BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kreativitas - Agustin Nindy Pratiwi BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kreativitas a. Pengertian Kreativitas Menurut Sulistyowati (2012: 22) pendidikan karakter merupakan

  pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri siswa, sehingga mereka memiliki dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya sebagai anggota masyarakat dan warga Negara yang religius, produktif dan kreatif. Pengertian kreatif menurut Sulistyowati (2012: 73) adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Anak yang kreatif adalah anak yang selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, menyukai kegemaran akan aktivitas yang kreatif. Menurut Sukmadinata (2009: 104) kreativitas adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan sesuatu hal baru, cara-cara baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan masyarakat.

  Sternberg (2006: 429) mengemukakan : Define creativity as the

  process of producing something that is both original and worthwhile. The something could take many forms. It might be a theory, a dance, a chemical, a process or procedure, a story, a symphony or almost anything else.

  8

  9 Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk mencipta dan berekspresi yang bersifat imajinatif, mampu menciptakan sesuatu yang belum diciptakan oleh orang lain. Salah satu fungsi pendidikan adalah membentuk manusia agar memiliki karakter kreatif. Apabila pendidikan bertujuan membentuk karakter kreatif, tentunya setiap peserta didik dengan segala potensinya dapat dilatih untuk menggagas ide-ide kreatif berdasarkan pengalaman hidupnya. Kreativitas atau perbuatan kreatif banyak berhubungan dengan inteligensi. Seorang yang kreatif pada umumnya memiliki inteligensi yang cukup tinggi.

  Seorang yang kreatif menurut Munandar (Sukmadinata, 2009: 105) adalah orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian tertentu misalnya seperti: mandiri, bertanggung jawab, bekerja keras, motivasi tinggi, optimis, rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, terbuka, memiliki toleransi, dan kaya akan pemikiran. Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif harus dikembangkan dalam proses

  9 pembelajaran, agar peserta didik terbiasa untuk mengembangkan kreativitasnya.

  Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru. Kemampuan menyelesaikan berbagai masalah dapat diartikan sebagai berkembangnya wawasan peserta didik yang akhirnya dapat berimplikasi terhadap kreativitasnya. Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk mampu merangsang kreativitas peserta didik, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Menurut Aunillah (2011: 87-91) ada beberapa hal yang penting dilakukan oleh guru agar peserta didik memiliki karakter kreatif, antara lain : 1)

  Belajar melebihi fakta Belajar melebihi fakta adalah mempelajari segala sesuatu yang berada dibalik fakta. Guru harus menyiapkan informasi tambahan mengenai mata pelajaran yang diajarkan secara lebih kreatif, sehingga kebiaasaan tersebut dapat diteladani oleh peserta didik.

  2) Mempelajari cara berpikir yang benar

  Membentuk karakter kreatif pada diri peserta didik tidak terlepas dari kemampuan guru dalam mengajari tentang cara berpikir yang benar.

  Belajar tentang cara berpikir merupakan prinsip paling penting yang harus dimiliki oleh setiap guru supaya memiliki peserta didik yang berkarakter kreatif. Peserta didik yang kreatif ialah cara berpikir yang tepat dan efektif. 3)

  Belajar mengonstruksi fakta baru Guru harus memotivasi peserta didik agar belajar menemukan dan mengonstruksi fakta baru yang dia temukan. Peserta didik diajak untuk melakukan eksplorasi fakta-fakta masalah. Hal yang perlu dilakukan oleh seseorang agar dapat mengeksplorasi fakta pelajaran adalah memberikan informasi baru, yang dapat dihubungkan dengan mata pelajaran yang sedang diajarkan.

  b.

  Pengembangan Kreativitas di Lingkungan Sekolah Menurut Satiadarma & Waruwu (2003:119-120) ada beberapa hal yang dapat mengembangkan kreativitas di lingkungan sekolah antara lain :

  1) Pengaturan kelas

  Pengaturan ruang kelas menjadi ruang sumber yang mendukung para siswa untuk membaca, menjajaki, dan meneliti. Misalnya, dipasang gambar-gambar, alat-alat laboratorium, perpustakaan mini, dan alat-alat yang memungkinkan siswa dapat melakukan kegiatan konstruktif. 2)

  Suasana pengajaran yang menyenangkan

  Suasana pengajaran yang hangat dan mendukung keamanan dan kebebasan yang membuat para siswa untuk mengembangkan pikiran-pikiran kreatifnya, sehingga anak berani untuk mengembangkan pikiran-pikiran yang bersifat eksploratif.

