BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Bahan Ajar - PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENULIS CERPEN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BAGI PESERTA DIDIK KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) - repository perpustaka

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Bahan Ajar a. Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan

  pendidik/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. (National Center for Vocational Education

  Research Ltd/National Center for Competency Based Trainingdalam

  Prastowo, 2007). Sedangkan pengertian bahan ajar menurut Prastowo (2013: 16) seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan peserta didik untuk belajar. Pannen (2001) dalam Prastowo, (2013: 17) mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah bahan- bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. KTSP (2010: 146) mengartikan bahwa bahan ajar secara garis besar terdiri atas pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang dipelajari peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.

  Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahanajar adalah segala bahan baik cetak maupun noncetak yang digunakanoleh guru untuk membantu peserta didik sewaktu pembelajaran berlangsung,dengan tujuan pembelajaran sesuai kurikulum b. Jenis Bahan Ajar

  Menurut Prastowo (2013: 39-43) beberapa kriteria yang menjadi acuan dalam membuat klasifikasi jenis bahan ajar tersebut adalah berdasarkan bentuknya, cara kerjanya, dan sifatnya. 1)

  Bahan Ajar Menurut Bentuknya Pengembangan bahan ajar menurut bentuknya ada empat macam yaitu bahan cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandang dengar, dan bahan ajar interaktif.

  a) Bahan cetak (printed) adalah sejumlah bahan yang disiapkan dalam bentuk kertas, yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi misalnya hand out, buku, modul, diktat, poster, lembar kerja peserta didik, foto, gambar.

  b) Bahanajar dengar (audio)yaitu semua sistemyang menggunakan sinyal radio secara langsung, yang dapat dimainkan atau didengar oleh seseorang atau sekelompok orang. Contohnya, kaset, radio, piringan hitam, dan compack disk. c) Bahan ajar pandang dengar (audiovisual),yakni segala sesuatu yang memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak sekuensial. Contohnya, compact disk video, dan film.

  d) Bahanajarinteraktif (interactive teaching materials),yakni kombinasi dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar, animasi, dan video) yang oleh penggunanya dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu perintah dan/atau perilaku alami dari suatu presentasi. Contohnya, compact disk interaktive.

  2) BahanAjar Menurut Cara Kerjanya

  Menurut cara kerjanya, bahan ajar dibedakan menjadi lima macam, yaitu bahan ajar yang tidak diproyeksikan, bahan ajar yang diproyeksikan, bahan audio, bahan ajar video, dan bahan ajar komputer.

  a) Bahan ajar yang tidak diproyeksikan, yakni bahan ajar yang tidak memerlukan perangkat proyektor untuk memproyeksikan isi didalamnya, sehingga peserta didik bisa langsung memperguna- kan (membaca, melihat, dan mengamati) bahan ajar tersebut.

  Contohnya, foto, diagram, display, model, dan lain sebagainya.

  b) Bahan ajar yang diproyeksikan,yaknibahanajaryang memerlukanproyektor agar bisa dimanfaatkan dan/atau dipelajari pesertadidik.Contohnya, slide, filmstrips, overbead tranparencies,dan proyeksi komputer. c) Bahan ajar audio, yakni bahan ajar yang berupa sinyal audio yang direkam dalam suatu media rekam. Untuk menggunakannya, kita mesti memerlukan alat pemain (player) media rekam tersebut, seperti tape compo, CD player, VCD player, dan lain sebagainya.

  Contoh bahan ajar seperti ini adalah kaset, CD, flash disk, dan lain-lain.

  d) Bahan ajar video, yakni bahan ajar yang memerlukan alat pemutar yang biasanya berbentuk video tape player, VCD player, DVD player. Bahan ajar ini hampir mirip dengan audio, hanya saja bahanjar ini dilengkapi gambar. Jadi dalam tampilannya, dapat diperoleh sajian gambar dan suara.

  e) Bahan ajar (media) komputer, yakni berbagai jenis bahan ajar noncetak yang membutuhkan komputer untuk menayangkan suatu untuk belajar. Contohnya, computer based multimedia.

  3) Bahan Ajar Menurut Sifatnya

  Bahan ajar ini dapat dibagi menjadi empat macam, sebagaimana disebutkan berikut ini.

  a) Bahan ajar yang berbasiskan cetak, misalnya buku, pamflet, panduan belajar peserta didik, bahan tutorial, buku kerja peserta didik, peta, chart, foto bahan dari majalah serta koran, dan lain sebagainya.

  b) Bahan ajar berbasis teknologi, misalnya siaran radio, slide, film,

  audio cassette, siaran televisi, video interaktif multimedi c) Bahan ajar yang digunakan untuk pratik atau proyek, misalnya lembar observasi, lembar wawancara.

  d) Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama untuk keperluan pendidikan jarak jauh), misalnya telepon, handphone.

