TESIS TINDAK PIDANA TERKAIT SODOMI TERHADAP ANAK DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK
TESIS
TINDAK PIDANA TERKAIT SODOMI TERHADAP ANAK DALAM
PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK
OLEH RATNA WIDIYATI, S.H.
NIM 031224153022
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
MINAT STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
TINDAK PIDANA TERKAIT SODOMI TERHADAP ANAK DALAM
PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK
T E S I S
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
Pada Program Studi Magister Hukum
Minat Studi Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Airlangga
OLEH :
RATNA WIDIYATI, S.H.
NIM 031224153022
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
MINAT STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
LEMBAR PERSETUJUAN
Tanggal 17 Juni 2015
Oleh :
Dosen Pembimbing,
Dr. Sarwirini, S.H. M.S.
NIM. 196009291985022001
Mengetahui,
Ketua Minat Studi Ilmu Hukum
Program Studi Magister Hukum
Minat Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Airlangga
Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H.
NIM. 196504191990021001
ABSTRAKSI
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa diprrosesnya Pasal – Pasal 387 dan 292 KUHP serta Pasal – Pasal 81 dan 82 Undang – Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pada pelaku sodomi terhadap anak, jika pelakunya adalah salah satu dalam lingkup rumah tangga , maka dapat di kenakan pasal Undang – Undang No.23 tahun 2004 tentang perbuatan kekerasan dalam rumah tangga.
Menggingat perbuatan pelaku termasuk tindak pidana yang berat , maka seharusnya pelaku dijerat pasal yang berat , namun demikian pelaku maupun korban perlu mendapatkan tindak medis semacam rehabilitasi sehingga korban tidak mengalami trauma dan pelaku tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Kata Kunci : Kekerasan Seksual, Sodomi, Phedofilia dan Perlindungan Anak
ABSTRACT
Research shows that diprrosesnya Article - Article 387 and 292 of the Criminal
Code and Article - Article 81 and 82 of the Law - No. 23 of 2002 on the protection of
children on the perpetrators of sodomy against children, if the perpetrator is the one in
the domestic sphere, it can put the article - Law No.23 of 2004 on acts of domestic
violence.Recalling the act of actors including heavy crime, the perpetrator should have a
heavy sentence, but the perpetrators and victims should get some kind of medical
follow-up rehabilitation of traumatized victims and perpetrators not to repeat his
actions again. Keywords: Sexual Violence, Sodomy, Phedofilia and Child ProtectionKATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah S.W.T. atas berkat rakhmat dan tepat pada waktunya, yang berjudul “Tindak Pidana Terkait Sodomi Terhadap Anak Dalam
Perspektif Perlindungan Anak.”
Tujuan tesis ini adalah dalam rangka memenuhi persyaratan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
Pada Kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam proses penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :
1. Rektor Universitas Airlangga Surabaya;
2. Bapak Dr. Muchammad Zaidun, S.H. M.Si, Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya;
3. Bapak Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., selaku Ketua Minat Studi Ilmu Hukum;
4. Ibu Astutik, S.H., M.H., selaku Ketua Tim Penguji Tesis;
5. Ibu Dr. Sarwirini, SH. MS. dan selaku Dosen Pembimbing dan Tim Penguji Tesis, yang banyak membantu mengarahkan dalam penyusunan tesis dengan penuh kesabaran dan memberikan petunjuk-petunjuk serta saran-saran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak, Sapta Aprilianto, S,H., M.H., LL.M., Bapak Riza Alifiantio, K.S.H., MTCP.,selaku anggota tim penguji tesis.
7. Para Bapak dan Ibu dosen pengajar dan para staf karyawan pada program Magister Fakultas Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
8. Suami tercinta yang senantiasi menemani penulis dan putra putri tersayang yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.
9. Rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala kritikan dan saran yang berguna bagi penyusunan tesis ini sangat penulis harapkan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang tertarik dalam bidang hukum pidana khususnya tindak kekerasan atau pelecehan seksual (sodomi) terhadap anak-anak, baik lingkungan Fakultas Hukum, Hukum pemerintahan maupun masyarakat umum lainnya. Amin.