  3) Persiapan guru

  Guru harus bertugas mendorong siswanya untuk mengembangkan ide, inisiatif dalam menjajaki tugas-tugas baru. Dalam pengajarannya guru memberi waktu kepada siswa untuk memikirkan dan mengembangkan ide atau gagasan kreatif.

  4) Sikap guru

  Sikap terbuka menerima gagasan dan perilaku siswa dan tidak cepat memberikan kritik, celaan, dan hukuman. Sikap terbuka yang dapat menerima dan memahami gagasan-gagasan siswa. Memperlakukan siswa dengan adil dan objektif. Ada upaya untuk bersikap positif terhadap kegagalan yang dihadapi dan berusaha membantu siswa menyadari kesalahan dan sebab kegagalannya. 5)

  Metode pengajaran Metode atau teknik belajar kreatif berorientasi pada pengembangan potensi berpikir siswa, yakni mengaktifkan fungsi berpikir divergen menjadi teknik-teknik seperti sumbang saran, daftar penulisan gagasan, teknik pemecahan masalah yang merangsang siswa untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan.

  c.

  Menurut Munandar (2009: 71) ciri-ciri afektif kreativitas meliputi : 1) Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam. 2) Sering mengajukan pertanyaan yang baik. 3) Memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah. 4) Bebas dalam menyatakan pendapat. 5) Mempunyai rasa keindahan yang dalam. 6) Menonjol dalam salah satu bidang seni. 7) Mampu melihat suatu masalah dari berbagai segi/sudut pandang. 8) Mempunyai rasa humor yang luas. 9) Mempunyai daya imajinasi. 10) Orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.

  d. Indikator keberhasilan kreativitas Indikator keberhasilan pendidikan karakter nilai kreativitas digambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Menurut Safari (2005: 114) tes kreativitas dapat mengukur perilaku meliputi kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keelaborasian. Adapun indikator keberhasilannya seperti dalam

tabel 2.1 sebagai berikut :Tabel 2.1 Indikator Kreativitas Pada Materi Perubahan Wujud Benda

  Indikator Kegiatan yang diukur No Soal Pemahaman IPA

  Kelancaran Menjawab soal lebih dari satu

  1 jawaban. Keluwesan Menjawab soal secara

  2 beragam/bervariasi Keaslian Memberikan jawaban lain dari yang

  3 (orisional) sudah ada. Keelaborasian Mengembangkan atau memperkaya

  4 gagasan jawaban suatu soal. (Safari, 2005: 115)

  Penskoran untuk setiap indikator di atas menggunakan skala 0 –5 misalnya untuk indikator “kelancaran”, skor 5= sangat lancar, 4= lancar, 3= cukup lancar, 2= kurang lancar, 1= tidak lancar. Untuk indikator “keluwesan” skor 5= sangat luwes, 4= luwes, 3= cukup luwes, 2= kurang luwes, 1 = tidak luwes. Demikian pula seterusnya.

  (Safari, 2005: 115) 2.

   Prestasi Belajar a.

  Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar menurut Hamdani (2011: 137) adalah hasil dari pengukuran terhadap siswa yang meliputi faktor kognitif, afektif, dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi, prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Menurut Arifin (2011: 12) prestasi belajar berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam Bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing- masing.

  b.

  Fungsi Prestasi Belajar Menurut Arifin (2011: 12) prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama antara lain:

  1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

  2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4)

  Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

  5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik.

  Fungsi prestasi hasil belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Di samping itu, prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan terhadap peserta didik.

  c.

  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi belajar Menurut Hamdani (2011: 139-145) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu: 1)

  Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari siswa. Faktor ini antara lain sebagai berikut: a)

  Kecerdasan (inteligensi) Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.

  Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya inteligensi yang normal selalu menunjukan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting bagi anak dalam usaha belajar. Tingkat inteligensi sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi inteligensi seorang siswa, semakin tinggi juga peluang untuk meraih prestasi yang tinggi.

  b) Faktor jasmaniah atau faktor fisiologis

  Kondisi jasmaniah atau fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.

  c) Sikap

  Sikap yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal, orang, atau benda dengan suka, tidak suka, atau acuh tak acuh. Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kebiasaan, dan keyakinan.

  d) Minat

  Minat menurut para ahli psikologi adalah suatu kecenderungan untuk selalu memerhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat ini berkaitan erat dengan perasaan, terutama perasaan senang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa minat terjadi karena perasaan senang pada sesuatu hal.

  e) Bakat

  Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating.

  Setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.

  f) Motivasi

  Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

  2) Faktor eksternal

  a) Keadaan keluarga

  Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Oleh karena itu, orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga.

  b) Keadaan sekolah

  Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa.

  Oleh karena itu, lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran, dan kurikulum.

  c) Lingkungan masyarakat

  Lingkungan alam sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan tempat ia berada. Lingkungan membentuk kepribadian anak karena dalam pergaulan sehari-hari, seorang anak akan selalu menyesuaikan dengan kebiasaan lingkungannya. Apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar, kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya.

  d.

  Cara Menentukan Evaluasi Prestasi Belajar Keberhasilan prestasi belajar siswa yang berdimensi kognitif dapat diukur dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis, tes lisan, maupun perbuatan. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data prestasi belajar adalah mengetahui garis-garis besar (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Teknik evaluasi dilakukan untuk mengetahui prestasi hasil belajar siswa, yang berupa teknik tes. Tes itu mengukur apa yang harus dan dapat diajarkan pada suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu menyimpan suatu standar prestasi dimana siswa harus dan dapat mencapai suatu tingkat tertentu.

  Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Tes pada umumnya digunakan untuk mengadakan penilaian terhadap intelegensi, kemampuan dan kecakapan siswa di sekolah. Tes memiliki berbagai pertanyaan atau pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dijawab dan dikerjakan oleh peserta didik.

3. Penemuan Terbimbing (Discovery)

  Menurut Sund yang dikutip Roestiyah (2008: 20) metode penemuan terbimbing adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain ialah : mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Suatu konsep misalnya : segitiga, panas, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah : logam apabila dipanaskan akan mengembang, air apabila dipanaskan akan menghasilkan uap. Siswa dibiarkan menemukan masalah sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

  Metode penemuan terbimbing merupakan suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Menurut Suryosubroto (2009: 184-185), menyimpulkan bahwa langkah-langkah metode penemuan terbimbing dapat disederhanakan sebagai berikut : a.

  Identifikasi masalah.

  b.

  Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.

  c.

  Seleksi bahan, dan problema/tugas-tugas.

  d.

  Membantu memperjelas :

  • e.

  Tugas atau problema yang akan dipelajari dan peranan siswa

  Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.

  f.

  Mengecek pemahaman siswa.

  g.

  Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.

  h.

  Membantu siswa dengan informasi atau data, jika diperlukan oleh siswa. i.

  Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses. j.

  Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa. k.

  Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan. l.

  Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atau hasil penemuannya.

  Dari langkah-langkah pelaksanaan metode penemuan terbimbing di atas dapat disederhanakan menjadi langkah-langkah yang ditemukan oleh Richard Schuman (Suryosubroto, 2009:184) seperti dalam tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Penemuan Terbimbing

  Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Identifikasi Guru mengadakan Siswa menjawab Kebutuhan apersepsi sebagai pertanyaan guru penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pendahuluan Guru menyeleksi prinsip-prinsip pengertian, konsep, generalisasi yang akan dipelajari pada pokok bahasan

  Siswa mempersiapkan pembelajaran Seleksi Bahan Guru meyeleksi bahan soal dan tugas-tugas pada pokok bahsan.

  Siswa mempersiapkan buku yang menunjang pembelajaran. Penjelasan Guru menjelaskan pokok bahasan.

  Siswa mengamati alat peraga yang dibawa oleh guru dan bekerja dalam kelompok membuat alat peraga yang telah disediakan. Mengecek Pemahaman

  Guru memberikan pertanyaan tambahan yang terkait pada materi dan tugas yang harus dikerjakan.

  Siswa di anjurkan mempresentasikan hasil penemuan kelompok.

  Proses Penemuan Guru mempersilahkan siswa untuk melakukan penemuan.

  Siswa antusias melakukan diskusi aktif dengan mengerjakan LKS dengan diskusi kelompoknya

  Bimbingan Guru membimbing siswa apabila siswa mengalami kesulitan dalam melakukan penemuan

  Siswa yang mengalami kesulitan bertanya mengenai permasalahan yang dihadapi

  Fasilitator Guru memfasilitasi dengan memberikan pertanyaan pada proses penemuan.

