Strategi kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk 2016/2017. - Electronic theses of IAIN Ponorogo

  

STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN

KARAKTER RELIGIUS SISWA DI MI NURUL HUDA

BANGSRI KERTOSONO NGANJUK 2016/2017

  

SKRIPSI

  Oleh :

  

LIYA ALAWIYAH

NIM : 210613179

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) PONOROGO

2017

  

ABSTRAK

Alawiyah, Liya. 2017. Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Karakter

Religius Siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk 2016/2017.

  Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo Pembimbing H. Mukhlison Effendi, M. Ag.

  Kata Kunci: Kepemimpinan Kepala Sekolah, Karakter Religius.

  Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. pengertian kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan pemimpin pendidikan dalam mempengaruhi para guru, staf administrasi dan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki pendidikan. Perilaku pemimpin pendidikan menjadi suri tauladan bagi semua personel pendidikan yang pada akhirnya dapat tercipta budaya pendidikan yang lebih maju. MI Nurul Huda bangsri merupakan suatu lembaga yang memiliki nilai-nilai religius yang diterapkan dalam program dari kepala sekolah yaitu pembiasaan rutin MTQ. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti peran kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa melalui pembiasaan rutin MTQ di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk.

  Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui pelaksanaan dari program kepala sekolah, 2) kontribusinya terhadap sekolah dalam rangka meningkatkan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk.

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Sumber data utama penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan. Untuk menemukan data peneliti menggunakan wawancara kepada kepala sekolah, guru pembimbing, salah satu guru, dan siswa, selebihnya data observasi dan dokumentasi dari MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk. Teknik analisis data adalah analisa yang diberikan oleh Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

  Dari penelitian ditemukan bahwa dalam meningkatkan karakter religius siswa kepala sekolah memiliki peran penting, terutama dalam mewujudkan visi misi sekolah yang sangat berkaitan dengan karakter religius siswa. 1). Pelaksanaan program kepala sekolah dalam rangka meningkatkan karakter religius siswa sudah berjalan dengan maksimal. Kepala sekolah mengadakan program majelis tilawatil quran (MTQ). Pelaksananya diluar jam mata pelajaran dan dibagi menurut cabangnya masing-masing. 2). Kontribusi dari pelaksanaan program tersebut sangat banyak untuk sekolah terutama peserta didik. Mereka bisa tau hal-hal apa saja yang diperbolehkan dalam agama dan hal yang dilarang. Mereka juga yang berbakat dalam setiap cabang dikirim untuk mengikuti lomba. Dan banyak dari mereka yang mendapakan pengalaman dan juara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan yang terjadi di sekolah sangat dipengaruhi oleh

  bagaimana Kepala Madrasah/sekolah mengelolanya secara sederhana proses pengelolaan pendidikan di sekolah meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya akan dilaksanakan.

  Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi sekolah.

  Pada umumnya, kepala sekolah memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin di bidang pengajaran, pengembangan kurikulum, administrasi kesiswaan, administrasi personalia staf, hubungan masyarakat, dan perlengkapan

  1 serta organisasi sekolah.

  Kepala sekolah berperan penting dalam mengejawantahkan visi pendidikan. Dalam hal ini, kepala sekolah memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas praktik pengajaran dan pencapaian belajar peserta didik di sekolah. Kepala sekolah melaksanakan fungsi kepemimpinan, yang melibatkan pendidik, 1 dan tenaga kependidikan lainnya, dalam rangka memetakan arah pendidikan sekolah dimasa yang akan datang, mengembangkan pencapaian kualitas sekolah yang diharapkan, memelihara fokus perhatian terhadap proses pengajaran dan pembelajaran yang efektif, serta membangun lingkungan belajar yang kondusif untuk menghasilkan peserta didik yang unggul. Kepemimpinan kepala sekolah

  2 menjadi faktor penentu dalam proses pendidikan yang berlangsung di sekolah.

