan secara teoritis dan praktis.Metode penulisan dan sistematika penulisan untuk mempermudah dalam membuat penulisan hukum ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan memaparkan landasan teori atau kajian teori yang berkaitan dengan pemaslahan yang akan ditulis oleh penulis mengenai kedudukan dan kewenangan lembaga MPR sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD 1945 dan hubungan kewenangan MPR dengan Lembaga kekuasaan Legislatif lainnya yaitu DPR dan DPD dan mensinergikan dengan teori pemisahan kekuasaan (Separation Of Power dan pembagian kekuasaan (distribution Of power)), Teori struktur dan Fungsi Parlemen dan penerapannya di Indonesia. Yang mana hal inilah yang akan penulis jadikan landasan Analisis dalam penulisan Tugas Akhir dalam Bab Pembahasan.

BAB III PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menguraikan apa yang menjadi pembahasan sebagai objek kajian dalam penulisan ini. Dalam pembahasan akan dikaitkan dengan kajian-kajian teori serta landasan yuridis yang mengaturnya sehingga


(18)

akan semakin kuat dan lengkap. Pemaparan dan penguraian dalam pemasalahan dieksplorasi dan digali sedalam mungkin untuk mendapatkan solusi.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini yang berisikan suatu kesimpulan dari permasalahan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya serta berisikan saran atau rekomendasi penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum ini dan diharapkan akan menjadi masukan yang bermanfaat bagi semua pihak.


(19)

PENULISAN HUKUM

Oleh: AULIA JAFAR 201420110312365

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM


(20)

UNDANG DASAR NEGARA RI 1945

Disusundan Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Dalam Bidang Ilmu Hukum

Oleh: AULIA JAFAR 201420110312365

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS HUKUM


(21)

(22)

(23)

(24)

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam atas limpahan rahmat dan hidayahnya karena dengan kasih sayang dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penulisan hukum dengan Judul “Kedudukan dan Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia MenurutUndang – Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Sholawat serta salam semoga senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan besar Rasul Allah SWT, Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita semua dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang ini, sehingga kita dapat merasakan betapa agungnya nikmat yang telah diberikan-Nya. Penulisan skripsi hukum ini, disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Universitas Muhammadiyah Malang. Adapun pihak yang terkait dengan tersusunnya penulisan skripsi hukum ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Imran Jafar dan Ibu Sumardiana Edang Terima kasih atas cinta, Doa dan semangat yang terus mengalir bagai air, tak pernah putus, motivasi yang diberikan kepadaku, semoga di berikan kesehatan, rezeki dan umur panjang.

2. Adikku Surya Adeliyah jafar S.pd, Fitri Azmi Imran, Ummi Azizah, Maghfirah, dan Kiki Yang selalu memberikan dorongan dan cinta, Nenek Ose Rina,yang tak pernah lupa mendoakan kesuksessan penulis.

3. Bapak Dr. Muhadjir Effendi, MAP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang. 4. Bapak Dr. Sulardi, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Malang. sekaligus pembimbing satu penulis, telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini..

5. Bapak Dr. Tongat, SH., M.HUM Pembantu Dekan satu Bidang Akademik yang senantiasa memberi kesempatan kepada penulis, membimbing dan memberikan masukan, meyakinkan penulis untuk mampu menyelesaikan tugas Akhir ini.

6. Bapak Surya Anoraga selaku pembimbing dua yang senantiasa sabar memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi kemajuan penulis.


(25)

memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis, sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan..

9. Nadiyah SH. Calon M.Kn yang menjadi teman Diskusi, sharing, menjadi suatu kehormatan telah berbagi ilmu denganmu, selain memberikan motivasi Khusus, serta doa sampai akhir penulisan karya ini, semoga karya ini bias menjadi awal untuk menuju masa depan.

10.Sdr. Dina patikawa dan Adik Adnan pattipeilohy sahabat terbaik selama berada di kota Malang, Imam sayuti, Salman, Syamsul, Dhani, Mas Jhon Aka Muh. Ichsan, Luqman, sahabat selama berproses di HMI’47 semoga menjadi masa terbaik untuk kita semua. 11.Teman – teman kos 15C Rajiman Baso S.pd,Maksyar, Joe, Mas Edo semoga diberi

keberkahan dalam setiap aktivitas.

12.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu tersusunnya skripsi ini sampai selesai.

