BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium - Pengaruh Penambahan Magnesium / Aluminium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aluminium

  Aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan di dalam semua sektor utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat rumah tangga serta peralatan mekanis. Adapun sifat-sifat aluminium antara lain sebagai berikut :

  a) Kuat

  Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti : pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.

  b) Tahan terhadap korosi

  Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.

  c) Mudah dibentuk

  Proses pengerjaan aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder,

  adhesive bonding , sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya.

  d) Ringan

  Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.

  e) Memantulkan sinar dan panas

  Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan aluminium sangat baik untuk peralatan penahan radiasi panas f)

  Konduktor listrik Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan tembaga. Karena aluminium tidak mahal dan ringan, maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah (Ir. Tata Surdia. M.S. Met. E).

  g) Konduktor panas

  Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energy h)

  Non magnetik Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik, pemancar radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif. i)

  Mampu diproses ulang-guna Mendaur ulang kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan. Proses ulang-guna ini dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga. j)

  Menarik Aluminium sering digunakan tanpa diberi proses pengerjaan akhir.

  Tampak permukaan aluminium sangat menarik dan karena itu cocok untuk perabot rumah (hiasan), bahan bangunan dan mobil. Disamping itu aluminium dapat diberi surface treatment, dapat dikilapkan, disikat atau dicat dengan berbagai warna, dan juga diberi proses anodisasi. Proses ini menghasilkan lapisan yang juga dapat melindungi logam dari goresan dan jenis abrasi lainnya. Memiliki ketangguhan yang baik

  Dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi getas bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada transportasi LNG dimana suhu gas cair LNG mencapai dibawah - 150˚C.

2.2. Magnesium

  Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.

Gambar 2.1. Diagram Phase Magnesium, Suhu(°C) Vs Mg(%)

  Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah. Magnesium mempunyai temperatur 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.1.

  Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Unsur ini mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih. Kebakaran dapat dengan mudah terjadi, sehingga magnesium harus ditangani secara hati-hati. Terutama jika logam ini dalam keadaan terbelah-belah secara halus. Air tidak boleh digunakan pada magnesium yang terbakar atau kebakaran

  .

  yang berdasarkan magnesium Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk

  

Incendiary Bombs . Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan

dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan Missile.

  Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika digunakan sebagai Alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan Conventional

  

Propellants . Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi

  uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (Milk of

Magnesia ), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran.

Magnesite digunakan untuk Refractory, sebagai batu bata dan lapisan di tungku- tungku pemanas.

2.3. Paduan Aluminium - Magnesium

  Aluminium banyak dipakai dengan paduan unsur lain, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya, serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang ditambahkan pada aluminium selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup

  o o

  drastis, dari 660 C hingga 450

  C. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan

  o

  terjadi pada suhu di atas 60

C. K eberadaan magnesium juga menjadikan logam

  paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana

Gambar 2.2. Al-Mg phase diagram, Temperatur (°C) Vs % Mg(http://www.aluminiumlearning.com)

  Gambar diagram fasa Al-Mg diatas memperlihatkan penambahan Mg hingga komposisi 35.0%Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari paduan aluminium. Penambahan Mg pada aluminium untuk fasa biner akan menghasilkan berbagai fasa seperti Al (0-17.1%Mg), Al

  2 Mg 2 (36.1

  • – 37.8%Mg),

  12

17 Al Mg (42-58%Mg), Mg (87-100%Mg). Unsur Mg pada paduan aluminium

  alloy type 6063 dapat memperbaiki sifat mekanis hinggan kisaran 0.451-0.651% ( Omotoyinbo,2010).

2.4. Teori Pengecoran

2.4.1.Sejarah Pengecoran

  Sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4.000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui. Pengecoran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku.

  Penggunaan logam oleh orang ialah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga, hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang menempanya. Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih rendah dari titik cair tembaga.

  Pengecoran perunggu di lakukan pertama di Mesopotamia, kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi. Teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina. Teknik pengecoran Mesopotomia diteruskan juga ke Eropa padatahun 1500 - 1400 sebelum Masehi dan pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung logam cair yang di dapat dari biji besikedalam cetakan, jadi tidak dengan jalan mencairkan kembali besi kasar seperti cara sekarang.Coran paduan Alumanium dibuat pada akhir abad 19 setelah cara pemurnian elektrolisasi (Purnomo., 2004).

2.4.2. Proses Pengecoran

  Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga, magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya(Ir.Tata Surdia M.S. Met. E).

  Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan cetakandibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebal irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya memerlukan pertimbangan yang teliti.

  Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian- bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk.

