KARAKTERISTIK FISIOLOGIS ISOLAT Sclerotium sp. ASAL TANAMAN SAMBILOTO

  

S RI Y UNI H ARTATI et al., : Karakteristik fisiologis isolat Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto

KARAKTERISTIK FISIOLOGIS ISOLAT Sclerotium sp. ASAL TANAMAN SAMBILOTO

  Jurnal Littri 14(1), Maret 2008. Hlm. 25 – 29

ISSN 0853-8212

SRI YUNI HARTATI, E. TAUFIK, SUPRIADI

N. KARYANI

  Sclerotium sp. merupakan jamur patogen baru pada tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) yang dapat mengakibatkan kematian. Penyebaran jamur ini masih terbatas di KP Cimanggu, Bogor dan KP Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban udara (RH), pH, dan cahaya terhadap pertumbuhan isolat Sclerotium sp. asal sambiloto pada media PDA serta kisaran inangnya.

  INFANTINO

  

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Jalan Tentara Pelajar No.3, Bogor 16111

ABSTRAK

  (2007) menunjukkan bahwa usaha tani pola tanam sambiloto dengan jagung

  PRIBADI

  Karakteristik Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto belum banyak dipelajari, padahal informasi tersebut sangat penting untuk menyusun strategi pengen- dalian. Sehubungan dengan penerapan sistem rotasi tanaman untuk mengendalikan Sclerotium sp., maka infor- masi tentang kisaran inang dari Sclerotium sp. asal sambi- loto juga perlu dipelajari.

  et al., 2001). Dengan demikian cara yang efektif untuk mengendalikan Sclerotium sp. adalah dengan pergiliran tanaman menggunakan tanaman yang bukan inang dari jamur tersebut.

  TIMPER

  dapat bertahan lama dalam bentuk sclerotia di dalam tanah, pupuk kandang, dan sisa-sisa tanaman sakit. Di samping itu jamur tersebut dapat menyebar melalui air irigasi dan benih. Pada lahan yang ditanami secara terus menerus dengan tanaman inang dari Sclerotium sp. akan beresiko tinggi terserang oleh Sclerotium sp. yang dapat berakibat turunnya produksi (

  Sclerotium sp. merupakan jamur tular tanah yang

  dan SUPRIADI (2003).

  RAHAYUNINGSIH

  et al., 1997). Pada tanaman sambiloto, jamur ini pertama kali dilaporkan oleh

  dilaporkan juga menyerang tanaman bunga matahari di Itali (

  Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Tahun 2005. Faktor lingkungan yang diuji yaitu suhu ruangan (20, 28, 35 dan 40) o

  TIMPER et al., 2001; MADI et al., 1997; dan TIMPER et al., 2001). Sclerotium sp.

  , dan

  KOKALIS-BURELLE

  tanaman saja. Jamur ini merupakan penyebab penyakit utama pada tanaman kacang tanah di Amerika Serikat (

  Sclerotium sp. dilaporkan serius hanya pada beberapa jenis

  yang mempunyai kisaran inang yang luas. Namun serangan

  Sclerotium sp. merupakan salah satu jamur patogen

  PENDAHULUAN

  C, relative humidity ranged from (55-100)%, pH ranged from 4-8, and light condition of both continuosly on or off as well as 12 hours on and off alternativelly. The isolate was pathogenic against sambiloto as well as against 2 varieties of peanut (simpai and jerapah), however, it was not pathogenic against all the corn varieties tested. The result indicated that the isolate of Sclerotium sp. from sambiloto was a broad spectrum fungal pathogen. The resistency of the corn varieties would be of value for controlling the disease through mixed cropping or rotation systems. Key words: Sambiloto, Andrographis paniculata Ness, Sclerotium sp., physiological characteristics, West Java

  (Andrographis paniculata Ness.). The distribution of the patogen was still limited in Cicurug, Sukabumi and Cimanggu, Bogor, West Java. The aim of this experiment was to observe the growth of Sclerotium sp from sambiloto under different environmental factors such as temperature, relative humidity, light condition, and pH on PDA medium as well as its host range. The experiment was conducted in Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute (IMACRI) in 2005. The environmental factors tested were temperature (20, 28, 35, and 40) o C; relative humidity (55, 75, 85, and 100)%; pH (4-8); and light condition (continuosly on or off and 12 hours on and off alternatively). The pathogenicity of the Sclerotium sp. was tested against 3 varieties of corn (ketan, pematung, and sokong) and 3 varieties of peanut (jerapah, kelinci, and simpai) as well as sambiloto as a comparison. Sclerotia of the fungus were inoculated on the stem base of the plant tested. Observation of the growth of the fungus under different environmental factors and disease intensity on inoculated plants was conducted everyday. The results showed that the growth of Sclerotium sp. isolate from sambiloto was affected by different environmental factors. The isolate grew well at (20-35)

