BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori - ISRALINIA VERCIDYAR RIZKA BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

  1. Tanggung Jawab

  a. Pengertian Tanggung Jawab Kamus Bahasa Indonesia (dalam Wijaya, 2014: 89)

  “tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb)

  ”. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang mampu memenuhi hak dan kewajibannya. Sikap tanggung jawab akan tercermin dalam pengorbanan dan kesetiaan seseorang mengerjakan atau melaksanakan tugas-tugas yang dipilihnya atau dipercayakan kepadanya. Tanggung jawab harus ditumbuhkan sejak kecil di dalam keluarga, diasah serta dikembangkan pada saat menginjak usia remaja, baik di dalam keluarga maupun di sekolah.

  Terkait dengan pengertian tanggung jawab, Fitri (2012: 112) menya takan “tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan masyarakat ”. Tanggung jawab adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang siswa harus bertanggung jawab kepada guru, orang tua dan diri sendiri. Sikap tanggung jawab merupakan pelajaran yang tidak hanya perlu diperkenalkan dan diajarkan, namun juga perlu ditanamkan kepada peserta didik, baik pada masa pra sekolah maupun sekolah. Peserta didik yang terlatih atau dalam dirinya tercantum nilai-nilai tanggung jawab

  9 kelak siswa akan tumbuh menjadi pribadi yang bersungguh- sungguh dalam menjalankan berbagai aktivitas.

  Arvan (Asmani, 2011: 91) juga berpendapat tentang pengertian tanggung jawab, “tanggung jawab merupakan kata kunci dalam meraih kesuksesan, dimana seseorang yang mempunyai tanggung jawab akan mengeluarkan segala kemampuan terbaiknya untuk memenuhi tanggung jawab tersebut”. Tanggung jawab merupakan bagian dari pendidikan nilai dan karakter yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran. Tanggung jawab bukan merupakan sikap bawaan dari lahir yang sudah ada pada setiap individu, tetapi tanggung jawab merupakan sikap yang butuh pembiasaan dan pengajaran, sehingga diperlukan peran orang lain untuk membiasakannya.

  Sikap tanggung jawab menurut Fitri (2012: 109) memiliki indikator yang dibelajarkan yaitu: 1) Dapat dipercaya dan dapat diandalkan atas sesuatu perbuatan atau tindakan 2) Dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan dan tindakan yang dilakukan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh para pakar dapat disimpulkan tanggung jawab merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki oleh setiap individu karena akan berhubungan nilai moral setiap individu dengan kehidupan di masyarakat. Seorang siswa memiki tanggung jawab terhadap orang tua, teman, guru dan dirinya sendiri. b. Indikator Tanggung Jawab Indikator keberhasilan pendidikan karakter yang dibelajarkan tersebut jika telah dilaksanakan maka diharapkan mencapai suatu keberhasilan yang tercakup dalam indikator keberhasilan berikut ini:

Tabel 2.1 Indikator Keberhasilan Tanggung Jawab

  

No. Nilai Indikator Keberhasilan

  18 Tanggung Jawab

  Mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan baik Bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan Melakukan piket sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan Mengerjakan tugas kelompok secara bersama-sama

  (Fitri, 2012: 43)

  2. Prestasi Belajar

  a. Pengertian Belajar Pengertian belajar dikemukakan oleh Gagne (Susanto,

  2015: 1) dapat didefinisikan sebagai “suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman

  ”. Adapun pendapat Hamalik (Susanto, 2015: 3) menjelaskan bahwa “belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman (learning is defined as the modificator or

  strengthening of behaviour through experiencing ).

  ” Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan.

  Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Abdillah (dalam Aunurrahman, 2010: 35) bahwa

  “Belajar adalah usaha sadar yang dilakukan seseorang dalam perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu ”. Susanto (2015: 4) mengungkapkan bahwa: belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak

  Dari beberapa pengertian belajar dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan seseorang. Perubahan yang dilakukan melalui pengalaman yang dilakukan oleh siswa baik menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.

  b. Pengertian Prestasi Belajar Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 895) mendefinisikan bahwa

  “prestasi belajar merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru ”. Arifin (2014: 12) “prestasi belajar berarti hasil usaha ”. Istilah prestasi belajar dengan berbeda dengan hasil belajar. Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Prestasi belajar menurut Arifin (2014: 12) mempunyai beberapa fungsi utama antara lain :

  1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik. 2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat rasa ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”.

