BAB 1 PENDAHULUAN - BAB 1 PENDAHULUAN REVISI 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang masalah

  Peningkatan niat dosen untuk mengadopsi e-learning merupakan isu utama yang menarik untuk dikaji ulang. Hal ini dikarenakan elearning dapat memberi manfaat dalam pembelajaran di universitas (Fries, 2004). Elearning juga sudah menjadi bagian penting dari lembaga pendidikan tinggi (HEI)(Ngai,Poon, & Chan, 2007).

  Secara praktis, terdapat beberapa manfaat penerapan e-learning dalam proses pembelajaran. Sejumlah studi yang dilakukan (Garrett and Jokivirta 2004; OECD 2009; Schiffman et al 2007; JISC 2008) menyatakan bahwa terdapat 4 manfaat yang dapat dirasakan oleh dosen di universitas menggunakan sistem elearning dalam kegiatan pembelajaran. Manfaat yang dapat diperoleh oleh universitas dari memanfaatkan e-learning adalah meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan dosen atau instruktur , memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (Anderson & Elloumi, 2004), menjangkau peserta didik dalam jangkauan yang luas, dan mempermudah dan menyimpan materi pembelajaran

  .

  Manfaat pertama yang dapat diperoleh dosen dengan menggunakan sistem pembelajaran secara elektronik adalah dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan dosen. Menurut Bates (1995) dan K. Wulf (1996) Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan dosen , antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar. Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi. Mengapa? Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001; Jethro,Grace, & Thomas, 2012).

  Manfaat selanjutnya yang dapat diperoleh oleh dosen dalam menerapkan elearning dalam proses pembelajaran adalah Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja. Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan dosen/instruktur. Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Penelitian terdahulu menegaskan bahwa dengan diterapkannya sistem elearning dosen dapat secara leluasa dalam melakukan kegiatan pembelajaran tanpa ada batas tempat dan waktu. Dosen dapat memberi materi pembelajaran melalui media internet dan dapat diakses oleh mahasiswa dimana saja dan kapan saja (Littlejohn & Higgison, 2003; Ferdoudi, 2009; cole, 2000; Basheer & Inrahim, 2011; Jan, et al., 2012). Ini berarti bahwa proses pembelajaran ini dapat dilakukan oleh dosen dan mahasiswa dimana saja dan dalam waktu yang berbeda. elearning dapat dilakukan di kantor, di rumah, di jalan, 24 jam satu hari dan tujuh hari dalam seminggu. Dosen dan mahasiswa akan mengetahui yang telah dipelajari mahasiswa , kapan mereka menyelesaikan mata kuliah tersebut, dan bagaimana prestasi mereka. Dosen dapat mengupload materi pembelajaran, yang berupa gambar, suara dapat diakses dimana saja dan kapan saja (Cerreta, 2006 ; OECD, 2009; Jethro,Grace, & Thomas, 2012).

  Elearning juga dapat memberi manfaat bagi dosen dalam melakukan kegiatan pengajaran, yaitu menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a

  

global audience). Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang

dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas.

  Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem elearning dapat memungkinkan mahasiswa memperoleh pendidikan mereka tanpa meninggalkan pekerjaan mereka dan tidak perlu hadir di dalam kelas (Borstorff & Lowe. 2007 Jethro,Grace, & Thomas, 2012;). Kondisi ini berarti bahwa sistem elearning dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya . Dosen dan mahasiswa dapat menghemat waktu dan tidak perlu mengeluarkan uang untuk menghadiri kuliah di universitas dan mahasiswa tetap dapat memperoleh pendidikan sesuai yang diinginkan mahasiswa. Hal ini disebabkan karena elearning dapat dilakukan di lokasi geografi mana saja dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk berpergian (OECD, 2005;Cerreta, 2006). Disamping ketiga manfaat yang disebutkan di atas, melalui elearning dosen juga dapat memperoleh informasi dengan mudah dan dapat mengupdate materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah (Brami & Bures, 1996) Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri. Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa dosen dapat memperoleh informasi yang efektif dari teknologi informasi melalui sistem elearning dan informasi ini akan membantu dosen dalam melakukan kegiatan pengajarannya (Finlayson, 2004; Anderson, 2006; Thomas and Stratton, 2006; Zhao, 2007; Condie and Livingston, 2007). Ini berarti bahwa sistem elearning dapat membantu dosen memperoleh informasi yang bermanfaat dari internet dan kemudain informasi ini digunakan oleh dosen tersebut dalam melakukan kegiatan pengajaran. Kondisi ini dapat meningkatkan kualitas pengajaran dosen di Universitas (Curran, 2004; Jethro,Grace, & Thomas, 2012).