Penulisan hukum ini dilakukan dengan pemikiran yang sungguh-sungguh dan serius, serta dibimbing oleh dosen yang berkompeten untuk memenuhi gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Terlepas dari hal tersebut penulis memohon kepada pembaca berkenan memberikan saran dan kritik demi kebaikan penulisan hukum ini.

Akhir kata penulis sangat mengharapkan semoga penulisan hukum ini bermanfaat bagi semua pihak yang telah membacanya. Selain itu, penulis juga mengharapkan penulisan hukum ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan hukum.

Malang, 10 November 2015 Penulis


(26)

Lembar Pengesahan ... iii

Surat Pernyataan Penulisan Hukum Bukan Hasil Plagiat ... v

Ungkapan Pribadi / Motto ...vi

Abstraksi ... vii

Abstract ... viii

Kata Pengantar ...ix

Daftar Isi...xi

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Masalah ... 12

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 13

E. Metode penelitian ... 14

1. Pendekatan ... 14

2. Jenis Data ... 15

3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Pemisahan Kekuasaan (separation Of Power) ... 19

1. Pemisahan kekuasaan Legislatif ... 21

2. Teori Pembagian Kekuasaan ... 25

B. Tinjauan umum tentang Lembaga negara ... 28

1. Tinjauan umum tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ... 29

C. Teori Fungsi Parlemen ... 34


(27)

RI Tahun 1945……….. ... 41 A.1 .Risalah Persidangan Perubahan MPR ... 68

B. Hubungan Kewenangan MPR dengan Kekuasaan Legislatif DPR dan DPD dalam sistem Parlemen Indonesia ... 106

B.1. Kekuasaan MPR, DPR, dan DPD yang menunjukkan sistem pemerintahan Parlementer ... 108

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 120 B. Saran dan rekomendasi ... 124 Daftar Pustaka ... 127


(28)

Lampiran 1. Berita Acara Seminar Proposal Tugas Akhir Lampiran 2. Surat Tugas Penulisan Hukum


(29)

Abdy Yuhana, 2013, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Sistem perwakilan di Indonesia dan masa depan MPR RI, FokusMedia, Bandung

Anwar C, 2008, Teori dan hukum Konstitusi, Intrans Publishing, Jakarta

Fatmawati, 2010, Struktur dan Fungsi legislasi Parlemen Dengan sistem Multikameral, UI-Press, Jakarta

Hans Kelsen, 2011, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung. Jenedjri M. Gaffar, 2012, Politik Hukum Pemilu, KONpress, Jakarta

Jimly Asshiddiqie, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, Sinar Grafika, Jakarta Moh. Mahfud MD, 2010, Constitutional Question “ Alternatif baru pencari keadilan Konstitusional”,

UB Press, Malang

Muchammad Ali safa’at, 2010, Parlemen Bikameral “Studi Perbandingan di Amerika serikat, prancis, belanda, inggris, Austria dan Indonesia”, UB Press, Malang

Ni’matul Huda, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Saldi Isra, 2010, Pergeseran fungsi Legislasi “menguatnya model legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia”, RajaGrafindo Persada. Jakarta

Sulardi, 2009, Reformasi Hukum, In-Trans Publishing, Malang Peraturan Perundang – undangan

Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2009


(30)

2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan Terhadap UUD Negara RI Tahun 1945


(1)

7. Bapak Siddik Sunaryo, SH. MSi.,MHUM selaku walikelas B angkatan 2007 yang telah memberikan arahan dan dorongan dalam bidang akademik.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis, sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan..

9. Nadiyah SH. Calon M.Kn yang menjadi teman Diskusi, sharing, menjadi suatu kehormatan telah berbagi ilmu denganmu, selain memberikan motivasi Khusus, serta doa sampai akhir penulisan karya ini, semoga karya ini bias menjadi awal untuk menuju masa depan.

10.Sdr. Dina patikawa dan Adik Adnan pattipeilohy sahabat terbaik selama berada di kota Malang, Imam sayuti, Salman, Syamsul, Dhani, Mas Jhon Aka Muh. Ichsan, Luqman, sahabat selama berproses di HMI’47 semoga menjadi masa terbaik untuk kita semua. 11.Teman – teman kos 15C Rajiman Baso S.pd,Maksyar, Joe, Mas Edo semoga diberi

keberkahan dalam setiap aktivitas.

12.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu tersusunnya skripsi ini sampai selesai.