Surabaya, Februari 2015
Ratna Widiyati, SH
DAFTAR PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang 73) (KUHP).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
DAFTAR PUTUSAN PENGADILAN
Putusan MARI No. 24 PK/Pid/2003 atas nama SISWANTO alias ROBOT Putusan MARI No. 493 K/Pid/2011 atas nama BAEKUNI alias BUNGKIH alias BABE
DAFTAR ISI
HalHALAMAN JUDUL ................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii ABSTRAKSI ............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................... iv DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ...................... v DAFTAR PUTUSAN PENGADILAN ................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ................................................................. 1
2. Rumusan Masalah ............................................................. 10
3. Tujuan Penelitian ............................................................ 10
4. Manfaat Penelitian ............................................................ 11
5. Tinjauan Pustaka ............................................................... 11
6. Metode Penelitian ............................................................. 18
7. Sistematika Penulisan ....................................................... 19
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA TERKAIT SODOMI TERHADAP ANAK
1. Pengertian Tindak Pidana ................................................ 21
2. Pengertian Sodomi - Pedofilia ......................................... 23
3. Sodomi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ............................................................... 28
DAFTAR BACAAN
4. Sodomi Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UUPA) .................... 31
5. Sodomi Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun Tangga (KDRT) .............................................................. 35
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PELAKU TINDAK PIDANA SODOMI TERHADAP ANAK
1. Unsur Pertanggungjawaban ............................................. 40
2. Pengertian Pertanggungjawaban ...................................... 55
3. Analisis dan Pembahasan Studi Kasus-Kasus ................ 62
3.1 Analisa Putusan Perkara No. 24 PK/Pid/2003 atas nama SISWANTO alias ROBOT ............................. 62
3.2 Analisa Putusan Perkara No. 1109 K/Pid.Sus/2010 atas nama MUHAMMAD YUSUF RANGKUTI ..... 71
3.3 Analisa Putusan Perkara No. 493 K/PID/2011 atas nama BAEKUNI als. BUNGKIH als. BABE .......... 81
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan ...................................................................... 88
2. Saran ........................................................................ 92
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1.1.Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya
1
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Maraknya kekerasan seksual dan atau pelecehan seksual terhadap anak telah mendapatkan perhatian publik dalam beberapa dekade terakhir dan telah menjadi salah satu profil kejahatan yang paling tinggi. Kekerasan seksual terhadap anak-anak dan penganiayaan anak telah semakin diakui sebagai sesuatu yang sangat merusak bagi anak-anak dan dengan demikian tidak dapat diterima bagi masyarakat secara keseluruhan. Sementara penggunaan seksual terhadap anak oleh orang dewasa telah hadir sepanjang sejarah dan telah menjadi objek perhatian publik signifikan pada masa sekarang.
1.2.Permasalahan pelecehan seksual terhadap anak telah menjadi fokus perhatian resmi para professional. Pada pelecehan seksual terhadap anak menjadi terserap ke dalam bidang yang lebih besar dari kajian trauma interpersonal, pelecehan seksual anak dipelajari dan strategi intervensi telah menjadi degender dan sebagian besar tidak menyadari asal usul politik mereka dalam feminisme modern dan gerakan politik lainnya yang dinamis, rang mungkin berharap bahwa tidak seperti pada masa lalu.
1.3.Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang
2
dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan 1 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, h.1. 2 Ensklopidia Wikipedia, http:/id.m.wiki/pelecehan_seksual_terhadap_anak, diakses tanggal
aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), atau
3
menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak. Lebih dari 4000 anak Indonesia diajukan ke Pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan ringan, seperti
4 pencurian.
1.4.Kasus pelecehan seksual terhadap anak yang kini kembali mencuat dan menjadi kasus yang paling banyak dibahas di Televisi, pelecehan seksual yang kini terjadi korbannya dari kalangan anak-anak dibawah umur dan sebagian besar pelakunya adalah orang yang terdekat, yang seharusnya menjadi pelindung anak-anak. Para korban anak-anak yang masih dibawah umur ini belum mengerti dan mengetahui apa yang pelaku lakukan saat pelecehan seksual pada korban-korbannya. Sebagian besar pelaku pelecehan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka, keluarga dari si anak, paling sering adalah saudara laki-laki, ayah, paman, atau sepupu, kenalan lainnya seperti “teman” dari keluarga, pengasuh, atau tetangga, orang asing adalah pelanggar, dalam kasus penyalahgunaan seksual anak.
