BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Ade Sidik Gunawan BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah istilah medis untuk penyakit tekanan darah tinggi,

  dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak diderita di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, dimana hipertensi menempati urutan pertama sebesar 31,7% (Depkes, 2008).

  Data Riskesdas (2007) juga disebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan sekitar 52% dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 48%. Umumnya penderita hipertensi adalah orang yang berusia diatas 40 tahun, namun pada saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang usia muda. Hipertensi pada wanita usia subur sebagian besar terjadi pada usia 25 – 45 tahun, dan hanya pada 20% terjadi dibawah usia 20 tahun.

  Wanita usia subur merupakan wanita yang berusia 15-45 tahun, pada masa ini sering terjadi perubahan hormonal didalam tubuh yang disebabkan karena pola hidup yang salah. Hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta atau komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Terdapat 478 kasus pada usia subur, yaitu pada usia 15-45 tahun, untuk hipertensi pada wanita usia subur berjumlah 466 orang (Dwijo, 2009).

  Faktor yang mempengaruhi mempengaruhi terjadinya hipertensi atau peningkatan tekanan darah meliputi kelainan pengaruh gaya hidup, gen, penggunaan kontrasepsi hormonal, status gizi, obesitas, faktor gaya hidup seperti inaktivitas fisik, konsumsi alkohol tinggi serta faktor makanan, dan penyebab sekunder seperti penyakit ginjal dan gangguan endokrin (Davey, 2005).

  Menurut Baziad (2008), hipertensi (>140/90) dijumpai pada 2-4% Steroida yang terkandung dalam hormon estrogen). Keadaan ini erat kaitannya dengan usia wanita dan lama penggunaannya. Kejadian hipertensi meningkat sampai 2-3 kali lipat setelah 4 tahun penggunaan kontrasepsi yang mengandung estrogen. Jika tekanan darah >160/95 mmHg sebaiknya jangan diberikan kontrasepsi yang mengandung estrogen dan bila tekanan darah >200/120 mmHg, semua jenis kontrasepsi hormonal merupakan kontraindikasi. Setelah penghentian kontrasepsi, biasanya tekanan darah akan normal kembali, tetapi bila hal ini tidak terjadi perlu diberi obat anti hipertensi.

  Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah pasangan usia subur (PUS) di Indonesia pada tahun 2013 berjumlah 40.190.591 orang. Dengan jumlah peserta Keluarga Berencana (KB) aktif wanita se-Jawa Bali adalah 15.289.479 peserta, dengan KB suntik 8.114.960 peserta (58,08%), KB pil 3.391.736 peserta (22,18%), KB IUD 2.010.677 peserta (13,15%), KB implant 1.159.662 peserta (7,58%), dan KB MOW (Metode Operasi Wanita) 612.444 peserta (4,01%) (BKKBN, 2013).

  Penggunaan alat kontrasepsi khususnya kontrasepsi hormonal selain dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah juga dapat menimbulkan perubahan berat-badan akseptor. Hal ini disebabkan oleh hormon progesteron mempermudah perubahan karbohidrat dan gula menjadi lemak, sehingga lemak di bawah kulit bertambah (Nirwana, 2012). bahwa terdapat hubungan antara penggunaan kontrasepsi dengan obesitas pada wanita usia subur (WUS) peserta jamkesmas di Puskesmas Wawonasa.

  Terjadinya perubahan berat-badan pada akseptor KB hormonal juga akan dapat meningkatkan terjadinya hipertensi, dimana salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi adalah obesitas. Study Framingham mengatakan bahwa sekitar 10% dari peningkatan berat badan berhubungan dengan kenaikan 7 mmHg tekanan darah sistol. Wanita usia 30 tahun yang memiliki berat badan berlebih berisiko 7 kali terkena hipertensi dibandingkan wanita langsing dengan usia yang sama (Ridwan, 2009).

  Kelebihan berat badan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Seseorang yang gemuk lebih mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun mempunyai risiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita yang langsing dengan usia yang sama (Purwati, 2005).