  Siswa memperhatikan pertanyaan dan pengarahan yang diberikan oleh guru. Interaksi Guru merangsang siswa untuk dapat berinteraksi dengan yang lain.

  Siswa berinteraksi dengan siswa yang lain Motivasi Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang menang dengan nilai tertinggi

  Siswa meluapkan kegembiraanya karena mendapat penghargaan dari guru dan teman dengan waktu paling singkat akan diberikan hadiah. yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok

  Merumuskan Penemuan

  Bersama-sama guru dan siswa merumuskan .prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuan.

  Siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalissi atas hasil penemuan secara kreatif dan sistematis. Guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi yang sudah dipelajari

  Siswa menyimak dan mencatat pesan guru.

  Menurut Hanafiah (2010: 78) beberapa fungsi metode penemuan terbimbing adalah sebagai berikut: 1)

  Membangun komitmen di kalangan peserta didik untuk belajar, yang diwujudkan dengan keterlibatan, kesungguhan dan loyalitas terhadap mencari dan menemukan sesuatu dalam proses pembelajaran. 2)

  Membangun sikap aktif, kreatif, inovatif dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.

  3) Membangun sikap percaya diri (self confidence) dan terbuka (openess) terhadap hasil temuannya.

  Menurut Hanafiah (2010: 79) ada beberapa keunggulan dan kelemahan pada metode penemuan terbimbing. Keunggulan metode penemuan terbimbing :

  1) Membantu peserta didik untuk mengembangkan kesiapan, serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif.

  2) Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat mengerti dan mengendap dipikirannya.

  3) Dapat membangkitkan motivasi dan gairah peserta didik untuk belajar lebih giat lagi.

  4) Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing.

  5) Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan peran guru yang sangat terbatas.

  Kelemahan metode penemuan terbimbing antara lain : 1)

  Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik. 2)

  Guru dan siswa yang telah terbiasa dengan pembelajaran gaya lama maka metode penemuan terbimbing akan mengecewakan.

  3) Ada kritik, bahwa proses dalam metode penemuan terbimbing terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan sikap dan ketrampilan bagi siswa.

  Tujuan dari metode penemuan terbimbing adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, merangsang keingintahuan, dan memotivasi kemampuan mereka. Hasil belajar dengan cara ini mudah di hafal dan diingat, mudah ditransfer untuk memecahkan masalah. Pengetahuan dan kecakapan anak didik bersangkutan lebih jauh dapat menumbuhkan motivasi instrinsik, karena anak didik merasa puas atas penggunaanya sendiri.

4. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sekolah Dasar a.

  Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Mengutip pendapat Poincare dari buku yang ditulis Moyer

  (2007: 1) mengemukakan Science is constructed of facts, as a house is

  of stones. But a collection of facts is no more a science than a heap of stones is a house . Dapat diartikan Ilmu Pengetahuan Alam adalah

  sekumpulan fakta-fakta yang dibangun seperti layaknya rumah dari batu yang bertumpuk-tumpuk, namun kumpulan fakta itu tidak lebih dari sebuah ilmu dari tumpukan batu-batu yang kita sebut sebagai rumah.

  Menurut Samatowa (2010: 3) Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu natural

  science , artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Berhubungan dengan

  alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi IPA atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

  Sedangkan menurut Jasin (2000: 1), IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta termasuk dimuka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural Science) hanya mengkaji konsep- konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja. Dari uraian diatas dapat disimpulkan, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan kumpulan teori yang sistematis peranannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

  b.

  Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Menurut Donosepoetro (Trianto 2010: 137) hakikat Ilmu

  Pengetahuan Alam (IPA) dipandang sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan sebagai kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan pembelajaran yang diajarkan di sekolah atau di luar sekolah. Sebagai prosedur adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu. Menurut Sulistyorini (2007: 9-10) IPA pada hakikatnya dapat dipandang dari segi produk, proses, dan dari segi perkembangan sikap. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA tersebut.

  1)

  IPA sebagai produk Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan. 2)

  IPA sebagai proses Proses disini merupakan proses mendapatkan IPA. Ilmu Pengetahuan Alam disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah. Untuk anak SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap, dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sederhana.