  Secara teoritis masih adanya kesenjangan penelitian yang disebabkan oleh belum adanya keseragaman variabel-variabel yang digunakan oleh peneliti terdahulu dalam melakukan penelitian yang berkenaan dengan faktor-faktor yang memengaruhi niat staf akademik mengadopsi elearning. Masih banyak terdapat berbagai macam variabel predicktor yang mendorong niat dosen mengadopsi sistem elearning tersebut.

  Penelitian sebelumnya menyarankan suatu model untuk menjelaskan perbedaan dari fenomena yang berbeda. Ini berarti bahwa tiap tiap model hanya dapat digeneralisasikan pada objek yang diteliti (Espejel, 2008: Jahanshahi, 2011: Tuu et.al, 2011). Satu model sulit untuk diterapkan pada setting penelitian yang berbeda. Hal ini dikarenakan bahwa tiap tiap setting penelitian mempunyai karakteristik dan latar belakang yang berbeda sehingga jika hal ini dipaksakan, akan diperoleh hasil yang bias . Kondisi seperti itu memperkenankan peneliti untuk merancang modelnya sendiri untuk menjelaskan fenomena yang diteliti.

  Satu model yang berhubungan dengan penerimaan terhadap sistem elearning adalah

  

Technology Acceptance Model (TAM) (Davis, 1986; Davis, 1989; Davis, 1993) yang

  didasarkan pada Theory of Reasoned Action (TRA) (Fishbein & Adzen, 1975; Adzen & Fishbein, 1980) yang telah secara luas digunakan untuk mengembangkan kerangka pemikiran tentang minat pemanfaatan teknologi informasi. TAM berfokus pada sikap terhadap pemakaian teknologi informasi oleh pemakai dengan mengembangkannya berdasarkan persepsi manfaat dan kemudahan dalam pemakaian teknologi informasi. TAM merupakan satu di antara banyak model penelitian yang berpengaruh dalam studi determinan akseptasi teknologi informasi. TAM banyak digunakan untuk memprediksi tingkat akseptasi pemakai (user acceptance) dan pemakaian yang berdasarkan persepsi terhadap kemudahan penggunaan teknologi informasi (perceived usefulness). Perceived ease of Use dan complexity (lawan dari Ease of Use) sudah mempunyai peran yang penting dalam melakukan difusi inovasi secara umum (Rogers, 1962; Tomazky & Klein, 1992) dan secara khusus difusi dalam teknologi informasi (Tomatzky, 1982; Davis, 1989; Mathieson, 1991; Moore & Benbasat, 1991; Adam, Nelson, & Todd, 1992; Hendrickson, Massey, & Cronan, 1993; Davis, 1993 & 1995; Sjazna, 1994).

