BORO 1965-1970 Analisis Sejarah Mengenai Perkembangan Paroki Boro Kalibawang Kulonprogo SKRIPSI

BORO 1965-1970

  

Analisis Sejarah Mengenai Perkembangan Paroki Boro

Kalibawang Kulonprogo

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

  Program Studi Ilmu Sejarah

  

Oleh :

Yohanes Vianei

NIM: 024314002

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

  MOTTO

  v Jangan pernah menyerah sebelum bertanding dan anggaplah kegagalan sebagai pelajaran yang berharga untuk mencapai kesuksesan. v Jika saya percaya bahwa saya tidak dapat melakukan sesuatu, maka saya tidak akan melakukannya. Tetapi jika saya yakin dapat melakukannya maka saat itu juga saya memperoleh semangat untuk melakukannya walaupun pada awalnya saya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya.

  ( Mahatma Gandhi ) v Jikapun aku memiliki pikiran lain, namun aku kan tetap berusaha untuk mengapai jalan yang sedang kulalui.

  

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk: v Allah dan Yesus yang selalu menyertaiku.

  v Buat istriku yang selalu bawel, tapi sangat mencintaiku. Ini kado pernikahan kita. v Orang tuaku: Bpk. Paulus Gata dan Mama Yustina Nari yang dengan segenap tenaga dan cintanya selalu mendukungku v Mertuaku: Bpk. Rahmad Al-suratun dan Maria Magdalena Ponirah yang memberikan kepercayaan kepada saya. v Adik iparku Susiwi Dwi Rahayu v Teman-teman kostku v Keluarga besarku yang berada di Kalimantan. Trimakasih telah mendukungku. v Kak Ito Lobo,Kak Dus Baka, Herni Penga, Simus Pajo, Istin Rawi dan Risna

  Milo v Sahabatku Immanuel dari Pendidikan Sejarah yang meninggal Februari 2007. v Bapak dan Ibu kostku v Segenap masyarakat Boro dan Lingkungan Kalisoka yang menerima saya seperti warganya sendiri.

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yohanes Vianei Nomor Mahasiswa : 024314002

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : BORO 1965-1970 (Analisis Sejarah Mengenai Perkembangan Paroki Boro Kalibawang Kulonprogo ) beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 28 Februari 2008 Yang menyatakan (Yohanes Vianei)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan foot note, serta dalam daftar pustaka, seperti layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, .... Februari 2008

  

ABSTRAK

Judul : BORO 1965-1970

  

Analisis Sejarah Mengenai Perkembangan Paroki Boro

Kalibawang Kulonprogo Nama : Yohanes Vianei

  Skripsi ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui situasi masyarakat di Paroki Boro terutama mengenai situasi masyarakat pada pasca 1965. Dengan mengetahui keadaan tersebut, maka dapat diketahui mengenai faktor pendorong yang membuat masyarakat memilih Katolik sebagai agama barunya. Selain itu perlu juga diketahui mengenai cara pendekatan yang dilakukan, sehingga masyarakat lebih memilih Katolik daripada agama lain yang ada.

  Penulisan dan penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Metode tersebut dianggap tepat karena tidak tersedianya sumber yang cukup, sementara para saksi hidup jumlahnya masih banyak. Selain karena alasan di atas, metode wawancara digunakan untuk mengetahui secara langsung apa sebenarnya yang terjadi pada pasca 1965 dengan adanya pembaptisan massal di Paroki Boro. Penggunaan metode tersebut juga untuk melengkapi penelitian melalui studi pustaka di mana sumber sumbernya merupakan kejadian atau peristiwa di tempat lain.

  Hasil dari penelitian adalah dengan diketahuinya faktor pendorong utama terjadinya gelombang pembaptisan dan unsur-unsur yang mempengaruhi sehingga masyarakat menjadi Katolik. Bergabungnya masyarakat untuk memeluk Katolik disebabkan oleh adanya larangan terhadap oragnisasi PKI dan peraturan pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk memeluk agama resmi yang ditetapkan oleh pemerintah.

  Gelombang baptisan atau baptisan massal pasca 1965 dapat terjadi karena adanya perhatian dari Gereja Katolik terutama mengenai kehidupan sosial ekonominya. Pada tahun-tahun sebelum 1965 pun gereja telah memberikan perhatian lebih kepada masyarakat terutama melalui pendidikan dan kesehatan serta tindakan sosial nyata dengan mengerakkan masyarakat dibidang ekonomi. Tujuan utamanya adalah meningkatkan sumber daya manusia di tengah-tengah kondisi alam yang cukup tandus. Selain itu, Gereja Katolik menggerakkan motor pewartaan kepada para katekis dengan mengajar agama kepada masyarakat yang tidak menerima pendidikan formal terutama orang tua.

  

ABSTRACT

BORO 1965-1970

  

The History Analysis of Boro Parish Development

Kalibawang Kulon Progo

By

Yohanes Viane i

  This small thesis was wrote to be aimed to find out the people situation in Boro Parish mainly people situation in the time after 1965. By knowing the situation, it could be known about the supporting factor that made people to choose Catholic as their new religion. Beside that it was also known about the way the approach be performed so people chose it more than the other.

  This writing and research was performed using the interview method. It was appropriate though because there was not any available enough of human resource, while the witnesses of life were still most. Beside the reason above, the method was used to find out directly what was really happened in the time after 1963 with the existence of public baptism at Boro Parish. The use of method was also to complete the research through literature study where its sources were the event or it happened in other place.

  The result of this research was known by the main supporting factor on the happen of baptism phase and the substances that influenced it so people wanted to be Catholic. The collected people together to choose Catholic were caused by the existence of government rule that made people had to believe in formal religion stated by government.