  Kepala madrasah/sekolah salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Dinas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah menetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisor. Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai leader, innovator, dan motivator disekolahnya. Dengan demikian dalam paradigma baru manajemen pendidikan, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator.

  Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk

2 Euis Karwati dan Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekola (Bandung:

  3

  memimpin sekolah. Dalam character building, aspek religius perlu ditanamkan secara maksimal. Peranan nilai religius ini menjadi tanggung jawab orang tua dan sekolah. Menurut ajaran islam, sejak anak belum lahir sudah harus ditanamkan nilai-nilai agama agar si anak kelak menjadi manusia yang religius. Dalam perkembangannya kemudian, saat anak telah lahir, penanaman nilai religius juga

  4 harus lebih intensif lagi.

  Pembiasaan rutin merupakan salah satu kegiatan pendidikan karakter yang terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari di sekolah. Pembiasaan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap

  5 saat.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk beliau menjelaskan bahwa nilai religius siswa kurang mulai dari kesadaran beragamanya seperti kegiatan rutin sholat jamaah dhuha maupun dhuhur masih saja ada anak yang tidak mengikutinya ada yang bersembunyi di kantin, di parkiran. Banyak anak yang tidak ikut kegiatan hafalan surat pendek, ada yang pulang, ada yang alasannya belum bisa ngaji terus tidak mau ikut. Acara istighostah juga banyak yang tidak ikut, dan banyak juga yang

  3 4 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 81.

  Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012), 125. 5 Novan Ardy Wiyani, Konsep, Praktek, & Strategi Membumikan Pendidikan Karakter di Sd menyepelakan ketika sebelum memulai pembelajaran yang biasanya pembacaan

  6 surat pendek dan asmaul husna sebagian mereka malah asyik bermain.

  Dari masalah tersebut Kepala sekolah mengadakan program baru dalam menanamkan nilai religius siswa salah satunya dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat, dan kreativitas pendidikan agama dalam ketrampilan dan seni, seperti membaca Al-Quran, adzan, sari tilawah yang dirangkum dalam kegiatan majelis tilawatil quran.

  Peneliti memilih MI Nurul Huda Bangsri, Kertosono, Nganjuk karena di sini terdapat wadah untuk anak-anak yang mempunyai bakat dalam pengetahuan agama. Wadah tersebut terangkum dalam majelis tilawatil quran dimana seperti latihan qiroah, pidato, kaligrafi, cerdas cermat agama.

  Berangkat dari pernyataan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang masalah tersebut dengan mengangkat judul “STRATEGI

  KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KARAKTER RELIGIUS SISWA DI MI NURUL HUDA BANGSRI KERTOSONO NGANJUK 2016/2017”.

  6

  B. Fokus Penelitian

  Dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang pelaksanaan strategi kepala sekolah dan kontribusi program kepala sekolah untuk meningkatkan karakter religius siswa.

  C. Rumusan Masalah

  Dari latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini masalah yang akan dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Bagaimana pelaksanaan program kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk 2016/2017? 2. Bagaimana kontribusi dari program kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk

  2016/2017? D.

   Tujuan Penilitian 1.

  Mendiskripsikan pelaksanaan program kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk 2016/2017.

  2. Mendiskripsikan kontribusi dari program kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk

E. Manfaat Penelitian

  Adapun kegunaan yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Manfaat Secara Teoritis Secara teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan khususnya mengenai strategi Kepala

  Sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa pada pendidikan dasar.

  2. Manfaat Secara Praktis a.

  Bagi Penulis Secara praktis penelitian ini sebagai tambahan pengetahuan mengenai strategi Kepala Sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk tahun pelajaran 2016/2017.

  b.

  Bagi Lembaga Bagi lembaga yang bersangkutan agar lebih mengembangkan strategi Kepala Sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa sehingga kedepan, sekolah tersebut mempunyai peserta didik yang unggul dalam karakter religius sehingga dapat terhindar dari perilaku yang non religius. Serta menciptakan proses belajar mengajar yang sesuai dengan visi dan misi serta tujuan pendidikan yang ada di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk. c.