  Penelitian yang dilakukan oleh Garini (2011), jumlah kasus hipertensi pada wanita usia subur sebanyak 1988 orang (74,6%). Hasil survey awal yang dilakukan pada 10 akseptor pil KB diketahui bahwa 7 orang (70%) diantaranya menderita hipertensi dengan lama rata-rata penggunaan pil KB ≥

  Berdasarkan hasil survey didapatkan data jumlah akseptor KB aktif di Kabupaten Purbalingga bulan September 2014 sebesar 68041 akseptor dengan rincian sebagai berikut akseptor IUD sebesar 7,9%, akseptor MOW sebesar 7,4%, akseptor MOP sebesar 1,7%, akseptor implant sebesar12,6%, akseptor kondom sebesar 1,8%, akseptor KB suntik sebesar 48,8% dan akseptor KB pil sebesar 19,8%. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa akseptor KB aktif tertinggi di Wilayah Kecamatan Rembang sebanyak 5919 akseptor (8,7%).

  Diketahui juga angka kejadian hipertensi pada wanita bulan November 2014 sebanyak 153 dengan kejadian hipertensi pada WUS sebanyak 40 responden (26,2%) (BKKBN, 2014).

  Studi pendahuluan yang penulis lakukan dengan metode wawancara terhadap 10 akseptor KB hormonal di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga Desember tahun 2014 menunjukkan bahwa dari 10 akseptor, 6 (60 %) diantaranya menyatakan mengalami peningkatan berat badan lebih dari 3 - 5 Kg selama lima tahun penggunaan kontrasepsi, dan merasakan kegemukan (obesitas) serta 4 (40%) akseptor mengatakan berat badannya tetap, saat dilakukan pengukuran tekanan darah didapatkan hasil 7 responden (70%) mengalami peningkatan tekanan darah dan 3 responden (30%) mengalami tekanan darah yang tetap.

  Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Lama Penggunaan KB Hormonal dan Obesitas Dengan Kejadian Hipertensi pada Pasangan Usia Subur (PUS) di B.

   Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui KB hormonal masih menjadi pilihan terbanyak dalam berKB pada sebagian besar masyarakat. Manfaat besar yang diperoleh dari penggunaan alat kontrasepsi untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk juga memberikan efek samping bagi para penggunanya. Efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi diantaranya yaitu nausea, nyeri payudara, hematoma, gangguan haid, hipertensi, acne, dan penambahan berat badan. Efek samping yang terjadi terhadap kesehatan dikarenakan hormon yang terkandung dalam kontrasepsi tersebut bila digunakan dalam jangka waktu yang lama ternyata dapat menimbulkan berbagai efek, yang salah satunya adalah hipertensi.

  Berdasarkan uraian tersebut penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Adakah hubungan lama penggunaan KB hormonal dan obesitas dengan kejadian hipertensi pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga Tahun 2015?” C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan umum Mengetahui hubungan lama penggunaan KB hormonal dan kejadian obesitas dengan kejadian hipertensi pada Pasangan Usia Subur

  (PUS) di Wilayah Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga. Tujuan khusus a.

  Mengidentifikasi karakteristik Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan umur, pekerjaan dan jenis kontrasepsi di Wilayah Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga.

  b.

  Mengidentifikasi lama penggunaan KB hormonal, kejadian obesitas dan kejadian hipertensi pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga c. Menganalisis hubungan lama penggunaan KB hormonal dan kejadian obesitas dengan kejadian hipertensi pada Pasangan Usia

  Subur (PUS) di Wilayah Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis Untuk mendapatkan tambahan teori tentang terjadinya hipertensi sebagai akibat dari penggunaan KB hormonal dan obesitas.

2. Manfaat Praktis a.

  Bagi Pasangan Usia Subur (PUS) Diharapkan hasil penelitian ini dapat sebagai gambaran tentang efek sampling dari KB hormonal dan obesitas sehingga Pasangan Usia Subur (PUS) dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai.

  b.