  The baptism phase or public baptism after 1965 could be occurred due to the existence of Catholic Church attention mainly concerning the social-economic life. In the time before 1965, the church also had given the attention more to people especially through education and health and the real social action by moving people in economic factor. The main propose was to improve human resources in the middle of infertile natural enough circumstance. Beside that, Catholic Church moved the evangelist motor to the catechist by teaching the religion to people who have no formal education particularly the older.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan penyertaan-Nya skripsi yang berjudul: BORO 1966-1970 Analisis Sejarah Mengenai Perkembangan Paroki Boro Kalibawang Kulonprogo dapat diselesaikan dalam rangka untuk mencapai gelar Sarjana Sejarah pada Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra Universitas sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penulisan ini, saya banyak mendapatkan bimbingan, motivasi serta bantuan dari berbagai pihak, baik yang terlibat langsung maupun tidak. Untuk itu saya ingin berterimakasih kepada: 1.

  Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

  2. Ka. Prodi Ilmu Sejarah Bpk. Hery Santoso 3.

  Dosen Pembimbing Pastor G. Budi Subanar, S. J.

  4. Segenap dosen dari Prodi Ilmu Sejarah.

  5. Segenap Masyarakat Boro yang turut membantu dalam penelitian.

  6. Umat Lingkungan Kalisoka yang dijadikan pusat penelitian.

  7. Kedua orang tuaku Bapak Paulus Gata dan Mama Yustina Nari.

  8. Istriku tercinta Lusia Ari Rahmawati, Susiwi Dwi Rahayu adik iparku, Mertuaku yang mempercayaiku.

  9. Ito Lobo, Dus Baka, Herni Penga Simus Pajo, Istin Rawi dan Risna Milo.

  Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.

  Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membaca.

  Yogyakarta, Februari 2008 Penulis

  

DAFTAR ISI

Halaman

  

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

HALAMAN MOTTO ...........................................................................................iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...............................................................vi

ABSTRAK............................................................................................................ vii

ABSTRACT ........................................................................................................ viii

KATAPENGANTAR ............................................................................................ix

DAFTAR ISI ..........................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

  

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah........................................................................ 6 C. Perumusan Masalah......................................................................... 6 D. Tujuan Penelitian............................................................................. 7 E. Manfaat Penelitian........................................................................... 7 F. Kajian Pustaka................................................................................. 8 G. Kerangka Konseptual.................................................................... 11 H. Metode Penelitian.......................................................................... 17 I. Sistematika Penulisan.................................................................... 19 BAB II. SITUASI SOSIAL BUDAYA DAN PERKEMBANGAN PAROKI BORO SEBELUM TAHUN 1965 ................................... 21 A. Kondisi Geografis ......................................................................... 21 1. Letak geografis.................................................................. 21 2. Keadaan alam.................................................................... 22 B. Kehidupan Sosial Ekonomi........................................................... 23 1. Perilaku sosial masyarakat................................................ 23 2. Kehidupan ekonomi .......................................................... 28 C. Agama dan Kepercayaan............................................................... 32 1. Kejawen............................................................................. 32 2. Islam.................................................................................. 35 3. Katolik ............................................................................... 36

  4. Lahirnya Stasi Kalibawang ............................................... 41 5.

  Boro setelah Prennthaler .................................................. .42

  BAB III. FAKTOR PENDORONG GELOMBANG PEMBAPTISAN DI PAROKI BORO PASCA 1965 .................... 46 A. Rasa Takut Masyarakat Terhadap PKI dan Tindakan Militer...... 46 B. Permasalahan Agama yang Dianut Masyarakat............................ 52 C. Mengenai Sikap Gereja Katolik .................................................... 56 1. Sikap Keuskupan Agung Semarang.................................. 59 2. Sikap Gereja Boro ............................................................. 61 D. Kedekatan masyarakat dengan Gereja .......................................... 64 1. Perhatian Gereja ................................................................ 64 2. Hubungan keluarga ........................................................... 67 BAB IV. CARA PENDEKATAN DAN DAMPAK BAGI GEREJA KATOLIK BORO................................................. 71 A. Mengedepankan Pendidikan dan Kesehatan................................. 71 3. Membangun sarana pendidikan......................................... 72 4. Membangun fasilitas kesehatan........................................ 75 B. Membantu Kehidupan Sosial Ekonomi......................................... 76 C. Pengajaran Agama......................................................................... 80

  1. Melalui peran katekis ........................................................ 81 2.

  Melalui salawatan.............................................................. 87

  D. Melakukan Pendekatan Personal................................................... 92 E.

  Dampak Bagi Gereja Katolik Boro ............................................... 96

  

BAB V. PENUTUP.......................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 102

LAMPIRAN ....................................................................................................... 104

  

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

  

Lampiran 1. PetaWilayah Paroki Boro...................................... 104

Lampiran 2. Lembar Baptis ...................................................... 105

Lampiran 3. Statistik Baptisan.................................................. 108

Lampiran 4. Tabel Baptisan 1966 dan 1967 .............................. 109

Lampiran 5. Daftar Wawancara................................................ 113

Lampiran 6. Daftar Responden................................................. 116

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paroki Boro yang berdiri tahun 1929, terletak di kaki selatan Perbukitan Menoreh, memiliki dinamika yang khas dan sejarah yang panjang dalam

  perkembangan Gereja Katolik di Kalibawang atau wilayah Perbukitan Menoreh itu sendiri. Boro sekarang adalah pusat paroki yang wilayahnya mencakup sebagian

  1 wilayah Kalibawang dan Samigaluh .

