BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOSELULOSA�KITOSAN SERTA PEMANFAATANNYA DALAM BIDANG MEDIS Repository - UNAIR REPOSITORY

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Kitosan

  4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel

  Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah dan cangkang kepiting yang sudah matang (sudah melalui proses pemanasan) dari kotoran dan sisa-sisa daging yang masih menempel pada cangkang. Setelah cangkang kepiting telah bersih dari kotoran dan sisa daging, kemudian cangkang tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering.

  Pengeringan cangkang kepiting dilakukan untuk mengurangi kadar air pada yang terdapat pada cangkang yang sudah dibersihkan sehingga cangkang kepiting lebih awet dan mempermudah dalam penyimpanan. Setelah cangkang kepiting kering, kemudian ditumbuk hingga halus dan dilakukan penyaringan hasil tumbukan dengan penyaring ukuran 75 μm. Tujuan dari penumbukan ini untuk memperluas permukaan cangkang kepiting sehingga proses isolasi kitin bisa dilakukan secara maksimal dengan larutan pengekstrak sehingga lebih cepat bereaksi.

  4.1.2 Isolasi Kitin

  Dalam penelitian ini proses isolasi kitin dari cangkang kepiting melalui dua tahapan, yaitu tahap deproteinasi (penghilangan protein) dan tahap demineralisasi (penghilangan mineral) 29

Tabel 4.1. Data pembuatan kitosan dari cangkang kepiting mentah dan cangkang kepiting matang.

  Cangkang mentah Cangkang matang Proses (gram) (gram)

  Awal 50,0113 50,0147 Deproteinasi 34,7511 35,0371 Demineralisasi 15,336 14,427 Deasetilasi 9,329 6,532

  Tahap deproteinasi merupakan proses penghilangan protein yang terdapat pada cangkang kepiting dengan menggunakan larutan NaOH. Pada penelitian ini

  o

  menggunakan larutan NaOH 3,5% dengan suhu sebesar 75 C selama 2 jam dengan perbandingan berat cangkang kepiting dan volume pengekstrak sebesar 1:10 (w/v) karena didapatkan nilai yang paling optimim (kwarty Sri RS). Dalam proses ini terjadi perubahan warna pada cangkang kepiting yang awalnya berwarna putih agak gelap menjadi agak terang, hal ini disebabkan karena larutan NaOH bersifat korosif sehingga dapat merusak zat warna pada cangkang kepiting.

  • Ion Na dari NaOH akan mengikat ujung rantai-rantai dari protein yang bermuatan negatif dan akan terekstrak dalam bentuk Na-proteinat. Reaksi yang terjadi pada proses deproteinasi adalah: Serbuk kulit kepiting + NaOH (aq) serbuk kulit bebas protein + Na-proteinat

  Produk yang diperoleh pada tahap deproteinasi ini disebut dengan crude kitin atau kitin kasar. Dari 50,0113 gram cangkang kepiting mentah diperoleh crude kitin sebesar 34,7511 gram, terjadi pengurangan massa sebesar 30,513% dan untuk 50,0147 gram cangkang kepiting matang dperoleh crude kitin sebesar 35,0371 gram, terjadi pengurangan massa sebesar 29,946%. Pengurangan massa pada tahap ini disebabkan adanya protein yang terkandung dalam cangkang kepiting larut dalam pereaksi.

  Tahap selanjutnya adalah tahap demineralisasi, yaitu proses penghilangan senyawa anorganik atau mineral yang terkandung dalam cangkang kepiting.

  Proses penghilangan mineral pada crude kitin menggunakan larutan HCl 2N dengan cara memasukkan crude kitin sedikit demi sedikit sambil diaduk karena

  2

  proses pemisahan mineral ini akan terbentuk gas CO yang berupa gelembung- gelembung udara yang terbentuk pada saat crude kitin dimasukkan dalam larutan HCl 2N pada suhu kamar selama 30 menit dengan perbandingan crude kitin dan volume pengekstrak sebesar 1:15 (w/v).

  Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini diperoleh 15,336 gram kitin dari 34,7511 gram crude kitin dari cangkang mentah, terjadi pengurangan massa sebesar 55,869% dan diperoleh pula 14,4271 gram kitin dari 35,0371 gram crude kitin dari cangkang matang, terjadi pengurangan massa sebesar 58,823%. Adanya pengurangan massa pada proses demineralisasi disebabkan mineral-mineral tersebut larut dalam pereaksi yang kemudian dihilangkan dalam pencucian.

Gambar 4.1. Kitin

4.1.3 Transformasi Kitin menjadi Kitosan

  Proses transformasi kitin menjadi kitosan yang lebih sering dikenal dengan tahap deasetilasi ini menggunakan larutan NaOH 60% selama 2 jam pada suhu

  o

  110

  C. Penggunaan NaOH kosentrasi tinggi karena kitin tahan terhadap proses deasetilasi karena unit sel kitin berstruktur kristalin dan juga adanya ikatan hidrogen yang meluas antar atom nitrogen dengan gugus karboksil tetangganya. Pemanasan suhu tinggi bertujuan untuk memisahkan atau memutuskan ikatan antara gugus asetil dengan atom nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH

  2 ), reaksi dalam proses ini adalah reaksi hidrolisis, warna kitosan dari hasil deasetilasi ini berwarna lebih putih dari pada kitin.

Gambar 4.2. Kitosan

  Dalam penelitian ini diperoleh 9,329 gram kitosan dari 15,336 gram kitin cangkang mentah, terjadi pengurangan massa sebesar 39,169% dan diperoleh juga 6,532 gram kitosan dari 14,4271 gram kitin cangkang matang, terjadi pengurangan massa sebesar 54,724%. Terjadi pengurangan massa pada proses deasetilasi ini disebabkan adanya gugus asetil yang putus dan terlarut dalam pereaksi.

4.1.4 Karakteristik Kitin dan Kitosan

  4.1.4.1 Uji kelarutan terhadap asam asetat 0,75%

  Untuk mengetahui bahwa produk yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin tersebut adalah kitosan, maka dilakukan dahulu uji yang paling sederhana yaitu dengan melarutkan hasil deasetilasi tersebut dalam larutan asam asetat 0,75%. Apabila tidak larut maka dapat dipastikan bahwa produk yang dihasilkan bukan kitosan tetapi masih kitin.

  Kelarutan kitosan pada larutan asam asetat encer disebabkan karena gugus amina (-NH

  2 ) yang terdapat pada kitosan terprotonasi oleh asam asetat menjadi

  • 3

  ion amina bermuatan positif (-NH ). Gugus amina pada kitosan akan membentuk suatu garam ammonium asetat (Fesseden, 1995). Karena itu semakin tinggi derajat deasetilasi dari kitosan, maka kelarutannya dalam asam asetat encer juga akan semakin tinggi.

  4.1.4.2 Analisa Spektroskopi IR

  Uji Spektrokopi IR dilakukan di Laboratorium Polimer Fakuktas Teknik Kimia Universitas Surabaya (UBAYA) menggunakan alat Spektrokopi tipe Buck

  • 1 Scientific 500, alat ini mempunyai sensitifitas daerah serapan 4000-600 cm .

  Sejumlah sampel digerus bersama KBr dengan perbandingan 1:10 (w/w). Digunakan KBr karena sel tempat cuplikan dari sampel harus terbuat dari bahan- bahan yang tembus terhadap sinar infra merah, seperti NaCl dan KBr. Campuran kemudian di press dengan menggunakan alat pengepres pada tekanan 10 torr sehingga menjadi pellet yang padat, pellet ini yang kemudian dianalisa dengan menggunakan alat spektrokopi tipe Buck Scientific 500. Hasil IR diperoleh dalam bentuk spektrum yang menggambarkan besarnya nilai % transmitan dan bilangan gelombang untuk kitosan dari cangkang mentah, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 4.3 di bawah ini.