1.5.Kebanyakan pelecehan seksual anak dilakukan oleh laki-laki; studi menunjukkan bahwa perempuan melakukan pelanggaran yang dilaporkan terhadap anak laki-laki. Sebagian besar pelanggar yang pelecehan seksual terhadap anak-anak sebelum masa puber adalah pedofil, meskipun beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia.
3 Ibid.
1.6.Anak sebagai generasi penerus bangsa dan sumber daya negara perlu mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan, pelecehan seksual maupun eksploitasi yang berlebihan. Pelecehan seksual dan atau percabulan anak, baik laki-laki maupun penanganan serius.
1.7.Kekerasan seksual itu merupakan istilah yang menunjukan pada prilaku seksual derivative atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat. Adanya kekerasan seksual yang terjadi, maka
5
penderitaan bagi korbannya telah menjadi akibat serius yang membutuhkan perhatian, Di antara kejahatan kekerasan seksual, terdapat kejahatan seksual terhadap anak-anak, di bawah ini diuraikan beberapa pendapat diantaranya :
2. Menurut M.Irsyad Thamrin dan M.Farid mengatakan, kekerasan seksual adalah kontak seksual yang tidak dikendaki oleh salah satu pihak. Inti dari kekerasan seksual terletak
6 “ancaman” (verbal) dan “pemaksaan” (tindakan).
3. Menurut J.H. Fitch mengadakan studi terhadap 147 pria yang terbukti melakukan kejahatan terhadap anak-anak pada tahun 1956, diklasifikasikan menjadi lima kategori
7
berdasarkan psikologis : kategori tersebut adalah :
4. Immature, melakukan kejahatan itu disebabkan ketidakmampuan mengidentifikasi diri mereka dengan peran seksual seorang dewasa. atas Hak Asasi Perempuan), Cet.2, Refika Aditama, Bandung, 2011, h. 32.
5 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi
6 Dwi Ismantoro Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak, Cet.1, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2015,h.1
5. Frustrated, melakukan kejahatannya sebagai reaksi melwan frustasi seksual yang sifatnya emosional terhadap orang dewasa, sering terjadi mereka beralih kepada anak-anak mereka sendiri (inces) ketika merasa tidak seimbang dengan istrinya. yang keluar dari kecenderungan aggressive yang kadang muncul.
7. Pathological, tidak mampu mengontrol dorongan seksual sebagai hasil dari psikosis, lemah mental, kelemahan organ tubuh atau kemerosotan sebelum waktunya ( premature senile deterioration) 8. Miscellaneous, yang tidak termasuk semua kategori di atas.
8.1.Pelecehan seksual terhadap anak mencakup berbagai pelanggaran seksual, termasuk:
9. Pelecehan Seksual. Istilah ini didefinisikan sebagai suatu tindak pidana di mana seseorang yang telah dewasa menyentuh anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual, misalnyadan penetrasi seksual dengan objek. Termasuk sebagian besar negara bagian Amerika Serikat dalam definisi mereka tentang kekerasan seksual, ada kontak penetratif tubuh di bawah umur, bagaimanapun sedikit, jika kontak dilakukan untuk tujuan kepuasan seksual.
10. Ekploitasi seksual. Istilah ini didefinisikan sebagai suatu tindak pidana di mana orang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak di bawah umur untuk promosi, kepuasan seksual, atau keuntungan, misalnya melacurkan anak, dan menciptakan atau melakukan perdagangan
11. Perawatan Anak. Menentukan perilaku sosial dari pelaku seks anak yang potensial yang berusaha untuk membuat mereka menerima rayuan yang lebih sedikit, misalnya di ruang bincang-bincang.
8
9
kata peleceh artinya pembujuk/suka memuji-muji, “seksual” yang berkenaan dengan kelamin (laki-laki perempuan) yang berkenaan dengan perkara campuran antara laki-laki
10
dan perempuan, “anak” turunan yang kedua; manusia yang masih kecil, pelecehan seksual anak merupakan istilah umum yang menggambarkan tindak kriminal dan sipil di mana orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur atau eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual.