  4) Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

  Dalam pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia bahan ajar atau sumber belajar memegangperan penting. Suryaman, (2013) mengatakanbahwa bahan ajar atau materi ajar merupakan seperangkat materi pembelajaran(teaching materials) yang secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia. Bahan ajar atau sumber belajar yang berupa buku teks, buku referensi, buku pengayaan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam prosespembelajaranbahasaIndonesiayangkeberadaannya sangatlahpenting bagi peserta didik maupun guru. Salah satu tugas utama pendidik adalah merencanakan pembelajaran. Di dalam tugas perencanaan pembelajaran itu terdapat terdapat bagian berupa bahan ajar. Oleh karena itu, guru dituntut untuk dapat menyiapkan dan membuat bahan ajar. Hal tersebut disebutkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20 (dalam Suryaman:2013) dinyatakan bahwa pendidik diharapkan mengembangkan materi pembelajaran.

  Hal itu dipertegas melalui Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses yang berbunyi perencanaanproses pembelajaran yang mensyaratkan pendidik untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu komponen RPP adalah materi ajar. Dengan demikian, pendidik harus mengembang- kan materi ajar atau bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.

  Guru hendaknya di dalam menyusun bahan ajar secara runut, logis, kontekstual dan mutakhir, artinya bahan ajar disusun dari yang sederhana ke yang kompleks, mudah ke yang sulit, keluasan dan kedalaman bahan ajar disesuaikan dengan potensi peserta didik.

  Bahan ajar juga dirancang dengan menggunakan sumber yang bervariasi. Beberapa persoalan berikut terkait dengan sumber belajar BahasaIndonesiaSMP kelas IX yang masih menggunakan kurikulumKTSP, khususnya kompetensi menulis cerpen yang selama ini belum tersedianya bahan ajar yang membahas tentang menuliscerpen. Berdasarkan kenyataan sepertiyang sudah digambarkantersebut maka masalah ketersediaan sumber belajar berupa media cetak seperti bahan ajar, lembar kerja peserta didik, buku teks yang idial, buku referensi, dan buku pengayaan, serta buku-buku penunjang yang lain perlu mendapat penanganan yang serius dari berbagai pihak. Terlaksananya proses pembelajaran yang diharapkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya akan menjadi angan-angan setiap pendidik apabila bahan ajar bahasa Indonesia khususnya menulis cerpen tidak terpenuhi. Jika hal tersebut tidak segera teratasi tentu proses pembelajaran tidak dapat optimal. Hal tersebut dialami oleh guru Bahasa Indonesia di dalam memberikan materi menulis cerpen.

  Dampak negatif tersebut di antaranya, 1) guru menjadi tidak bergairah di dalam proses pembelajaran, 2) proses pembelajaran menjadi seadanya karena tidak adanya sumber belajar yang memadai, 3) kreativitas guru terhambat karena sibuk mencari referensi yang mendukung proses pembelajaran. Atas dasar tersebut peneliti akan mencoba melakukan penelitian dan pengembangan bahan ajar (modul) Bahasa Indonesia untuk peserta didik SMP kelas IX, kompetensi menulis cerpen. Dengan menyusun bahan ajar menulis cerpen berdasarkan kurikulum KTSP dan uji produk pada tim ahli dan pengguna diharapkan, 1) bahan ajar dapat digunakan dan dipahami peserta didik, 2) penggunaan bahan ajar dapat memberi hasil belajar peserta didik sehingga hasil belajar sesuai yang diharapkan, 3) dapat menjadi salah satualternatif memenuhi kebutuhan guru dan peserta didik terhadap kebutuhan pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan ketentuan kurikulum.

  Meskipun bahan ajar yang dikembangkan sebatas pada cakupan materi menulis cerpen, peneliti berharap melalui penelitian ini dapat memberikan manfaat yang berarti terutama guru bahasa Indonesia SMP kompetensi dasar menulis cerpen. Merujuk pada penentuan dalam penelitian dan pengembangan bahan ajar berujud modul, maka di bawah ini dijelaskan tentang modul.

2. Modul a.

  Pengertian Modul Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.

  Prastowo, (2013: 106) mengartikan modul sebagai sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik.

  Senada dengan itu, Surahman(dalam Prastowo, 2013: 105) mengatakan bahwa modul merupakan satuan program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari oleh peserta didik secara perorangan setelah peserta didik menyelesaikan satu satuan dalam modul.

  Dari beberapapandangan diatas dapat disimpulkan bahwa modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari seorang pendidik. b.

  Fungsi Modul Sebagai salah satu satu bentuk bahan ajar, modul memiliki fungsi sebagai berikut: 1) bahan ajar mandiri. Penggunaan dalam pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan peserta didik untuk belajar. 2) pengganti fungsi pendidik maksudnya modul mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat kemampuan dan usia mereka.

  3) Sebagai alat evaluasi maksudnya peserta didik dituntut untuk bisa menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang dipelajari.

  4) Sebagai bahan rujukan maksudnya modul karena mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh peserta didik maka modul juga memilih fungsi rujukan.

  c.

