BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK BILAMANA PEMEGANG SERTIFIKAT PENDIDIK DIBERHENTIKAN DARI STATUS TENAGA PENDIDIK PROFESIONAL - SERTIFIKAT PENDIDIK DALAM KREDIT BANK DITINJAU DARI HUKUM JAMINAN Repository - UNAIR REPOSITORY

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK BILAMANA PEMEGANG SERTIFIKAT PENDIDIK DIBERHENTIKAN DARI STATUS TENAGA PENDIDIK PROFESIONAL Telah dibahas pada bab sebelumnya mengenai karakteristik sertifikat pendidik yang tidak memenuhi syarat benda jika dijadikan sebagai objek jaminan. Hal tersebut mempunyai konsekuensi pada hak yang dilahirkan atas

  dijaminkannya sertifikat pendidik bukanlah jaminan kebendaan dan hanya berupa hak perorangan. Selain itu, terdapat konsekuensi yang lain yakni bank sebagai kreditor hanya mempunyai hak retensi atas sertifikat pendidik yang dijaminkan oleh debitor bilamana debitor wanprestasi.

  Maksud dari hak retensi sendiri adalah hak yang diberikan oleh undang- undang atau karena perjanjian kepada kreditor untuk menahan sesuatu kebendaan di dalam penguasaannya sampai piutang pemilik kebendaan itu dilunasi oleh debitor yang bersangkutan. Hak yang demikian ini timbul karena adanya piutang atau tagihan yang belum dibayar oleh debitor kepada kreditor, karenanya kreditor

  50 menahan kebendaan yang bertalian dengan piutang tersebut.

  Sederhananya adalah, bank diberikan kuasa untuk menahan sertifikat pendidik millik debitor sampai dengan waktu dimana debitor telah melunasi kewajibannya. Namun, hal tersebut sebenarnya tetap tidak menguntungkan dari sisi bank karena kembali pada sifat sertifikat pendidik yang tidak dapat diuangkan, tidak marketable, dan tidak liquid hingga pada akhirnya mempunyai konsekuensi bahwa sertifikat pendidik tidak dapat dieksekusi bilamana debitor wanprestasi.

  Dalam hal pemberhentian status guru dan dosen telah dijelaskan dalam

  Pasal 30 dan Pasal 67 UU Guru dan Dosen. Dalam pasal tersebut menjelaskan tentang pemberhentian guru dan dosen baik dengan hormat maupun secara tidak hormat. Sesuai yang dijelasakan dalam Pasal 30 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan bahwa : (1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:

  a. Meninggal dunia;

  b. Mencapai batas usia pensiun;

  c. Atas permintaan sendiri;

  d. Sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan. (2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena: a. Melanggar sumpah dan janji jabatan;

  b. Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau

  c. Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus- menerus. (3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun. (5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

  Senada dengan ketentuan pemberhentian terhadap guru seperti yang dijelaskan dalam pasal tersebut juga diatur perihal pemberhentian terhadap dosen

  (1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena: a. Meninggal dunia;

  b. Mencapai batas usia pensiun;

  c. Atas permintaan sendiri;

  d. Tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau e. Berakhirnya perjanjian kerja atau. kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan. (2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena: a. Melanggar sumpah dan janji jabatan;

  b. Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau

  c. Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. (3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.

(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun. (6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b,

tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

  Adanya ketentuan yang mengatur tentang pemberhentian tenaga pendidik tentunya membawa konsekuensi bahwa hapusnya status guru dan dosen yang telah diberhentikan mempunyai konsekuensi pada tidak berlakunya sertifikat pendidik yang bersangkutan, karena dengan diberhentikannya debitor dari status tenaga pendidik praktis debitor tidak lagi mendapat tunjangan profesi yang menjadi hak-nya selama masih menyandang status tenaga pendidik. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 UU Guru dan Dosen mengenai pemberhentian kerja bahwa :

  Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena

  guru atau dosen clan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan scsuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Dari ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa tunjangan profesi yang dijadikan sumber pembayaran angsuran tidak lagi diterima setelah debitor dinyatakan untuk diberhentikan dari status tenaga pendidik. Tidak berlakunya sertifikat pendidik praktis juga menjadikan posisi sertifikat pendidik yang dijaminkan tidak bermanfaat bagi bank, walaupun masih terdapat hak retensi yang dimiliki oleh bank namun tidak berlakunya sertifikat pendidik tidak memberikan benefit apapun pada bank, bahkan pada pemilik sertifikat pendidik yang bersangkutan. Keadaan dimana tunjangan profesi tidak lagi diterima setelah debitor diberhentikan tentunya dapat berpengaruh pada kualitas pembayaran karena tunjangan profesi tersebut berperan sebagai sumber pembayaran yang utama. Dalam keadaan tersebut maka sangat dimungkinkan dan bahkan berpotensi akan terjadi kredit bermasalah.