  Ada alasan tersendiri yang membuat sejarah tentang Paroki Boro ini ingin diangkat. Pertama, Boro merupakan salah satu bagian dari perkembangan awal Gereja Katolik di Pegunungan Menoreh. Kedua, Boro menjadi pusat karya misi P. Prennthaler dan menjadi pusat paroki pertama di Menoreh. Ketiga, seluruh kegiatan misi Gereja Katolik di Perbukitan Menoreh dipusatkan di Boro. Selain itu, di Boro telah terjadi pembaptisan massal yang mengakibatkan kuantitas umat Katolik meningkat pesat. Hal itu terjadi pada tahun 1965 sampai dengan tahun 1970 dengan pembaptisan paling besar terjadi pada tahun 1966 dan 1967. Hal itulah yang perlu

1 Berdasarkan Buku Kenangan 64 Tahun Gereja Santa Teresia Lisieux Boro (1927-1991) yang ditulis

  

oleh Panitia 76 Tahun Boro pada tahun 1991, wilayah Paroki Boro terdiri atas sebagian wilayah digali, sehingga dapat mengetahui penyebab dari peristiwa pembaptisan yang terjadi dalam jumlah yang besar itu.

  Pasca G 30 S memberikan warna tersendiri bagi seluruh lapisan masyarakat karena saat itu telah terjadi berbagai situasi yang membuat masyarakat khawatir.

  Kurun waktu itu merupakan masa- masa yang sulit bagi masyarakat, karena harus menentukan pilihan. Itu disebabkan adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk memeluk agama. Selain itu, banyak terjadi pembunuhan terhadap orang-orang PKI, penahanan dan intimidasi yang membuat masyarakat resah. Jika keduanya digabungkan ke dalam satu permasalahan maka akan memiliki daya tarik dalam penulisan.

  Dalam sejarah perkembangannya, Paroki Boro telah mengalami berbagai dinamika. Paroki Boro memiliki cakupan wilayah yang meliputi sebagian besar wilayah Pegunungan Menoreh yang terdiri dari sebagian wilayah Kalibawang dan Samigaluh. Dengan wilayah yang luas belum menjamin kuantitas umat sejak awal perkembangannya baik Tentunya ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, tetapi usaha menghimpun jemaat terus dilakukan antara lain adalah Barnabas Sarikrama yang merupakan pengikut P. Van Lith. Ia merupakan orang Katolik pertama di

2 Kalibawang . Usaha-usaha untuk menyebarkan pengaruh Katolik terus dilakukan

  oleh katekis-katekis yang menjadi penerus dari peran awam dalam menyebarkan agama. Tokoh awam yang sangat gencar mengajarkan agama adalah Martinus Sowimorsidi.

  Kedatangan Pastor Prennthaler pada tahun 1927 ke Boro membawa pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat Menoreh dengan mengawali pembentukan umat Katolik di Menoreh untuk menjadi sebuah paroki. Lewat prakarsa P. Prennthaler pula terbentuklah tim katekis yang bertugas untuk membantu pastor

  3

  dalam rangka memperluas misi Gereja Katolik di wilayah tersebut . Namun demikian, sejak tahun 1940-an sampai dengan tahun 1960-an perkembangan tidak menunjukkan kenaikan yang cukup berarti atau relatif tetap. Pada tahun 1940 jumlah Umat Katolik di Paroki Boro lebih kurang 2843 orang sementara jumlah baptisan sekitar 181 orang. Memang sepuluh tahun kemudian jumlah umat bertambah menjadi 3400 orang dengan jumlah baptisan kurang lebih 130 orang tiap tahunnya. Perkembangan dengan jumlah yang demikian membutuhkan waktu yang cukup

  4 lama .

  5 Tahun 1967 jumlah umat bertambah dua kali lipat, tepatnya 6400 orang .

  Kenaikan dengan jumlah yang sangat banyak itu, tentu saja dipengaruhi oleh adanya

  6 3 peristiwa G 30 S yang memicu dikeluarkanya Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966 4 Hardawiriyana, Romo Prennthaler, S. J. Perintis Msi di Perbukitan Menoreh, Boro: 2002. Hal.29-34.

  

Lihat APENDIX VI dalam G. Budi Subanar, Menuju Gereja Mandiri Sejarah Keuskupan Agung

5 Semarang di Bawah Dua Uskup (1940 - 1981). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2005.

  Ibid. yang mengharuskan masyarakat untuk memeluk agama yang ditetapkan oleh pemerintah. Hasil yang demikian, tidak membuat semangat para katekis menjadi surut. Justru dengan adanya tantangan tersebut mereka terus menyebarkan pengaruhnya dengan berbagai cara.

  Telah banyak tulisan mengenai sejarah gereja baik itu skripsi maupun tulisan tulisan ilmiah. Beberapa karya ilmiah yang dituliskan hanya mengenai perkembangan gereja semata, namun hanya sedikit yang mau menganalisis tentang situasi sosial masyarakat Katolik ketika menghadapi situasi seperti G 30 S yang melibatkan

  7 seluruh warga negara .

  Skripsi ini membatasi periode 1965-1970, karena pada tahun-tahun tersebut banyak sekali terjadi pembantaian massal di Pulau Jawa, serta dikeluarkannya Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966 yang mengharuskan Warga Negara untuk memeluk agama resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Sementara itu, pada tahun1966 dan 1967 telah terjadi pembaptisan massal di Paroki Boro serta di berbagai paroki di wilayah Keuskupan Agung Semarang.