  Struktur Modul Berdasarkan pengertian dan fungsi modul tersebut peneliti tulis format modul menurut Prastowo, (2013: 142)

Tabel 2.1. Struktur Isi Modul

  No Isi modul sesuai struktur

  1 Judul modul

  2 Kata pengantar

  3 Daftar isi

  4 Daftar tabel/ gambar

  5 Latar belakang

  6 Deskripsi singkat

  No Isi modul sesuai struktur

  7 Kompetensi Dasar / Indikator / Tujuan

  8 Peta Konsep

  9 Petunjuk penggunaan modul

  10 Materi pokok

  11 Uraian materi

  12 Ringkasan

  13 Latihan / tugas

  14 Tes mandiri / penilaian/ uji kompetensi

  15 Kunci jawaban

  16 Tindak lanjut

  17 Glosarium

  18 Daftar Pustaka

  19 Lain – lain d.

  Langkah-langkah Menyusun Modul Dalam menyusun sebuah modul, ada empat tahapan yang mesti dilalui, menurut Prastowo,(2013: 118-125) yaitu : 1)

  Analisis Kurikulum Tahapbertujuanuntuk menentukan materi-materi mana yangmemerlukanbahan ajar. Analisis dilakukan dengan melihat inti materi, yang diajarkan serta kompetensi dan hasil belajar. 2)

  Menentukan Judul Modul Setelah analisis kurikulum selesai dilakukan, tahapan berikutnya yaitu menentukan judul modul. Untuk menentukan judul modul, maka kita harus mengacu pada kompetensi dasar atau materi pokok yang ada dalam kurikulum. Satu kompetensi dasar dapat dijadikan sebagai judul jika kompetensi itu tidak terlalu besar. Artinya jika kompetensi dasar itu diuraikan menjadi empat materi pokok maka dapat dijadikan sebuah judul, tetapi jika diuraikan dapat menjadi lebih dari empat materi pokok, maka perlu dipertimbangkan judulnya. 3)

  Pemberian Kode Modul Untuk memudahkan kita dalam penyususunan modul. Pada umumnya kode modul berupa angka-angka yang diberi makna.

  4) Penelitian Modul

  Ada lima hal penting yang dapat kita jadikan acuan dalam pembuatan modul yaitu, (a)

  Perumusan Kompetensi Dasar Rumusan Kompetensi Dasar adalah spesifikasi yang semestinya sudah dimiliki oleh peserta didik.

  (b) Penentuan alat penilaian

  Evaluasi dapat langsung disusun setelah ditentukan kompetensi dasar yang akan dicapai.

  (c) Penyusunan Materi

  Materi modul sangat bergantung pada kompetensi dasar yang akan dicapai. Apabila yang digunakan dalam materi modul adalah referensi-referensi mutakhir yang memiliki relevansi dari berbagai sumber (contohnya buku, internet, majalah, atau jurnal hasil penelitian) maka itu akan baik. Tugas-tugas juga harus ditulis secara jelas dan tidak membingungkan guna mengurangi pertanyaan peserta didik tentang hal-hal yang mestinya dapat mereka kerjakan. Judul diskusi dan dengan siapa, berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam diskusi dijelaskan secara gamblang.

  Kemudian penggunaan kalimatyang disajikan pun tidak boleh terlalu panjang. Intinya sederhana, singkat, jelas, dan efektif.

  Dengan demikian, peserta didik akan mudah memahaminya. (d)

  Urutan Pengajaran Urutan pengajaran dapat ditulis dalam petunjuk penggunaan modul.

  (e) Struktur Bahan Ajar (modul)

  Struktur modul bergantung pada karakter materi yang akan disajikan, ketersediaan sumber daya, dan kegiatan belajar yang bakal dilaksanakan. 5)

  Tujuan Penggunaan Modul Dalam proses pembelajaran antara lain: 1) sebagai penyedia informasi dasar, karenadalam modul disajikan berbagai materi pokok yang masih dikembangkan lebih lanjut, 2) sebagai bahan intruksi atau petunjuk peserta didik, 3) sebagai bahan pelengkap dengan ilustrasi dan foto yang komunikatif, 4) sebagai petunjuk mengajar yang efektif bagi pendidik serta menjadi bahan untuk berlatih bagi peserta didik dalam melakukan penilaian sendiri.

3. Menulis Cerita Pendek a.

  Menulis Menulis merupakan kegiatan kreatif, memberikan kepada kita untuk bermimpi, bermain-main dengan imajinasi. Selain itu, menulis juga tidak hanya menciptakan kekayaan intelektual, tetapi juga bisa menjadi wadah untuk menumpahkan segenap perasaan kita, semua perasaan yang tidak bisa kita sampaikan secara langsung. Kompetensi ketrampilan menulis merupakan kompetensi bahasa yang paling akhir dikuasai pembelajar bahasa setelah kompetensi mendengarkan, membaca, berbicara. Menguasai keterampilan menulis sangatlah kompleks, karena harus menguasai aturan tata tulis, ejaan, diksi, dan penyususunan kalimat. Dilihat dari kompetensi berbahasa, menulis adalah aktivitas produktif, aktivitas menghasilkan bahasa sebagai media untuk berkomunikasi dengan orang lain tanpa bertatap muka. Tulisan yang dihasilkan itu bisa berupa fiksi dan non fiksi