  [ % ] 100 120 140 n T ce n ra sm it ta 60 80 40

  20 1 8 4 9 1 6 6 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 .2 .1 .5 .0 .8 .8 .6 6 4 3 4 8 7 2 8 Wavenumber cm-1 6 3 2 1 5 6 3 1 4 2 1 3 8 4 1 1 .5 8 6 3 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Kitosan mentah.0 Kitosan mentah Solid 27/04/2011

Gambar 4.3. Spektrum IR kitosan dari cangkang mentah Page 1/1

  Dari spektrum IR di atas terlihat tajam yang khas pada gugus karboksil

  • 1

  amida pada daerah 1653,09 cm dan terdapat pita serapan untuk (-N-H) pada

  • 1

  1584,13 cm , menunjukkan adanya gugus amida. Selain itu juga terdapat puncak

  • 1

  pita serapan gugus hidroksil (-O-H) pada daerah 3446,21 cm . Perhitungan derajat deasetilasi menggunakan spektra IR ditentukan dengan absorbansi dari gugus amida dan OH.

  Dari hasil penelitian berdasarkan analisis spektra IR dengan menggunakan metoda base-line, maka didapatkan nilai perhitungan untuk derajar deasetilasi dari kitosan dari cangkang mentah sebesar 81,829%

  Sedangkan gambar spektrum IR untuk kitosan dari cangkang matang akan ditunjukan pada Gambar 4.4 dibawah ini. [ % ] 100 120 140 ce T n n ra sm it ta 40 60 80

  20 3 1 8 5 4 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 3 4 4 6 .0 .1 .7 .6 .5 2 1 2 9 Wavenumber cm-1 2 6 5 1 2 1 4 9 .7 1 5 5 8 6 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Kitosan mateng.0 Kitosan mateng Solid 27/04/2011

Gambar 4.4. Spectrum IR kitosan dari cangkang matang Page 1/1

  Dari spektrum IR di atas terlihat tajam yang khas pada gugus karboksil amida

  • 1

  pada daerah 1652,78 cm dan terdapat pita serapan untuk (-N-H) pada 1583,62

  • 1

  cm , menunjukkan adanya gugus amida. Selain itu juga terdapat puncak pita

  • 1

  serapan gugus hidroksil (-O-H) pada daerah 3446,03 cm . Perhitungan derajat deasetilasi menggunakan spektra IR ditentukan dengan absorbansi dari gugus amida dan OH.

  Dari hasil penelitian berdasarkan analisis spektra IR dengan menggunakan metoda base-line, maka didapatkan nilai perhitungan untuk derajar deasetilasi dari kitosan dari cangkang matang sebesar 71,899 %.

  Standar nilai untuk derajat deasetilasi kitosan adalah DD>70%. Derajat deasetilasi menentukan banyaknya gugus asetil yang telah dihilangkan selama proses transformasi dari kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat deasetilasi, maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina yang menggantikan gugus asetil, dimana gugus amina lebih reaktif bila dibandingkan dengan gugus asetil karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam struktur kitosan.

4.2 Pembuatan Bioselulosa

4.2.1 Bioselulosa tanpa Kitosan

  Pembuatan Bioselulosa dengan media nira siwalan dengan penambahan sukrosa sebesar 10 gram sebagai sumber glukosa serta urea 0,5 gram sebagai katalis diasamkan dengan asam asetat hingga pH = 4 serta dipanaskan selama 15 menit, kemudian didinginkan hingga suhu kamar setelah itu diberikan bakteri

  Acetobacter Xylinum.

  Masa fermentasi selama 8 hari, setelah 3 hari penambahan bakteri timbul lapisan tipis pada permukaan media yang merupakan pelikel yang akan menjadi Bioselulosa. Proses terbentuknya bioselulosa merupakan isomerisasi glukosa yang berasal dari sukrosa akibat rangkaian aktifitas bakteri Acetobacter

  Xylinum,

  yang mana langkah-langkah pembentukan Bioselulosa tersebut digambarkan pada Gambar 4.5, sedangkan untuk reaksi umum terbentuknya digambarkan pada Gambar 4.6.