  Oleh karenanya, sebelum merealisasikan kredit bagi tenaga pendidik profesional yang menjadi calon debitor dengan menggunakan sertifikat pendidik sebagai jaminan, hendaknya bank menerapkan prinsip kehati-hatian dengan melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir risiko-risiko yang kemungkinan terjadi di kemudian hari yang salah satunya adalah wanprestasi atau gagal bayar oleh debitor.

1. Upaya Bank Meminimalisir Risiko Kredit

  Dalam pemberian kredit ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai upaya untuk melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank

  51

  dan disalurkan dalam bentuk kredit, yaitu :

  a. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential principles).

  b. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

  c. Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank.

  d. Harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.

  Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian dan dipancangkannya berbagai rambu sebagai penjabaran dari prinsip kehati-hatian tersebut antara lain adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi nasabah penyimpan dana. Dengan demikian diharapkan bank akan selalu dalam keadaan sehat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada para penyimpan dananya (liquid dan solvent) dan dapat melakukan kegiatan yang menunjang pembangunan. Hal yang terpenting adalah bertujuan agar likuiditas dan solvabilitas bank terjamin. Dengan demikian kadar kepercayaan masyarakat kepada perbankan dalam mengelola dananya tetap terjaga dan tidak meragukan lagi. Tegasnya sebagai lembaga perantara (financial intermediary) adalah wajar apabila bank mengejar keuntungan (profitability), namun di sisi lain harus juga                                                                                                                 51 Agus Yudha Hernoko, “Lembaga Jaminan Hak Tanggungan sebagai Penunjang Kegiatan

  diimbangi dengan rasa aman baik bagi bank maupun nasabah penyimpan dana (safety).

52 Sebagai konkretisasi dari penerapan prinsip kehati-hatian, dalam hal

  pemberian kredit bank terlebih dahulu akan diperlukan suatu analisis atau penilitian terhadap calon debitor dengan menggunakan beberapa asas atau prinsip perkreditan yang dijadikan pedoman untuk penilaian kelayakan aplikasi atau permohonan kredit.

1.1 Analisis Kredit

  Jika dibandingkan dengan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan, pendapatan atau keuntungan suatu bank lebih banyak bersumber dari pemberian kredit kepada nasabahnya. Oleh karenanya, pemberian kredit tersebut pasti secara terus-menerus dilakukan oleh bank dalam rangka menjaga kesinambungan operasionalnya. Hal ini mencerminkan bahwa kredit adalah sumber pendapatan utama bank.

  Tentunya hal tersebut bukan tanpa risiko. Semakin besar kredit yang dikucurkan oleh bank maka semakin besar pula risiko akan terjadi kredit macet atau gagal bayar oleh nasabah. Posisi kredit sebagai sumber pendapatan utama akan menjadi bumerang ketika terjadi kredit macet, karena kredit macet akan berpengaruh pada penurunan laba, membengkaknya biaya operasional dan likuiditas keuangan bank yang akan

                                                                                                                  52 Sutan Remi Syahdeni, Sudah memadaikah Perlindungsn Yang Diberikan Oleh Hukum

  Kepada Nasabah Penyimpan Dana ?, Orasi Ilmiah pada Peringatan Lustrum VII/Dies Natalis XL terganggu. Dengan demikian diperlukan upaya preventif oleh bank yang digunakan untuk meminimalisir kemungkinan adanya risiko kredit macet yang salah satunya dengan analisis kredit.

  Menurut Sutan Remi Sjahdeni, analisis kredit dilakukan untuk mengetahui kemauan nasabah untuk membayar kembali kredit yang diberikan oleh bank dan untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk membayar kembali kredit tersebut. Dalam kalangan perbankan dikenal dengan istilah mengukur faktor willingness to repay dan ability to repay

  53

  nasabah. Dalam teori perbankan terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu dilakukan sebelum bank memutuskan permohonan kredit calon debitor yang antara lain dikenal 5C, 5P, 3R, 6A.