  Bagi Guru (Pendidik) Sebagai bahan kajian dan intropeksi diri dalam meningkatakan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk tahun pelajaran 2016/2017 sehingga tujuan dari karakter religius yang telah direncanakan dan ditetapkan dapat tercapai secara optimal.

F. Sistematika Pembahasan

  Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 6 bab dan masing-masing saling berkaitan erat yang merupakan kesatuan yang utuh yaitu: Bab pertama, memuat tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

  Bab kedua, kajian teoritik yang berisi tentang pengertian kepala sekolah, strategi kepala sekolah, pengertian karakter dan religius.

  Bab ketiga, berisi tentang metode penelitian (berisi tentang: pendekatan dan jenis penelitian, instrument penelitian, sumber dan teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan kredibilitas data, dan tahapan-tahapan penelitian).

  Bab keempat, berisi tentang paparan data secara rinci data umum, antara lain sejarah berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk, letak geografis, Visi, Misi, data guru dan jumlah siswa yang mengikuti pembiasaan rutin MTQ, keadaan sarana dan prasarana, dan struktur organisasi khusus, meliputi Deskripsi pelaksanaan strategi kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa, kontribusi dari pelaksanaan strategi kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa.

  Bab kelima, merupakan analisa strategi kepala sekolah dalam meningkatkan karakter religius siswa di MI Nurul Huda Bangsri Kertosono Nganjuk.

  Bab keenam, merupakan titik akhir dari pembahasan yang berisi tentang kesimpulan dan saran serta penutup yang terkait dengan hasil penelitian.

BAB II KAJIAN TEORI DAN TELAAH PENELITIAN TERDAHULU A. Pengertian Kepala Sekolah Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling

  7 berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

  Kepala sekolah berasal dari dua kata, yaitu “kepala” dan “sekolah”. Kata “kepala” dapat diartikan ketua atau pemimpin organisasi atau lembaga. Sementara “sekolah” berarti lembaga tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi, secara umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau lembaga tempat

  8 menerima dan memberi pelajaran.

  Kata “Kepala” dapat diartikan “Ketua” atau “Pemimpin” dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan “Sekolah” adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat di definisikan sebagai “Seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat terjadi interaksi antara guru

  9 yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

  7 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 24. 8 9 Hasan Bashri, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), 39.

  Kata “Memimpin” dari rumusan tersebut mengandung makna luas, yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah

  10

  ditetapkan. Kata memimpin mengandung konotasi menggerakkan,

  11 mengarahkan, membimbing melindungi, membina, memberikan, dan lain-lain.

  Kepemimpinan merupakan sifat pemimpin, artinya unsur-unsur yang terdapat pada seorang pemimpin dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta merealisasikan visi dan misinya dalam memimpin bawahan, masyarakat dalam suatu lingkungan sosial, organisasi, atau Negara. Dengan demikian, makna kepemimpinan bersifat aplikatif dan realistis. Kepemimpinan merupakan daya dan upaya yang dilakukan oleh seseorang, yang menjabat sebagai pemimpin dalam memengaruhi orang lain agar menjalani rencana kerja yang sudah

  12 ditetapkan demi tercapainya tujuan dengan cara yang efektif dan efisien.

  Kepemimpinan atau Leadership berkaitan dengan subjek pemimpin atau

  leader yang mempunyai tugas untuk memimpin. Kata lead dimaknakan dengan

  empat singkatan yaitu: a.

  Loyality, artinya kesetiaan bawahan kepada pemimpin; b.

  Educate, artinya pemimpin diharapkan memberikan pendidikan kepada 10 orang-orang yang dipimpinnya dan kepada masyarakat umumnya; 11 Ibid., 83.

  Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi & Kepemimpinan Kepala Sekolah (Bandung: Alfabeta, 2014), 49. 12 c.

