BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Belajar - PENGARUH MODEL TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEDISIPLINAN SISWA KELAS IV A SDN PEKIRINGAN 02 - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pengertian Belajar

  Manusia adalah makluk sempurna yang dibekali akal dan pikiran, dengan akal dan pikiran tersebut manusia memiliki modal untuk melakukan sebuah proses untuk belajar. Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 24) diartikan sebagai berusaha mengetahui sesuatu berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian, keterampilan). Sedang belajar menurut Sagala (2010 : 11) belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Lebih lanjut Sagala (2010 : 39) juga menambahkan pengertian belajar sebagai proses terbentuknya tingkah laku baru yang disebabkan individu, merespon lingkungannya, melalui pengalaman pribadi yang tidak termasuk kematangan, perubahan atau instink.

  Belajar didefinisikan oleh ahli lainnya juga memiliki makna yang hampir sama. Menurut Garret (Sagala, 2010 : 13) belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalaui latihan maupun pengalaman yang membawa pada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatau perangsang tertentu. Menurut Mulyasa (2010 : 255) pembelajaran pada hakikatnya adalah proses

  9 interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

  Belajar merupakan proses yang menyeluruh. Pendapat ini juga lebih diperkuat dengan pandangan Gagne (Sagala, 2010 : 17) mengemukakan:

  Belajar merpakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan : (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang merubah sifat stimulasi lingkungan, melawati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru.

  Pendapat ahli diatas dapat ditarik simpulan, bahwa belajar adalah proses yang dialami oleh individu dalam waktu tertentu dengan dipengaruhi oleh lingkungan tempat individu berkembang dan bergaul yang akan menghasilkan sebuah pengalaman bagi individu secara menyeluruh.

  Belajar adalah proses yang setiap orang individu (manusia) akan mengalaminya, karena manusia adalah makluk sosial yang membutuhkan usaha untuk bertahan hidup.

2. Prestasi Belajar

  Pembelajaran yang dilakukan di sekolah akan menghasilkan sebuah Prestasi belajar bagi siswa yang telah terlibat didalam kegiatan belajar. Prestasi belajar umumnya akan dijadikan sebagai tolak ukur dari kemampuan seorang siswa. Hamdani (2011 : 138) mengemukakan prestasi belajar adalah Hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Sedangkan Gunarso (Hamdani, 2011 : 138) menyatakan prestasi belajar adalah usaha-usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar

  Prestasi belajar menurut Arifin (2011 : 12) merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Sedangkan Gagne (Hamdani, 2011 : 138) membedakan prestasi belajar menjadi lima aspek, yaitu kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan keterampilan.

  Prestasi belajar dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan menjadi tingkat pencapaian seorang individu (siswa) dalam proses belajar yang dilakukannya. Prestasi belajar akan menghasilkan sebuah karya dan dibuktikan dengan nilai yang diperoleh seorang individu (siswa) didalam belajarnya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

  Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam proses belajar siswa. Menurut Yusuf,

  dkk. (2003:8) faktor penyebab problem anak yang mempengaruhi hasil

  belajarnya antara lain : (a) faktor intelektual, (b) faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, dan (c) faktor sosial. Yusuf, dkk, menambahkan gejala yang tampak dari anak yang memiliki probelm dalam belajar, diantaranya : a. tidak dapat mengikuti pelajaran seperti yang lain,

  b. sering terlambat atau tidak mau menyelesaikan tugas,

  c. Menghindari tugas-tugas yang agak berat,

  d. ceroboh atau kurang teliti dalam banyak hal,

  e. acuh tak acuh atau masa bodoh,

  f. enampakkan semangat belajar yang rendah,

  g. tidak mampu berkonsentari, berubah-ubah,

  h. perhatian terhadap suatu objek singkat, i. suka menyendiri, sulit menyesuaikan diri, j. murung, k. suka memberontak, agresif, dan meledak-ledak dalam merespon ketidakcocokan, dan i. hasil belajarnya rendah.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, erat kaitannya dengan modalitas belajar dari siswa. Modalitas menurut Tae (2009 : 99) merupakan saluran komunikasi yang membantu manusia memahami dunia disekitarnya, untuk memproses rangsangan yang datang dari luar diri manusia. Sedangkan modalitas belajar menurut Sulhan (2010 : 22) modalitas belajar merupakan karakter alami yang kita miliki sejak lahir dan merupakan anugrah dari Tuhan dalam belajar. Berdasarkan pendapat tersebut modalitas adalah cara individu dalam menerima stimulus Modalitas belajar dapat diamati dari kebiasan yang kita lakukan dalam cara belajar keseharian. Modalitas belajar berdasarkan penelitian para ahli, ada tiga jenis modalitas pada manusia, yaitu : visual, auditori, dan kinestetik. Modelitas ini nantinya akan mempengaruhi cara belajar dan cara peserta didik dalam menerima suatu informasi yang didapatkannya.

  Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat disimpulkan bawah prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu yang sedang melakukan proses pembelajaran dan dari lingkungan tempat individu memperoleh pelajaran, dan lingkungan tempat individu bersosialisasi

4. Kedisiplinan

  Pendidikan karakter dewasa ini sedang digalangkan oleh pemerintah untuk menjadikan peserta didik yang tidak hanya memiliki prestasi belajar yang tinggi, tetapi juga memiliki karakter yang mencerminkan sikap berbangsa dan tanah air yang terpuji sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pemerintah dalam menghasilkan bangsa yang bukan hanya pintar dalam aspek kognitifnya saja, tetapi juga harus cerdas dalam aspek afektif dan psikomotornya menggunakan kurikulum yang didalamnya memuat tentang pendidikan karakter. Aunillah (2011 : 18) menjabarkan pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, niat. Serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.

  Sedangkan menurut Akhmad Sudrajat (Aunillah, 2011 : 19) mengungkapkan pendidikan karakter akan dapat dimaknai jika kita mengerti makna dari karakter itu sendiri terlebih dahulu. Lebih lanjut ditambahkan oleh Musfiroh (Aunillah, 2011 : 19) Menurutnya karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).

  Disiplin merupakan salah satu komponen dari 18 pendidikan karakter yang sedang di galang oleh pemerintah. Disiplin secara luas menurut Semiawan (2009 : 89) dapat diartikan sebagai semacam pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar mampu menghadapi tuntutan dari lingkungan. Sedangkan disiplin menurut Kemendiknas (2010 : 9) adalah Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Mustari (2011 : 42) Menambahkan penjelasan tentang disiplin, disiplin merujuk pada instruksi sistematis yang diberikan pada murid (disciple). Untuk mendisiplinkan berarti menginstruksikan orang untuk mengikuti tatanan tertentu melalui aturan-aturan tertentu.

  Disiplin merupakan salah satu bentuk pengaplikasian dari kemampuan emosional seorang siswa. Disiplin adalah hal yang harus dibiasakan sejak dini dengan tujuan siswa akan menjadi terbiasa untuk berperilaku disiplin yang merupakan sesuatu budaya positif dan harus diterapkan, serta di aplikasikan dalam berbagia bidang.

  Disiplin memiliki indikator dalam penilaiannya. Indikator disiplin dalam penelitian ini merupakan pengembangan dari indikator kelas untuk karakter disiplin yang diambil dari 18 pendidikan karakter bangsa yaitu membiasakan hadir tepat waktu dan membiasakan mematuhi aturan/tata tertib. Indikator tersebut dikembangkan lagi dengan menambahkan kebiasan sehari-hari siswa di kelas dan sekolah, serta sikap siswa terhadap pemberian tugas.

  Aspek disiplin diri memiliki indikator penilaian berupa (1) membiasakan hadir tepat waktu (2) membiasakan mematuhi aturan atauran yang berlaku (3) kebiasaan siswa di dalam kelas dan disekolah (4) sikap siswa terhadap pemberian tugas dari guru. Keempat macam indikator tersebut menjadi acuan dalam penilaian disiplin diri siswa.

B. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

  Model mengajar menurut Dahlan (Isjoni, 2011 : 49) dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Sedangkan menurut Komaruddin (Sagala, 2010:174) berpendapat : Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai : (1) suatu tipe atau desain; (2) Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi serta yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi- asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat dijelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. dan Weil (Sagala, 2010 : 176) juga menambahkan pengertian model pembelajaran adalah suatu diskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku- buku kerja, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program komputer.

  Pendapat ahli-ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sebuah kerangka yang akan menjadi pola dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pemilihan model pengajaran yang sesuai akan mempermudah dan mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran, hasilnya pembelajaran yang dilakukan dapat menjadi lebih efektif dan menarik.