  12

  22

  

6

  12

  6

  6

  12

11 C H O

  5 C H O C H O

  • Sukrosa Glukosa Fruktosa Glukosa-6-fospat Glukosa-1-fospat

  Bioselulosa UDP-Glukosa

Gambar 4.5. Tahapan sintesis Bioselulosa dari sukrosaGambar 4.6. Reaksi sintesis Bioselulosa

4.2.2 Bioselulosa-Kitosan

  Dalam media yang sudah dimodifikasi terhadap sukrosa dengan variasi kitosan (1 g; 2 g; 3 g; 4 g dan 5 g) setelah ditambahkan starter acetobacter

  xylinum

  difermentasi selama 8 hari. Terbentuk pelikel pada permukaan media setelah 3 hari dan pelikel itu lebih tipis dari pada pelikel yang terjadi pada bioselulosa tanpa kitosan, hal ini terjadi karena adanya interaksi antara Bioselulosa dengan kitosan yang terbukti pada pengujian yang dilakukan.

  Interaksi ini secara hipotesis digambarkan pada Gambar 4.7 di bawah ini.

Gambar 4.7. Interaksi Bioselulosa dengan Kitosan

  Gugus NH

  2 pada kitosan melalui dipol-dipol dan gugus –OH pada Bioselulosa

  melakukan interaksi sehingga terbentuk Bioselulosa-kitosan yang akan terlihat dari karakteristik FTIR, uji tarik, uji swelling dan rata permukaan dari Bioselulosa-kitosan tersebut.

4.3 Karakterisasi Bioselulosa-Kitosan

4.3.1 Analisa Spektrokopi IR

  Dari analisa ini bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terbentuk akibat dari pencampuran antara Bioselulosa dengan variasi kitosan, spektrum interaksi antara bioselulosa dengan kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.8 sampai dengan Gambar 4.4.13 di bawah ini:

Gambar 4.8. Spektrum IR Bioselulosa tanpa kitosanGambar 4.9. Spektrum IR Bioselulosa dengan 1 gram kitosan D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 1.0 Bio Selulosa- kitosan 1 Film 30/05/2011

  57 7. 77 53 3. 34 46 9. Wavenumber cm-1 10 4000 3500 3000 2500 2000 1500 500 1000 20 40 60 T 140 120 80 100 ra ns m itt an ce [% ] Page 1/1 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 0.0 Bio Selulosa- kitosan 0 Film 30/05/2011 23 58 .6 5 55 1. 37 46 9. Wavenumber cm-1 95 4000 3500 3000 2500 2000 1500 500 1000 20 40 60 T 140 120 80 100 ra ns m itt an ce [ % ] Page 1/1

Gambar 4.10. Spektrum IR Bioselulosa dengan 2 gram kitosanGambar 4.11. Spektrum IR Bioselulosa dengan 3 gram kitosan D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 2.0 Bio Selulosa- kitosan 2 Film 30/05/2011

  23 58 .5 8 59 1. 93 54 8. 80 50 7. 67 46 2. Wavenumber cm-1 72 4000 3500 3000 2500 2000 1500 500 1000 20 40 60 T 140 120 80 100 ra ns m itt an ce [ % ] Page 1/1 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa-kitosan 3.0 Bio Selulosa-kitosan 3 Film 26/05/2011 23 59 .0 8 59 6. 01 45 8. Wavenumber cm-1 77 4000 3500 3000 2500 2000 1500 500 1000 20 40 60 T 140 120 80 100 ra ns m itt an ce [ % ] Page 1/1

Gambar 4.12. Spektrum IR Bioselulosa dengan 4 gram kitosanGambar 4.13. Spektrum IR Bioselulosa dengan 5 gram kitosan D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 4.0 Bio Selulosa- kitosan 4 Film 30/05/2011

  23 58 .3 6 59 2. 05 54 7. 52 44 2. Wavenumber cm-1 49 4000 3500 3000 2500 2000 1500 500 1000 20 40 60 T 140 120 80 100 ra ns m itt an ce [ % ] Page 1/1 D:\SAMPEL\Fisika Unair\Agus S\Bio Selulosa- kitosan 5.0 Bio Selulosa- kitosan 5 Film 30/05/2011 2 3 5 8 .5 5 5 5 2 .6 1 5 7 .7 9 4 4 2 .1 Wavenumber cm-1 2 4000 3500 3000 2500 2000 1500 500 1000 20 40 60 T 140 120 80 100 ra n sm it ta n ce [ % ] Page 1/1 Analisis spektroskopi IR yang di dapat dari berbagai variasi massa kitosan dapat dilihat bahwa adanya interaksi antara bioselulosa dengan kitosan, hal ini terbukti adanya perubahan serapan yang terjadi pada numberwave 2000-500 dengan serapan yang berbeda-beda. Pada serapan daerah bilangan gelombang