1. Prinsip 5 C

a. Character Character menggambarkan watak dan kepribadian calon debitor.

  Bank perlu melakukan analisis terhadap karakter calon debitor, tujuannya adalah untuk mengetahui bahwa calon debitor mempunyai keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar pinjamannya sampai dengan lunas. Bank ingin mengetahui bahwa calon debitor mempunyai karakter yang baik, jujur, dan mempunyai komitmen terhadap pelunasan kredit yang akan diterima

  54

  bank. Dalam prakteknya untuk sampai kepada pengetahuan bahwa calon debitor tersebut mempunyai watak yang baik dan memenuhi syarat sebagai                                                                                                                 53 Sutan Remi Sjahdeni, Kapita Selekta Hukum Perbankan, Jilid I Ketentuan-Ketentuan

  Pokok, tanpa tahun, tanpa penerbit, h. 59 sebagaimana dikutip dalam Trisadini P. Usanti, Prinsip Kehati-hatian Pada Transaksi Perbankan, Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga, peminjam, tidaklah semudah yang diduga, terutama untuk debitor yang baru pertama kalinya. Oleh karena itu, dalam upaya “penyidikan” tentang watak ini pihak bank haruslah mengumpulkan data dan informasi-informasi pihak

  55 yang dapat dipercaya.

  Setelah keluarnya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/BI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur, bank semakin dimudahkan dalam hal penerapan manajemen risiko. Bank mendapat fasilitas berupa kemudahan dalam hal meminta informasi mengenai debitor kepada Bank Indonesia untuk mengetahui riwayat kolektabilitas atau kualitas calon debitor. Hal ini persis seperti yang dijelaskan dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/BI/2007 bahwa :

  Informasi Debitur yang diperoleh Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) hanya dapat digunakan untuk keperluan Pelapor dalam rangka:

  a. kelancaran proses Penyediaan Dana;

  b. penerapan manajemen risiko; dan

  c. identifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

b. Capacity

  Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan calon debitor dalam memenuhi kewajibannya sesuai jangka waktu kredit. Bank perlu mengetahui dengan pasti kemampuan calon debitor tersebut. Kemampuan keuangan calon debitor sangat penting karena merupakan sumber utama pembayaran kembali kredit yang diberikan oleh bank. Semakin baik kemampuan keuangan calon debitor, maka akan

                                                                                                                  55 semakin baik kemungkinan kualitas kreditnya, artinya dapat dipastikan bahwa kredit tersebut dapat dibayar sesuai dengan jangka waktu yang

  56 diperjanjikan.

  Untuk mengetahui sampai dimana capacity calon peminjam, bank dapat memperolehnya dengan berbagai cara, misalnya terhadap nasabah lama yang sudah dikenalnya, tentu tinggal melihat-lihat dokumen-dokumen, berkas-berkas, arsip dan catatan-catatan yang ada tentang pengalaman-

  

57

pengalaman kredit sebelumnya.

  Selain mengacu pada riwayat kredit sebelumnya dan juga jumlah penghasilan bersih setelah dikurangi biaya pengeluaran bulanan, untuk dapat mengetahui lebih jauh tentang capacity debitor yang dalam hal ini adalah tenaga pendidik, dapat juga dilakukan dengan meminta informasi tentang riwayat keuangan calon debitor kepada bendahara atau bidang keuangan di institusi tempat tenaga pendidik atau calon debitor mengajar.

  Capacity juga bertolak pada umur debitor yang dalam hal ini adalah tenaga

  pendidik. Umur sangat berpengaruh pada pertimbangan jangka waktu kredit, karena semakin mendekati umur pensiun maka jangka waktu pemberian kredit akan menyesuaikan sisa umur produktif dari debitor yang bersangkutan.

c. Capital

  Capital atau modal yang perlu disertakan dalam objek kredit perlu

  dilakukan analisis yang lebih mendalam. Modal merupakan jumlah modal                                                                                                                 56 yang dimiliki oleh calon debitor atau berapa banyak dana yang akan diikutsertakan dalam proyek yang dibiayai oleh calon debitor. Semakin besar modal yang dimiliki oleh calon debitor akan semakin meyakinkan

  58 bagi bank akan keseriusan calon debitor dalam mengajukan kredit.