  Model yang dibangun dalam penelitian ini terdiri dari beberapa faktor yang mendorong staf akademik mengadopsi sistem elearning. Faktor-faktor ini mencakup perceived Ease of use (Weiyin, et al, 2002; Raafat & Buchaib, 2004; Fathul, 2007; Ahmed & Wahab, 2008; Jeung & Chihui, 2009; Wael, 2010; Basheer & Ibrahim, 2011), Perceived Usefulness (Paul, et al, 1999; Raafat & Buochaib, 2004; Elizabeth, et al, 2005; Fathul, 2007; Viswanath & Hillol, 2008; Jeung & Chihui, 2009; Alenazi, et al, 2010; Basheer & Ibrahim, 2011), dan Management support (Chatterjee, et al, 2002: Liang, et al, 2007). Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa perceived ease of use dan perceived usefulness merupakan faktor utama yang mendorong dosen menggunakan sistem elearning (Raafat & Buchaib, 2004; Fathul, 2007; Jeung & Chihui, 2009; Basheer & Ibrahim, 2011).

  Secara teoritis Perceived Ease of Use didefinisikan oleh Davis sebagai tingkat dimana seseorang meyakini bahwa penggunaan teknologi informasi merupakan hal yang mudah dan tidak memerlukan usaha keras dari pemakainya. Konsep ini mencakup kejelasan tujuan penggunaan TI dan kemudahaan penggunaan sistem untuk tujuan sesuai dengan keinginan pemakai (Davis, 1989, p.320). Dalam TAM, faktor persepsi terhadap kemudahan untuk menggunakan teknologi dan persepsi terhadap daya guna sebuat teknologi berhubungan dengan sikap seseorang pada penggunaan teknologi tersebut. Sikap pada penggunaan sesuatu adalah sikap suka atau tidak suka terhadap penggunaan suatu teknologi . Sikap suka atau tidak suka terhadap suatu teknologi ini dapat digunakan untuk memprediksi perilaku niat seseorang untuk menggunakan suatu teknologi atau tidak menggunakannya (Ginzberg, 1981; Davis, 1989)

  Faktor penting lainnya yang dapat mendorong niat dosen menggunakan sistem elearniing adalah perceived usefulness (Legris, et al, 2003; Davis, et al, 1992; Koufaris, 2002; Ong & Lai, 2006; Cheong & Park, 2005). Davis (1989) mendefiniskan perceived usefulness sebagai sejauh mana pengguna yakin bahwa menggunakan sistem tertentu akan memengaruhi pekerjaan, kinerja, dan produktivitas yang positif. Perceived usefulness memiliki pengaruh pada penerimaan individu karena adanya nilai penguatan hasil. Pengguna yang percaya pada hubungan penggunaan-kinerja positif akan mengarah kepada penerimaan teknologi (Davis, 1989) dan yang akan memengaruhi perilaku untuk menggunakan teknologi (Sun et al, 2008).

  Management support juga dipertimbangkan sebagai faktor penting dalam menodorong dosen menggunakan sistem elearning (Venkatesh et all, 2003). Management support didefiniskan bahwa sejauh mana seseorang percaya atau yakin bahwa sumber daya organisasi atau teknis dapat mendukung penggunaan sistem elearning tersebut (Venkatesh, et al, 2003). Venkatesh & Bala (2008) mengungkapkan bahwa bila pengguna mempunyai keyakinan yang kuat terhadap ketersediaan sumber daya organisasi, bantuan teknis dan manajerial, hal ini akan mempermudah pengadopsian suatu teknologi. Penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa management support merupakan salah satu faktor yang penting yang dapat menunjang keberhasilan menggunakan sistem yang kompleks ini (Chatterjee, et al 2002).

  Menurut Badu-Nyarko (2006), sikap instruktur terhadap sistem pembelajaran memainkan peran penting dalam keputusan yang mereka ambil tentang kapan dan bagaimana mereka akan menggunakan sistem elearning tersebut. Sikap negatif instruktur terhadap sistem elearning sudah menimbulkan hambatan terhadap penggunaan sistem elearning (Valentine, 2002). Sikap negatif instruktur terhadap penggunaan sistem elearning sulit sekali untuk diubah agar dapat memenuhi tuntutan dinamika baru sistem elearning walaupun kuanya dukungan lembaga yang diberikan kepada mereka (Johnson & Howell, 2005). Oleh karena itu, penelitian mengenai penggunaan sistem elearning juga harus berfokus pada sikap instruktur terhadap sistem elearning (Johnson & Howell, 2005) .