Penulisan hukum ini dilakukan dengan pemikiran yang sungguh-sungguh dan serius, serta dibimbing oleh dosen yang berkompeten untuk memenuhi gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Terlepas dari hal tersebut penulis memohon kepada pembaca berkenan memberikan saran dan kritik demi kebaikan penulisan hukum ini.

Akhir kata penulis sangat mengharapkan semoga penulisan hukum ini bermanfaat bagi semua pihak yang telah membacanya. Selain itu, penulis juga mengharapkan penulisan hukum ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan hukum.

Malang, 10 November 2015 Penulis


(2)

DAFTAR ISI

Lembar Cover/ Sampul ... i

Lembar Pengesahan ... iii

Surat Pernyataan Penulisan Hukum Bukan Hasil Plagiat ... v

Ungkapan Pribadi / Motto ...vi

Abstraksi ... vii

Abstract ... viii

Kata Pengantar ...ix

Daftar Isi...xi

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Masalah ... 12

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ... 13

E. Metode penelitian ... 14

1. Pendekatan ... 14

2. Jenis Data ... 15

3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Pemisahan Kekuasaan (separation Of Power) ... 19

1. Pemisahan kekuasaan Legislatif ... 21

2. Teori Pembagian Kekuasaan ... 25

B. Tinjauan umum tentang Lembaga negara ... 28

1. Tinjauan umum tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ... 29

C. Teori Fungsi Parlemen ... 34


(3)

1. sistem parlemen Bikameral ... 38 BAB III . PEMBAHASAN

A. Kedudukan dan kewenangan MPR sebelum dan sesudah Amandemen UUD Negara RI Tahun 1945……….. ... 41

A.1 .Risalah Persidangan Perubahan MPR ... 68

B. Hubungan Kewenangan MPR dengan Kekuasaan Legislatif DPR dan DPD dalam sistem Parlemen Indonesia ... 106

B.1. Kekuasaan MPR, DPR, dan DPD yang menunjukkan sistem pemerintahan Parlementer ... 108

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 120 B. Saran dan rekomendasi ... 124 Daftar Pustaka ... 127


(4)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Berita Acara Seminar Proposal Tugas Akhir Lampiran 2. Surat Tugas Penulisan Hukum


(5)

DAFTAR PUSTAKA Buku – Buku

Abdul Mukhtie Fadjar, 2006, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, konstitusi Press, Jakarta Abdy Yuhana, 2013, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Sistem

perwakilan di Indonesia dan masa depan MPR RI, FokusMedia, Bandung Anwar C, 2008, Teori dan hukum Konstitusi, Intrans Publishing, Jakarta

Fatmawati, 2010, Struktur dan Fungsi legislasi Parlemen Dengan sistem Multikameral, UI-Press, Jakarta

Hans Kelsen, 2011, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung. Jenedjri M. Gaffar, 2012, Politik Hukum Pemilu, KONpress, Jakarta

Jimly Asshiddiqie, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, Sinar Grafika, Jakarta Moh. Mahfud MD, 2010, Constitutional Question “ Alternatif baru pencari keadilan Konstitusional”,

UB Press, Malang

Muchammad Ali safa’at, 2010, Parlemen Bikameral “Studi Perbandingan di Amerika serikat, prancis, belanda, inggris, Austria dan Indonesia”, UB Press, Malang

Ni’matul Huda, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Saldi Isra, 2010, Pergeseran fungsi Legislasi “menguatnya model legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia”, RajaGrafindo Persada. Jakarta

Sulardi, 2009, Reformasi Hukum, In-Trans Publishing, Malang Peraturan Perundang – undangan

Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2009


(6)

Naskah Kompeherensif Perubahan Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PPU-X/2012 Tentang Pengujian Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPDRD dan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan Terhadap UUD Negara RI Tahun 1945


Dokumen yang terkait

Kewenangan Pengujian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

1 58 132

Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

1 74 100

MEKANISME PEMAKZULAN (IMPEACHMENT) PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN OLEH MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

0 5 1

KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

0 18 53

IMPLIKASI KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

0 10 63

KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

0 4 20

HALAMAN JUDUL SKRIPSI Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

0 5 13

PENDAHULUAN Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

0 7 15

DAFTAR PUSTAKA Buku: Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

0 6 4

BAB II MPR SEBELUM DAN SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 A. MPR RI Sebelum Perubahan UUD 1945 - Kewenangan Pengujian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

0 0 31