  Physiological Characteristics of Sclerotium sp. Isolated from Sambiloto Sclerotium sp. is a new destructive fungal patogen on sambiloto

  Kata kunci : Sambiloto, Andrographis paniculata Ness, Sclerotium sp., karakteristik, fisiologis, Jawa Barat ABSTRACT

  C, RH (55-100)%, dan pada kisaran pH 4-8 serta pada kondisi terang atau gelap secara terus menerus maupun bergantian selang 12 jam. Hasil uji kisaran inang menunjukkan bahwa Sclerotium sp. dapat menyebabkan kematian tidak hanya pada tanaman sambiloto, tetapi juga pada dua varietas kacang tanah (simpai dan jerapah), sedangkan pada jagung tidak menyebabkan kematian (tahan). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa isolat Sclerotium sp. yang berasal dari tanaman sambiloto mempunyai kemampuan bertahan hidup dan berkembang pada kondisi lingkungan yang luas (broad spectrum). Ketidakmampuan jamur tersebut menginfeksi tanaman jagung varietas ketan, pematung, dan sokong dapat digunanakan sebagai salah satu cara pengendalian patogen dengan sistem tumpangsari dan rotasi.

  C, kelembaban udara (RH 55, 75, 85, dan 100)%, pH (4, 5, 6, 7, dan 8) dan kondisi cahaya (terang, gelap, dan terang dan gelap selang 12 jam secara bergantian). Uji kisaran inang dilakukan terhadap 3 varietas jagung (ketan, pematung, dan sokong) dan 3 varietas kacang tanah (jerapah, kelinci, dan simpai) serta tanaman sambiloto sebagai pembanding. Inokulasi dilakukan dengan cara menempelkan sclerotia jamur di bagian pangkal batang tanaman uji dekat permukaan tanah. Pengamatan pertumbuhan jamur pada media agar yang diperlakukan dan pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto tumbuh baik pada suhu (20-35)

  et al., 1997 dalam

  

JURNAL LITTRI VOL. 14 NO. 1, MARET 2008 : 25 - 29

  Sedangkan untuk perlakuan RH dilakukan dengan menginkubasikan kultur jamur di dalam bak plastik tertutup yang berisi larutan jenuh MgCl, NaCl, KCl dan air steril. Dengan cara itu, diperoleh kondisi RH yang berbeda, yaitu berturut-turut 55, 75, 85, dan 100% (

  Table 1. Scoring criteria of plants inoculated by Selerotium sp.

  Tabel 1. Kriteria penilaian skore tanaman yang dinokulasi dengan Sclerotium sp.

  Pengujian kisaran inang dilakukan terhadap tanaman sambiloto sebagai pembanding, 3 varietas jagung (ketan, sokong, dan pematung), dan tiga varietas kacang tanah (simpai, jerapah, dan kelinci). Tanaman yang diuji ditanam pada medium campuran tanah dan pupuk (2:1) dalam kantong plastik hitam (polybag). Tanaman yang berumur kurang lebih 2 minggu diinokulasi dengan menempelkan skerotia dari Sclerotium sp. (10 butir) pada pangkal batang dekat permukaan tanah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 ulangan. Pengamatan dilakuan setiap hari terhadap perkembangan gejala penyakit. Tanaman yang menunjukkan gejala sakit diberi nilai (skore) dengan kriteria seperti yang tertera pada Tabel 1 sebagai berikut:

  Pengujian pengaruh cahaya dilakukan dengan menginkubasikan kultur jamur pada kondisi cahaya yang berbeda-beda, yaitu kondisi terang secara terus menerus di dalam ruangan yang diberi cahaya lampu TL 40 watt (600 lux), kondisi gelap terus menerus, dan kondisi normal di ruang terbuka (terang dan gelap selang 12 jam secara bergantian). Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 ulangan. Parameter yang diamati adalah diameter pertumbuhan jamur yang diukur setiap hari sampai ujung miselia menyentuh pinggir cawan petri bagian dalam.