  Tarigan (2008: 3-4) mengatakan bahwa menulis merupakan kegiatan produktif dan ekspresif. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, tetapi melalui latihan yang banyak dan teratur. Jadi keterampilan menulis dapat dipelajari, dan latihannya. Sukirno (2013: 3) mengatakan bahwa menulis kreatif adalah menuangkan gagasan secara tertulis atau melahirkan daya cipta berdasakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau karangan dalam teks. Jadi belajar menulis adalah proses belajar yang dapat mewujutkan aktivitas peserta didik menuangkan gagasan secara tertulis atau melahirkan daya cipta berdasarkan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau karangan. Nurgiyantoro (2013: 425) mengatakan bahwa menulis adalah aktivitas aktif produktif, aktivitas menghasilkan bahasa. Dilihat dari pengertian secara umum, menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan melalui media bahasa. Yang pertama menekankan unsur bahasa, sedang yang kedua gagasan. Supaya komunikasi tidak langsung lewat lambang tulis dapat seperti yang diharapkan, peneliti haruslah menuangkan gagasannya ke dalam bahasa yang tepat, pilihan kata yang baik dan penggunaan kalimat yang teratur baik pada tulisan fiksi dan non fiksi.

  Dari pengertian menulis seperti yang diungkapkan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis sebagai alat komunikasi yang tidak langsung, yang memudahkan kita untuk merasakan segala yang kita rasakan, memperdalam daya tanggap atau persepsi kita, memecahkanmasalah-masalah yang kita hadapi, dan dapat menyumbangkankecerdasan, serta mengungkapkan gagasan/ide melalui bahasa.

  b.

  Cerita pendek Karya imajinatif, kreatif, dan estetis salah satu di antaranya adalah cerita pendek (cerpen). Cerpen merupakan salah satu jenis cerita fiksi (Nurgiyantoro, 2013: 11). Cerpen sesuai dengan namanya adalah cerita pendek . akan tetapi, berupa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tidak ada satu kesepakatan diantara para pengarangdan para ahli. Menurut Edgar Allan Poe (dalam Nurgiyantoro, 2013: 12) cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Cerpen atau cerita pendek sebagai karya fiksi yang merupakan karya rekaan mempunyai unsur estetika yang membangun dari dalam karya sastra cerpen (intrinsik), dan unsur pembangun dari luar karya sastra (ekstrinsik).

  Sedangkan Nurgiyantoro (2013: 12) mengatakan bahwa cerpen adalah karya fiksi yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik dan mempunyai unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detail-detail khusus yang “kurang penting” yang lebih memperpanjang cerita. Senada dengan pendapat-pendapat tersebut, Nuryatin, (2010: 2) mengatakan bahwa cerpen adalah cerita fiksi atau rekaan atau fiction yaitu sesuatu yang dikonstruksikan, dibuat-buat atau dibuat. Masih menurut Nuryatin, (2010: 2) cerpen secara etimologi merupakan karya fiksi atau sesuatu yang dikonstruksikan, ditemukan, dibuat atau dibuat-buat. Hal itu berarti bahwa cerpen tidak terlepas dari fakta, yang kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan; cerita pendek memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi pada satu ketika.

  Ada pula pendapat Soebachman, (2014: 68) mengatakan bahwa cerpen adalah salah satu ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering kali disebut kisahan prosa pendek. Sukirno, (2013: 83) cerpen adalah cerita yang isinya mengisahkan peristiwa pelaku cerita secara singkat dan padat tetapi mengandung kesan yang mendalam.peristiwa itu dapat nyata atau imajinaso saja.

  Dari beberapa pendapat para ahlitersebut dapat disimpulkan bahwaceritapendek rampung baca sekali duduk, dialog hanya diperlukan untuk menampakkan watak, atau menjalankan cerita atau menampilkan problem, memiliki unsur topik, latar, sudut pandang, alur, dan penokohan yang digunakan oleh pengarang untuk menampilkan cerita yang menarik dari tokoh cerita tersebut.

  c.

  Unsur Pembangun Cerita Pendek Dalam menulis cerpen, seorang peneliti disarankan memahami unsur pembanguncerpen.Menurut Nuryatin, (2010: 4-15) mengemuka- kan unsur-unsur cerita pendek adalah sebagai berikut. 1)

  Tema dan amanat Tema adalah ide sentral sebuah cerita. Tema cerpen adalah dasar cerita, yaitu suatu konsep atau ide atau gagasan yang menjadi dasar diciptakannya sebuah cerita pendek. Cerpen harus mempunyai tema atau dasar. Selain tema sebagai dasar dari cerpen, dalam sebuah cerpen terkadang terdapat pemecahan persoalan yang ada. Pemecahan persoalan itu itu disebut dengan amanat. Amanat dapat juga diartikan sebagai pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

2) Tokoh dan Penokohan.