  Berdasarkan informasi lisan yang berasal dari masyarakat Boro serta tulisan 7 yang sudah termuat tentang kebijakan Gereja menyikapi kekerasan Pasca G 30 S

  

Buku-buku sejarah gereja yang berkaitan dengan Gerakan 30 September antara lain Di-PKI-kan

Tragedi 1965 dan Kaum Nasrani di Indonesia Timur. Buku ini khusus menceritakan tentang

keterlibatan orang-orang Katolik di Indonesia Timur serta menceritakan tentang aksi penuduhan

terhadap mereka yang memeluk agama lokal, sehingga mereka dianggap sebagai PKI. Menuju

Gereja Mandiri Sejarah Keuskupan Agung Semarang di Bawah Dua Uskup91940-1980). Buku ini

khusus membahas mengenai sikap Gereja terhadap G 30 S terutama mengenai sikap Keuskupan

Agung Semarang yang terdapat pada halaman 148-154. Sejarah Gereja Katolik Indonesia 3b. Buku

yang satu ini membahas mengenai perkembangan PKI pada masa Uskup J. Darmojuwono baru karya G. Budi Subanar, serta beberapa buku lain yang termuat pada bagian kajian pustaka. Dengan referensi tesebut, maka dicoba untuk menelusuri dan merekonstruksi peristiwa yang terjadi untuk dituangkan dalam skripsi ini.

  Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mempertanggungjawabkan tugas akhir sebagai mahasiswa sejarah dengan latihan kerja ilmiah. Paroki Boro akan menjadi fokus penelitian dengan tujuan untuk melihat dan mencermati situasi yang terjadi, terkait dengan peristiwa tersebut yang memiliki kaitan langsung dengan pembaptisan massal selama pasca G 30 S.

  Menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah bukan sekedar catatan peristiwa, akan

  8

  tetapi lebih dari itu. Sejarah dapat menjadi guru kehidupan , sebagaimana ditulis dalam Ungkapan ungkapan Filsafat Sejarah Barat dan Timur, Penjelasan

  

Berdasarkan Kesadaran Sejarah ( 1986 : 5 ). Dengan adanya sejarah, orang dapat

  mengetahui peristiwa penting di masa lalu yang dapat berguna bagi masyarakat baik sekarang maupun untuk yang akan datang.

  Ungkapan Sartono memiliki kebenaran sebab dari sejarah dapat diketahui peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Dari peristiwa itu orang tidak hanya sekedar ingin tahu tentang peristiwa yang terjadi sekaligus dapat menimba ilmu dan hikmah serta memahami makna dari suatu peristiwa.

  B. Identifikasi Masalah

  Identifikasi masalah sangat diperlukan untuk membatasi permasalahan yang akan dibahas dengan alasan kemampuan serta keterbatasan untuk mengkaji suatu permasalahan dari topik penulisan. Setidaknya ada lima permasalahan yang dapat dikaji.

  Pertama, mengenai kondisi sosial budaya masyarakat Boro dan sekitarnya. Ini dimaksudkan sebagai gambaran atau latar belakang yang akan menjelaskan kehidupan masyarakatnya. Kedua, membahas mengenai faktor pendorong yang membuat masyarakat ingin dibaptis. Ketiga, membahas mengenai cara pendekatan yang dilakukan oleh Gereja sebagai realisasi dari Gereja menanggapi peristiwa G 30 S. Keempat, membahas mengenai perubahan sosial yang terjadi ketika masyarakat Boro minta untuk dibaptis dan banyak memeluk agama Katolik. Kelima adalah bagaimana Gereja menanggapi situasi pasca terjadinya G 30 S.

  C. Perumusan Masalah

  Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam penulisan ini adalah: 1.

  Bagaimaana kondisi sosial budaya sebelum tahun 1965 yang melatarbelakangi masyarakat di sekitar wilayah Paroki Boro, sehingga minta untuk dibaptis selama pasca G 30 S tepatnya pada tahun 1967? 2. Apa yang mendorong masyarakat untuk memeluk Katolik setelah

  3. Apa saja cara yang dilakukan oleh Gereja dalam rangka mendekatkan diri dan merangkul masyarakat sebagai bentuk realisasi Gereja dalam menyikapi G 30 S di tengah lingkungan Umat Paroki Boro? D.

   Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitiannya adalah: 1.

  Mengetahui kehidupan dan dinamika sosial budaya masyarakat di Paroki Boro, sebagai gambaran umum kehidupan masyarakat Boro untuk menambah khasanah dalam penulisan ini.

2. Mendeskripsikan faktor pendorong masyarakat Boro dan sekitarnya minta untuk dibaptis menjadi Katolik diperoleh dari hasil penelitian.

  3. Mengetahui cara yang dilakukan oleh pihak Gereja dalam hal merangkul masyarakat untuk menjadi Katolik dan sebagai proses berlatih untuk menyelesaikan tugas akhir dalam penulisan skripsi.

E. Manfaat Penelitian 1.

  Penulisan tentang sejarah lisan dapat menambah khasanah dalam penulisan sejarah

  2. Mengetahui secara lebih jelas dan terperinci tentang proses terjadinya suatu peristiwa yaitu mengenai gelombang pembaptisan yang terjadi di Paroki Boro selama pasca G 30 S.

F. Kajian Pustaka

  Buku-buku yang memuat mengenai sejarah gereja sudah cukup banyak. Akan tetapi, bila diperhatikan secara cermat sejarah gereja yang khusus membahas situasi pasca G 30 S yang melibatkan masyarakat Katolik masih sangat sedikit. Untuk itu diperlukan sumber-sumber yang sekiranya dapat mendukung dalam penulisan ini.

  Secara umum, dapat disampaikan beberapa buku yang dapat dijadikan sumber referensi dalam melakukan penelitian dan penulisan, sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas.