2. Model Kooperatif Team Game Tournament (TGT)

  Pembelajaran kooperatif menurut Johnson (Isjoni, 2011 : 15) menjabarkan pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Sedangkan Lie (2008 : 28) menyebut model pembelajaran kooperatif dengan istilah model pembelajarna gotong-royong, berdasarkan pada falsafah homo homini socius artinya manusia adalah makluk sosial. Selain itu Slavin (Isjoni, 2011 : 17) mengemukakan pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dengan sistem belajar dan bekarja dalam kelompok- kelompok kecil yang berjumlah empat sampai enam orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

  Pendapat-pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengedepankan aspek kegiatan belajar berkelompok yang dilakukan dengan berbagai cara agar pembelajaran lebih menarik dan siswa dapat bersosialisasi dengan baik di dalam lingkungan kelas.

  Team Game Tournament (TGT) yang selanjutnya disebut dengan

  TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang sangat mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur diskusi tim, permainan, dan turnamen.

  Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe TGT berdasarkan pada proses model pembelajaran kooperatif tipe TGT menuntut siswa untuk mematuhi peraturan-peraturan yang diterapkan didalam proses pembelajaran dan permainan yang digunakan. Permainan didalam TGT dapat membantu merangsang siswa untuk mengikuti pembelajaran dan terfokus kedalam materi pembelajaran yang sedang dilakukan. TGT juga diharapkan dapat menumbuhkan sikap disiplin pada diri siswa.

  Proses pembelajaran kooperatif TGT secara umum sama dengan STAD kecuali satu hal, TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dalam sistem skor kamajuan individu, dengan siswa berlomba-lomba sebagai wakit dari tim mereka sedang anggota tim lain juga sedang berlomba untuk memcahkan masalah yang setara dengan mereka.

  Menurut Slavin (2008 : 166-167) ada lima komponen utama dalam TGT yaitu: presentasi di kelas (class presentation), tim (team), permainan (game), turnamen (tournament) dan rekognisi tim (class recognition ).

  a. Presentasi di Kelas (Class Presentation) Presentasi kelas digunakan guru untuk memperkenalkan materi pelajaran yang akan diajarkannya dengan pengajaran langsung atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, dapat juga dengan audiovisual. Fokus presentasi kelas hanya menyangkut pokok-pokok materi dan teknik pembelajaran yang akan dilaksanakan.

  Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu saat mereka mengerjakan kuis-kuis dan sekor kuis mereka menentuhkan skor tim mereka b. Tim (Team) Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT tim terdiri dari 4 atau 5 siswa. Anggota tim mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama tim ini adalah untuk memastikan semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khusus lagi ,untuk menyiapkan anggotanya supaya dapat mengerjakan kuis dengan baik. Setelah presentasi kelas kegiatan tim umumnya adalah diskusi antar anggota tim, agar saling membandingkan, memeriksa dan mengoreksi kesalahan konsep anggota lain.

  c. Permainan (Game) Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari prestasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan diatas meja dengan tiga siswa yang masing-masing mewakili tim yang berbeda-beda.

  d. Turnamen (Tournament) Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan prestasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama, guru menunjuk siswa untuk berada pada meja turnamen, tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada meja 1 tiga berikutnya pada meja 2 dan seterusnya.

  e. Rekognisi Tim (Class Recognition) Tim-tim yang telah berhasil mendapat nilai rata-rata melebihi kriteria tertentu diberi penghargaan berupa sertifikat atau penghargaan bentuk lain. Pemberian penghargaan ini akan membuat siswa semakin terpacu untuk meningkatkan prestasi belajarnya atau menjadikan motivasi bagi siswa lainnya untuk biasa lebih berprestasi.

  Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT menurut Slavin (2008 : 170) terdiri dari siklus reguler dari aktifitas pengajaran, sebagai berikut : a. Pengajaran.

  Guru menyampaikan pelajaran kepada siswa tentang materi yang dibutuhkan dan rencana pengajaran guru.

  b. Belajar Tim Para siswa mengerjakan lembar-lembar kegiatan dalam tim mereka untuk mengasai materi.

  c. Tournamen Siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dalam meja turnamen. d. Rekognisi Tim.

  Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penempatan siswa kedalam meja turnamen dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan menandingkan perwakilan dari seluruh tim kedalam meja yang telah disediakan dan diberikan lembar pertanyaan dan lembar penilaian untuk mengetahui poin dari setiap siswa yang melaksanakan pertandingan di meja tersebut. Pembagian tim dan penempatan perwakilan tim pada meja-meja turnamen dapat dilihat dalam gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 : Penempatan pada meja turnamen (Slavin, 2008 : 168)

  Meja Turnamen

  1 Meja Turnamen

  2 Meja Turnamen

  3 Meja Turnamen

  4 B-1 B-2 B-3 B-4

  Tinggi Sedang Sedang Rendah C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah TEAM B TEAM C TEAM A A-1 A-2 A-3 A-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

3. Model Pembelajaran Langsung

  Model Pembelajaran langsung merupakan salah satu model pembelajaran yang dijadikan salah satu kontrol dalam penelitian eksperimen, sebab. Model pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang paling sering ditemui didalam lingkungan sekolah.