  Tokoh cerita atau character adaalh pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan. Dalam cerpen tokoh cerpen tidak harus berwujud manusia melainkan juga dapat berupa binatang atau suatu obyek yang lain yang biasanya merupakan bentuk personifikasi manusia (Nurgiyantoro 2005: 222- 223). Dilihat dari perannya dalam sebuah cerita secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan ayau tokoh sampingan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran utama dalam cerita, dan tokoh tambahan atau sampingan ialah tokoh lain yang menjadi pendukung bagi jalannya cerita. Penokohan gambaran rupa atau watak lakon atau cara menampilkan tokoh- tokoh. Dalam pengertian lebih luas, penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenahi tokoh cerita baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa: pandangan hidup, sikap, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya.

  Masalahpenokohan adalah masalah bagaimana cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh,bagaimanamembangundan mengembangkanwatak tokoh-tokoh tersebut dalam suatu karya sastra. Penokohan dan perwatakan dapat muncul dari duolog dan

  

dialog. Duolog adalah percakapan antara dua orang, sedang dialog

  ialah kata-kata yang diucapkan para tokoh, dalam percakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Ada juga monolog yaitu cakapan yang seakan-akan menjelaskan kejadian-kejadian yang sudah lampau, peristiwa-peristiwa dan perasaan-perasaan yang sudah terjadi.

  3) Alur

  Alur merupakan terjemahan inggris plot. Alur adalah sambung- sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi juga menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan sambung-sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebuah cerita. Sebuah cerita bermula dan berakhir, dan antar awal dan akhir inilah terlaksana alur itu. Berdasarkan hukum alur Aristoteles, sebuah plot terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end). Tahap awal cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan, berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya, khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan, serta konflik yang melibatkan tokoh. Tahap tengah disebut juga tahap pertikaian, menampilkan konflik yang sudah mulai dibangun pada tahap awal, konflik menjadi semakin meningkat sampi pada klimaks atau puncak. Tahap akhir disebut juga tahap peleraian. Menampilkan adegan tertentu yang merupakan penyelesaian dari konflik yang terjdi pada klimaks. Dalam pembagian lain, tahapan alur dapat dikelompokkan menjadi lima. Tertama, tahap situation (tahap penyituasian), yakni tahap yang berisi pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap kedua, tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), yaitu tahap munculnya konfliks. Tahap ketiga, tahap rising action (tahap peningkatan konflik), yaitu tahap meningkatnya intensitas konflik.

  Tahap keempat, climax (tahap klimak), yakni tahap yang berisi puncak intensitas konflik. Kelima, tahap denouement ( tahap penyelesaian) yakni tahap yang berisi penyelesaian atau solusi dan konflik.

  Alur cerita dapat dikatagorikan ke dalam beberapa jenisyang berbeda berdasarkan kriteria urutan waktu, kepadatan dan jumlah.

  Berdasarkan urutan waktu alur dapat dibedakan menjadi dua yaitu, (1) alur maju, atau lurus, atau progresif, (2) alur mundur, sorot balik, flash-back atau alur regresif. Apabila cerita disusun secara berurutan, mulai dari kejadian awal lalu diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya hingga akhir disebut alur maju. Apabila cerita disusun dengan cara pengungkapan kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka cerita yang demikian itu disebut beralur sorot balik. Sedangkan cerita yang disusun secara berurutan bermula dari kejadian-kejadian awal menuju akhir, tetapi di sana-sini diselipkan pengungkapan kembali peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah terjadi sebelumnya, maka cerita yang demikian itu disebut dengan alur campuran.

  4) Latar/setting

  Istilah latar adalah terjemahan dari istilah Inggris setting suatu cerita terjadi di suatu tempat dan pada waktu tertentu. Waktu dan tempat disebut setting atau latar. Karena aksi tokoh-tokoh terjadi peristiwa tersebut pada suatu waktu dan dalam ruang tertentu. Latar adalah gambaran tentang tempat dan waktu atau masa terjadinya cerita. Latar di dalam cerita biasanya tidak hanya sekedar sebagai petunjuk kapan dan di mana cerita itu terjadi, melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui ceritanya. Latar erat sekali hubungannya dengan tokoh dan peristiwa. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial budaya. (1) Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, (2) latar waktu berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.masalah” kapan”tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. (3) latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam cerita fiksi.

  5) Sudut Pandang

  Sudut pandang atau dalam bahasa Inggris disebut point of view, adalah cara dan / atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

  d.

  Jenis-jenis Cerita Pendek Menurut Nuryatin, (2013: 12) jenis cerpen ada beberapa sudut pandang, antara lain:

  1) Dari Sudut Bentuk

  Dapat dilihatbahwa ada cerpen yang ditulis hanya satubahkan setengah folio, yang berarti ada cerpen yang bentuknya memang betul-betul pendek dan ada cerpen yang panjang. Cerpen yang pendek termasuk dalam term short-short story (cerita pendek yang pendek). Cerpen yang termasuk dalam term ini adalah cerpen-cerpen yang terdapat dalam majalah-majalah maupun surat kabar. Cerpen yang panjang termasuk dalam term long short story (cerita pendek yang panjang).