  Pertama, Romo J. B. Prennthaler, Perintis Misi di Perbukitan Menoreh

  karya Hardawiryana tanpa penerbit dikeluarkan di Boro pada tahun 2002. Buku ini membahas mengenai usaha-usaha yang dilakukan oleh P. Prennthaler dalam usahanya mengembangkan misi Gereja Katolik di Perbukitan Menoreh. Dalam buku ini membahas tentang pola hidup masyarakat dan kondisi sosial budaya masyarakat yang ada di Perbukitan Menoreh pada umumnya dan Boro pada khususnya, serta perkembangan Gereja selama masa P. Prennthaler.

  Kedua, DI-PKI-KAN, Tragedi 1965 dan Kaum Nasrani di Indonesia Timur yang ditulis oleh Paul Webb dan Steven Farram. Pengantar oleh G. Budi Subanar.

  Diterbitkan oleh Syarikat tahun 2005. Isinya menceritakan tentang keterlibatan orang orang Kristiani dalam organisasi PKI. PKI mendekatkan dir i pada masyarakat tradisional yang masih memegang teguh kepercayaan asli serta banyaknya orang orang berpendidikan yang terlibat dalam organisasi itu.

  Ketiga, Menuju Gereja Mandiri, Sejarah Keuskupan Semarang di Bawah

Dua Uskup (1940-1981). Karya G. Budi Subanar yang diterbitkan oleh Universitas

  Sanata Dharma, tahun 2005. Selain buku yang berjudul Di-PKI-kan buku ini juga menjadi referensi utama dalam penulisan ini. Pada bagian buku ini membahas mengenai Gereja menyikapi G 30 S dan dampak-dampaknya terhadap masyarakat Katolik maupun terhadap Keuskupan Agung Semarang yang akan mendukung ketika membahas mengenai faktor pendorong terjadinya pembaptisan masal di Boro pasca G

  30 S, serta sikapnya terhadap peristiwa tersebut.

  Keempat, Sejarah Gereja Indonesia 4, Pengitegrasian ke Alam Indonesia.

  Oleh Muskens, Percetakan Arnoldus, Ende Flores tahun 1973. Dalam buku ini membahas mengenai sikap Gereja terhadap Partai Komunis serta sikap Partai Katolik terhadap PKI.

  Kelima, A. T. Willis, Indonesian Revival: Why Two Million Came to Chris

  Pasedana, 1977. Menceritakan tentang faktor pendorong yang membuat masyarakat Jawa Timur masuk menjadi Kristiani. Ini merupakan hasil sebuah penelitian di Jawa Timur.

  Keenam, The Indonesian Killings, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-

1966 . Diedit oleh Robert Cribb sementara pengantarnya oleh Asvi Warman Adam.

  Penerbit Syarikat Yogyakarta pada tahun 2000. Merupakan hasil kumpulan tulisan yang menceritakan tentang pembantaian terhadap orang-orang yang diduga PKI baik di Jawa maupun Bali, baik yang dilakukan oleh Militer maupun oleh orang-orang

  Ketujuh, Indonesia Abad ke-20 Jilid 2, Dari Perang Kemerdekaan Pertama

sampai Pelita III , ditulis oleh G. Moedjanto dengan penerbit Yayasan Kanisius pada

tahun 1988.

  Kedelapan, Menabur Benih Menggiring Angin, Sebuah Kisah Seorang

Katekis di Boro, Martinus Sowimorsidi . Merupakan sebuah makalah yang ditulis oleh

  Mahasiswa Fakultas Teologi, Dodot Kusworo, dkk., pada tahun 2003. Merupakan hasil wawancara dengan Martinus Sowimorsidi. Dalam makalah tersebut termuat sedikit cerita mengenai orang-orang Boro yang dibaptis pada masa G 30 S.

  Kesembilan, Sejarah Gereja Katolik Indonesia III B. Diterbitkan oleh

  Percetakan Arnoldus Ende Flores tahun 1974. Di sini sedikit memuat mengenai perkembangan Keuskupan Agung Semarang dari tahun ke tahun khususnya menjelang tahun 1965. Atau pada masa awal Kardinal Julius Darmojuwono menjabat sebagai uskup bersamaan dengan perkembangan Partai Komunis di Indonesia yang semakin menguat.

  Kesepuluh, Beberapa Aspek dari Sejarah Indonesia. Oleh Pipitseputra

  Percetakan Arnoldus Ende Flores 1973. Dalam bagian tertentu ada yang membahas mengenai sikap masyarakat Katolik dan Gereja terhadap PKI.

  Kesebelas, John Roosa, dkk. Tahun yang Tak Pernah Berakhir Memahami

Pengalaman Korban 65. Jakarta: Lembaga Studi Advokasi Masyarakat, 2004. Pada

  bagian pengantar buku ini menjelaskan mengenai penulisan sejarah lisan. Buku ini digunakan sebagai referensi untuk menentukan konsep penulisan serta metodologi kisah-kisah para korban pasca 65. Buku itn merupakan bentuk dari penulisan yang dihasilkan dengan metode wawancara.

G. Kerangka Konseptual

  G 30 S adalah peristiwa nasional yang sangat besar, karena pada saat itu telah terjadi usaha perebutan kekuasaan. Peristiwa itu, diindikasikan didalangi oleh PKI.

  Usaha perebutan kekuasaan mengakibatkan tewasnya enam orang Jendral, sementara

  9 pasca G 30 S adalah situasi yang terjadi setelah G 30 S itu sendiri .

  Penggunaan istilah pasca G 30 S atau pasca 65 dianggap tepat karena peristiwa itu terjadi pada tahun 1965. Situasi yang terjadi itu kemudian diistilahkan dengan pasca G 30 S atau pasca 65, karena setelah masa itu masih banyak terjadi

  10 situasi yang gawat berhubungan dengan G 30 S .