  Model pembelajaran langsung menurut Sidharta (2005 : 5) adalah model pembelajaran yang digunakan oleh para peneliti untuk merujuk pola-pola pembelajaran, dengan cara guru banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah kelompok siswa dan menguji ketermpilan siswa melalui latihan-latihan dibawah bimbingan dan arahan guru. Tujuan utama model langsung adalah memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Model pembelajaran langsung juga sering dipandang sama dengan model ekspositori. Model ekspositori (exposition model) menurut Brandy adalah The theory of the exposition model is examined with

  reference to the characteristics of traditional education, the learning theories of the model and the types of learning it producs. Terjemahan

  dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: teori tentang model ekspositori adalah dilatih dengan referensi untuk membentuk kareakter pendidikan tradisional, teori pembelajaran dari model dan jenis pembelajaran produk.

  Model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (Kemendiknas, 2010 : 25 - 26) memiliki sintaks dalam kegiatan pembelajarannya sebagai berikut : (a) orientasi, (b) presentasi, (c) Latihan terstruktur, (d) latihan terbimbing, dan (e) latihan mandiri. a) Orientasi Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa : 1) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik;

  2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; 3) memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; 4) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran; dan 5) menginformasikan kerangka pelajaran.

  b) Presentasi Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: 1) penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek; 2) pemberian contoh-contoh konsep;

  3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan 4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.

  c) Latihan terstruktur Pada fase ini guru memandu peserta didik untuk melakukan latihan-latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap respon peserta didik dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon peserta didik yang salah.

  d) Latihan terbimbing Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk mengases kemampuan peserta didik untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.

  e) Latihan mandiri Pada fase ini peserta didik melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui peserta didik jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan.

  Tujuan utama model pembelajaran langsung menurut Sidharta (2005 : 5) adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Proses pembelajaran langsung dapat menghabiskan waktu lebih sedikit daripada pembelajaran dengan model pembelajaran lainnya.

  Sebab, model pembelajaran langsung didalamnya lebih banyak menggunakan teknik teacher center dengan guru sebagai pusat pembelajaran. Hal ini yang membuat model pembelajaran langsung dapat menjadi lebih cepat dalam proses kegiatan belajar mengajar.

C. Matematika

1. Pengertian Matematika

  Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada setiap tingkat pendidikan, mulai dari pendidikan dasar ke pendidikan tinggi.

  Matematika merupakan mata pelajaran yang menjadi dasar bagi siswa dalam mempelajari disiplin ilmu yang bersifat pasti (konsisten). Ciri khas dari pelajaran matematika adalah matematika adalah berpola pikir deduktif, konsisten, dan memiliki materi yang bersifat spiral hierarkhis.

  Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) menjadi dasar siswa dalam mempelajari matematika di jenjang selanjutnya (lebih tinggi). Menurut Ruseffendi (Heruman, 2012 : 1)

  Matematika adalah bahasa simbol ; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif ; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, keunsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil

  Menurut Kerami (2002 : 158) Matematika adalah pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang berkaitan; matematika seringkali dikelompokan kedalam tiga bidang : aljabar, analisis, dan geometri, walaupun demikian tidak dapat dibuat pembagian yang jelas karena cabang-cabang ini telah bercampur-baur, pada dasarnya aljabar melibatkan bilangan dan pengabstrakannya analisis melibatkan kekontinuan dan limit, sedangkan geometri membahas bentuk dan konsep-konsep yang berkaitan; sains didasarkan atas postulat yang dapat menurunkan kesimpulan yang diperlukan dari asumsi tertentu. Turmudi (2009 : 4) memandang matematika sebagai proses inquiry (proses penyelidikan) dan proses coming to know (proses mengetahui atau proses mencari tahu), lapangan berkreasi dan temuan manusia yang secara terus menerus meluas, dan bukan produk yang telah selesai. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Matematika selain sebagai mata pelajaran tersendiri, matematika juga ada dalam ilmu pengetahuan lain.