  1. Cawan tuang Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel.

  Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara : H tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah terak atau kotoran yang terapung pada permukaan logam cair. Karena itu dalamnya cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam mungkin. Sabaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis (Ir.Tata Surdia M.S. Met. E).

  2. Saluran turun Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas kebawah yang pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar, sadangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Salurun turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi, tergantung dari berat coran.

  3. Pengalir

  Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada permulaan penuangansehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir agar logam cair yang pertama masuk akan mengisi seluruh ruang pada cetakan, serta membuat kolam putaran pada saluran masuk dan membuat saluran turun bantu.

4. Saluran Masuk

  Salauran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Irisannya diperkecil ditengah dan diperbesar lagi kearah rongga saluran dan irisan terkecil ini mudah diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran.

2.4.3. Pembuatan Cetakan

  Jenis - jenis cetakan yang sering digunakan pada proses pengecoran logam a.

  Cetakan Pasir Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, pasir yang akan digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti air, kaca, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan (Tata Surdia, 1992).

  b.

  Cetakan Logam Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang.

  Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. Proses pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi digunakan untuk baja tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan. Tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam- logam tersebut.

2.5 Bentuk –Bentuk Porositas

  Porositas adalah salah satu cacat yang terjadi pada produk aluminium, dan akan menjadi awal suatu produk dikatakan gagal. Porositas pada aluminium ada 2 jenis yaitu yang berasal dari shrinkage dan gas. Namun pada kebanyakan kasus porositas terjadi adalah kombinasi dari keduanya yaitu akibat shrinkage dan juga berbagai porositas yang terjadi pada paduan aluminium.

Gambar 2.3 Jenis-jenis porositas pada aluminum

  (a) Porositas shrinkage (b) Porositas gas (c) Porositas gabungan antara Porositas shrinkage dengan Porositas gas.

2.5.1 Cara Menghilangkan Porositas

  Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan porositas, diantaranya: a.

  Aluminium mempunyai pelindung dipermukaan. Permukaan pelindung ini sangat tipis dan hanya terbentuk pada saat pembentukan aluminium. Dalam proses pengecoran perlu digunakan gas pelindung sehingga kemungkinan aluminium cair untuk dimasuki oleh material lain akan semakin kecil. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kemungkinan porositas yang terjadi.

  b.

  Menggunakan Pengikat Oksida Pada saat melting atau pencairan logam aluminium kebanyakan orang menggunakan zat aditif sebagai pengikat oksida sehingga diharapkan kadar oksida dapat berkurang atau bahkan mencapai tahap nol.

  c.

  Menjaga Permukaan Aluminium Sebelum Dicairkan Melakukan pengontrolan terhadap permukaan aluminium apalagi terhadap proses pemotongan gerinda atau gergaji listrik. Hal ini akan dapat mempengaruhi komposisi dari material itu sendiri. Sehingga residu yang tidak kita inginkan akan ikut tercampur ke dalam material aluminium. Sehingga kalau ada residu lain yang tercampur, maka material akan lebih tidak terkontrol cacat porositasnya.

  d.

  Mengontrol Permukaan Cetakan Permukaan harus halus karena akan mempengaruhi laju aliran coran di dalam cetakan. Kalau permukaan tidak halus hal ini akan mempengaruhi laju aliran cairan logam. Sehingga akan menimbulkan turbulensi dalam cetakan. Kalau menimbulkan turbulensi, maka gas atau udara akan terjebak di dalam cetakan sehingga hasil cetakan akan mengalami porositas.

2.6 Variabel Riset Dan Analisis

  Sebelum peleburan dilakukan, terlebih dahulu di tentukan aluminium yang ingin di lebur. Pada penelitian ini ada 3 variasi yang dikerjakan. Peleburan pertama aluminium dibutuhkan sebanyak 1,55 kg dimana magnesium yang akan dipadu Al - Mg. Tetapi pada peleburan selanjutnya, kandungan magnesium yang akan dicampur bervariasi.

  Peleburan pertama, total Al-Mg yang akan dilebur 1,581 kg. Aluminium 1.55 kg, jadi Magnesium yang dibutuhkan 31 gram. Perhitungannya sebagai berikut : Keterangan : Aluminium : 1550 gram a = % magnesium yang diinginkan Magnesium : 31 gram Solusi : 1550 x = 31 jadi,

  100 31 100

  a =

  1550

  = 2 % Hasil % magnesium yang diinginkan pada percobaan ini = 1,935 %, tetapi sering terjadi perbedaan hasil uji komposisi yang tidak sesuai dengan variasi yang diinginkan pada paduaan Al