  3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik dimasyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap

  (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didiklah yang diharapakan dapat menyerap seluruh materi pelajaran. Arifin (2014: 13) juga mengemukakan

  “Prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan terhadap peserta didik ”. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari aspek pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk pemberian tugas dan materi dalam jangka waktu tertentu yang hasilnya biasanya berupa angka atau huruf. Prestasi belajar berbeda dengan hasil belajar karena prestasi belajar lebih menekankan kepada aspek pengetahuan sedangkan hasil belajar lebih menekankan kepada pembentukan watak.

  c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam diri maupun dari luar diri individu. Menurut Hamalik (2008: 32-33) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah :

  1) Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan. 2) Belajar memerlukan latihan. 3) Belajar siswa lebih berhasil. 4) Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah berhasil atau gagal dalam belajarnya.

  5) Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar. 6) Pengalaman masa lampau dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh siswa.

  7) Faktor kesiapan belajar. 8) Faktor minat dan usaha. 9) Faktor-faktor fisologi. 10) Faktor intelegensi.

  Faktor-faktor dalam belajar dapat dilihat dari beberapa segi baik dari segi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang disusun sedemikan rupa sehingga kegiatan pembelajaran akan memberikan kontribusi yang baik terhadap siswa. Kegiatan pembelajaran tidak hanya di lakukan oleh guru tetapi harus memberikan latihan kepada siswa, karena siswa memerlukan latihan-latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang agar menumbuhhkan minat dan usaha serta kesiapan siswa dalam proses belajar. Namun kegiatan ini tidak akan lepas dari kondisi siswa baik kesiapan fisik maupun intelegensi yang dimiliki oleh siswa.

  Kondisi ini yang akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru sehingga siswa akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar.

  3. Matematika Sekolah Dasar

  a. Pengertian Matematika Susanto (2015: 185) menyebutkan bahwa “matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan beragumentasi memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”. Kebutuhan akan aplikasi matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan sehari-hari, tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa terutama sejak usia sekolah dasar.

  Adapun Suwangsih dan Tiurlina (2006: 3) menyebutkan bahwa “matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya, kemudian pengalaman diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga terbentuk konsep-konsep matematika

  ”. Konsep-konsep matematika agar mudah untuk dipahami orang lain maka dimanipulasi menggunakan bahasa atau notasi matematika secara universal. Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

  Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tentang pengertian matematika dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang dapat meningkatkan proses berpikir yang diperoleh dari sebuah pengalaman yang menekankan dalam dunia rasio sehingga terbentuklah konsep matematika. Matematika juga memiliki peranan penting dalam memberikan dorongan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Usia siswa sekolah dasar 7-8 tahun hingga 12-13 tahun, menurut teori kognitif Piaget (Susanto, 2015: 183) termasuk pada

  “tahap operasional konkrit”. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya metematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya. Pendapat lain mengenai matematika, dikemukan oleh Suwangsih dan Tiurlina (2006: 16) bahwa

  “Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat digunakan oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya sehari-hari dalam kepentingan lingkungannya, untuk membentuk pola pikir yang logis, sistematis, kritis dan cermat dan akhirnya dapat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain ”. Susanto (2015: 186) mengemukakan: pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

  Berdasarkan pengertian para ahli maka dapat diambil kesimpulan, pembelajaran matematika di sekolah dasar dilaksanakan pada usia 7-8 tahun hingga 12-13 tahun. Pembelajaran matematika dibangun untuk membentuk pola pikir yang logis, sistematis, kritis dan cermat dan meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru pada siswa.

  c. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Menurut Depdiknas (Susanto, 2015: 189) secara khusus tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut:

  1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonse, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.