  Asas capital atau modal ini menyangkut berapa banyak dan bagaimana struktur modal yang telah dimiliki oleh calon debitor. Jumlah modal yang dimiliki ini penting untuk diketahui oleh bank untuk menilai

  59

  tingkat debt to equity ratio (DER) yang selanjutnya berkaitan dengan tingkat rentabilitas dan solvabilitas serta jangka waktu pembayaran kembali

  60 kredit yang akan diterima.

  Dalam hal kredit konsumtif yang berarti bahwa kredit yang penggunaannya untuk keperluan pribadi atau tidak diperuntukkan bagi keperluan usaha, misal diperuntukkan pada kredit KPR, bank terlebih dahulu ingin mengetahui berapa prosentase uang muka yang akan diberikan oleh debitor sebagai pertimbangan maupun keyakinan bank sebelum memutuskan permohonan kredit, dan pada prinsipnya bank tidak akan membiayai 100% dari harga rumah beserta seluruh biaya yang timbul.

d. Collateral

  Collateral merupakan jaminan yang diberikan oleh calon debitor

  atas kredit yang diajukan. Jaminan merupakan sumber pembayaran kedua, artinya, apabila debitor tersebut tidak dapat membayar angsurannya dan                                                                                                                 58 59 Ismail, Op.Cit, h. 113 Debt to quity ratio atau rasio hutang modal menggambarkan sampai sejauh mana modal

  pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur termasuk dalam kriteria kredit macet, maka bank dapat melakukan eksekusi terhadap jaminan. Hasil penjualan jaminan digunakan sebagai sumber

  61 pembayaran kedua.

  Selain mempunyai fungsi sebagai sumber pembayaran utang seandainya debitor tidak mampu membayar dengan jalan menjual/menguangkan jaminan tersebut, jaminan juga mempunyai fungsi sebagai salah satu faktor penentu jumlah kredit yang dapat diberikan. Dalam hal ini, biasanya bank tidak akan memberikan kredit lebih besar dari jumlah nilai jaminan yang diberikan tersebut, kecuali dalam hal khusus atau program-program kredit khusus, yang dimaksud dengan hal-hal khusus, misalnya karena kepercayaan bank terhadap seorang debitor telah sedemikian rupa besarnya berdasarkan pengalaman yang lalu yang telah

  62 berjalan lama dan sering dan juga menunjukkan hal-hal yang selalu baik.

  Secara terperinci pertimbangan atas collateral antara lain dikenal

  63

  dengan MAST :

  • Marketability Agunan yang diterima oleh bank haruslah agunan yang mudah diperjualbelikan dengan harga yang menarik dan meningkat dari waktu ke waktu, sehingga apabila terjadi masalah terhadap pembayaran kembali kreditnya, maka bank akan mudah menjual agunannya.

                                                                                                                  61 62 Ismail, Op.Cit, h. 113

  • Ascertainability of value

  Agunan yang diterima memiliki standar harga yang lebih pasti, karena agunannya merupakan baran yang mudah didapat, sehingga tidak perlu meminta bantuan lembaga appraisal dalam menaksir harga barang agunannya.

  • Stability of value

  Agunan yang diserahkan bank memiliki harga yang stabil, sehingga ketika agunan dijual maka hasil penjualan dapat meng-cover kewajiban debitor.

  • Transferability Agunan yang diserahkan bank mudah dipindah baik secara fisik maupun secara yuridis. Setiap orang mudah untuk dapat membeli barang agunan, tidak perlu harus melakukan izin yang berbelit-belit.

  Dengan diuraikannya pertimbangan atas collateral atau yang lebih dikenal dengan MAST yang telah dijelaskan, semakin menguatkan pernyataan bahwa sertifikat pendidik memang tidak memenuhi syarat benda yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan. Hal tersebut dapat dilihat jika ditinjau dari segi marketability, ascertainability of value, stability of value, dan transferability, sertifikat pendidik tidak memenuhi semua syarat seperti yang disyaratkan dalam MAST.

e. Condition of economy

  Condition of economy merupakan analisis terhadap kondisi

  perekonomian. Bank perlu mempertimbangkan sektor usaha calon debitor dikaitkan dengan kondisi ekonomi, apakah kondisi ekonomi tersebut akan berpengaruh pada usaha calon debitor di masa yang akan datang.