11.2. Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres pascatrauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan dan cedera fisik untuk anak di antara masalah lainnya. Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orangtua. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi pola pikir pakar hukum untuk membedakan pengertian perbuatan pidana/tindak pidana pelecehan seksual.
11.3. Mengenai istilah “tindak pidana” dari para sarjana hukum tidak ada keseragaman
11 .
pendapat, tetapi semuanya merupakan terjemahan dari istilah Belanda “starbaar feit”
8 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005,h.859 9 10 Ibid, h.1055 11 Ibid, h.35 N.E. Algra,, et al., Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia, Cet.1,
Binacipta, Jakarta, 1983. Diterjemahkan Saleh Adiwinata, A. Teloeki, dan H. Boerhanoeddin, St.
Batoeah. h.544, Yang artinya delik, peristiwa pidana : “peristiwa yang diancam hukuman, yang dapat
mengakibatkan tuntutan hukuman, khusus dalam hukum pidana umum, berdasarkan ancaman UU
yang ditetapkan sebelumnya.”(N.W.v.Str. art.1 lid 1; KUHP ps 1 ayat 1) peristiwa pidana dalam
12. Menurut Moeljatno bahwa “perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
12
barang siapa yang melanggar larangan tersebut.” perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang- undangan lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Dan dalam tindak pidana tersebut terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan seperti : harus adanya suatu perbuatan manusia, perbuatan itu haruslah sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum, dan atas perbuatan itu harus terbukti adanya kesalahan pada orang yang berbuat dan dapat dipertanggungjawabkan, perbuatan yang dimaksudkan harus berlawanan dengan hukum serta atas perbuatan itu harus tersedia ancaman
13 hukumannya dalam undang-undang.
13.1. Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual itu, dapat dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu:
14. Bentuk pelecehan seksual yang tergolong ringan, yang bagi pelaku tidak dikenai sanksi
(seductive behavior) ataupun perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak
menyenangkan. Perbuatan - perbuatan tersebut dapat berupa: 15. Tingkah laku dan komentar yang berkenaan dengan peran jenis kelamin.
16. Tekanan langsung atau halus untuk tindakan seksual seperti : berciuman, berpegangan tangan, menepuk bagian tertentu.
17. Sentuhan atau kedekatan fisik yang tidak diundang seperti: mendorong alat kelamin (penis atau dada) pada korbannya.
18. Perhatian seksual yang tidak diundang dan tidak disukai serta tidak pada tempatnya.
12 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, h.59
19. Bentuk pelecehan seksual yang tergolong berat dan bagi si pelaku dikenakan sanksi atau ancaman hukuman (sexual coercion). Perbuatan itu berupa pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual dan kejahatan seksual atau pelanggaran hukum yang
19.1. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perlakuan dan pembinaan yang tepat akan dapat menjadi salah satu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengantar anak menuju masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya sebagai warga yang bertanggung jawab bagi kehidupan keluarga, bangsa dan negara. Untuk lebih memantapkan upaya pembinaan dan pemberian bimbingan bagi anak nakal, maka dalam rangka mewujudkan peradilan yang memperhatikan perlindungan dan kepentingan anak, maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, memberikan ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan yang khusus bagi anak dalam lingkungan peradilan umum. Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu diperhatikan dan dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan, dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitarnya dapat mempengaruhi perilakunya. Oleh karena itu dalam menghadapi masalah anak nakal, orang tua dan masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan, dan pengembangan perilaku anak.
19.2. Di samping pertimbangan tersebut di atas, demi pertumbuhan dan perkembangan mental anak, perlu ditentukan perbedaan perlakuan di dalam hukum acara dan ancaman pidananya, perbedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam undang-undang tersebut dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. memperhatikan fenomena tersebut. Seringkali kasus-kasus tersebut tidak sampai ke pengadilan atau kalau sampai di pengadilanpun si pelaku di hukum sangat ringan atau bisa jadi malah bebas.