  2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dan generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain menjelaskan keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

  d. Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Depdiknas (2009: 1) secara umum terdapat empat tahapan aktivitas dalam rangka penguasaan materi pelajaran matematika di dalam pembelajaran, yaitu:

  1) Penanaman Konsep Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini pengajaran memerlukan penggunaan benda konkrit sebagai alat peraga.

  2) Tahap Pemahaman Konsep Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkrit sampai pada akhirnya tidak diperlukan lagi.

  3) Tahap Pembinaan Keterampilan Tahap pembinaan keterampilan merupakan tahap yang tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat peraga sudah tidak boleh digunakan lagi.

  4) Tahap Penerapan Konsep Tahap penerapan konsep yaitu penerapan konsep yang sudah dipelajari ke dalam bentuk soal-soal terapan (cerita) yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap ini disebut juga sebagai pembinaan kemampuan memecahkan masalah.

  Berdasarkan uraian diatas tujuan dari pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah tidak hanya pada tahap penanaman konsep saja melainkan terdapat beberapa tahapan yang seharusnya dilalui oleh siswa yaitu tahap penanaman konsep, tahap pemahaman konsep, tahap pembinaan keterampilan dan tahap penerapan konsep. Empat tahapan ini jika dilakukan dengan baik dan berurutan dalam proses pembelajaran siswa dapat menguasai materi secara maksimal baik dari penanaman konsep hingga penerapan konsep.

  4. Bangun Ruang

  a. Pengertian Bangun Ruang Suharjana (2008: 5) “bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut ”. Permukaan bangun itu di sebut sisi. Bangun-bangun ruang yang terbentuk oleh perpotongan ruas garis- ruas garis mempunyai bagian-bagian: rusuk, titik sudut, dan sisi.

  b. Macam-Macam Bangun Ruang dan Jaring-Jaring 1) Kubus

  Sifat-sifat bangun kubus sebagai berikut: a) Sisinya = 6 buah, yaitu: ABCD, AEHD, DHGC, CGFB.

  b) Rusuknya = 12 buah, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, HE.

  c) Titik sudutnya = 8 buah, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, H.

  Jaring-Jaring Kubus

Gambar 2.1 Kubus dan jaring-jaring kubus

  2) Balok

  Jaring-Jaring Balok

Gambar 2.2 Balok dan jaring-jaring balok

  3) Prisma Segitiga Sifat-sifat prisma tegak segitiga:

  a) Memiliki 2 sisi berbentuk segitiga dan 3 sisi berbentuk persegi panjang b) Memiliki 9 rusuk

  c) Memiliki 6 titik sudut Jaring-Jaring Prisma Segitiga

Gambar 2.3 Prisma segitiga dan jaring-jaring prisma segitiga

  4) Limas Segiempat dan Segitiga

  1) Limas Segiempat Sisi = 5 buah Rusuk = 8 buah Titik sudut = 5 buah

  2) Limas Segitiga

  Sisi = 4 buah Rusuk = 6 buah Titik sudut = 4 buah

  Jaring-Jaring Limas Segiempat Jaring-Jaring Limas Segitiga

Gambar 2.4 Limas dan jaring-jaring limas

  5) Tabung Sifat-sifat tabung sebagai berikut;

  1) Tabung mempunyai sisi sebanyak 3 buah yaitu sisi atas, sisi alas, dan selimut tabung. 2) Tidak mempunyai titik sudut. 3) Bidang atas dan bidang alas berbentuk lingkaran dengan ukuran sama. 4) Memiliki sisi lengkung yang disebut selimut tabung. 5) Jarak bidang atas dan bidang alas disebut tinggi tabung. Jaring-Jaring Tabung

Gambar 2.5 Tabung dan jaring-jaring tabung

  6) Kerucut

  Sifat-sifat kerucut sebagai berikut.