  Pengaruh pH diuji dengan cara menginkubasikan kultur Sclerotium sp. pada media PDA yang mempunyai Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan ulangan 5 kali. Parameter yang diamati adalah diameter pertumbuhan jamur yang diukur setiap hari sampai ujung miselia menyentuh pinggir cawan petri bagian dalam.

  28 C. Percobaan dilakukan dengan menggunakan ran- cangan acak lengkap dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati adalah diameter pertumbuhan jamur yang diukur setiap hari sampai ujung miselia menyentuh pinggir cawan petri bagian dalam.

  1983). Selanjut- nya bak plastik diinkubasikan di dalam inkubator pada suhu

  CMI,

  C. Percobaan dilakukan dengan mengguna- kan rancangan acak lengkap dengan 5 ulangan. Parameter yang diamati adalah diameter pertumbuhan jamur yang diukur setiap hari sampai ujung miselia menyentuh pinggir cawan petri bagian dalam.

  memberikan keuntungan paling baik (B/C ratio 1.45). Di samping itu sambiloto juga kadang-kadang ditanam ber- samaan dengan kacang tanah. Untuk antisipasi kedua jenis tanaman tersebut sebagai inang Sclerotium sp., maka perlu dilakukan pengujian ketahanannya.

  o

  Pengaruh suhu diuji dengan cara menginkubasikan kultur jamur dalam inkubator pada suhu yang berbeda (20, 28, 35 dan 40)

  Pengaruh beberapa faktor lingkungan terhadap pertumbuhan isolat Sclerotium sp. diuji pada media agar (PDA) dengan perlakuan sebagai berikut : potongan agar (diameter 5 mm) berisi miselia Sclerotium sp. berumur 3 hari diletakkan di bagian pusat cawan petri yang berisi medium PDA. Selanjutnya kultur di simpan pada kondisi yang sesuai dengan perlakuan.

  TIMPER et al., 2001).

  et al., 1997; dan

  MADI

  BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro). Pengujian meliputi pengaruh beberapa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan pH terhadap pertumbuhan Sclerotium sp. serta uji patogenisitasnya terhadap tanaman jagung, yang sering digunakan sebagai tanaman peneduh dan tumpangsari dengan sambiloto juga terhadap tanaman kacang tanah, yang dikenal merupakan inang dari Sclerotium sp. ( KOKALIS-BURELLE et al., 1997 dalam TIMPER et al., 2001;

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarak- terisasi sifat-sifat fisiologis isolat Sclerotium sp. dari tanaman sambiloto asal daerah Cimanggu, Bogor.

  Uji patogenisitas isolat Sclerotium sp. tersebut terhadap tanaman yang biasa digunakan sebagai tanaman sela, peneduh, atau rotasi sangat perlu dilakukan. Hal ini untuk mencegah kesalahan dalam pemilihan tanaman yang akan digunakan. Tanaman yang akan digunakan sebagai rotasi, sela, dan peneduh seharusnya adalah tanaman yang bukan merupakan inang dari jamur tersebut untuk mengurangi serangan jamur dan sumber inokulumnya. an erat dengan perilaku Sclerotium sp. seperti suhu, kelembaban, cahaya, dan pH serta kisaran inangnya diharapkan dapat menjadi dasar dalam usaha pengendalian penyakit busuk pangkal batang pada tanaman sambiloto. Apabila penyakit tersebut dapat dikendalikan maka kehi- langan hasil akibat kematian dan menurunnya produktivitas tanaman sambiloto akan dapat dikurangi.

  Nilai Score Kriteria Criteria 0 % daun layu (tanaman sehat) 1 (1 - 20) % daun layu 2 (21- 40) % daun layu 3 (41 - 60) % daun layu 4 (61 - 80) % daun layu 5 > 80 % daun layu (tnm mati) S RI Y UNI H ARTATI et al., : Karakteristik fisiologis isolat Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto

  Intensitas serangan penyakit dihitung berdasarkan nilai skore yang diperoleh pada pengamatan terakhir dengan menggunakan rumus yang digunakan oleh

  DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN, DIREKTORAT JENDERAL PRODUKSI TANAMAN PANGAN

  (2000) sbb: n (n

  1

  x v

  1

  ) I = ∑ ------------------ x 100 % I=0 Z x N Keterangan : I = Intensitas serangan n

  1

  = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh dengan skala kerusakan v

  udara yang relatif luas. Hal ini menunjukkan bahwa pada budidaya sambiloto, jarak tanam perlu diperhatikan, agar lingkungan tidak telalu lembab terutama pada musim hujan. Menurut

  Sclerotium sp. dapat tumbuh pada kisaran kelembaban

  kelembaban udara (relative humidity) yang diuji, yaitu pada RH (55, 75, 85, dan 100%) (Tabel 3). Meskipun pertumbuhan jamur tersebut relatif seragam pada kondisi kelembaban udara yang berbeda-beda, namun jamur tersebut tumbuh optimum pada kelembaban udara 85%.