  Pasca G 30 S telah terjadi berbagai peristiwa yaitu pembersihan PKI oleh militer, pembunuhan, penahanan, pemaksaan kehendak, serta yang paling berpengaruh dalam membawa perubahan bagi Indonesia adalah masalah ketetapan pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk memeluk lima agama resmi. Untuk memahami periode tersebut, perlu mengetahui situasi masyarakat yang mengalaminya.

9 Robert Cribb, The Indonesian Killings, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966. Yogyakarta: Penerbit Syarikat, 2000.

  Peristiwa itu diawali dengan pembunuhan kepada enam orang Jendral di Jakarta, disusul dengan usaha pemberantasan PKI oleh Militer dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS No, IX/ MPRS/ 1966 sebagai tindak lanjut dari

  11

  dari Supersemar yang berarti melarang keberadaan PKI di Indonesia . Dengan dilarangnya PKI di Indonesia, maka posisi PKI dalam keadaan terjepit. Usaha-usaha untuk membersihkan PKI terus dilancarkan. Pemberantasan PKI di Jakarta telah berhasil dilaksanakan, namun untuk di daerah belum dilakukan. Untuk itu, Militer mengadakan penyisiran di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Dengan adanya penyisiran itu maka dendam lama antar organisasi di daerah berlanjut menjadi pertikaian, sehingga banyak terjadi pembunuhan. Setiap masyarakat sangat takut dengan situasi tersebuat karena satu dengan yang lain saling curiga. Pembunuhan itu tidak hanya tertuju kepada orang PKI saja, setiap orang bisa menjadi korban pembunuhan. Sebut saja di Klaten, bahwa setiap orang bisa saja dibunuh atau

  12

  membunuh . Aksi itu disebabkan oleh tindakan tindakan PKI yang sepihak pada masa sebelumnya.

  Berdasarkan laporan setidaknya terdapat 800.000 orang terbunuh di Jawa

  13 Tengah dan Timur dan masing- masing 100.000 orang di Bali dan Sumatra . Bukti ini

  memberikan fakta bahwa pada pasca G 30 S telah banyak terjadi korban yang 11 disebabkan oleh aksi militer yang ingin menumpas PKI dan tindakan militer yang 12 Ibid Hal. 91-92. Lihat pula pada catatan kaki.

  Ibid. Hal. 208.

  14

  melegalkan massa untuk ikut dalam proses penjaringan PKI yang menyebabkan banyak terjadi pemakasaan, intimidasi dan kekerasan ya ng menyebabkan banyak terjatuhnya korban baik di pihak PKI maupun yang tidak.

  Pada masa itu, banyak pula terjadi penangkapan dan penahanan baik terhadap orang-orang PKI maupun yang teridentifikasi. Banyak orang yang kehilangan sanak saudara dan keluarganya sediri. Orang-orang yang ditahan kebanyakan tidak pulang lagi, karena ada indikasi dibunuh dan adapula yang dipindahkan ke penjara lain di luar daerahnya. Banyak pengalaman yang menyedihkan karena tragedi 30

  15 September. Orang-orang yang teridentifikasi dihina dan dikucilkan dari masyarakat .

  Pengalaman orang-orang yang harus kehilangan suaminya karena ditahan atau pengalaman seorang istri atau anak yang suami atau ayahnya di cap sebagai PKI tidak merasa nyaman dengan kehidupannya. Partono misalnya mengalami diskriminasi di sekolah maupun lingkungannya. Ia memiliki hobi bermain bola, tetapi

  16 kemudian berhenti karena dirinya disebut anak PKI oleh teman permainannya .

  Keputusan pemerintah yang membuat perubahan dalam masyarakat adalah mengenai keharusan beragama. Beragama merupakan hak asai, tetapi dalam situasi ini, pemerintah mencoba memperkecil ruang gerak PKI dengan mengharuskan masyarakat untuk beragama. Peraturan yang mengharuskan masyarakat untuk 14 memeluk agama diwujudkan dalam Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966 yang 15 Ibid. Hal.264.

  

John Roosa, dkk. Tahun yang Tak Pernah Berakhir Memahami Pengalaman Korban 65. Jakarta: Lembaga Studi Advokasi Masyarakat, 2004. mengharuskan Warga Negara untuk memeluk agama resmi yaitu Islam, Katolik,

17 Protestan, Hindu dan Buddha .

  Masa-masa tersebut merupakan situasi yang paling suram bagi sejarah Indonesia, tidak saja dalam bidang politik namun kesemuanya saling berkaitan, sehingga menghasilkan permasalahan yang kompleks. Permasalahan itu tidak saja dialami oleh negara, tetapi juga bagi organisasi masa termasuk agama yang berarti berkaitan pula dengan kehidupan Gereja.

  Sebuah penelitian memperlihatkan bahwa di setiap daerah memiliki perbedaan karakter budaya, sehingga tidak dapat dipersepsikan dalam satu sudut pandang saja terutama dalam proses masuk agama seseorang. Dalam penelitian A. T Willis di Jawa Timur disebutkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat di Jawa

18 Timur menjadi Kristen . Selain karena dipengaruhi oleh ketetapan pemerintah masih

  ada faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor tersebut antara lain, ketakutan mereka terhadap aksi brutal militer dan massa. Itu dapat menjadi indikasi yang perlu diperhitungkan sebagai faktor itu sendiri.

  Dalam buku Menuju Gereja Mandiri, Sejarah Keuskupan Agung Semarang di

  

Bawah Dua Uskup (2005:152), G. Budi Subanar mengungkapkan bahwa orang ya ng

masuk ke pengakuan Katolik dibagi ke dalam beberapa kelompok katekumen. 17 Mereka itu terdiri dari kelompok korban revolusi politik tahun 1965, Kelompok Op.Cit.