  6

  2 1 2 + 0 = 2 2 ≠ 1 + 2 Tabung 1 1 + 0 = 1 1 ≠ 0 + 2

  7 12 7 + 7 = 14 14 = 12 + 2 Kerucut

  7

  5 8 5 + 5 = 10 10 = 8 + 2 Limas Segienam

  5

  10 15 7 + 10 = 17 17 = 15 + 2 Limas Segiempat

  7

  6 9 5 + 6 = 11 11 = 9 + 2 Prisma Segilima

  5

  8 12 6 + 8 = 14 14 = 12 + 2 Prisma Segitiga

  6

  8 12 6 + 8 = 14 14 = 12 + 2 Balok

  Rusuk Kubus

  1) Alasnya berbentuk lingkaran. 2) Memiliki 1 rusuk lengkung 3) Memiliki sisi lengkung yang disebut selimut kerucut.

  Titik Sudut

  Rusuk Sisi

  Titik Sudut & Banyak

  Hubungan Jumlah Sisi

  Sisi + Titik Sudut

  Banyaknya Jumlah

  Nama Bangun Ruang

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Bangun Ruang

  c. Sifat-Sifat Bangun Ruang Adapun ringkasan materi sifat-sifat bangun ruang dapat diperoleh sebagai berikut:

Gambar 2.6 Kerucut dan jaring-jaring kerucut

  Jaring-Jaring Kerucut

  Tidak memiliki titik sudut 6) Jarak titik puncak ke alas disebut tinggi kerucut.

  4) Memiliki sebuah titik puncak. 5)

  Suharjana (2008: 36)

  5. Metode Penemuan Terbimbing

  a. Teori Belajar Kontruktivisme Teori kontrukrivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tidak lagi sesuai. Slavin (Hamzah, 2008: 16) mengemukakan: bagi siswa agar benar-benar dan dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu dengan dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

  Wheatley (Hamzah, 2008: 18) mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori kontruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara ktifoleh struktural kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyatayang dimiliki anak.

  Teori belajar kontruktivisme memiliki kaitan dengan metode penemuan terbimbing. Teori kontrukrivisme pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental untuk membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimiliki. Begitu pula dengan metode penemuan terbimbing, metode penemuan terbimbing dalam kegiatan pembelajarannya lebih menekankan kepada pembelajaran langsung, yang dalam kegiatannya siswa diberikan sebuah masalah untuk dipecahkan sehingga siswa menemukan sendiri informasi- informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang ditemukan. Metode penemuan terbimbing juga memberi peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru melalui penglihatannya yang sama halnya dengan teori belajar kontruktivisme.

  b. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing Mulyasa (2011: 110) mengungkapkan

  “penemuan (discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung

  ”. Pembelajaran dengan metode penemuan lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar. Sedangkan Suryosubroto (2009: 178) mengemukakan

  “metode penemuan merupakan komponen dari praktikan pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif

  ”. Metode penemuan terbimbing merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Sound dalam Roestiyah (2008: 200)

  “penemuan terbimbing adalah proses mental dimana siswa mampu mengimplementasikan suatu konsep atau prinsip

  ”. Metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan pada individual, manipulasi objek- objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Metode penemuan terbimbing adalah suatu komponen dari praktek pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode yang didesain untuk memajukan rentang yang luas dari belajar aktif, berorientasi pada proses, membimbing diri sendiri (self-directed), inkuiri dan model belajar reflektif.

  Dari pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa metode penemuan terbimbing merupakan metode pembelajaran yang bertujuan untuk menemukan suatu konsep dan menemukan jawabannya sendiri serta guru membimbing siswa apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dengan menggunakan metode terbimbing. Metode penemuan terbimbing lebih berpusat kepada siswa, sehingga siswa akan lebih berperan aktif dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas.

  c. Langkah-Langkah Metode Penemuan Terbimbing Mulyasa (2011: 110) cara mengajar dengan metode penemuan menempuh langkah-langkah:

  1) Adanya masalah yang akan dipecahkan. 2) Sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik.

  3) Konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh peserta didik. 4) Melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas. 5) Harus tersedia alat dan bahan yang diperlukan.