  Bagi Tempat Penelitian (Puskesmas Rembang) institusi kesehatan (bidan) tentang efek samping KB hormonal dan obesitas sehingga petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan atau pelayanan yang efektif.

  c.

  Bagi Tenaga Kesehatan Masukan bagi bidan dan tenaga kesehatan terkait dalam rangka memberikan konseling tentang efek samping penggunaan alat kontrasepsi hormonal.

  d.

  Bagi Peneliti Untuk memperluas wawasan peneliti tentang peningkatan berat badan pada akseptor KB hormonal sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan dan penyuluhan agar tidak terjadi masalah hipertensi dan gangguan kesehatan lainnya.

E. Keaslian Penelitian 1.

  Pramono (2010) tentang “Hubungan antara Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Suntik Depoprovera dengan Kejadian Hipertensi pada Wanita Usia Subur di Desa Kepoh Kecamatan Jati Kabupaten Blora”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif corelasi dengan pendekatan

  cross sectional . Pengambilan sampel dengan sampling jenuh dengan

  jumlah populasi sebesar 46 wanita usia subur dan sampelnya sebesar 33 wanita usia subur. Hasil uji statistik diskriptif rata-rata lama pengunaan kontrasepsi hormonal suntik depoprovera adalah 4,4 tahun, jumlah wanita usia subur yang menderita hipertensi berdasarkan tekanan sistolik menderita hipertensi berdasarkan tekanan diastolic sebanyak 4 responden (12,12%). Berdasarkan hasil uji korelasi product moment diketahui bahwa “tidak ada hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal suntik depoproveradengan kejadian hipertensi sistolik (r : 0,121, value : 0,504) dan tidak ada hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi suntik depoprovera dengan kejadian hipertensi diastolik (r : 0,174, value : 0,333).

  P value lebih besar dari alpha 0,05. Sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal suntik dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur di Desa Kepoh Kecamatan Jati Kabupaten Blora.

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan, pendekatan, teknik sampel dan analisa data yang digunakan. Sedangkan untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang lama penggunaan kontrasepsi dengan hipertensi.

  2. Lestari (2013) tentang “Hubungan Lama Penggunaan Metode Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Hipertensi Di RW 02 Kelurahan Ngaliyan Semarang”. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah akseptor KB yang berdomisili di RW 02 Kelurahan Ngaliyan Semarang dengan jumlah populasi 134 dan sampel yang diperoleh adalah 100 responden.

  Teknik sampling menggunakan metode purposive sampling. Analisa data bivariat dengan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat kejadian hipertensi di RW 02 Kelurahan Ngaliyan Semarang (p=0,034) dan ibu yang lama menggunakan metode kontrasepsi hormonal 2,954 kali beresiko terkena hipertensi dibandingkan dengan ibu yang tidak lama menggunakan metode kontrasepsi hormonal (OR=2,954).

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan, pendekatan, teknik sampel dan analisa data yang digunakan. Sedangkan untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang lama penggunaan kontrasepsi dengan hipertensi

  3. Kurniawati (2010) tentang “Hubungan Pemakaian Kontrasepsi Pil KB Kombinasi dengan Tekanan Darah Tinggi pada Wanita Pasangan Usia Subur di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Kota Administrasi Jakarta Barat Tahun 2010”. Penelitian adalah case control, dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, pada Bulan Pebruari-Maret 2010 dengan jumlah sampel 96 responden. Sampel kasus adalah wanita PUS dengan hasil pemeriksaan tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg. Hasil penelitian adalah pemakaian pil KB kombinasi behubungan bermakna dengan tekanan darah tinggi OR 3,51 (95% CI 1,03–11,91), pernah memakai OR 2,71(95% CI; 0,71–10,32). Faktor yang mempengaruhi hubungan pemakaian pil KB kombinasi dengan tekanan darah tinggi pada wanita PUS adalah umur, riwayat keluarga tekanan darah tinggi dan obesitas.

  Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian yang digunakan, untuk persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang lama penggunaan kontrasepsi dengan hipertensi.