  Dalam praktik perbankan, untuk calon nasabah yang mengajukan kredit konsumtif, maka pada umumnya bank tidak melakukan analisis terhadap condition of economy yang dikaitkan dengan calon debitor. Namun demikian, bank akan mengaitkan antara tempat kerja atau institusi debitor dengan kondisi ekonomi saat ini dan saat mendatang, sehingga dapat diestimasikan tentang kondisi perusahaan tersebut. Hal ini terkait dengan

  64 kelangsungan pekerjaan calon debitor dan pembayaran kembali kreditnya.

2. Prinsip 5 P

  a. Party (Golongan) Bank mencoba melakukan penilaian terhadap beberapa golongan yang terdiri dari golongan yang sesuai dengan character, capacity,

  capital. Bank akan melihat ketiga prinsip tersebut dalam mengambil

  keputusan kredit, karena ketiga prinsip tersebut merupakan prinsip minimal yang harus dianalisis oleh bank sebelum memutuskan kredit

  65 yang diajukan oleh calon debitor.

  b. Purpose (Tujuan)

  Purpose lebih difokuskan terhadap tujuan penggunaan kredit yang

  diajukan oleh calon debitor. Bank akan melihat dan melakukan analisis terhadap tujuan kredit tersebut dengan mengaitkannya dengan beberapa                                                                                                                 64

  66

  aspek sosial lainnya. Yang tidak kalah pentingnya, setelah kredit disetujui maka bank sebagai kreditor harus melakukan pengawasan terhadap tujuan penggunaan kredit. Apakah penggunaan kredit tersebut sudah sesuai dengan tujuan permohonan atau ada penyimpangan. Kredit yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan dapat berpotensi mempunyai dampak negatif pada kelangsungan kredit tersebut.

  c. Payment (Pembayaran Kembali) Sebelum memutuskan permohonan kredit nasabah, maka yang perlu dilakukan oleh bank adalah menghitung kembali kemampuan calon nasabah dengan melakukan estimasi terhadap pendapatandan biaya. Estimasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau sisa dana yang tidak terpakai seabagai dana yang akan dibayarkan sebagai angsuran kepada bank. Di samping menghitung pendapatan, bank perlu memperkirakan jangka waktu debitor dapat melunasi kreditnya disesuaikan dengan net-cash flow, yaitu perbandingan

  67 antara cash in flow dan cash out flow calon debitor.

  Dengan demikian maka bank akan mengetahui kemampuan debitor untuk membayar kembali kreditnya, yang juga dapat menentukan lamanya jangka waktu pengembalian kredit.

  d. Profitability (Kemampuan Memperoleh Keuntungan) Penilaian profitability tidak terbatas pada keuntungan calon debitor, akan tetapi juga keuntungan yang akan dicapai oleh bank apabila

                                                                                                                  66 kredit tersebut diberikan. Bank akan menghitung jumlah keuntungan yang dicapai oleh calon debitor dengan adanya kredit dari bank dan tanpa adanya kredit dari bank. Di samping itu, bank juga perlu menghitung jumlah pendapatan yang akan diterima oleh bank dari kredit tersebut.

  Jumlah tersebut dapat dilihat dari besarnya bunga yang akan diterima. Selain itu, bank juga perlu mempertimbangkan pendapatan lain selain bunga, misalnya pendapatan fee dan komisi karena debitor akan

  68 melakukan setiap transaksinya melalui bank.

e. Protection (Perlindungan)

  Proteksi merupakan upaya perlindungan yang dilakukan bank dalam rangka berjaga-jaga apabila calon debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya. Untuk melindungi kredit tersebut maka bank meminta jaminan kebendaan kepada calon nasabah. Jaminan ini merupakan

  69

  sumber dana pembayaran kedua. Selain meminta jaminan kebendaan kepada debitor, untuk meminimalisir risiko yang akan terjadi di kemudian hari terhadap jaminan kebendaan ataupun risiko terhadap kredit itu sendiri (misal:gagal bayar), maka selain bank dapat mengasuransikan jaminan kebendaan tersebut bank juga dapat mengasuransikan kredit tersebut.