  2) Ditilik dari Nilai Literernya

  Cerpen ini dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, cerpen yang termasuk golongan yang disebut qualitystories(cerita yang punya nialai/bobot kesastraan), dan kedua, adalah golongan commercial

  (craft) stories, yaitu cerita yang kurang atau tidak memiliki niali atau

  bobot kesastraan. Golongan yang kedua tersebut adalah cerita yang pada umumnya tidak terpancang pada nilai-nilai kesastraan karena cerita itu dibuat dengan maksud untuk dijual dan mencari uang sehingga yang diutamakan adalah dari segi komersial atau segi pemasarannya. Cerpen-cerpen yang di muat dalam majalah- majalah hiburan pada umumnya termasuk dalam golongan ini. 3)

  Dilihat dari Unsur-unsur Fiksi Hampir sama dengan pendapat tersebut di atas, Nurgiyantoro, (2013: 12) cerpen walaupun sama-sama pendek, panjang cerpen itu sendiri bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek sekali: berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (middle short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh ribu kata) e.

  Kriteria Penilaian Cerpen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebuah kurikulum yang menekankan capaian kompetensi kinerja, kompetensi melakukan sesuatu sesuai dengan karakteristik mata pelajaran. KTSP menekankan pentingnya kompetensi kinerja yang aktif produktif dan bukan sekedar pengetahuan verbal yang teoretis (Nurgiyantoro, 2011: 19). Oleh karena itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya menulis cerpen juga membutuhkan penilaian/evaluasi untuk mengetahui kompetensi pesertadidik. Penilaian hasil pembelajaran dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak peserta didik mampu meraih kompetensi yang dibelajarkan sebagaimana yang ditunjuk oleh kurikulum dan dilaksanakan lewat strategi pembelajaran. Maka kriteria penilaian yang sesuai adalah penilaian otentik (authentic assesment). Nurgiyantoro (2011: 22) mengatakan bahwa penilaian merupakan proses sistematis dalampengumpulan,analisis, dan penafsiran informasi yang menentukanseberapa jauh seorang peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan. Airasian, (dalam Nurgiyantoro, 2011: 22) mengatakan bahwaAsesmenmerupakan proses pengumpulan, penafsiran, dan sintesis informasi untuk membuat keputusan. Dengan demikian, pengertian asesment sebenarnya tidak berbedadengan pengertian penilaian.

  Penilaian otentik menekankan kemampuan peserta didik untuk mendemontrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Kegiatan penilaian tidak hanya sekedar menanyakan atau menyadap pengetahuan yang telah diketahuai pembelajar, melainkan berkinerja secara nyata dari pengetahuan dan ketrampilan yang telah dikuasai. Penilaianotentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Stiggin (dalam Nurgiyantoro 2011: 23) penilaian otentik merupakan penilaian kinerja yang meminta pembelajar untuk mendemontrasikanketerampilandankompetensitertentuyang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.

  Dari beberapa pengertian mengenahi penilaian Sukirno, (2013: 129-130) mengatakan bahwa kriteria menulis cerpen sebagai berikut.

1) Kesesuaian cerita dengan tema.

  2) Kreativitas mengembangkan cerita

  3) Kelengkapan unsur yang dimunculkan

  4) Kejelasan pengembangan pelaku cerpen

  5) Keruntutan pengembangan alur cerpen

  6) Kejelasan pengembangan latar terjadinya cerpen

  7) Ketepatan penggunaan pilihan katanya

  8) Ketepatan penggunaan tanda bacanya

  9) Ketepatan penyusunan kalimatnya

  Dari kriteria penilaian cerita pendek tersebut akan disertai rubrik penilaian, yang akan dibahas di dalam BAB III.

B. Pendekatan Kontekstual 1. Pengertian Kontekstual

  Salah satu pendekatan dalam pembelajaran adalah pendekatan kontestual. Pendekatan kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannyadalam kehidupan sehari-hari.(Badan Kepegawaian Daerah, 2003:1). Pendekatan kontekstual hadir di dunia pendidikantampakmemberikandarahsegardalampelaksanaan pembelajaran dikelas. Pendekatan pembelajaran kontekstual hadir untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi antara bahan ajar yang dibelajarkan di sekolah dan kebutuhan nyata yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

  “Contextual teaching and learning is system of instruction based

  on the philosophy that student learn when they see mearning in academic material, and they see mearning in schoolwork when they can connect new information with prior knowledge and their own experience”. (Johnson, 2002: vii).