  Advice, artinya pemimpin harus memberikan nasihat, masukan, pendapat, dan konsep yang dapat dijadikan solusi permasalahan yang dihadapi; d.

  Discipline, artinya pemimpin harus disiplin dalam menjalankan tugas, peran,

  13 amanah, dan kewajiban.

  Dengan demikian, pengertian kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan pemimpin pendidikan dalam mempengaruhi para guru, staf administrasi dan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki pendidikan. Perilaku pemimpin pendidikan menjadi suri tauladan bagi semua personel pendidikan yang pada akhirnya dapat tercipta budaya pendidikan yang lebih maju. Sumber daya yang dimiliki pendidikan adalah sumber daya manusia berupa guru, staf administrasi, maupun siswa dan sumber daya berupa sarana prasarana. Adapun budaya pendidikan merupakan kebiasaan-kebiasaan yang baik (kedisiplinan, kesopanan, ketertiban) yang turut

  14 mendukung suasana kondusif bagi tercapainya tujuan pendidikan.

  Jabatan kepala sekolah diduduki oleh orang yang menyandang profesi guru. Karena itu, ia harus professional sebagai guru sekaligus sebagai kepala sekolah dengan derajat profesionalitas tertentu. Kepala sekolah memiliki fungsi yang berdimensi luas. Kepala sekolah dapat memerankan banyak fungsi, yang

  15 orangnya sama, tetapi topiknya yang berbeda. 13 14 Ibid., 12. 15 Rohmat, Kepemimpinan Pendidikan (Purwokerto: STAIN Press, 2010), 44.

  Sudarwaman danim dan Khairil, Profesi Kependidikan (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013),

  Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, kepala sekolah dituntut

  16 untuk senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja.

  Pidarta dalam E. Mulyasa mengemukakan tiga macam ketrampilan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya.

  Ketiga ketrampilan tersebut adalah ketrampilan konseptual, yaitu ketrampilan untuk memahami dan mengoprasikan organisasi; ketrampilan manusiawi yaitu ketrampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan memimpin; serta ketrampilan teknik ialah ketrampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk memiliki kemampuan, terutama ketrampilan konsep, para kepala sekolah diharapkan melakukan kegiatan-kegiatan berikut: (1) senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja para guru dan pegawai sekolah lainnya; (2) melakukan observasi kegiatan manajemen secara terencana; (3) membaca berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan; (4) memanfaatkan hasil-hasil penelitian orang lain; (5) berpikir untuk masa yang akan datang, dan; (6) merumuskan ide-ide yang dapat diuji cobakan. Selain itu, kepala sekolah harus dapat menerapkan gaya kepemimpinan

  16 yang efektif sesuai dengan situasi dan kebutuhan serta motivasi para guru dan

  17 pekerja lain.

  Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah.

  Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan

  18 prasarana.

B. Peran Kepala Sekolah

  Pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh kepala sekolah meupakan faktor yang mempengaruhi kepemimpinannya. Di samping itu pendelegasian tanggung jawab supervisi kepadanya, kesadaran terhadap fungsinya sebagai pemimpin pendidikan serta waktu yang dapat dipakai oleh kepala sekolah untuk menjalankan fungsi supervisi, adalah merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kesempatan kepala sekolah untuk mengembangkan

  17 18 Ibid., 126-127.

  Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi & Kepemimpinan Kepala kepemimpinannya. Tidak semua kepala sekolah mengerti maksud kepemimpinan,

  19 kualitas serta fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh pemimpin pendidikan.

  Dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus menaruh perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk 1) saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada dimasyarakat, termasuk dunia kerja; 2) saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing; 3) kerja sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan

  20 mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.

  Selain itu peranan kepala sekolah ialah : a.

  Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin) Keberhasilan pemimpin pendidikan sebagai seorang leader mendasarkan pada kuatnya kepengikutan menjadi unsur utama keberhasilan

19 Agustinus hermino, Kepemimpinan Pendidikan di Era Globalisasi (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014), 127.