  Sclerotium sp. dapat tumbuh pada semua tingkat

  Kisaran Kelembaban untuk Pertumbuhan Sclerotium sp.

1 N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh yang

  Tabel 2. Pertumbuhan Sclerotium sp. pada berbagai perlakuan suhu Table 2. Sclerotium sp. growth at several temperature treatments

  diamati Z = Nilai skala kerusakan tertinggi

  Note : Numbers followed by the same letters are not significantly different at 1% Duncan test

  22.5 a 51.5 a 89.0 a 90.0 a 90.0 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan 1%

  24 jam Gelap 19.5 b 47.5 ab 86.5 a 90.0 a 90.0 a 24 jam terang 18.5 b 46.0 b 83.5 a 90.0 a 90.0 a 12 jam terang& 12 jam gelap

  Intensitas cahaya Light intensity 1 2 3 4 5

  Rata-rata diameter koloni (mm) pada hari ke Average of colony diameter (mm) at day

  Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan 1% Note : Numbers followed by the same letters are not significantly different at 1% Duncan test Tabel 4. Pertumbuhan jamur Sclerotium sp. pada berbagai lama pencahayaan Table 4. Sclerotium sp. growth at several shading treatments

  55 12.750 a 43.000 ab 73.500 a 89.000 a 75 14.500 a 44.750 ab 75.375 a 90.000 a 85 15.125 a 48.000 a 80.250 a 90.000 a 100 12.125 a 39.625 b 73.375 a 87.375 a

  Kelembaban RH (%) Humidity 1 2 3 4

  Rata-rata diameter koloni (mm) pada hari ke Average of colony diameter (mm) at day

  Tabel 3. Pertumbuhan Sclerotium sp. pada berbagai perlakuan kelembaban Table 3. Sclerotium sp. growth at several humidity treatments

  Pertumbuhan jamur Sclerotium sp. tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi cahaya. Jamur tersebut tumbuh optimum pada kondisi normal di ruang terbuka yaitu pada kondisi terang dan gelap selang 12 jam secara bergantian (Tabel 4). Jamur tersebut juga tumbuh baik pada kondisi terang (600 lux) maupun kondisi gelap secara terus menerus. Namun pertumbuhannya relatif lebih cepat pada kondisi gelap dibanding pada kondisi terang.

  Kondisi Cahaya yang Diperlukan untuk Pertumbuhan Sclerotium sp.

  et al., (2001), kondisi yang lembab dan hangat akan merangsang pertumbuhan jamur Sclerotium sp. (Tabel 3).

  TIMPER

  HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Suhu untuk Pertumbuhan Sclerotium sp.

  Rata-rata diameter koloni (mm) pada hari ke .Average of colony diameter (mm) at day Suhu inkubasi Inocu- lation tempe- rature

  7

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  28 C.

  Pertumbuhan isolat Sclerotium sp. bervariasi pada kondisi suhu yang berbeda. Jamur tersebut tumbuh paling cepat pada suhu 28

  20 C 8.4 b 20.4 b 44.6 b 59.0 b 75.2 b 90.0 a 90.0 a 90.0 a

  28 C 18.2 a 47.0 a 84.6 a 90.0 a 90.0 a 90.0 a 90.0 a 90.0 a

  35 C 7.2 bc 20.4 b 36.4 c 49.4 c 58.0 c 75.8 b 81.2 b 81.2 b

  40 C 5.0 c 5.0 c 5.0 d 5.0 d 5.0 d 5.0 c 5.0 c 5.0 c Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan 1% Note : Numbers followed by the same letters are not significantly different at 1% Duncan test

  Data tersebut menunjukkan bahwa Sclerotium sp. asal sambiloto dapat tumbuh pada kisaran suhu (20-35) C. Sementara suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah

  C, di mana pada hari ke 4 setelah perlakuan ujung miselia jamur telah menyentuh pinggir cawan petri bagian dalam (Tabel 2). Pada suhu 20 C pertumbuhan Sclerotium sp. agak terhambat dan ujung miselia jamur menyentuh pinggir cawan petri bagian dalam pada hari ke 6. Sementara pada suhu 35 C jamur tumbuh terhambat dan tidak normal, yaitu mengalami stagnasi setelah 7 hari inkubasi. Pada suhu tersebut koloni jamur tampak lebih tebal, lebat dan padat, sedang pada suhu 40 C jamur tidak tumbuh sama sekali.