  Penelitian pendahuluan mengungkapkan bahwa sikap dosen terhadap sistem elearning mempunyai hubungan positif dengan niat untuk mengadopsi sistem elearning tersebut (Faranak, 2006; Faridah, et al, 1989; Ahmed, 2008; Helen, 2011; Michael, 2012; Sohayla, 2012).

  Gambar 1 ini memberi model penelitian yang dikembangkan dari literatur yang berkenaan dengan Perceived ease of use , Perceived usefulness, Management Support, attitude, dan Niat menggunakan sistem elearning.

  Perceived Ease of Use

  Intention to Use the Perceived Attitude

  Elearning System Usefulness towards the elearning Managemen t support

  Gambar 1. Model konseptual mengenai faktor faktor yang mendorong niat dosen menggunakan sistem elearning di Universitas Panca Bhakti Pontianak.

  Model yang dibangun di atas diharapkan dapat mempunyai kemampuan untuk memprediksi niat dosen menggunakan sistem elearning tersebut. Melalui hubungan ini, model tersebut dapat memberi informasi mengenai ariabel-variabel yang memengaruhi niat dosen menggunakan sistem elearning tersebut. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menaksir dan memvalidasi model dengan menggunakan faktor faktor perceived Ease of use, perceived usefulness, Management support, dan sikap terhadap niat dosen menggunakan sistem elearning di Universitas Panca Bhakti Pontianak. Terdapat empat tujuan dari penelitian ini. Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perceived ease of use terhadap niat dosen menggunakan sistem elearning tersebut. Tujuan kedua dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perceived usefulness pada niat dosen menggunkan sistem elearning tersebut. Tujuan ketiga dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh management support terhadap niat dosen menggunakan sistem elearning. Tujuan keempat dari penelitian ini adalah menilai pengaruh sikap dosen terhadap penggunaan sistem elearning pada niat dosen menggunakan sistem elearning tersebut.

  Tujuan Penelitian

  Penelitian ini didasarkan pada konsep penelitian sebelumnya, yaitu perceived ease of use (Weiyin, et al, 2002; Raafat & Buchaib, 2004; Fathul, 2007; Ahmed & Wahab, 2008; Jeung & Chihui, 2009; Wael, 2010; Basheer & Ibrahim, 2011), Perceived Usefulness (Paul, et al, 1999; Raafat & Buochaib, 2004; Elizabeth, et al, 2005; Fathul, 2007; Viswanath & Hillol, 2008; Jeung & Chihui, 2009; Alenazi, et al, 2010; Basheer & Ibrahim, 2011), dan Management support (Chatterjee, et al, 2002: Liang, et al, 2007), sikap terhadap sistem elearning (Badu-Nyarko, 2006; Johnson & Howell, 2005), dan niat menggunakan teknologi informasi dalam organisasi ( Lewis, et al., 2003; Limayen & Hirt, 2003; Ndubisi, 2006; Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003).

  Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada perceived ease of use, perceived usefulness, management support, dan sikap terhadap sistem elearning pada niat menggunakan sistem elearning di Universitas Panca Bhakti Pontianak. Variabel terikat , niat untuk menggunakan sistem elearning sudah seringkali digunakan secara luas dalam penelitian sebelumnya mengenai penerimaan teknologi (Brown & Venkatesh, 2005; Davis, Bagozzi, & Washaw, 1989; Karahanna, Straub, & Chervany, 1999; Mathieson, 1999). Menurut Ajzen dan Fishbein (1980) dan juga Ajzen (1985), niat perilaku merupakan ukuran prediktisi yang valid mengenai kemungkinan bahwa individu akan menggunakan inovasi.