  Muslim Jawa yang dikenal dengan abangan atau biasa disebut masyarakat pada umumnya yaitu Kejawen, dan warga perkotaan yang terpisah dari kampung halaman

  19 dan relasi-relasi tradisional mereka .

  Adanya baptisan massal juga disebabkan peran katekis yang rajin mengajarkan agama dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Prennthaler pernah memerikan lonceng- lonceng Angelus kepada umat Katolik di di Menoreh. Lonceng- lonceng itu ibarat katekis yang setia

  20 mewartakan Kerejaan Allah .

  Menurut Max Heirich setidaknya ada empat faktor yang bisa dijadikan faktor

  21

  pendorong seseorang pindah atau masuk agama tertentu . Pertama adalah mengenai pengaruh Ilahi. Seseorang tertarik untuk masuk atau pindah agama karena dipengaruhi oleh pengalaman religius. Kedua, mengenai masalah psikologi. Seseorang akan pindah atau masuk agama tertent u karena adanya tekanan psikologis dan batin. Ketiga, mengenai aneka permasalahan sosial. Permasalahan sosial bisa terjadi karena masyarakat yang hidup di daerah pedesaan hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan, Kemiskinan bisa disebabkan ole h kondisi alam yang menyertai ataupun desakan akan kebutuhan yang tinggi, tetapi di Boro kemiskinan 19 lebih disebabkan kondisi alam dan sumber daya manusianya yang kurang.

G. Budi Subanar., Menuju Gereja Mandiri Sejarah Keuskupan Agung Semarang di Bawah Dua

20 Uskup (1940-1981). Yogyakarta: Univ Sanata Dharma 2005. Hal. 152.

  Hardawiriyana, Ibid. Hal. 140-141.

  Dengan demikian, peristiwa itu diharapkan bisa menjawab pertanyaan tentang peran Gereja, terkait dengan G 30 S yang masih dipermasalahkan. Hal yang masih dipermasalahkan itu antara lain, berhubungan dengan relevansi kejadian yang menjadi pokok masalah lain. Peran Gereja masih dipertanyakan berkaitan dengan G

  30 S, serta masih diberlakukannya stigmatisasi pada eks tahanan politik.

  Adapun aspek lain yang memotivasi masyarakat untuk memeluk Katolik dikarenakan adanya praktik liturgi Gereja Katolik mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di antaranya adalah kelahiran, perkawinan dan kematian di mana

  22

  upacara liturgi tersebut sangat mirip dengan kebudayaan Jawa . Proses perpindahan atau masuk agama dan pembaptisan massal dapat pula menyebabkan perubahan sosial. Apalagi peristiwa pembaptisan itu terjadi dalam jumlah yang sangat besar.

  Manusia sebagai individu merupakan makhluk sosial yang tidak akan terlepas dari kelompoknya. Menurut Anderson dan Parker dalam bukunya yang berjudul

  

Society its Organization and Operation ( 1964: 29 ) seperti yang dikutip oleh oleh

  Phil Astrid Susanto, diterangkan bahwa ciri-ciri masyarakat ialah adanya sejumlah orang yang tinggal di daerah tertentu, mengadakan atau mempunyai hubungan satu sama lain dan menbentuk suatu sistem hubungan antar manusia, serta terikat dan

  23

  memiliki kepentingan bersama . Selain itu, mereka juga memiliki tujuan dan kerja sama yang berdasarkan ikatan solidaritas dan pada akhirnya membentuk kebudayaan 22 bersama.

   Ibid.

H. Metode Penelitian

  Sejarah sebagai ilmu memiliki metode- metode sendiri, sama halnya dengan ilmu- ilmu lain. Metode yang digunakan dalam penelitian dan penulisan sejarah digunakan untuk mengungkapkan kebenaran dan menganalisis fakta- fakta atau peristiwa, sehingga dapat mengetahui peristiwa yang terjadi di masa lampau.

  Permasalahan yang sudah dirumuskan didekati dengan berbagai langkah sehingga menghasilkan tulisan yang sistematis.

  Metode penelitian atau penulisan digunakan untuk menentukan langkah langkah atau cara yang baik dalam melakukan penelitian maupun penulisan termasuk dengan pendekatan terhadap ilmu- ilmu sosial Berikut adalah langkah-langkah penelitian.

  Topik yang dipilih dalam penulisan skripsi ini sudah disebutkan dengan berbagai faktor pendorong yang menyertai terjadinya pembaptisan pada masyarakat di sekitar wilayah Paroki Boro. Langkah kedua adalah mengumpulkan sumber. Sumber sangat penting karena dalam penulisan sejarah sumber adalah hal utama dalam proses mendapatkan tulisan yang ilmiah. Sumber dalam skripsi didapat dari studi pustaka yaitu melalui buku-buku yang berkaitan dengan topik yang dipilih.

  Penelitian ini memberi jawaban pada penelitian sumber primer yang diperoleh dari hasil wawancara. Dengan demikian, penelitian ini mendasarkan diri pada sejarah lisan. Namun, sumber-sumber yang diperoleh secara lisan, dilengkapi dengan tulisan tulisan yang sudah ada. Selain itu, terdapat pula sumber primer lain berupa daftar yang ada dalam buku baptis. Di samping itu, dilengkapi pula dengan sumber sekunder yang berasal dari tulisan-tulisan yang diperoleh melalui studi pustaka.