  20 seorang pemimpin. Kemampuan untuk menggerakkan personil pendidikan

  21 bekerjasama dalam pencapaian tujuan menjadi penting.

  Fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai leader, lebih mengarah pada pola penyadaran bagi personil pendidikan. Selain itu, pemimpin pendidikan harus dapat memberikan layanan fasilitas bagi sarana-prasarana pengembangan prestasi akademik maupun non akademik pendidikan. Sebagai seorang leader, pemimpin pendidikan menjadi faktor penggerak bagi jalannya progam pendidikan. Efektifitas kepemimpinan akan terjadi apabila terdapat penyadaran yang tinggi bagi semua personel pendidikan dalam mencapai semua tujuan yang ditetapkan. Kepengikutan personel pendidikan akan memperlancar jalannya program pendidikan. Dengan demikian, pemimpin pendidikan harus dapat memberikan perilaku yang dapat menumbuhkan

  22 inspirasi para pengikut.

  Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah setidaknya memiliki dua gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan

  23 fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.

  21 22 Rohmat, Kepemimpinan Pendidikan, 79. 23 Ibid., 89.

  Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui Managerial Skills

  Kepala sekolah sebagai pemimpin juga (leader) harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga

  24 kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.

  Kepala sekolah sebagai leader juga harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo dalam E. Mulyasa mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan yang harus diwujudkan oleh kepala sekolah sebagai

  leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga

  kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi. Kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai berikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa

  25 besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.

  Dalam implementasinya, kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari tiga sifat kepemimpinan yakni demokratis, otoriter, dan laissez- faire. Ketiga sifat tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh seorang

  , sehingga dalam melaksanakan kepemimpinannya, sifat-sifat tersebut 24 leader

  Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi & Kepemimpinan Kepala Sekolah , 54. 25 muncul secara situasional. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai leader mungkin bersifat demokratis, otoriter, dan mungkin bersifat laissez-faire.

  Meskipun kepala sekolah ingin selalu bersifat deokratis, namun sering kali situasi dan kondisi menuntut untuk bersikap lain, misalnya harus otoriter.

  Dalam hal tertentu sifat kepemimpinan otoriter lebih cepat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. Dengan dimilikinya ketiga sifat tersebut oleh seorang kepala sekolah sebagai leader, maka dalam menjalankan kepemimpinannya disekolah, kepala sekolah dapat menggunakan strategi yang tepat, sesuai dengan tingkat kematangan para tenaga kependidikan, dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan. Strategi tersebut dapat dilaksanakan dalam gaya mendikte, menjual, melibatkan, dan

  26 mendelegasikan.

  b.

  Kepala sekolah sebagai manager (Manajer) Manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena semua manajer dengan ketangkasan dan ketrampilan yang dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Dalam rangka melakukan peran dan 26 fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga

  27 kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

  Fungsi sebagai manajer terdiri dari empat. Pertama, fungsi perencanaan. Sebagai seorang peencana seorang pimpinan harus memiliki visi yang jelas. Daryanto dalam Helmawati menyatakan bahwa sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan menafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja. Kedua, Fungsi pengorganisasian. Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi meliputi: (a) mengelola harta milik atau asset organisasi; (b) mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi; (c) menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi. Ketiga, Fungsi pelaksanaan. Untuk melaksanakan kepemimpinan yang efektif diperlukan pengetahuan yang luas, seni, dan juga keahlian. Dalam proses pelaksanaan, seorang pemimin berperan untuk membangkitkan semangat kerja, khususnya para guru baik dengan atau punishment atau pelatihan baik di dalam lingkungan sekolah

  reward 27 maupun luar lingkungan sekolah. Dan fungsi Keempat, yaitu pengendalian.

  Ruang lingkup peran pengendali organisasi yang melekat pada pemimpin meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan pemecahannya. Pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian

  28 kerja dan manajemen konflik.

  Sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang mampu mengimplementasikan fungsi-fungsi manajemen dengan efektif dan efisien.