20.1. Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak azasi manusia. Dalam perspekif kenegaraan, komitmen Negara untuk melindungi warga negaranya termasuk
14 dalam anak, dapat ditemukan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
20.2. Pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar dapat menciptakan kondisi yang dinamis, sehingga setiap warga negara dapat menikmati iklim ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan, serta meningkatkan dan menyempurnakan pembinaan hukum nasional dalam rangka pembaharuan hukum. Dengan diadakannya kodifikasi dan unifikasi hukum akan memudahkan para penegak hukum dalam melakukan tugas masing- masing, memantapkan sikap dan perilaku penegak hukum sesuai dengan fungsi penegakan hukum dalam rangka meningkatkan citra dan wibawa aparat penegak hukum serta meningkatkan pelayanan hukum kepada warga negara yang memerlukan.
21. Rumusan Masalah
22. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dari tesis ini adalah :
22.1. Bagaimana pengaturan perbuatan sodomi terhadap anak ditinjau dari Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UUPA) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
22.2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku sodomi tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak tersebut?
23. Tujuan Penelitian
24. Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penulisan ini bertujuan antara lain :
24.1. Untuk menganalisa pengaturan perbuatan sodomi terhadap anak ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UUPA) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
24.2. Untuk menganalisa pertanggungjawaban pidana pelaku sodomi tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak tersebut.
25. Manfaat Penelitian
26. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
27. Manfaat akademis penelitian ini adalah memberi kontribusi teoritis dalam bidang (ilmu) hukum pidana, khususnya terkait pengaturan tindak pidana perbuatan sodomi terhadap anak dan pertanggungjawaban hukum tindak pidana pelaku sodomi kekerasan seksual terhadap anak.
27.1. Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk menyumbang wawasan aparat penegak sodomi terhadap anak.
28. Tinjauan Pustaka
28.1. Tindak Pidana
28.2. Dalam perundang-undangan negara Indonesia istilah Tindak Pidana tersebut disebutkan sebagai peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik. Melihat apa yang dimaksud diatas, maka pembentuk undang-undang sekarang sudah konsisten dalam pemakaian istilah tindak pidana.
28.3. Kekerasan Seksual
28.4. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dikenal istilah pelecehan seksual. KUHP menurutnya, hanya mengenal istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 285, Pasal 289 sampai dengan Pasal 292 KUHP.
15 Bahwa istilah perbuatan
cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya.
16
28.5. Unsur-unsur yang terdapat dalam kekerasan seksual adalah :
29. Mengancam,
30. Memaksa dan 31. Memperkosa.
17
31.1. Bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak adalah :
18 15 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya 16 Ibid.
32. Perkosaan;
33. Sodomi;
34. Oral seks;
36. Sexual Remark;
37. Pelecehan Seksual; 38. Pelacuran anak dan Sunat Klitoris pada anak Perempuan.
38.1. Pengertian itu berarti, segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul. Sementara itu, istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harassment (Pelecehan seksual) yang diartikan sebagai unwelcome attention (Perhatian yang tidak diinginkan) atau secara hukum didefinisikan sebagai "imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually
offensive environments". (Pengenaan dari tuntutan seksual yang tidak diinginkan atau penciptaan dari lingkungan seksual yang menyakitkan hati).
38.2. Pelecehan Seksual
38.3. Unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.
38.4. Jadi, pelecehan seksual dapat dijerat dengan Pasal percabulan (Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP). Dalam hal terdapat bukti-bukti yang dirasa cukup, Jaksa Penuntut Umum yang akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan.
39. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) perkataan pelecehan seksual tidak ada penjelasan khusus mengenai pengertian pelecehan seksual. Akan tetapi secara tidak langsung di dalam pasal-pasal tersebut telah termaktub tentang perbuatan yang bawah umur, seperti halnya perbuatan persetubuhan (Pasal 287 KUHP). Walaupun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada penjelasan khusus tentang pelecehan seksual, tetapi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat pengertian yang cukup jelas tentang pelecehan seksual. Untuk mengetahui lebih jelas makna dari pelecehan seksual terlebih dahuluperlu melihat masing- masing kata yang ada di dalamnya yaitu: “pelecehan” dan “seksual”.