  • 1

  1740-1630 cm menunjukkan adanya gugus karbonil (C=O)amida, sedangkan

  • 1

  pada pita serapan daerah bilangan gelombang 1400 cm memperkuat adanya

  • 1

  gugus C-N amida, pada pita serapan 1300-1000 cm menunjukkan adanya gugus cincin eter siklik (piranosa) dan ikatan eter (glikosida). Pita serapan pada daerah

  • 1 gelombang 800-666 cm dihasilkan dari kibasan gugus N-H.

  Hasil di atas dapat memberikan identifikasi pada biosellulosa tanpa kitosan tidak menunjukan adanya pita serapan yang menunjukkan adanya gugus C-N

  • 1

  amida pada bilangan gelombang 1400 cm . Sedangkan untuk bioselulosa-kitosan dengan variasi dari massa kitosan dapat menunjukkan adanya pita serapan pada

  • 1

  bilangan gelombang 1400 cm yang menunjukkan adanya gugus C-N amida walaupun serapan itu kecil.

  Perubahan bilangan panjang gelombang pada bioselulosa-kitosan terjadi karena pergeseran antara panjang gelombang pada bioselulosa dengan panjang gelombang pada kitosan sehingga terjadi pemendekan dari panjang gelombang menyebabkan energi dari bioselulosa-kitosan tersebut semakin besar, itu sesuai dengan kekekalan energi bahwa energi berbanding terbalik dengan panjang gelombang, penambahan besarnya energi tersebut kemungkinan timbul karena adanya pengikatan dari bioselulosa dengan kitosan.

4.3.2 Uji Ketebalan Bioselulosa-Kitosan

  Uji ketebalan pada sampel dilakukan dengan menggunakan Coating

  Thickness Gauge

  tipe TT 210. Ketebalan Bioselulosa-Kitosan pada variasi komposisi massa kitosan. dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan dibuat grafik dan ditunjukkan pada Gambar 4.14.

Tabel 4.2. Data pengukuran tebal Bioselulosa-Kitosan dengan variasi dari komposisi massa kitosan.

  Variasi massa kitosan (gram)

  Ketebalan (μm)

  104

  1

  97

  2

  69 3 53,5 4 47,5

  5

  42 Gambar 4.14. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap ketebalan rata-rata bioselulosa-kitosan 20 40 60 120 80 100 1 2 3 4 5 6

  ke te bal an( μm) variasi massa kitosan(gram) Pembuatan bioselulosa-kitosan diawali dengan proses fermentasi dari bakteri Acetobacter Xylinum yang nantinya akan mempolimerisasi dari glukosa- glukosa yang berasal dari sukrosa dan fermentasi ini akan muncul pelikel pada permukaan media yang merupakan hasil kinerja dari bakteri tersebut.

  Berdasarkan Tabel 4.1, Bioselulosa-kitosan dengan variasi komposisi massa kitosan mempunyai ketebalan yang berbeda. Pada Bioselulosa-kitosan dengan variasi penambahan massa kitosan 0 gram, 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram memberikan nilai ketebalan 104 μm; 97 μm; 69 μm; 53,5 μm; 47,5 μm dan 42 μm, ketebalan Bioselulosa-Kitosan menurun seiring dengan peningkatan penambahan massa kitosan.

  Hal diatas dapat dijelaskan bahwa penambahan variasi massa kitosan menyebabkan penghambatan kegiatan dari bakteri acetobacter xylinum dalam proses isomerisasi dari bioselulosa karena adanya reaksi pengikatan dari kitosan yang bereaksi dengan bioselulosa, proses itu terlihat saat terjadi pelikel pada media terbentuk berbeda-beda yang mana bioselulosa tanpa kitosan lebih cepat terbentuk dari pada pelikel yang terbentuk dalam media yang ditambahkan dengan variasi massa kitosan, semakin banyak massa kitosan yang ditambahkan dalam media pembuatan bioselulosa semakin tipis bioselulosa-kitosan yang terbentuk.