3. Prinsip 3 R

  Konsep lain yang menyangkut pemberian kredit ialah yang disebut dengan prinsip 3 R, yaitu : 68                                                                                                                 a. Return

  Return dapat diartikan sebagai hasil usaha yang dicapai oleh

  perusahaan calon debitur. Bank perlu melakukan analisis terhadap hasil yang akan dicapai oleh debitor. Analisis tersebut dilakukan dengan melihat hasil yang telah dicapai sebelum mendapat kredit dari bank, kemudian melakukan estimasi terhadap usaha yang mungkin akan

  70 dicapai setelah mendapat kredit.

  Penilaian terhadap kemungkinan hasil yang akan dicapai oleh debitor akan sangat menentukan kemampuan debitor, apakah dari hasil tersebut debitor mampu menutup kewajiban pengembalian pinjaman kredit pada bank selaku kreditor.

  b. Repayment

  Repayment dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan calon

  debitor untuk melakukan pembayaran kembali atas kredit yang telah

  71

  dinikmati. Dalam hal ini bank harus menilai berapa lama calon debitor dapat membayar kembali pinjamannya. Penerapan prinsip ini bertujuan agar dana yang telah dipinjamkan dapat terbayar kembali sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.

  c. Risk Bearing Ability Dalam hal ini bank harus mengetahui dan menilai sampai sejauh mana pemohon kredit atau calon debitor mampu menanggung risiko

                                                                                                                  70

  72

  kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Selain kemampuan menanggung risiko dari perspektif pemohon kredit, penilaian terhadap risk bearing ability juga harus diterapkan pada bank selaku kreditor atau pemberi kredit. Bank harus menilai sejauh apa keyakinan bank terhadap calon debitor yang dalam praktik diikuti dengan pengikatan jaminan kebendaan.

1.2 Asuransi Kredit

  Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992, tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau pertanggungan didefinisikan sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

  Asuransi menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung terhadap risiko yang dihadapi perorangan maupun risiko yang dihadapi

  73

  perusahaan. Hal tersebut merupakan metode yang sangat tepat jika diterapkan dalam usaha perbankan yang syarat akan risiko. Dalam hal ini                                                                                                                 72 berbagai kemungkinan kerugian yang dapat ditimpa usaha perbankan tidak lain adalah setiap kerugian yang berhubungan dengan pelaksanaan pemberian kredit.

  Pada dasarnya yang dapat dipertanggungkan pada asuransi kredit atau pertanggungan kredit ialah penagihan ataupun segala kepentingan yang berhubungan dengan penagihan. Penagihan dalam hal ini, haruslah diartikan sebagai pengertian yang luas yaitu bukan yang hanya timbul dari suatu

  74 transaksi saja, tetapi juga setiap hal penagihan terhadap pembayaran.

  Sesuai dengan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi dimana salah satu tugasnya adalah sebagai pemberi kredit kepada masyarakat, maka terdapat berbagai risiko yang tidak dapat ditanggulangi sendiri oleh bank dan harus dengan bantuan pihak ketiga yaitu risiko-risiko terhadap kemungkinan menjadi rugi karena nasabah penerima kredit atau debitor tidak memenuhi prestasi sebagaimana seharusnya. Maka akan sangat efektif jika bank mengalihkan risiko akan kemungkinan mengalami kerugian dengan menggunakan asuransi kredit. Adapun risiko atau bahaya-bahaya yang dihadapi tertanggung yang dapat diasuransikan/dipertanggungkan pada

  75

  asuransi kredit adalah :

  1. Tidak kembalinya seluruh jumlah kredit karena nasabah jatuh pailit.

  2. Keadaan wanprestasi dari nasabah Bank / debitor.                                                                                                                 74 Sri Redjeki Hartono, Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia, IKIP Semarang Press,

  3. Eksekusi yang tidak dapat dilaksanakan baik untuk bagian atau seluruh barang jaminan atau barang tertentu.

  4. Tidak dapat dibayarnya kembali jumlah kredit sampai jangka waktu tertentu.

  5. Tidak dapat dibayarnya sebagian kredit yang sudah diterimanya sampai batasan waktu tertentu.

  6. Risiko-risiko lain yang diperjanjikan. Menyadari tingginya risiko yang kemungkinan terjadi karena sertifikat pendidik yang tidak memenuhi syarat sebagai objek jaminan dimana sertifikat pendidik tidak mempunyai sifat marketable dan liquid, sehingga menjadi suatu keharusan bahwa permohonan kredit dengan jaminan sertifikat pendidik wajib menggunakan asuransi kredit sebagai sarana untuk mengalihkan adanya risiko terjadi kredit macet.