39.1. Pelecehan (harrasment) merupakan pembendaan dari kata kerja “melecehkan” yang berarti: menghina, memandang rendah, atau tindakan menurunkan martabat. Sedangkan seksual (sexual) memiliki arti: hal-hal yang berkenaan dengan seks atau jenis kelamin, hal yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara pria dan wanita.
39.2. Maka dapat penulis menyimpulkan bahwa pelecehan seksual (sexual harrasment) itu adalah : suatu bentuk perbuatan penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal-hal yang berkenaan dengan seks (jenis kelamin) atau aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan. Atau dengan kata lain pelecehan seksual (sexual harassment) itu merupakan suatu perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjengkelkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain yang berkaitan dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya. Perilaku itu dapat berupa fisik dan mental serta mengganggu aspek fisik, mental, emosional dan spritual korban.
40. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dimaksudkan “hubungan seksual”, apakah kualifikasinya sama atau bahkan pengertiannya lebih luas dari bentuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh suami kepada isteri atau sebaliknya.
40.1. Pedophilia dewasa terhadap anak-anak. Anak-anak yang menjadi sasaran dari pemuasan birahi seksual orang-orang dewasa pengidap pedofilia ini adalah anak-anak pra-purbertas atau anak-anak yang belum mengalami purbertas (belum mengalami menstruasi dan belum dapat dibuahi bagi anak perempuan dan belum dapat menghasilkan sperma bagi laki-laki. Sebab-sebab munculnya penyakit ketertarikan seksual ini bisa disebabkan sebagai berikut
19
: 41. Pengalaman masa kecil yang tidak mendukung perkembangan kedewasaannya.
42. Trauma pernah mendapat kekerasan seksual dari orang dewasa.
42.1. Pedofilia adalah salah satu bentuk penyakit jiwa kelainan ketertarikan seksual. Dalam melampiaskan nafsu birahinya seorang pedofil akan mencari anak-anak pra pubertas dengan tujuan agar pedofil bisa menguasai dan memaksakan penisnya diprestasikan ke dalam dubur, liang vagina atau oral seks sehingga korban akan merasakan sakit yang amat sangat. Rasa sakit yang amat sangat ini yang diharapkan oleh pelaku dialami oleh korban. Dengan erangan rasa sakit si pedofil akan terangsang dan akan semakin menggila memenetrasikan penisnya kedalam dubur.
42.2. Sodomi
42.3. Sodomi adalah istilah hukum yang digunakan dalam untuk merujuk kepada tindakan seks “tidak alami”, yang bergantung pada yuridiksinya dapat terdiri atas seks oral atau seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non-kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual, homoseksual, atau antara manusia dan hewan.
42.4. Tindak pidana pelecehan seksual (sodomi) pada anak diatur dalam Pasal 292 KUHP.
Apabila terjadi pemberatan misalnya luka berat, dituntut sesuai Pasal 291 ayat 1 KUHP. Bila terjadi penganiayaan sehingga korban meninggal dunia dituntut sesuai Pasal 339 menentukan apakah pelaku tindakan pidana (sodomi) mengalami gangguan jiwa atau tidak dan seberapa jauh kemampuannya dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya.
42.5. Perlindungan anak
42.6. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
20 kekerasan dan diskriminasi.
42.7. Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpengaruhnya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusian serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi
21 terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
42.8. Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental
rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan
22 kesejahteraan anak.
42.9. Pertanggungjawaban hukum
42.10. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas. 20 21 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Rika Saraswati, Op. Cit., h. 30 (Pasal 3 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak)
Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana nasional yang akan datang menerapkan asas tiada pidana tanpa kesalahan yang merupakan salah satu asas fundamental yang perlu ditegaskan secara eksplisit sebagai pasangan asas legalitas. kemungkinan dalam hal-hal tertentu untuk menerapkan asas strict liability,
vicarious liability erfolgshaftung, kesesatan atau error, rechterlijk pardon culp in causa dan pertanggungjawaban pidana yang berhubungan dengan masalah subjek tindak pidana.