4.3.3 Uji Tarik Bioselulosa-Kitosan

  Data dari hasil uji tarik Bioselulosa-Kitosan digunakan untuk memperoleh nilai kuat tarik (Ultimate Tensile Strength) dan elongation at break Bioselulosa- Kitosan. Nilai kuat tarik dan elongasi Bioselulosa-Kitosan pada variasi komposisi massa kitosan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan ditunjukkan grafik pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16.

Tabel 4.3. Data pengukuran sifat mekanik bioselulsa-kitosan pada variasi komposisi massa kitosan.

  2

  

  Komposisi massa kitosan (gram) (%)

  

  (N/ cm ) 3151,92 15,87302 1 6472,16 12,29508

  2 9269,57 6,451613 3 11876,64 3,278689 4 8400 1,5625 5 7976,19 1,439024 ) 14 16

  18 (% lon g a ti on 10

  12 6 8 e 2 4

  1 variasi massa kitosan (gram) 2 3 4 5 6 Gambar 4.15. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap Elongation

  bioselulosa-kitosan

  12,000.00 14,000.00 ²) 10,000.00 m 8,000.00 (N/c ik 6,000.00 tar at 4,000.00 ku 2,000.00 0.00

  1

2

3 4 5 6 variasi massa kitosan (gram)

Gambar 4.16. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap kuat tarik bioselulosa-kitosan

  Pada bioselulosa yang terdiri dari hanya Bioselulosa tanpa penambahan massa kitosan terlihat bahwa nilai elongasinya adalah 15,87302 % sedangkan pada penambahan massa kitosan sebesar 1 gram terjadi penurunan nilai elongasi menjadi 12,29508 %. Pada penambahan variasi massa kitosan sebesar 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram memberikan nilai elongasi sebesar 6,451613 %; 3,278689 %; 1,5625 % dan 1,439024 %. Penambahan massa kitosan 1 gram sampai 5 gram diperoleh nilai elongasi yang semakin menurun terkecuali pada penambahan massa kitosan pada 5 gram naik sedikit dari massa kitosan sebesar 4 gram, tetapi nilai elongation dari beberapa bioselulosa-kitosan tersebut masih jauh dari nilai elongation dari bioselulosa tanpa kitosan. Hal tersebut membuktikan adanya pengaruh penambahan massa kitosan yang dapat mempengaruhi nilai mekanik untuk menurunkan nilai elongasi dari bioselulosa-kitosan selain sebagai penambahan keaktifan dari bioselulosa itu sendiri. Besarnya elongation menentukan keuletan (ductility) suatu material, bila nilainya mendekati nol maka material tersebut merupakan material yang rapuh.

  Penurunan nilai elongasi bioselulosa-kitosan terjadi karena molekul hidroksil dari bioselulosa berikatan dengan gugus amida pada kitosan, sehingga terjadi interaksi difusi dimana sifat dasar dari bioselulosa yang mempunyai elongation yang tinggi akan menurun seiring dengan banyaknya massa kitosan yang diberikan. Perubahan nilai elongasi itu dipengeruhi oleh gaya yang diberikan pada bahan itu sedangkan penambahan massa mengakibatkan perubahan dari gaya pada bioselulosa-kitosan sehingga nilai elongation akan berubah seiring dengan perubahan gaya dan perubahan gaya dipengaruhi dari variasi massa dari kitosan yang diberikan.

  Interaksi tersebut mempunyai gaya interaksi yang cukup kuat antara bioselulosa dengan kitosan sehingga molekul kitosan berdifusi kedalam rantai polimer bioselulosa. Hal ini kitosan akan berada diantara rantai polimer (bioselulosa) dan mempengaruhi mobilitas rantai yang dapat mempengaruhi nilai dari elongationnya sampai batas kompatibilitas (sifat yang menguntungan ketika terjadi pencampuran polimer) rantai.