  3)

  IPA sebagai pemupukan sikap Makna “sikap” pada pengajaran IPA di SD/MI dibatasi pengertiannya pada “sikap ilmiah terhadap alam sekitar”. Sikap ilmiah bisa dikembangkan ketika siswa melakukan diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan di lapangan. Dalam hal ini, maksud dari sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah dalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamati. Anak usia SD/MI mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya kepada guru, temannya, atau kepada diri sendiri.

  Berdasarkan penjelasan ketiga dimensi IPA diatas maka hakikat IPA semata-mata tidaklah pada dimensi pengetahuan (keilmuan), tetapi lebih dari itu. IPA lebih menekankan pada dimensi nilai ukhrawi, dimana dengan memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkat keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang Maha dahsyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Alloh SWT. Dengan dimensi ini IPA hakikatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa spiritual, yang sementara ini dianggap cakrawala kosong, karena suatu anggapan antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Padahal senyatanya terdapat benang merah ketertautan di antara keduanya.

  c.

  Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Menurut Trianto (2010: 141) secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyususnan hipotesis, pengujian hipitesis, penguji hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Tujuan dari pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut:

  1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

  2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.

  3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.

  4) Sikap ilmiah, antara lain skeptic, kritis, sensitive, objektif, jujur, terbuka, benar, dan dapat bekerja sama.

  5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.

  6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.

  Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.

5. Materi Pokok a.

  Silabus

  Siklus 1

  • Standar Kompetensi

  6. Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya.

  • Kompetensi Dasar

  6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu.

  • Indikator 1) Menunjukan bukti tentang sifat padat, cair dan gas. 2) Mengelompokan benda-benda berdasarkan wujudnya.
  • Tujuan Pembelajaran 1) Melalui metode penemuan terbimbing peserta didik dapat melakukan kegiatan yang menunjukan bukti sifat benda padat, cair, dan gas

  2) Melalui metode penemuan terbimbing peserta didik dapat melakukan kegiatan mengelompokan benda-benda berdasarkan wujudnya. Siklus II

  • Standar Kompetensi

  6.Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya.

  • Kompetensi Dasar

  6.2 Mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud cair –padat- cair ; cair-gas-cair; padat-gas.

  • Indikator 1)

  Mengidentifikasi perubahan wujud benda (mencair, membeku dan menyublim).

  2) Mengidentifikasi perubahan wujud benda (mengembun, menguap, mengkristal)

  • Tujuan Pembelajaran 1)

  Melalui metode penemuan terbimbing peserta didik dapat melakukan kegiatan mencair, membeku dan menguap.

  2) Melalui metode penemuan terbimbing peserta didik dapat melakukan kegiatan menguap, mengembun dan mengkristal.

  b. Materi Pokok Perubahan Wujud Benda

  a) Sifat-sifat wujud benda dibedakan menjadi 3 macam (Surya, 2008:

  136-167) : Sifat benda padat : bentuknya tetap ketika dipindahkan dari satu

  • tempat ke tempat lain, tidak dapat dimapatkan, bentuknya tetap,
volumenya tetap. Contoh benda padat : besi, kayu, batu, sendok, pensil, dll.

  • permukaan air yang tenang selalu datar, air mengalir ketempat yang lebih rendah, air menekan kesegala arah, air meresap melalui celah kecil, air dapat berubah wujud, air dapat melarutkan benda. Contoh benda cair : minyak, kecap, air, sirup, dll.

  Sifat benda cair : menempati ruang, air mempunyai berat,

  • tekanan, dapat mengembang dan menyusut, dapat bergerak. Contoh : balon, asap, udara.

  Sifat benda gas : menempati ruang, mempunyai berat, memberi

  b) Perubahan wujud benda dibedakan menjadi 6 macam (Zuneldi dkk,

  2011: 79-81): Mencair adalah peristiwa perubahan zat padat menjadi zat cair

  • (air), contoh : es batu yang didiamkan, es krim yang meleleh.
  • menjadi es (zat padat), contohnya : puncak gunung yang sangat tinggi selalu diselimuti oleh salju, salju tersebut adalah uap air yang membeku.

  Membeku adalah perubahan wujud benda dari air ( zat cair)

  • contoh: uap air panas yang keluar dari mulut cerek.

  Menguap adalah : perubahan wujud cair menjadi gas (uap air),

  • menjadi cair, contoh : air panas yang ditutup dengan penutup gelas, terlihat butiran air pada bagian bawah penutup gelas.