42.11. Dilihat dari sudut perbandingan KUHP Negara lain, asas kesalahan atau asas
culpabilitas pada umumnya diakui sebagai prinsip umum. Perumusan asas ini biasanya
terlihat dalam perumusan mengenai pertanggungjawaban pidana, khususnya yang berhubungan dengan masalah kesengajaan dan kealpaan.
43. Metode Penelitian
44. Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach).
23
45. Adapun penelitian hukum pendekatan tersebut adalah:
45.1. Pendekatan undang-undang (statute approach)
45.2. Pendekatan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasinya yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
45.3. Pendekatan konseptual (conceptual approach)
45.4. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.
45.5. Pendekatan kasus (case approach)
45.6. Pendekatan dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
46. Sistematika Penulisan
46.1. Dalam penulisan tesis perlu adanya suatu uraian mengenai susunan dari penulisan yang dibuat agar pembahasan teratur dan terarah pada masalah yang sedang dibahas untuk itu tesis ini akan dibagi ke dalam 4 (empat) bab yaitu :
46.2. Pada Bab I (Bab Pendahuluan) ini akan diuraikan hal-hal latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan, yang merupakan landasan penulisan tesis ini.
46.3. Dalam bab II dibahas terkait rumusan masalah yang berjudul pengaturan tindak pidana terkait sodomi terhadap anak, yang akan dibahas dalam tiga sub bab yaitu Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
46.4. Selanjutnya dalam Bab III dibahas topik rumusan masalah kedua yang berjudul pertanggungjawaban hukum pelaku tindak pidana sodomi terhadap anak tersebut. Yang dibahas dalam 2 sub judul yaitu terkait penanggungjawaban dan analisa / pembahasan kasus-kasus terkait kekerasan seksual sodomi.
46.5. Sebagai bab penutup (Bab IV) akan diuraikan kesimpulan terkait pembahasan dalam bab-bab terdahulu, juga akan disertakan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA TERKAIT SODOMI TERHADAP ANAK
1. Pengertian Tindak Pidana
Dalam hukum pidana di Indonesia mengenal beberapa rumusan pengertian tindak pidana atau istilah tindak pidana sebagai pengganti istilah "Strafbaar feit". Sedangkan dalam perundang-undangan negara Indonesia istilah tersebut disebutkan sebagai peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik. Melihat apa yang dimaksud diatas, maka pembentuk undang- undang sekarang sudah konsisten dalam pemakaian istilah tindak pidana. Akan tetapi para sarjana hukum pidana mempertahankan istilah yang dipilihnya sendiri.
Adapun pendapat itu diketemukan antara lain : Moeljatno, Simons, Van Hamel, Pompe, JE. Jonker, VOS dan R.Tresna, yang dalam uraiannya adalah sebagai berikut:
a. Moelyatno, menggunakan istilah Perbuatan Pidana adalah “perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”.
24 Unsur
tindak pidana adalah : 1) Perbuatan; 2) Yang dilarang (oleh aturan hukum); dan 3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar hukum).
b. Simons. Strafbaar feit adalah kelakuan (Hendeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
25 Unsur-unsur tindak pidana :
24 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana (Bagian Pertama), Cet. 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008), h. 71.
1) Unsur Obyektif : Perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan itu mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu 2) Unsur Subyektif : Orang yang mampu bertanggungjawab, adanya kesalahan perbuatan atau keadaan mana perbuatan itu dilakukan.
c. Van Hamel. Strafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana
26 (stafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.
Unsur-unsur tindak pidana: 1) Perbuatan Manusia; 2) Yang dirumuskan dalam Undang-Undang; 3) Dilakukan dengan kesalahan; dan 4) Patut dipidana.
d. Pompe, menurutnya pengertian Strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan
27
sebagai tindakan yang dapat dihukum.”e. J.E. Jonkers Peristiwa pidana ialah “perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang
28 dapat dipertanggungjawabkan”.
Unsur-unsur tindak pidana: 1) Perbuatan (yang); 2) Melawan hukun (yang berhubungan dengan); 3) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat); dan 4) Dipertanggungjawabkan.
26 27 Ibid.
Adam Chazawi, Op. Cit., h. 72 f. VOS. Strafbaar feit adalah suatu kelakukan manusia yang diancam pidana oleh peraturan Undang-Undang.