  Kekuatan tarik merupakan kekuatan tegangan maksimum bahan untuk menahan tegangan yang diberikan. Kekuatan suatu bahan dipengaruhi oleh ikatan kimia penyusunnya. Ikatan kimia yang kuat tergantung pada jumlah ikatan molekul dan jenis ikatannya (seperti ikatan kovalen, ion, hidrogen dan Van der Waals). Ikatan kimia yang kuat sulit untuk diputus karena dibutuhkan energi yang cukup besar untuk memutus ikatan tersebut. Fenomena ini sering disebut dengan affinitas. Affinitas merupakan fenomena dimana atom atau molekul tertentu memiliki kecenderungan untuk bersatu atau berikatan.

  Pada bioselulosa-kitosan dengan komposisi variasi penambahan massa kitosan 0 gram, 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram, memberikan nilai 2 2 2 2 kuat tarik 3.151,92 N/cm ; 6.472,16 N/cm ; 9.269,5 N/cm ; 11.876,64 N/cm ; 2 2 8.400 N/cm dan 7.976,19 N/cm . Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan variasi massa kitosan dapat mempengaruhi dari sifat tarikan dari bahan tersebut. Adanya perubahan nilai tarik dari bioselulosa-kitosan dengan penambahan massa kitosan 3 gram memberikan nilai kuat tarik yang maksimum, hal ini membuktikan bahwa penambahan dapat mempengaruhi sifat kuat tarik juga. Perubahan kuat tarik diperkirakan juga karena perubahan gaya yang diberikan dan perubahan gaya karena disebabkan oleh perubahan massa kitosan yang ditambahkan pada bioselulosa-kitosan.

4.3.4 Uji Morfologi Bioselulosa-Kitosan

  Uji morfologi bioselulosa-kitosan dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik. Uji ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bioselulosa- kitosan yang terdiri dari campuran bioselulosa dengan penambahan variasi komposisi massa kitosan terhadap struktur penampang atas bioselulosa-kitosan.

  Struktur penampang atas bioselulosa-kitosan yang terdiri dari campuran bioselulosa dan variasi komposisi kitosan, tanpa penambahan kitosan ditunjukkan pada Gambar 4.17(a), sedangkan variasi komposisi massa kitosan 1 gram sampai 5 gram ditunjukkan pada Gambar 4.17(b) sampai dengan Gambar 4.17(f).

  (a) (b) (c) (d)

  (e) (f)

Gambar 4.17. Hasil uji mikroskop optik permukaan atas bioselulosa-kitosan dengan variasi massa kitosan (a) 0 gram, (b) 1 gram, (c) 2 gram,

  (d) 3 gram, (e) 4 gram dan (f) 5 gram. Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa pada penampang atas bioselulosa-kitosan yang terdiri dari campuran bioselulosa yang bersumber pada sukrosa tanpa penambahan variasi massa kitosan menunjukkan struktur permukaan yang cerah dan banyaknya kerutan-kerutan. Bioselulosa-kitosan dengan penambahan massa kitosan 3 gram menunjukkan struktur permukaan yang rata dan kerutan kecil dan homogenitas yang tinggi bila dibandingkan dengan yang lain. Pada bioselulosa-kitosan dengan penambahan variasi komposisi massakitosan menunjukkan adanya struktur yang berbeda.

  Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kitosan bekerja dengan cara melekatkan dirinya sendiri pada gugus amida di antara rantai-rantai bioselulosa pada gugus hidroksil. Terjadi hal lain ketika bioselulosa tanpa penambahan kitosan menunjukkan pada penampang atas dari bioselulosa-kitosan terdapat banyak kerutan dan permukaan tidak merata yang ditunjukkan dengan serat-serat, untuk penambahan massa kitosan sebesar 1 gram dan 2 gram pada bioselulosa menunjukkan adanya ikatan antara kitosan dengan bioselulosa tetapi ikatan kitosan tidak merata sehingga masih ada gelembung udara yang masih terikat. Sedangkan untuk penambahan massa kitosan sebesar 4 gram dan 5 gram pada bioselulosa terlalu berlebihan sehingga terlalu banyak kitosan yang mengumpul sehingga permukaan dari bioselulosa-kitosan tidak merata. Hal ini terjadi karena penambahan massa kitosan yang melewati taupun kurang dari batas sehingga molekul kitosan yang kurang ataupun berlebih berada pada fase tersendiri di luar fase bioselulosa sehingga mengakibatkan massa kitosan pada bioselulosa-kitosan semakin terlihat tidak merata. Hal tersebut berpengaruh pada sifat mekanik dan ketahanan bioselulosa-kitosan yang berbeda.