  6) Susunan kelas diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. 7) Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan data. 8) Guru harus memberikan jawaban dengan tepat dan tepat dengan data dan informasi yang diperlukan peserta didik.

  d. Keunggulan dan Kelemahan Penemuan Terbimbing Roestiyah (2012: 20) penggunaan metode penemuan memiliki keunggulan sebagai berikut:

  1) Penemuan mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak kesiapan; serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/ pengenalan siswa. 2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi/ individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 3) Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa. 4) Mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 5) Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. 6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri. 7) Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja; membantu bila diperlukan. Suryosubroto (2009: 186) mengemukakan kelemahan metode penemuan sebagai berikut:

  1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya, siswa lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis.

  Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain. 2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.

  Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seseorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu. 3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional. 4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional secara keseluruhan. 5) Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada. 6) Strategi ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian proses- proses dibawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Pemecahan masalah dapat bersifat membosankan mekanisasi, formalitas, dan pasif seperti bentuk terburuk dari metode ekspositories verbal. Solusi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan dari kelemahan penemuan terbimbing, peneliti dan guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar karena siswa berjumlah 37 siswa dan termasuk kelas besar. Jumlah 37 siswa dibuat menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari siswa yang pandai dikelompokkan dengan siswa yang lamban. Hal ini dilakukan agar siswa yang lamban dapat dibantu oleh siswa yang pandai dalam kegiatan penemuannya. Selain penggunaan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran yang dilakukan digunakan pula alat peraga dalam kegiatan pembelajarannya. Penggunaan alat peraga diharapkan tidak menghilangkan keterampilan yang harus dimiliki siswa sehingga siswa dapat belajar sambil melakukan (learning by doing).

  6. Alat Peraga Bangun Ruang dan Jaring-Jaring

  a. Pengertian Alat Peraga Anitah (2009: 4) “Istilah alat peraga ini demikian melekat pada banyak pendidik sampai kurun waktu yang cukup lama

  ”. Bahkan sampai saat ini masih banyak orang menggunakan istilah alat peraga secara silih berganti dengan istilah lain seperti; alat bantu, media, alat pelajaran, dan lain-lain. Dengan alat peraga dimaksudkan untuk memperjelas pelajaran yang disajikan. Istilah ini dikemukakan bu kan berarti penggunaan “alat peraga” itu dianggap salah atau konvensional. Alat peraga dalam pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang riil sehingga memperjelas pengertian pembelajaran.

  b. Alat Peraga Bangun Ruang Masif 1) Alat Peraga Bangun Ruang Masif

Gambar 2.7 Bangun Ruang Masif a) Kegunaan alat peraga bangun ruang rangka untuk memahami bentuk-bentuk bangun ruang dan sifat-sifatnya.

  c. Alat Peraga Jaring-Jaring Bangun Ruang Alat peraga merupakan alat yang digunakan untuk membantu dalam proses pembelajaran. Penelitian ini menggunakan alat peraga bangun ruang sederhana yang dapat pula digunakan untuk menentukan jaring-jaring bangun ruang sederhana.

  b) Petunjuk penggunaan sebagai beriku:

  • Alat peraga ini cocok untuk digunakan dalam menjelaskan mengenai bentuk-bentuk bangun ruang geometris sederhana. Mengenal sifat-sifat yang berhubungan dengan rusuk, titik sudut, sisi dan lain- lain.
  • Bangun ruang masif dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis: prisma dan limas. Bangun-bangun prisma adalah balok, kubus, dan tabung, sedangkan bangun- bangun limas adalah kerucut dan limas.

  Suharjana (2008: 16) mengemukakan “beberapa cara menentukan jaring-jaring bangun ruang seperti kubus dan balok

  ” yang dapat pula digunakan untuk menentukan bangun ruang lainnya. a) Kubus

Gambar 2.8 Kubus

  Suharjana (2008: 16) ada beberapa langkah dalam menentukan jaring-jaring kubus, antara lain:

  • Mintalah siswa untuk membelah kubus-kubus dengan menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa rusuk tertentu dan menyisakan satu rusuk yang merangkai antara dua persegi atau dengan melepaskan perekat pada bangun ruang.
  • Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada kubus akan membentuk salah satu jaring-jaring berikut:

Gambar 2.9 Beberapa contoh jaring-jaring kubus

  • Jaring-jaring tersebut apabila dirangkaikan kembali maka tidak ada satu pun hasil guntingan yang berupa daerah persegi tersebut yang menutupi persegi yang lain dan hasil guntingan tidak boleh terlepas yang satu dengan yang lain.
b) Balok

Gambar 2.10 Balok

  Cara menemukan rangkaian yang merupakan jaring-jaring sebuah balok dengan cara memotong pada rusuk-rusuknya langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

  • Dengan cara memotong model balok pada rusuk-rusuk tertentu maka akan dihasilkan sebuah jaring-jaring balok. Cara pemotongan yang sama apabila dimulai dari sisi yang berbeda akan menghasilkan bentuk jaring- jaring yang berbeda pula. Dalam membuat jaring-jaring balok maka yang lebih mudah jika berpangkal pada jaring-jaring kubus. Sebuah bentuk jaring-jaring kubus dapat menjadi model bagi enam buah jaring-jaring balok, disebabkan oleh sisi-sisi dari balok yang tidak sama. Dengan demikian karena jumlah jaring-jaring kubus ada 11 (sebelas) macam, maka dari 11 model jaring-jaring kubus tersebut dapat menghasilkan 11 x 6 = 66 jaring-jaring balok.
  • Contoh jaring-jaring balok ABCD.EFGH, potonglah pada rusuk-rusuk EF, EA, FB, FG, GC, EH, dan HD maka dapat dibentuk jaring-jaring balok sebagai berikut:
Gambar 2.11 Contoh Jaring-Jaring Balok

  c) Prisma Tegak Segitiga

  

Gambar 2. 12 Prisma Tegak Segitiga

  • Mintalah siswa untuk membelah prisma tegak segitiga dengan menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa rusuk tertentu dan menyisakan satu rusuk yang merangkai atau dengan melepaskan perekat pada bangun ruang.
  • Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada prisma akan membentuk salah satu jaring-jaring berikut:

  Gambar 2. 13 Jaring-Jaring Prisma Tegak Segitiga d) Limas

Gambar 2.14 Limas Segiempat

  • Mintalah siswa untuk membelah limas segiempat atau limas segitiga dengan menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa rusuk tertentu dan menyisakan satu rusuk yang merangkai atau dengan melepaskan perekat pada bangun ruang.
  • Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada limas segiempat atau limas segitiga membentuk salah satu jaring-jaring berikut:

Gambar 2.15 Jaring-Jaring Limas Segiempat

  e) Tabung

Gambar 2.16 Tabung

  • Mintalah siswa untuk membelah tabung dengan menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa rusuk tertentu dan menyisakan kerangka yang merangkai atau dengan melepaskan perekat pada bangun ruang.
  • Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada tabung membentuk salah satu jaring-jaring berikut:

  Gambar 2. 17 Jaring-Jaring Tabung

  f) Kerucut

Gambar 2.18 Kerucut
  • Mintalah siswa untuk membelah kerucut dengan menggunakan cutter atau gunting menurut beberapa bentuk bangun tertentu dan menyisakan kerangka yang merangkai atau dengan melepaskan perekat pada bangun ruang.
  • Hasil guntingan atau melepaskan perekat pada kerucut membentuk salah satu jaring-jaring berikut:
Gambar 2.19 Jaring-Jaring Kerucut

  Penggunaan alat peraga bangun ruang sederhana diharapkan dapat meningkatkan sikap tanggung jawab dan prestasi belajar pada siswa. Penggunaan alat peraga siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas.

B. Penelitian Relevan

  Menurut penelitian yang dilakukan Purwatiningsih tahun 2013 halaman 53 dalam Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako, Volume 01 Nomor 01 September 2013 dengan penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Luas

  Permukaan dan Volume Balok” menyatakan bahwa:

  Based on the research results, the learning applied guided discovery learning method can increase students’ learning outcome on the material of surface area and volume of cube namely: (1) orienting the students on the problem, (2) organizing the students in learning, (3) guiding individual and group insvestigation, (3) presenting activity result and (5) evaluating students’ learning achievenment.