  Menjelaskan bahwa pembelajaran dan pengajaran kontekstual merupakan sebuah sistem pengajaran yang didasarkan pada sebuah filsafat, tetapi siswa belajar memahami makna dalam materi pembelajaran, dan juga mereka (siswa) memahami makna dalam tugas sekolah dengan mengaitkan informasi yang didapat(informasi baru) dengan pengetahuan dan pengalaman siswa sendiri (mandiri)

  Berdasarkan pengertian tersebut Johnson (dalam Nurhadi, 2004: 12) merumuskan (CTL): ”The CTL system is an educational process that aim to help

  studens see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subject with the context of their daily lives, that is, with the contxt of their personal, social, and cultural circumstances the following eight components: making meaningful connection, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching hight standards, using authentic assesment”

  Sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik melihat makna dalam pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks mereka sehari- hari yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL akan menuntun peserta didikmelalui kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis, dan kreatif, memelihara/merawat pribadi peserta didik, mencapai standar tinggi, dan menggunakan asesment autentik. Dari beberapa pendapat tentang pendekatan kontekstual, maka dapat disimpulkan pendekatan kontestual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari- hari; sementara peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

  Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar saat guru menghadirkandunia nyata ke dalam kelas dan memotivasi peserta didik untuk mengaitkan pengetahuan dengan dunia nyata. Oleh karena itu, penerapan pembelajaran di kelas menggunakan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual.

2. KomponenPendekatan Kontekstual

  Berdasarkanbeberapapendapatahlitentangpengertian kontekstual,terdapat tujuh komponen pembelajaran kontekstual. Adapun komponen utama pembelajaran kontekstual (Nurhadi, 2004: 31-55) adalah: a.

  Konstruktivisme (Constructivisme)

  Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofis) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa peserta didik memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri, dan bergelut dengan ide-ide, kemudian mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Pandangan konstruktivisme strategi lebih diutamakan daripada mengingat pengetahuan Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

  b.

  Inquiri Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (Nurhadi,2004: 43). Pada tahap ini untuk pembelajaran menulis cerita pendek, peserta didik menemukan peristiwa yang pernah dialami, selanjutnya peserta didik membuat kerangka cerpen, kemudian peserta didik mengembangkan kerangka cerpen menjadi cerpen secara individual. Dengan kegiatan ini peserta didik akan menemukan cara-cara yang mudah untuk menulis cerpen.

  c.

  Bertanya (Quetioning) Bertanya adalah induk dari pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan,jantungdaripengetahuan,danaspekpenting pembelajaran.

  Kegiatan ini dapat digunakan secara aktif oleh peserta didik untuk menganalisis dan mengekplorasi gagasan-gagasan. Pertanyaan- pertanyaan spontan yang diajukan peserta didik dapat digunakan untuk merangsang peserta didik berfikir dan berdiskusi. Sedang untuk guru strategi bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan peserta didik dan mendorong peserta didik agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Tahapan ini dapat dilakukan peserta didik dengan menjawab pertanyaan yang ada dalam modul.

  d.

  Masyarakat Belajar (Learning Community) Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa tercipta apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran dapat saling bekerja sama, diskusi, menyelesaikan masalah (Nurhadi, 2004: 47).

  e.

  Pemodelan (modeling) Pemodelan merupakan kegiatanmendemontrasikan, memberi contoh tentang materi pembelajaran dengan tujuan peserta didik meniru.

  Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, model dapat dirancang dengan melibatkan peserta didik (Nurhadi,2004: 50).

  Pada tahapan pemodelan, dapat mendemontrasikan karya peserta didik tentang produk menulis cerpen didepan kelas atau memasangnya di mading sekolah.

  f.

  Refleksi (Reflecktion)

  Refleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran kontekstual. Refleksi berarti cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu.refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Kunci dari semua itu adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap dibenak peserta didik(Nurhadi, 2004: 51).

  Jadi, melaui proses refleksi pengalaman belajar peserta didik tentang menulis cerpen akan semakin bertambah dan memperoleh sesuatu yang baru.

  g.

  Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessment) Authentic Assessment merupakan penilaian berbagai data yang bisamemberikangambaranperkembangan belajar peserta didik. Gambaran perkembangan belajar peserta didik perlu diketahuai oleh guru agar bisa memastikan bahwa peserta didik mengalami proses yang benar. Jadi, penilaian otentik yaitu suatu penilaian yang sebenarnya untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan (Nurhadi, 2004: 52). Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Seluruh tampilan peserta didik dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir berupa produk (Nurgiyantoro,2011:24-25). Penilaian yang sebenarnya merupakan tindakan kompetensi dan kinerja peserta didik secara nyata dengan menggunakan instrumen yang dirancang.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta didik membuat hubung antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual dalam penerapannya menggunakan ketujuh komponenutama meliputi, konstruktivisme, bertanya, menemukan, msyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian otentik.

  Berdasarkan teori belajar Jerome Bruner (dalam Dahan, 2006: 74- 78) tentang penemuan dan teori belajar David Ausubel belajar bermakna.

  Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar peserta didik hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan latihan-latihan untuk menemukan prinsip- prinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan mempunyai beberapa kelebihan antara lain, 1) bertahan lama atau lama diingat, 2) hasil belajar penemuan mempunyai efek tranfer lebih baik, 3) meningkatkan penalaran peserta didik dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara keseluruhan belajar penemuan melatih keterampilan kognitif peserta didik untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

  Hal itu diperkuat dengan teori belajar David Eusabel tentang belajar lebih bermakna sesuai dengan pendekatan kontekstual. Belajar bermakna hanya terjadi bila peserta didik menemukan sendiri pengetahuan.

  h.

  Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual tentu saja tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pendekatan kontekstual di antaranya: 1). Pembelajaran lebih bermakna dan nyata, artinya peserta didik dituntut untuk dapat menhubungkan belajar di sekolah dengan dunia nyata. 2). Memberi kesempatan peserta didik menemukan dan menerapkan idenya sendiri sehingga semakin produktif.

  Dengan demikian peserta didik diharapkan belajar melalui pengalaman bukan hafalan. 3). Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Sedangkan kelemahannya yaitu 1). Guru melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong peserta didik untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang di pelajari dengan kehidupan sehari-hari. Jadi guru berperan sebagi pembimbing dalam belajar. 2).

  Karena mempunyai kelebihan menemukan dan menerapkan idenya sendiri, agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan peserta didik dengan sangat ekstra, agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan. i.

  Aplikasipembelajaran menulis cerpen berpendekatan kontektual(CTL) Adapun pembelajaran menulis cerpen berpendekatan kotekstual yaitu melalui langkah-langkah pembelajaran seperti dikemukakan oleh

  Nurhadi(2004:32) peserta didik mengkontruksi/mengaitkan pengetahuan, dengan mengkontruksi pengetahuan tentang cerpen yang diperoleh melalui membaca cerpen sehinggapeserta didik akan mendapat gambaran unsur pembangun cerpen. Peserta didik mempelajari secara keseluruhan terlebih dahulu, kemudian memperhatikan detailnya, peserta didik memperoleh pengetahuan baru dan memahami tentang unsur pembangun cerpen serta mengaplikannya untuk menulis. Selanjutnya peserta didik menyusun konsep sementara, melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan. Dan atas tanggapan itu konsep tersebut direvisi atau dikembangkan. Pada tahapan ini peserta didik belajar dari lingkungannya melalui wawancara dengan teman atau saudara.dan selanjutnya mempratikkan pengetahuan dan pengalaman, peserta didik menerapkan konsep yang diterima di sekolah dalam kehidupan sehari- hari.misal menulis cerpen yang dialami oleh teman atau saudara.

  Terakhir yang harus dilakukan dalam pembelajaran menulis cerpen melalui berpendekatan kontekstual yaitu melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan yang dimilikinya, jadi peserta didik mengedepankan apa yang baru saja diterimanya sebagai pengetahuan yang baru.

3. Pengembangan Bahan Ajar Menulis Cerpen dengan Pendekatan Kontekstual .

  Untuk menjadikan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada kompetensi dasar menulis cerpen, lebih diminati, dan menyenangkan peserta didik maka pembelajaran Bahasa Indonenesia tidak bisa dipisahkan dari pengalaman dan lingkungan sehari-hari. Pembelajaran menggunakan bahan ajar modul menjadikan pengalaman dan lingkungan sekeliling peserta didik dalam proses pembelajaran akan sangat membantu peserta didik untuk meningkatkan minat dan hasil pemahaman peserta didik.

  Seperti sudah permasalahan yang sudah dipaparkan pada latar belakang masalah, yaitu hasil belajar pada kompetensi menulis cerita pendek masih rendah, buku teks yang tidak mengakomodir kebutuhan peserta didik untuk terampil menulis cerpen. Maka salah satu yang diharapkan untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan modul bahasa Indonesia tentang menulis cerpen dengan pendekatan kontekstual. Pemilihan berpendekatan kontekstual dalam penyususunan modul didasarkan pada keyakinan bahwa pendekatan kontekstual ini sesuai untuk karakteristik peserta didik dimana materi disusun dengan mengedepankan aspek pengalaman hidup peserta didik sehari-hari. Di samping itu, penyusunan modul pembelajaran menulis cerpen menjadikan pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru sebagai satu-satunya sumber informasi melainkan pada peserta didik sendiri yang harus aktif. Guru hanya mendampingi dan mengarahkan.

  Oleh karena itu, diperlukan sebuah bahan ajar yang dapat menjadikan peserta didik aktif, kreatif, dan senang belajar.pembelajaran menulis cerpen di sekolah mendapat alokasi waktu lima jam pelajaran, dengan waktu yang demikian singkat, niscaya peserta didik tidak akan terampil untuk menghasilkan sebuah produk cerpen. Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis cerpen membuat peserta didik menjadi terbiasa melakukan pratik secara langsung.

C. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

  Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, partisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. (KTSP: 2006) Pembelajaranbahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan Indonesia.

  Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, nasional dan global.

  Dalam konteks mata pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTS, para guru mengembangkan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berdasarkan KTSP. Hal-hal yang perlu dikembangkan adalah materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pembelajaran serta sumber belajar. Sumber untuk mengembangkan kurikulum kedalam unsur-unsur ini haruslah berupa rujukan yang terpercaya, seperti keilmuan mata pelajaran, teori-teori belajar, sumber belajar, sumber kutipan wacana, baik prosa, puisi, maupun drama.