29 Unsur-unsur tindak pidana: 1) Kelakuan manusia; 2) Diancam dengan pidana; dan 3) Dalam peraturan perundang-undangan.
rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman”.
30 Unsur-unsur tindak pidana:
1) Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia); 2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 3) Diadakan tindakan penghukuman.
2. Pengertian Sodomi – Pedofilia
Menurut terminologi Sodomy dalam Black’s Law adalah 1. Oral or anal copulation
between humans, esp. those of the same sex. 2. Oral or anal copulation between a human
and an animal; bestiality. also termed buggery; crime against nature; abominable crime
against nature, unnatural offense; unspeakable crime; (archaically) sodomity; (in latin)
crimen innominatum.31
(1.Oral atau anal kopulasi antara manusia , esp . Orang-orang dari jenis kelamin yang sama; 2. Oral atau anal kopulasi antara manusia dan hewan; birahi hewan disebut juga buggery; kejahatan terhadap alam; keji kejahatan terhadap alam, Pelanggaran tidak wajar; tak terkatakan kejahatan; (archaically) sodomity; (dalam bahasa latin) crimen
innominatum).
29 Ibid, h. 72. 30 Adam Chazawi, Op. Cit., h. 73.
Liwath (homoseksual/sodomi) diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari nabi beliau bersabda
: “apabila kalian mendapati orang yang melakukan perbuatan kaum Luth
32 (homoseksual/sodomi) maka bunuhlah pelaku dan objeknya”.
Sodomi/anal sex/semburit berasal dari kata Sodom/Shadum, istilah ini berasal dari Bahasa Lain : peccatum Sodomiticum, atau “Dosa kaum Sodom.” salah satu kota yang warganya menjadi umat dakwah nabi Luth as, saat ini letaknya di sekitar Laut Mati, sebuah tempat yang menjadi saksi kemurkaan Tuhan dan ditandai dengan letaknya terendah di muka bumi ini dan tidak dapat didiami oleh mahluk hidup.
Sodomi artinya perbuatan penduduk kota Sodom, yaitu salah satu jenis hubungan seksual penetratif, dimana puncak kepuasan seksual dilakukan dengan cara memasukkan penis ke dalam anus. Biasanya dilakukan oleh sesama laki-laki, meski bisa saja laki-laki menyodomi wanita.
Sodomi adalah istilah hukum yang digunakan dalam untuk merujuk kepada tindakan seks “tidak alami”, yang bergantung pada yuridiksinya dapat terdiri atas seks oral atau seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non-kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual, homoseksual, atau antara manusia dan hewan.
Yang dimaksud dengan Pedofilia adalah ketertarikan seksual orang dewasa terhadap anak-anak. Anak-anak yang menjadi sasaran dari pemuasan birahi seksual orang-orang dewasa pengidap pedofilia ini adalah anak-anak pra-purbertas atau anak-anak yang belum mengalami purbertas (belum mengalami menstruasi dan belum dapat dibuahi bagi anak perempuan dan belum dapat menghasilkan sperma bagi laki-laki.
32 Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah Arba’in An-Nawawi (Memuat 42 Hadist Nabi Tentang
Menurut terminologi Pedophilia dalam Black’s Law . An adult who engages in Pedophilia. Menerangkan Pedophilia “ 1. An adult’s sexual disorder consisting in the desire
for sexual gratification by molesting children esp. prepubescent children. (kelainan seksual
anak) 2. An adult’s act of children molestation. Phedophilia can but does not necessarily
33
involve intercourse. (undang-undang orang dewasa terhadap penganiayaan anak-anak.
Phedophilia tidak dapat serta merta melibatkan hubungan). Phedophilia termasuk penyimpangan seksual/parafilia, dimana si penyandang memiliki selera seksual terhadap anak-anak yang diketahuinya atau diduganya secara kuat masih belum masuk usia puber (belum menarche atau mimpi basah) sedangkan dirinya sendiri minimal 5 (lima) tahun lebih tua dari si anak. Bandingkan dengan phedophilia, dimana si penyandang berselera terhadap anak yang menjelang atau baru masuk usia puber.