  8

  

JURNAL LITTRI VOL. 14 NO. 1, MARET 2008 : 25 - 29

Kisaran pH untuk Pertumbuhan Jamur Sclerotium sp.

  TIMPER

  TIMPER

  bertujuan untuk mengurangi serangan patogen harus menggunakan tanaman-tanaman yang bukan inang dari patogen tersebut. Sedang lamanya rotasi tergantung dari kemampuan patogen untuk bertahan di dalam tanah (

  TIMPER et al., 2001).

  Cara pengendalian Sclerotium sp. pada tanaman kacang tanah dengan penerapan sistem rotasi tanaman sudah banyak dipelajari (

  BRENNEMAN

  et al., 1995;

  JOHNSON et al., 1999; dan RODRIGUEZ et al., 1994 dalam TIMPER et al., 2001). Mereka melaporkan bahwa penerapan rotasi

  antara kacang tanah dengan bahiagrass, jagung, dan kapas dapat mengurangi penyakit busuk batang yang disebabkan oleh Sclerotium sp. Di samping itu JOHNSON et al., (1999)

  dalam TIMPER

  et al. (2001), dan

  et al., (2001) melaporkan bahwa sistem rotasi antara kacang tanah dengan bahiagrass lebih efektif dibandingkan dengan kapas dan jagung. Selain itu penggunaan agensia hayati seperti

  40

  Trichoderma sp., Talaromyces flavus dan Serratia marcescens dilaporkan efektif untuk mengurangi serangan Sclerotium sp. pada kacang-kacangan ( HENIS et al. ,1983; ORDENTLICHT

  et al., 1988 dalam

  MADI et al., 1997).

  Menurut

  BACKMAN

  et al., (1975) dan

  RODRIGUEZ-KABANA et al., (1994) dalam TIMPER et al., (2001), fungisida juga dapat diterapkan untuk mengendalikan jamur Sclerotium sp.

  KESIMPULAN Isolat Sclerotium sp. asal sambiloto dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas antara 28–35

  C, kelembaban 55–100%, dan pada kondisi cahaya terang (600 lux) atau gelap secara terus menerus, serta pada kondisi normal (terang dan gelap selang 12 jam secara bergantian). Jamur tersebut juga dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas yaitu antara pH 4-8. Hal ini menunjukkan bahwa jamur

  Sclerotium sp. asal sambiloto dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan yang sangat bervariasi.

  sambiloto menghasilkan simplisia terbaik apabila ditanam pada tingkat naungan 20%. Sehingga sambiloto dapat ditanam secara tumpang sari, misalnya dengan tanaman jagung. Pemilihan jagung sebagai tanaman tumpangsari atau naungan cukup tepat, karena jagung bukan merupakan inang dari Sclerotium sp. Jagung juga mempunyai batang yang lurus dan letak daunnya teratur, sehingga intensitas cahaya matahari mudah diatur melalui kerapatan jarak tanam. Penerapan pola tumpang sari ini dapat memperbaiki nutrisi dan struktur tanah, sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan dan menambah pendapatan petani. Selain itu juga dapat mengurangi patogen terutama yang menyerang pangkal batang dan akar ( SUMMER, 1982

  36 Sambiloto - 16 28 32 40 40

  Isolat jamur Sclerotium sp. asal sambiloto dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas, yaitu pada pH 4 – 8. Namun pada pH 5 jamur tumbuh relatif lebih cepat diban- ding pada suhu lainnya yang diuji. Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhannya adalah antara pH 5 - 7 (Tabel 5).