  Disimpulkan bahwa hasil dari penelitian tersebut mengindikasikan bahwa penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi luas permukaan dan volume balok. Hasil dari penelitian ini juga dapat secara langsung mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa dalam belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mempresentasikan hasil kegiatan dan mengevaluasi kebutuhan belajar siswa.

  Penelitian yang dilakukan oleh Akanmu, M. Alex and Fajemidagba, M. Olubusuyi tahun 2013 halaman 82 dalam Journal of

  

Education and Practice , Vol. 4, No. 12 dengan penelitian yang berjudul

  “Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students

  Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria” menyatakan bahwa: Results revealed a significant difference in favour of those exposed to guided-discovery learning strategy compared to those not taught using guided-discovery learning strategy. Though both male and female students performed equally well when taught using guided discovery strategy, the study showed that high scoring students benefited most while the performance of low scoring students was also enhanced.

  Kesimpulannya adalah penggunaan penemuan terbimbing dengan yang tidak menggunakan penemuan terbimbing dalam pembelajarannya akan adanya sebuah perbedaan. Penggunaan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan nilai dan memberikan manfaat bagi yang memiliki nilai rendah menjadi meningkat.

  Penelitian yang akan dilakukan di kelas V SD Negeri 2 Karanggude juga merujuk penggunaan penemuan terbimbing yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, namun dalam penelitian ini peneliti tidak hanya menggunakan metode penemuan terbimbing saja melainkan ada penggunaan alat peraga berupa alat peraga bangun ruang dan jaring-jaring. Fokus penelitian ini juga tidak hanya pada meningkatkan prestasi belajar siswa saja namun tanggung jawab siswa yang merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki siswa juga diharapkan dapat meningkat.

C. Kerangka Berpikir

  Faktor terpenting meningkatkan sikap tanggung jawab dan prestasi belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penggunaan strategi, metode dan model pembelajaran. Banyak strategi pembelajaran yang dapat diterapkan guru dalam pembelajaran namun masih ditemukan beberapa guru yang masih bingung dalam menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD, khususnya siswa kelas V di SD Negeri 2 Karanggude.

  Meningkatkan tanggung jawab dan prestasi siswa terhadap mata pelajaran matematika, guru harus menciptakan pembelajaran yang menyenangkan namun tujuan dari pembelajaran tetap tercapai. Guru dalam proses pembelajaran dapat menggunakan strategi pembelajaran maupun alat peraga pembelajaran. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan tanggung jawab dan prestasi belajar pada siswa pada mata pelajaran matematika salah satunya dengan metode penemuan terbimbing dengan penggunaan alat peraga bangun ruang dan jaring-jaring yang diharapkan tanggung jawab dan prestasi belajar siswa dapat terus meningkat. Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut: KONDISI AWAL

  Tanggung jawab dan prestasi siswa di kelas V SD N 2 Karanggude masih rendah

  Siklus I pembelajaran guru Tindakan menggunakan metode penemuan terbimbing dengan alat peraga bangun ruang dan jaring-jaring

  Siklus II Siswa melaksanakan pembelajaran guru pembelajaran menggunakan menggunakan metode

  Refleksi metode penemuan penemuan terbimbing terbimbing dengan alat dengan alat peraga bangun peraga bangun ruang dan ruang dan jaring-jaring jaring-jaring

  Siswa melaksanakan pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing dengan alat

  Kondisi Akhir peraga bangun ruang dan jaring-jaring

  Prestasi belajar Tanggung jawab matematika siswa meningkat siswa meningkat

Gambar 2.20 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir penelitian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian sebagai berikut:

  1. Melalui penerapan metode penemuan terbimbing dengan alat peraga bangun ruang dan jaring-jaring dapat meningkatkan tanggung jawab siswa kelas V SD Negeri 2 Karanggude.

  2. Melalui metode penemuan terbimbing dengan alat peraga bangun ruang dan jaring-jaring dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi bangun ruang siswa kelas V SD Negeri 2 Karanggude.