  Penjelasan matematika diatas membawa pada perlunya konsep kurikulum dari pembelajaran matematika. Konsep kurikulum matematika menurut Heruman (2012 : 2) Konsep pada kurikulum matematika disekolah dasar dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan.

  Penjabaran tentang konsep dasar matematika menurut Heruman (2012 : 3) adalah sebagai berikut :

  Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran

  suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut.

  Pemahaman konsep , yaitu pembelajaran lanjut dari penamanam

  konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.

  Pembinaan ketermpilan , yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep.

  Penjabaran tersebut memperjelas pengertian pembelajaran matematika khususnya disekolah dasar tidak hanya menitik beratkan pada penanaman konsep semata, namun harus diikut dengan pemahaman konsep dan pembinaan konsep. Pembelajaran matematika dimaksudkan agar siswa mampu menemukan sendiri pengetahuan tentang matematika berdasarkan pengalamannya. Bruner (Heruman, 2012 : 4) dalam metode penemuan mengungkapkan bahwa siswa dalam pembelajaran matematika menggunakan metode penemuan harus menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya.

2. Materi Pelajaran Matematika

  Penelitian ini peneliti mengambil materi Faktor Persekutuan Besar (FPB) dan Kelipatan Persekutuan Kecil (KPK) pada kelas IV semester I. FPB dan KPK merupakan salah satu materi dalam mata pelajaran matematika di sekolah dasar. Materi ini diajarkan mulai kelas

  IV SD. Materi FPB dan KPK ini merupakan pengembangan materi operasi hitung bilangan, yang telah diajarkan sebelumnya di kelas IV di bagian awal pembelajaran matematika kelas IV.

  Faktor adalah semua bilangan asli yang merupakan pembagi atau hasil bilangan tersebut sehingga sisanya nol. Sedangkan faktor persekutuan biasa disebut dengan faktor sekutu atau suatu faktor yang didapatkan dari faktor-faktor dua bilangan yang diketahui.

  contoh :

  faktor dari 36 untuk mencari faktor dapat menggunakan cara kotak.

  6 Karena 1 x 36 = 36

  1

  2

  3

  4 36 = 2 x 18 = 36 36 18 12

  9

  6 3 x 12 = 36 4 x 9 = 36 6 x 6 = 36

  Maka faktor dari 36 : {1, 2, 3, 4, 6, 12, 18, 36} faktor dari 48

  untuk mencari faktor dapat menggunakan cara kotak.

  6 Karena 1 x 48 = 48

  1

  2

  3

  4 48 = 2 x 24 = 48 48 24 16 12

  8 3 x 16 = 48 4 x 12 = 48 6 x 8 = 48

  Maka faktor dari 48 : {1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 16, 24, 48}

  Faktor persekutuan biasa disebut dengan faktor sekutu yaitu suatu faktor yang didapatkan dari faktor dua bilangan yang diketahui.

  Contoh : Carilah faktor persekutuan dari 36 dan 48, maka langkahnya sebagai berikut a. Kita cari faktor dari 36 faktor dari 36 : {1, 2, 3, 4, 6, 12, 18, 36} b. Kita cari faktor dari 48 faktor dari 48 : {1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 16, 24, 48}

  c. Selanjutnya kita cari faktor yang sama dari kedua faktor tersebut 36 = 1, 2, 3, 4, 6, 9, 12, 18, 36 48 = 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 16, 24, 48

  FPB adalah faktor persekutuan terbesar. Mencari FPB dapat dilakukan dengan cara faktorisasi prima.

  Cara I :

  Misal : Carilah FPB dari 36 dan 48

  36

  48

  2

  18

  2

  24

  2

  9

  2

  12

  3

  3

  2

  6

  2

  3 Maka : Faktor 36 = 2 x 2 x 3 x 3 Faktor 48 = 2 x 2 x 2 x 2 x 3 Jadi FPB dari 36 dan 48 adalah 2 x 2 x 3 = 12

  Cara II :

  Misal : Carilah FPB dari 36 dan 48 Penyelesaian

  36

  48

  2

  18

  24

  2

  9

  12

  3

  3

  4 Maka FPBnya : 2 x 2 x 3 = 12 Suatu bilangan cacah X merupakan kelipatan dari suatu bilangan cacah P, jika X diperoleh dari mengalikan dengan bilangan cacah lainnya. Misal : Kelipatan 3 : {3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, ...} Kelipatan 4 : {4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, ...} Kelipatan persekutuan merupakan himpunan semua kelipatan persekutuan dari dua bilangan atau lebih.