2. Upaya Bank Menyelesaikan Kredit Bermasalah

  Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank, dan debitor tidak dapat melakukan kewajiban pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh bank selaku kreditor dengan nasabah selaku debitor. Kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian bank, yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan dari bunga yang seharusnya diterima yang hal tersebut mengakibatkan penurunan pendapatan secara total.

  Upaya yang dapat dilakukan oleh bank dalam rangka penyelamatan terhadap kredit bermasalah dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu

  76

  : 1. Penyelesaian kredit bermasalah secara damai.

  Dapat dilakukan terhadap debitor yang beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dan cara yang ditempuh dalam penyelesaian ini dianggap lebih baik dibandingkan alternatif penyelesaian melalui jalur hukum. Penyelesaian kredir bermasalah secara damai menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum disebut sebagai upaya restrukturisasi kredit.

2. Penyelesaian kredit bermasalah melalui upaya litigasi atau non litigasi.

  Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur hukum ini apabila upaya restrukturisasi/penyelesaian secara damai sudah diupayakan secara maksimal dan belum memberikan hasil atau nasabah yang sejak awal tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan kewajibannya, maka penyelesaian dapat ditempuh melalui jalur hukum yakni eksekusi objek jaminan, gugatan lewat Pengadilan Negeri atau Badan Arbitrase Nasional, hapus buku dan hapus tagih. Dalam praktik, penyelesaian dengan cara damai sering dilakukan oleh bank karena jika dibandingkan dengan penyelesaian melalui upaya litigasi ataupun non litigasi, upaya penyelamatan dirasa lebih efektif dan efisien karena lebih menghemat dari segi waktu dan biaya yang dapat berdampak pada pembengkakan biaya operasional bank yang nantinya juga merugikan bank itu sendiri.                                                                                                                 76

2.1 Upaya Restrukturisasi Kredit

  Upaya restrukturisasi adalah upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.

  77 Pilihan yang dapat diambil oleh bank

  sebagai tindakan penyelamatan adalah sebagai berikut :

  78

1. Rescheduling

  Kebijaksanaan ini berkaitan dengan jangka waktu kredit sehingga keringanan yang dapat diberikan adalah : a. Memperpanjang jangka waktu kredit.

  b. Memperpanjang jarak waktu angsuran, misalnya semula angsuran ditetapkan setiap 3 bulan, kemudian menjadi 6 bulan.

  c. Penurunan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka waktu kredit.

2. Reconditioning

  Dalam hal ini, bantuan yang diberikan adalah berupa keringanan atau perubahan persyaratan kredit, antara lain ; a. Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan utang pokok sehingga nasabah untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti utang pokoknya dapat melebihi plafon yang disetujui.

  b. Penundaan pembayaran bunga, yaitu bunga tetap dihitung, tetapi penagihan atau pembebanannya kepada nasabah tidak dilaksanakan                                                                                                                 77 Ibid. h. 60 78

  sampai nasabah mempunyai kesanggupan. Atas bunga yang terutang tersebut tidak dikenakan bunga dan tidak menambah plafon kredit.

  c. Penurunan suku bunga, yaitu dalam hal nasabah dinilai masih mampu membayar bunga pada waktunya, tetapi suku bunga yang dikenakan terlalu tinggi untuk tingkat aktivitas dan hasil usaha pada waktu itu.

  d. Pembebasan bunga, yaitu dalam hal nasabah memang dinilai tidak sanggup membayar bunga karena usaha nasabah hanya mencapai tingkat kembali utang pokok (break even). Pembebasan bunga ini dapat untuk sementara, selamanya, ataupun seluruh utang bunga.

e. Pengkonversian kredit jangka pendek menjadi kredit jangka panjang dengan syarat yang lebih ringan.

3. Restucturing

  Restructuring merupakan upaya yang dilakukan oleh bank dalam

  menyelamatkan kredit bermasalah dengan cara mengubah struktur pembiayaan yang mendasari pemberian kredit. Misalnya, pada struktur pembiayaan proyek tersebut berasal dari dana sendiri sebesar 60% dan dana kredit 40%. Pada perjalanan berikutnya, debitor mengalami kesulitan dalam pembayaran angsurannya karena sebagian modal yang

  79 ada terserap dalam investasi.