  Penulisan dalam skripsi ini tidak sepenuhnya berupa hasil wawancara. Banyak pula sumber tertulis yang digunakan dalam penulisan. Namun, untuk memperjelas permasalahan, maka diperlukan wawancara dengan teknik sejarah lisan. Maksud dari penulisan sejarah lisan adalah untuk mempertegas sebuah asumsi agar dapat mendekati kebenaran yang ingin dicapai. Untuk menilai kebenaran dalam wawancara lisan penulis menggunakan prosedur seperti pada sumber-sumber tertulis dengan memerikasa ulang informasi dan data yang diperoleh. Idealnya sejarah lisan digunakan untuk mendukung sumber-sumber tertulis.

  Sejarah lisan bukan hanya teknik untuk melengkapi kekurangan dari rekaman tertulis. Sejarah lisan telah mengubah seluruh watak penulisan sejarah, dengan menampilkan bukti-bukti dari bawah. Hal itu dapat dilakukan dengan memindahkan fokus dan membuka wilayah penyelidikan baru dengan menantang sejumlah asumsi dan penilaian yang selama ini dipegang oleh sejarawan dengan memperhatikan orang-orang yang selama 24 ini diabaikan. Ini berdasarkan tulisan Paul Tmpson .

  Wawancara yang dilakukan berhubungan langsung dengan saksi sejarah, serta tokoh-tokoh yang berkepentingan pada pasca 1965 atau yang terkait dengan permasalahan tersebut. Para saksi sejarah itu dijadikan narasumber dengan catatan mereka terlibat langsung. Ada tiga kriteria yang dilakukan untuk dapat melakukan wawancara. Pertama, narasumber adalah tokoh yang terlibat langsung mengadakan perubahan atau terlibat langsung di dalamnya. Kedua, mereka adalah para saksi yang terdiri dari orang-orang Katolik. Mereka sudah lebih dahulu menganut Katolik dan kebetulan tahu benar dengan situasi yang terjadi. Ketiga, para pelaku pelaku sejarah yang pada waktu itu menjadi para calon baptis.

  Narasumber yang dijadikan kunci adalah Martinus Sowimursidi. Di samping itu, didapat pula narasumber lain berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh saksi kunci pertama, serta berdasarkan kriteria sendiri. Denga n demikian, terjadilah suatu proses wawancara dan proses penelusuran berkelanjutan.

  Terkait dengan proses penelusuran berkelanjautan, sebenarnya di dalamnya sudah berlangsung atau terjadi kritik sumber. Untuk sumber sekunder, sudah dilakukan kritik, sehingga dapat dimuat sebagai sumber. Pada akhirnya kedua sumber kemudian di padukan dan disusun secara sistematis ke dalam bentuk tulisan.

I. Sistematika Penulisan

  BAB I, pada bab ini merupakan bagian pendahuluan yang jabarkan ke dalam

  delapan sub bab, seperti latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.

  BAB II, akan membahas mengenai latar belakang masyarakat di Paroki Boro

  seperti kehidupan sosial budayan pola hidup masyarakat sehari- hari sejak masuknya pengaruh Katolik di sana sampai pada masa G 30 S. Bagian ini merupakan penjelasan yang merupakan gambaran umum sebelum masuk kepada permasalahan inti pada bab berikutnya.

  Adapun pada bab ini akan membahas secara detail mengenai letak dan kondisi geografis, kehidupan sosial dan budaya seperti mata pencaharian hidup, keadaan masyarakat, serta religi dan agama yang pernah hidup di sana. Selain itu, juga akan membahas sedik it perkembangan Gereja Katolik. Ini merupakan gambaran kehidupan sosial masyarakat sebelum masuk kepada tema pokok penulisan ini.

  BAB III, pada bagian ini akan membahas mengenai faktor pendorong

  masyarakat mau dibaptis yang berupa ulasan mengenai G 30 S dan dampak dampaknya pasca G 30 S, seperti pembantaian terhadap orang-orang komunis dan Tap MPRS tahun 1965 yang mengharuskan masyarakat untuk memeluk agama, serta sikap dan perhatian gereja terhadap masyarakat baik dari Keuskupan Agung Semarang. Kesemuanya itu merupakan faktor pendorong terjadinya pembaptisan massal pada tahun 1967.

  BAB IV, khusus membahas mengenai cara-cara yang dilakukan oleh Gereja

  baik dari Keuskupan Agung Semarang maupun Paroki Boro dalam rangka mendekatkan diri kepada masyarakat di Paroki Boro dan sekitarnya terutama mengenai pendidikan dan kesehatan, membantu kehidupan sosial ekonomi masyarakat, serta kegiatan katekis terutama melalui pengajaran agama kesenian. Pada

  bagian ini juga membahas mengenai dampak yang diperoleh bagi Paroki Boro. BAB V, berupa kesimpulan yang merupakan intisari dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya.

BAB II SITUASI SOSIAL BUDAYA DAN PERKEMBANGAN PAROKI BORO SEBELUM TAHUN 1965 A. Kondisi Geografis Untuk mengetahui letak dan kondisi sosial masyarakat yang berada di wilayah Boro, pada bagian ini dijelaskan mengenai keadaan geografis yang terdiri dari letak

  dan kondisi alam. Bab ini juga menjelaskan mengenai kehidupan ekonomi dan kehidupan sosial masya rakat, serta budayanya. Selain itu, penjelasan mengenai letak berfungsi untuk mengetahui geografis dari Paroki Boro itu sendiri.

1. Letak geografis

  Wilayah Paroki Boro berada di bagian selatan Pegunungan Menoreh membentang dari timur ke barat. Di sebelah timur berbatasan dengan Kali Progo sebelah barat berbatasan dengan wilayah Purworejo. Sementara itu, di sebelah utara batasnya masih dalam wilayah Kecamatan Kalibawang. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Nanggulan.