4.3.5 Uji Swelling Bioselulosa-Kitosan

  Uji penyerapan terhadap air (swelling) dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi massa kitosan pada bioselulosa terhadap % air yang diserap bioselulosa-kitosan. Semakin sedikit air yang diserap maka semakin besar daya tahan bioselulosa-kitosan terhadap air, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan ditunjukkan pada grafik Gambar 4.18.

Tabel 4.4. Data pengukuran penyerapan (swelling) terhadap air, bioselulsa-kitosan pada variasi komposisi massa kitosan.

  Variasi massa kitosan (gram)

  Massa awal (gram)

  Massa akhir (gram)

  Penyerapan (%)

  0,1209 0,4518 273,697 1 0,1989 0,7058 254,852 2 0,2677 0,4517 68,7337 3 0,0727 0,1157 59,1472 4 0,0676 0,0986 45,858 5 0,1636 0,1922 17,4817

Gambar 4.18. Pengaruh variasi komposisi massa kitosan terhadap penyerapan (swelling) terhadap air, bioselulosa-kitosan.

  Dari data gambar di atas dapat di lihat bahwa semakin banyak penambahan massa kitosan semakin kecil penyerapan yang terjadi. Pada bioselulosa tanpa kitosan terjadi penyerapan sebesar 273,697%, sedangkan penyerapan bioselulosa- kitosan dengan penambahan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram mempunyai persentasi penyerapan sebesar 254,852%; 68,7337%; 59,1472%; 45,858% dan 17,4817%. Dari hasil yang diperoleh bahwa penambahan variasi massa kitosan penyebabkan menurunnya penyerapan terhadap air karena sifat dari kitosan itu sendiri yang merupakan menolak air, sehingga pengikatan pada air tidak terlalu banyak. Hal ini membuktikan adanya pengikatan antara bioselulosa dengan kitosan dan juga dapat memberikan sifat daya tahan bahan terhadap air, yang mana semakin kecil daya penyerapan maka bahan itu semakin tahan terhadap air. 300 250 200 150 50 100 1 2 3 4 5 ( 6 p e n y e ra p a n % ) Variasi massa kitosan (gram)

Dokumen yang terkait

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAKROSKOPIK NANO-KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT/KITOSAN (n-HAp/CS) UNTUK APLIKASI IMPLAN TULANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - KARAKTERISASI IN VITRO DAN IN VIVO KOMPOSIT ALGINAT � POLI VINIL ALKOHOL � ZnO NANO SEBAGAI WOUND DRESSING ANTIBAKTERI Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Dosis Energi Laser Nd:YAG Q-Switch - PENGARUH VARIASI DOSIS ENERGI LASER Nd:YAG Q-Switch PADA KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR DAN SIFAT MEKANIK DENTIN Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) - SINTESIS DAN KARAKTERISASI MIKROSKOPIK NANO-KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT/KITOSAN (n-HA/CS) UNTUK APLIKASI JARINGAN TULANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 16

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOKOMPATIBILITAS Si:Ca10(PO4)6(OH)2 DENGAN METODE HIDROTERMAL UNTUK APLIKASI BONE FILLER Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 113

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik - PENGARUH MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA BAKTERI Staphylococcus aureus Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - PENGUKURAN KOEFISIEN EKSPANSI LINEAR LOGAM BESI DAN BESI TUANG DENGAN MENGGUNAKAN FIBER COUPLER Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - VARIASI WAKTU PERENDAMAN DALAM SIMULATED BODY FLUID PADA KOMPOSI HIDROKSIAPATIT-GELATIN SEBAGAI KANDIDAT BONE GRAFT Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siwalan - SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOSELULOSA�KITOSAN SERTA PEMANFAATANNYA DALAM BIDANG MEDIS Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian - SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOSELULOSA�KITOSAN SERTA PEMANFAATANNYA DALAM BIDANG MEDIS Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 9