  Mengembun adalah : peristiwa perubahan wujud benda gas

  • (gas), contoh : kapur barus yang mengecil jika didiamkan, es kering yang merupakan blok karbon dioksida padat yang dapat menguap dan menghasilkan asap pada pemanasan.

  Menyublim adalah : perubahan wujud zat padat menjadi uap

  • uap air berubah langsung menjadi es tanpa terlebih dahulu menjadi cair, seperti salju terbentuk diawan dan embun beku.

  Mendeposisi/mengkristal : proses gas menjadi zat padat, contoh:

B. Penelitian Yang Relevan

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rintayati (2011) dengan judul Peningkatan Pemahaman Konsep Tentang Planet Bumi Dengan Menggunakan Media Visual Melalui Guided Discovery Dalam Pembelajaran

  IPA Siswa Kelas V SD N Kerten 2 Tahun Pelajaran 2010/2011. Pada penelitian ini dikatakan telah berhasil secara kualitatif dan kuantitatif karena berhasil melakukan peningkatan dari siklus I ke siklus II dengan menggunakan metode Guided Discovery, hal tersebut dapat diketahui dari meningkatnya penelitian pada siklus I ke siklus II. Pada siklus I, siswa yang memperoleh nilai 45 sampai 47 sebanyak 2 siswa atau 11,11%, siswa mendapat nilai 53 sampai 57 sebanyak 4 siswa atau 22,22%, siswa mendapat nilai 60 sampai 65 sebanyak 5 siswa atau 27,78%, siswa mendapat nilai 73 sampai 76 sebanyak 3 siswa atau 16,67%. Jadi siswa yang tuntas yaitu 50%, dengan nilai batas tuntas 65, siswa yang belum tuntas 50%.

  Pada siklus II terjadi peningkatan penelitian, siswa yang mendapat nilai 55 sampai 63 sebanyak 3 siswa atau 16,67%, siswa mendapat nilai 64 sampai 65 sebanyak 2 siswa atau 11,11%, siswa yang memperoleh nilai 83 sampai 90 sebanyak 5 siswa 27,78% dan siswa yang mendapat nilai 93 sampai 97 sebanyak 2 siswa atau 11,11%. Maka dapat disimpulkan penggunaan metode Guided Discovery pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan konsep pemahaman siswa pada materi lapisan bumi. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas terjadi peningkatan yaitu pada tes awal sebesar 57,61 pada siklus I nilai rata-rata meningkat mencapai 62,78 dan lebih dari 50% siswa sudah memenuhi nilai KKM. Pada tes siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 77,33 dan 83,33 siswa sudah memenuhi nilai KKM.

C. Kerangka Berpikir

  Menurut hasil wawancara terhadap guru kelas IV semester 1 SD N I Manduraga, ditemukan masalah-masalah dalam pembelajaran IPA. Kondisi awal sebelum dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), telah diperoleh gambaran bahwa nilai prestasi belajar siswa masih rendah serta kurangnya kreativitas siswa dalam mengembangkan pola pikirnya sehingga kurang bisa berpikir kritis. Agar nilai kreativitas dan prestasi belajar meningkat dilakukan tindakan oleh guru dengan menerapkan metode penemuan terbimbing. Sesuai dengan keadaan masalah yang terjadi di SD N I Manduraga yaitu kurangnya kreativitas siswa di dalam serangkaian proses belajar yang mengakibatkan siswa kurang berpikir kritis dan cepat bosan pada suatu materi pembelajaran, maka guru mengajukan pelajaran IPA kepada siswa melalui kegiatan belajar mengajar dengan metode penemuan terbimbing. Penggunaan metode Pemnemuan Terbimbing menjadi solusi terbaik bagi guru agar tercipta KBM yang diinginkan. Secara skematis, kerangka berfikir dapat di gambarkan sebagai berikut :

  Masalah Tindakan Hasil 

  Kurangnya kreativitas Metode Kreativitas siswa, siswa merasa Penemuan dan Prestasi cepat jenuh dan bosan

  Belajar Siswa Terbimbing

   Prestasi dibawah

  Meningkat KKM yang ditentukan

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut. Melalui metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran

  IPA pokok bahasan perubahan wujud benda kelas IV SD N I Manduraga Kalimanah, Purbalingga Tahun Pelajaran 2012/2013.