  Misal : Kelipatan Persekutuan dari 3 dan 4 adalah {12, 24}

  Kelipatan persekutuan terkecil Ialah bilangan terkecil dari anggota himpunan kelipatan persekutuan. Menentuhkan kelipatan persekutuan terkecil dapat dilakukan dengan cara

  Cara Kelipatan Persekutuan (Cara I)

  Cari KPK dari 36 dan 48

  Kelipatan 36 = {36, 72, 108, 144, 180, 216, 252, 288, ...} Kelipatan 48 = {48, 96, 144 192, 240, 288, ...} Kelipatan persekutuan dari 36 dan 48 {144, 288 } Jadi, KPK dari 36 dan 48 = 144

  Cara Faktorisasi Prima (Cara II)

  Misal : Carilah KPK dari 36 dan 48

  36

  48

  2

  18

  2

  24

  2

  9

  2

  12

  3

  3

  2

  6

  2

  3 Maka :

  2

  2 Faktor 36 = 2 x 2 x 3 x 3 = 2 x 3

  Faktor 48 = 2 x 2 x 2 x 2 x 3 = 2 x 3 Untuk mencari KPKnya kita cari faktor yang sama tetapi pangkatnya terbesar.

  4

  2 Jadi KPK dari 36 dan 48 = 2 x 3

  = 16 x 9 = 144

  Cara III

  Misal : Carilah KPK dari 36 dan 48 Penyelesaian

  36

  48

  2

  18

  24

  2

  9

  12

  3

  3

  4 Maka KPKnya : 2 x 2 x 3 x 3 x 4 = 144

D. Penelitian Yang Relevan

  Peneliti tidak menemukan penelitian yang sama persis dengan permasalahan yang penulis teliti, namun ada peneliti lain yang telah melakukan penelitian dengan menggunakan model yang sama (TGT) yaitu : 1.

  Pamujo dan Aji Heru Muslim dengan judul penelitian “Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar IPS Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) di Kelas V SD Negeri 1 Kendaga”. Dalam hasil penelitian tersebut peleksanaan tindakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa terbukti dari nilai rata-rata aktivitas siklus I diperoleh 67,03 meningkat menjadi 80,32 pada siklus II 2. Nur Fitrianingrum dengan judul skripsi “Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) terhadap prestasi belajar matematika di tinjau dari jenis kelamin siswa kelas V SD

  Ledug”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan 1) model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) berpengaruh terahdap prestasi belajar matematika dengan F hit > F tab (7,106 > 4,00). 2) Jenis kelamin siswa tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika dengan F < F (0,582 < 4,00). 3) Tidak ada interaksi antara model

  hit tab

  pembelajaran dan jenis kelamin siswa terhadap prestasi belajar matematika dengan F hit < F tab (0,279 < 4,00).

E. Kerangka Berpikir

  Prestasi belajar matematika untuk mencapainya secara maksimal, banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi, di antaranya adalah pemilihan model dan metode pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat menjadi salah satu alternatif dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Model kooperatif tipe TGT adalah salah satu model pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran, kerjasama tim, permainan dan pertandingan.

  Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa supaya lebih baik dan model pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan dapat menanamkan sikap disiplin dari siswa melalui pengaplikasian secara langsung dengan permainan-permainan akademik yang dibuat dengan berbagai macam peraturan yang mengatur didalamnya.

  Sikap disiplin merupakan sikap yang penting dan dibutuhkan dalam mayarakat. Penanaman sikap disiplin disekolah, khususnya sekolah dasar sangat diperlukan agar peserta didik memahami pentingnya bersikap disiplin sejak dini. Disiplin juga diperlukan dalam kehidupan sehari-hari siswa, penanaman disiplin yang telah dilakukan dari dahulu oleh orang tua akan menimbulkan karakter disiplin pada diri siswa. Tetapi, siswa yang tidak mendapatkan perlakuan disiplin di lingkungan keluarga cenderung akan menjadikan siswa tersebut susah untuk di atur, dan cenderung menjadi

  trouble maker di kelas, yang tentuhnya berefek pada prestasi belajar siswa dan keefektifan dari pembelajaran akan berkurang.

F. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan pada perumusan di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis :

  1. Ada pengaruh model koooperatif tipe TGT terhadap prestasi belajar matematika.

  2. Ada pengaruh antara disiplin terhadap prestasi belajar matematika.

  3. Ada interaksi pengaruh model kooperatif tipe TGT, model pembelajaran langsung dan disiplin terhadap prestasi belajar matematika.