  Terdapat tiga ketrampilan minimal yang perlu dimiliki oleh kepala sekolah sebagai manajer, yaitu ketrampilan konseptual, ketrampilan kemanusiaan,

  29 serta ketrampilan teknis.

  Kepala sekolah sebagai manajer dapat dilihat dari kemampuan dalam menyusunn program kerja disekolah; menyusun organisasi kepegawaian yang tepat; kemampuan menggerakkan staf untuk lebih giat dalam melaksanakan tugas; kemampuan mengoptimalkan semua sumber daya yang dimiliki oleh

  30 sekolah.

  c.

  Kepala sekolah sebagai supervisor (Supervisi) Istilah supervisi berasal dari bahasa Inggris yaitu supervision, terdiri dari kata super, berarti atas atau lebih dari vision, berarti lihat atau awasi. Jadi supervisi dapat diartikan melihat dari atas atau suatu pengawasan. Pengertian 28 ini hampir sama dengan istilah inspeksi, Menurut Ngalim Purwanto dalam 29 Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui Managerial Skills, 25.

  Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi & Kepemimpinan Kepala Sekolah , 53. 30

  Hasan Bashri, pengertian inspeksi cenderung pada pengawasan yang bersifat otoriter dan mencari-cari kesalahan, sedangkan supervisi mengandung pengertian yang lebih demokratis. Adapun istlah supervisor dapat dirumuskan sebagai orang yang memberikan bantuan, pembimbingan, pengarahan terhadap guru dan/atau tenaga kependidikan lainnya untuk meningkatkan belajar mengajar. Akan tetapi, dalam sistem pendidikan nasional yang termasuk supervisor adalah pengawas sekolah atau madrasah dan penilik. Supervisi berkaitan dengan tugas pengawas atau penilik lembaga pendidikan, yang kompetensinya diatur oleh peraturan menteri pendidikan. Akan tetapi, kepala sekolah pun memiliki otoritas sebagai supervisor atau pengawas kinerja para guru. Kepala sekolah berperan mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan

  31 pendidikan nasional.

  Dalam E. Mulyasa untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan 31 pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan.

  Tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan

  32 sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.

  Peran dan fungsi kepala sekolah yang sangat mempunyai peran yang strategis adalah kemampuan kepala sekolah sebagai seorang supervisor.

  Kemampuan kepala sekolah sebagai seorang supervisor dapat dilihat dari kemampuan progam supervisi pendidikan, kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan yang baik serta kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pendidikan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas

  33 pendidikan di sekolah.

  Kompetensi supervisi kepala sekolah dapat dilihat dari merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan 32 pendekatan dan teknik supervisi yang tepat dan menindaklanjuti hasil

  Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi & Kepemimpinan Kepala Sekolah , 54. 33 supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Sagala dalam Donni Juni Priansa dan Rismi Somad menyatakan bahwa kepala sekolah harus mempunyai kemampuan mensupervisi dan mengaudit kinerja guru, staf, dan pegawai lainnya yang ada dilingkungan sekolah.

  Kemampuan supervisi meliputi : 1)

  Kemampuan melakukan supervisi sesuai prosedur dan teknik-teknik yang tepat; 2)

  Kemampuan melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan program

  34 pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat.

  Dalam bidang supervisi, kepala sekolah bertugas memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan, dan penilaian pada berbagai masalah yang timbul di sekolah yang berhubungan dengan masalah teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan pengajaran, yaitu berupa perbaikan program dan kegiatan pendidikan pengajaran agar dapat menciptakan situasi belajar

  35 mengajar yang kondusif.