  • – Mg ini. Penyebabnya ialah pada waktu peleburan yang dilakukan banyak terdapat kotoran pada cairan aluminium. Maka sebaiknya menggunakan bahan kimia berupa fluks. Fluks fungsinya ialah pembersih kotoran yang terkandung di dalam Al-Mg pada waktu dilebur. Sehingga pada waktu peleburan tidak menghasilkan ampas/kotoran yang banyak. Demikian pula pada peleburan selanjutnya untuk mendapatkan variasi paduan Al .
  • –Mg yang dikerjakan

2.7 Uji Tarik Uji tarik termasuk dalam pengujian bahan yang paling mendasar.

  Pengujiannya sangat sederhana dan sudah memiliki standarisasi di seluruh dunia (Amerika ASTM E8 dan Jepang JIS 2241). Dengan melakukan uji tarik suatu bahan, maka akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap energi tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiffness). Gambar mesin uji tarik dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 mesin uji tarik

  Bila gaya tarik terus diberikan kepada suatu bahan (logam) sampai putus, maka akan didapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.5. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.

Gambar 2.5 Hasil dan kurva pengujian tarik

   Hal paling penting dalam pengujian tarik adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut

  “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, atau Tegangan Tarik

  Maksimum. Gambar spesimen uji tarik yang sesuai dengan standar E8 ASTM volume 3 bisa dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Sampel standar uji tarik E8 ASTM volume 3Gambar 2.7 Profil data hasil uji tarik

  (www.infometrik.com) Analisa uji tarik dimulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar. Keterangannya dalah sebagai berikut:

  E

  • Batas Elastis σ (Elastic Limit)

  Dalam Gambar 2.7. dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gambar 2.7.). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, Hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.02%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005%. Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini.

  p

  (Proportional Limit)

  • Batas Proporsional σ

  Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

  • Deformasi Plastis (Plastic Deformation) Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gambar 2.7. yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing .

  uy

  (Upper Yield Stress)

  • Tegangan Luluh Atas σ

  Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

  ly (Lower Yield Stress)

  • Tegangan Luluh Bawah σ

  Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

  y

  (Yield Strain)

  • Regangan Luluh ε Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

  e

  • Regangan Elastis ε

  Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

  p (Plastic Strain)

  • Regangan Plastis ε

  Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

  • Regangan Total (Total Strain)
    • ε

  • Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)

  • Kekuatan Patah (Breaking Strength)

  …(2.3) Dimana :

  σ ε

  E =

  100% …(2.2) Hubungan kedua persamaan ini adalah:

  ∆

  =

  …(2.1) Dan

  Pada Gambar 2.7. ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.

  Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis dapat ditulis :

  Pada Gambar 2.7 . ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

  . Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

  p

  e

  = ε

  T

  Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, ε

  = Tegangan (MPa) = Regangan (%)

  = Panjang akhir (cm)

  1

  = Panjang awal (cm) E = Modulus elastisitas (MPa)

2.8 Pengujian Kekerasan

  Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Didalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu.

  Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (Brinnel).

  Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni: Brinell (HB/BHN), Rockwell (HR/RHN), Vickers (HV/VHN), dan Micro Hardness.

  Pemilihan masing- masing skala (metode pengujian) tergantung pada: 1.

  Permukaan material 2. Jenis dan dimensi material 3. Jenis data yang diinginkan 4. Ketersediaan alat uji.

2.8.1 Metode Brinell

  Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

  (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan

  

Brinell sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan

  metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Ganbar 2.8 adalah alat uji kekerasan material logam (Brinnel).

Gambar 2.8. Alat uji kekerasan material logam (Brinnel)

  2.8.2 Metode Vickers

  Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

  2.8.3 Metode Rockwell

  Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah:

  1. HRa (Untuk material yang sangat keras).

  2. HRb (Untuk material yang lunak).

  3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang).

2.8.4 Metode Micro Hardness

  Pengujian ini identor-nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini digunakan untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop memberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.

  Rumus perhitungan Brinnel Hardness Number (BHN) : = ……….……………………………..… (2.1)

  ) ( −√ −

  Dimana: P : beban penekan (Kg) D : diameter bola penekan (mm) d : diameter lekukan (mm)

2.9 Pengujian Komposisi

  Dalam proses pengujian komposisi diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a.

  Sebelum melakukan pengujian harus memperhatikan sampel yang akan diuji, dimana permukaan benda yang diuji harus halus dan rata, maka sebelumnya material harus di gerinda ataupun di polis b. Meletakkan benda yang akan diuji di meja patri posisi pas dia atas lubang yang ada di tengah meja patri.

  c.

  Menghubungkan tuas penghubung antara benda kerja dengan meja patri.

  d.

  Menutup cover ruang benda yang diuji.

  e.

  Menekan tombol start ( tombol warna hijau ) f. Melihat hasil test pengujian pada komputer yang telah terhubung dengan mesin metal analizer.