4. Kombinasi

  Tindakan penyelamatan dapat juga merupakan kombinasi, misalnya

  rescheduling dengan reconditioning, rescheduling dengan restructuring,

  dan reconditioning dengan restructuring, serta gabungan dari

  80 rescheduling, reconditioning dan restructuring.

  Menjadi catatan bahwa hal yang tidak kalah penting dalam upaya restrukturisasi kredit adalah sifat kooperatif atau itikad baik dari debitor yang bersangkutan. Jika debitor mempunyai itikad baik atau cukup kooperatif dalam menyelesaikan permasalahan kreditnya, maka dimungkinkan untuk dilakukan upaya restrukturisasi, namun jika sebaliknya maka upaya restrukturisasi mustahil untuk dilakukan. Itikad baik dapat diukur kemauan dan kemampuan membayar dari bentuk perilaku nasabah,

  81

  antara lain : − Nasabah bersedia untuk diajak berdiskusi dalam rangka menyelesaikan kreditnya.

  − Nasabah bersedia untuk memberikan data keuangan yang benar. − Nasabah memberikan ijin pada bank untuk melakukan pemeriksaan laporan keuangan.

  − Nasabah bersedia untuk mengikuti program penyelamatan kredit bermasalah dan menjalankan langkah-langkah yang diberikan oleh bank.

                                                                                                                  80

2.2 Klaim Asuransi Sebagai Pembayaran Kredit

  Dasar hukum yang dapat dijadikan dasar sebagai pengganti pembayaran kredit/kewajiban yang belum dilunasi oleh debitor adalah dengan cara klaim asuransi. Untuk menuntut adanya klaim oleh pihak tertanggung pada pihak penanggung adalah polis karena polis sebagai bentuk peruwujudan kesepakatan yang dituangkan secara tertulis antara penanggung dan tertanggung. Dengan demikian dalam polis harus menyebutkan secara tegas setidaknya tentang berlakunya perjanjian asuransi, objek asuransi, pihak penanggung dan tertanggung, persyaratan yang harus dipenuhi dalam hal pengajuan klaim dsb.

  Dalam praktik perbankan, asuransi kredit adalah sarana yang tepat untuk mengalihkan risiko yang dapat dialami oleh bank sebagai lembaga intermediasi sebagai akibat bank dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur kredit. Seperti contoh pada PT. Askrindo yang mengeluarkan produk asuransi kredit. Asuransi kredit   merupakan produk jasa Askrindo untuk memberikan penjaminan kepada perbankan maupun non perbankan atas kredit yang diberikan. Fungsi Askrindo dalam hal ini adalah memberikan jaminan/ganti rugi atas kemacetan yang disalurkan perbankan

  82

  maupun non perbankan. Selain yang dipertanggungkan adalah kemacetan pembayaran karena meninggalnya debitor, diberhentikannya debitor dari pekerjaannya juga termasuk dalam objek asuransi yang dipertanggungkan oleh PT. Askrindo. Tentunya hal tersebut sangat tepat jika dipergunakan untuk mengalihkan risiko bilamana debitor diberhentikan dari status tenaga pendidik.

  Dalam praktik, yang menjadi persoalan adalah bahwa proses pengajuan klaim asuransi membutuhkan waktu yang tidak singkat. Proses dari pengajuan hingga pencairan dapat mencapai 3 hingga 4 bulan. Memang dari segi risiko diberhentikannya debitor dari status tenaga pendidik dapat ditanggung oleh PT. Askrindo selaku penanggung, namun proses pencairan klaim yang lama tetap akan mempengaruhi dana cadangan dan juga

  83 likuiditas bank untuk jangka pendek.

2.3 Penyelesaian Melalui Pengadilan Negeri

  Dengan memandang kedudukan bank sebagai kreditor dalam hal ini yang tidak mengikat jaminan secara sempurna, maka kedudukan bank hanyalah sebagai kreditor konkuren. Dalam hal bank hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren maka upaya perlindungan hukum yang tepat jika debitor tidak mampu melaksanakan kewajibannya adalah dengan cara mengajukan gugatan wanprestasi dengan penyelesaian melalui Pengadilan Negeri.

  Penyelesaian melalui pengadilan negeri diawali dengan adanya somasi yang dilakukan oleh bank kepada debitor yang wanprestasi. Bukti somasi yang dilakukan oleh bank dipergunakan sebagai bukti untuk mengajukan