  Varietas Variety

  Pengujian Kisaran Inang

  Selain patogenik pada tanaman sambiloto isolat kacang tanah (Jerapah dan Simpai) yang diuji (Tabel 6). Tingkat patogenisitas jamur tersebut terhadap kacang tanah varietas jerapah bahkan lebih tinggi dibandingkan terhadap tanaman sambiloto. Hal ini menunjukkan bahwa kacang tanah juga merupakan inang dari Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto. Sebaliknya isolat Sclerotium sp. asal sambiloto tersebut tidak patogenik terhadap semua varietas jagung yang diuji (Tabel 6).

  Hasil penelitian ini menunjukkan kemungkinan tanaman jagung untuk digunakan sebagai tanaman peneduh atau ditanam secara tumpangsari atau rotasi dengan tanaman sambiloto. Menurut

  PITONO et al., (1996), tanaman

  Tabel 5. Pertumbuhan jamur Sclerotium sp. pada berbagai kondisi pH Table 5. Sclerotium sp. at several pH conditions

  Rata-rata diameter koloni (mm), pada hari ke Average colony diameter (mm) at day pH

  1 2 3 4 4 16.5 ab 41.0 b 74.0 b 90.0 a 5 17.0 a 45.0 a 79.0 a 90.0 a 6 16.0 ab 44.5 a 79.0 a 90.0 a 7 16.0 ab 43.5 a 77.5 a 90.0 a 8 15.0 b 41.5 b 71.0 c 90.0 a

  Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan 1% Note : Numbers followed by the same letters are not significantly different at 1% Duncan test Tabel 6. Patogenisitas jamur Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto terhadap tanaman jagung dan kacang tanah Table 6. Patogenicity of Sclerotium sp. Dirived from sambiloto against zeamays and groundnut

  Intensitas serangan (%) pada pengamatan ke Attack intensity (%) at observation

  Jenis tanaman Plant type

  I II

  36

  III

  IV V

  VI Jagung Ketan Pematung Sokong Kacang tanah Jerapah

  20

  40

  60

  70

  72 Kelinci Simpai

  6

  10

  18

  Isolat Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto selain patogenik terhadap sambiloto juga patogenik terhadap tanaman kacang tanah varietas jerapah dan simpai, namun

  

S RI Y UNI H ARTATI et al., : Karakteristik fisiologis isolat Sclerotium sp. asal tanaman sambiloto

  tidak patogenik terhadap tanaman jagung varietas ketan, by Talaromyces flavus is mediated by different pematung, dan sokong, sehingga tanaman jagung dapat mechanisms. Phytopathology. 87 (10): 1054-1060. digunakan sebagai tanaman tumpang sari atau rotasi. PITONO J., M. JANUWATI , dan NGADIMIN. 1996. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan produksi terna tanaman sambiloto. Bull. Warta. Tumbuhan Obat

  DAFTAR PUSTAKA Indonesia. III/1: 39-40.

  PRIBADI E. R

  . 2007. Kajian kelayakan usahatani pola tanam CMI. 1983. Plant Pathologist’s Pocket Book. Second Edition. sambiloto dengan jagung. Jurnal Penelitian Tanaman Commonwealth Agricultural. Bureaux. England: Industri. Vol 13 (3): 98-105.

  409-410. RAHAYUNINGSIH S . dan SUPRIADI. 2003. Penyakit busuk

  DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN, DIREKTORAT pangkal batang (Sclerotium sp.) pada sambiloto.

  JENDRAL PRODUKSI TANAMAN PANGAN..

  2000. Prosiding Seminar dan Pameran Nasional Tumbuhan Pedoman pengamatan dan pelaporan perlindungan Obat Indonesia XXIII, 25-26 Maret 2003. Fakultas tanaman pangan. Jakarta. 90p.

  

INFANTINO A., G. D. GIAMBATTISTO , and S. SOCCIARELLI . TIMPER P., N. A. MINTON, A. W. JOHNSON, T. B. BRENNEMAN, A.

  1997. First report of Sclerotium rolfsii on sunflower K. CULBREATH, K. G. W. BURTON, S. H. BAKER , and G. in Italy. Plant Disease Annual International Journal J. GASCHO. 2001. Influence of cropping system on of Applied Plant Pathology. 81 (8): 960. stem rot (Sclerotium rolfsii), Meloydogyne arenaria,

MADI, L., T. KATAN, J. KATAN Y. HENIS

  , and . 1997. Biological and the nematode antagonist Pasteuria penetrans in control of Sclerotium rolfsii and Verticillium dahliae peanut. Plant Disease. 85 (7): 767-772.