  Dalam satuan pendidikan, kepala sekolah menduduki dua jabatan penting untuk dapat menjamin kelangsungan proses pendidikan sebagaimana telah digariskan oleh peraturan perundang-undangan , yaitu sebagai berikut:

  

Pertama , kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara

34 keseluruhan. Kedua, kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di 35 Ibid., 66.

  sekolahnya. Anwar dalam Hasan Bashri. Sebagai pengelola pendidikan, kepala sekolah bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi sekolah dengan seluruh substansinya. Disamping itu, kepala sekolah bertanggung jawab terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada agar mereka mampu menjalankan tugas-tugas pendidikan. Oleh karena itu, sebagai pengelola, kepala sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan kinerja para personal (terutama para guru) kearah profesionalisme yang diharapkan. Sebagai pemimpin formal, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Berdasarkan uaraian tersebut, kedudukan kepala sekolah sebagai supervisi adalah sebagai berikut: Perencana (ahli perencana strategik), organisator aktivitas organisasi, pengarah (penasihat), koordinator / pemimpin, pengawas, pendidik, penilai, juru bicara, motivator, menangani perubahan, katalisator.

  Sebagai supervisor, kepala sekolah memiliki posisi strategis dalam

  36 terwujudnya setiap program pengembangan di sekolah.

  36

  C. Strategi

  Strategi banyak digunakan dalam berbagai kegiatan yang bertujuan memperolaeh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Istilah strategi berasal dari “kata benda” dan “kata kerja” dalam bahasa yunani. Menurut Abdul Majid yang mengutip dari buku Mintzberg dan Waters mengemukakan bahwa “strategi adalah pola umum tentang keputusan atau tindakan yang

  37 terencana untuk mengendalikan sebuah kegiatan”.

  D. Karakter Religius

  Setiap orang pasti memiliki kepercayaan terhadap sesuatu yang transenden. Kepercayaan ini ada yang mengambil bentuk agama dan ada juga yang mengambil bentuk keyakinan non agama. Orang yang mengaku anti Tuhan sekalipun sesungguhnya juga memiliki suatu kepercayaan terhadap hal-hal yang transenden. Orang komunis yang katanya anti Tuhan, pada kenyataannya juga mempercayai sesuatu yang “disamakan” dengan Tuhan. Ideologi komunis sendiri seolah menjadi Tuhan karena mereka mendewakan dan memosisikan layaknya

  38 agama.

  Adapun nilai karakter yang terkait erat Tuhan Yang Maha Kuasa adalah nilai religius. Hal yang semestinya dikembangkan dalam diri anak didik adalah terbangunnya pikiran, perkataan, dan tindakan anak didik yang diupayakan 37 38 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 3.

  Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan senantiasa berdasarkan nilai-nilai ketuhanan atau yang bersumber dari ajaran agama yang dianutnya. Jadi, agama yang dianut seseorang benar-benar dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila seseorang mempunyai karakter yang baik terkait dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, seluruh kehidupannya pun akan menjadi baik. Namun, sayang sekali karakter yang semacam ini tidak selalu terbangun dalam diri orang-orang yang beragama. Hal

  39 ini bisa terjadi karena kurangnya kesadaran dalam keberagamanya.

  Tanda yang paling tampak bagi seorang yang beragama dengan baik adalah mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.

  Inilah karakter yang sesungguhnya dibangun bagi penganut agama. Didalam islam, misalnya, keimanan seseorang baru dianggap sempurna bila meliputi tiga hal, yakni keyakinan di dalam hati, diikrarkan secara lisan, dan diwujudkan dalam

  40 perbuatan nyata.

  Agama itu sendiri, mengikuti penjelasan intelektual muslim Nurcholis Madjid, bukan hanya kepercayaan kepada yang ghoib dan melaksanakan ritual- ritual tertentu. Agama adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridho Alloh, agama, dengan kata lain, meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk kebutuhan manusia yang berbudi luhur (ber-akhlakul karimah), atas 39 Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter Indonesia: Revitalisasi Pendidikan

  

Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013), 88. 40 dasar percaya atau iman kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di hari kemudian. Dalam hal ini, agama mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan iman kepada Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya berlandaskan keimanan dan akan membentuk akhlak karimah yang terbiasa dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari. Dengan demikian menjadi jelas bahwa nilai religius merupakan nilai pembentuk karakter yang sangat penting artinya. Manusia berkarakter adalah manusia yang religius. Memang, ada banyak pendapat tentang relasi antara religius dengan agama. Pendapat yang umum menyatakan bahwa religius tidak selalu sama dengan agama. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa tidak sedikit orang beragama, tetapi tidak menjalankan ajaran agamanya secara baik. Mereka bisa disebut beragama, tetapi tidak atau kurang religius. Sementara itu, ada juga yang perilakunya sangat religius, tetapi kurang memperdulikan terhadap ajaran agama. Berkaitan dengan hal ini, menarik menyimak pendapat muhaimin yang menyatakan bahwa kata religius memang tidak selalu identik dengan kata agama.

  Kata religius, kata Muhaimin dalam Ngainun Naim, lebih tepat diterjemahkan sebagai keberagamaan. Keberagamaan lebih melihat aspek yang di dalam lubuk hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak yang merupakan misteri bagi orang lain karena menapaskan intimitas jiwa, cita rasa yang mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia, dan bukan pada aspek yang bersifat formal. Namun demikian keberagamaan dalam konteks character building sesungguhnya merupakan manifestasi lebih mendalam atas agama. Jadi, religius adalah

  41 penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

  Aspek religius perlu ditanamkan secara maksimal. Penanaman nilai religius ini menjadi tanggung jawab orang tua dan sekolah. Menurut ajaran islam, sejak anak belum lahir sudah harus ditanamkan nilai-nilai agama agar si anak kelak menjadi manusia yang religius. Dalam perkembangannya kemudian, saat anak telah lahir, penanaman nilai religius juga harus lebih intensif lagi. Di keluarga, penanaman nilai religius dilakukan dengan menciptakan suasana yang memungkinkan terinternalisasinya nilai religius dalam diri anak. Selain itu, orang tua juga harus menjadi teladan yang utama agar anak-anaknya menjadi manusia yang religius. Merupakan hal yang mustahil atau kecil kemungkinannya berhasil manakala orang tua mengharapkan anak-anaknya menjadi religius, sementara mereka sendiri tidak bisa menjadi titik rujukan orientasi dari anak-anaknya. Sementara di sekolah, ada banyak strategi yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai religius ini. Pertama, pengembangan kebudayaan religius secara ruti dalam hari-hari belajar biasa. Kegiatan rutin ini terintegrasi dengan kegiatan yang telah diprogramkan sehingga tidak memerlukan waktu khusus.

  Dalam kerangka ini, pendidikan agama merupakan tugas dan tanggung jawab bersama, bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja. Pendidikan

41 Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan

  agamapun tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan semata, tetapi juga

  42 meliputi aspek pembentukan sikap, perilaku, dan pengalaman keagamaan.

  Ada juga, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat dan kreativitas pendidikan agama dalam ketrampilan dan seni, seperti membaca al-quran, adzan, sari tilawah. Selain itu, untuk mendorong peserta didik sekolah mencintai kitab suci dan meningkatkan minat peserta didik untuk membaca, menulis, dan mempelajari kandungan al-quran. Dalam membahas suatu materi pelajaran agar lebih jelas hendaknya selalu diperkuat dengan ns-nas keagamaan yang sesuai berlandaskan pada al-quran dan hadis Rasulullah SAW. Tidak hanya ketika mengajar saja, tetapi dalam setiap kesempatan guru harus mengembangkan kesadaran beragama dan menanamkan jiwa keberagamaan yang benar. Guru memperhatikan minat keberagamaaan peserta didik. Untuk itu, guru harus mampu menciptakan suasana

  43 dalam peribadatan seperti sholat, puasa, dan lain-lain.

  Menurut Zakiyah Daradjat dalam bukunya Muhaimin, bahwa perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendididkan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) umur 0-12 tahun. Masa ini adalah masa yang sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan agama anak untuk masa berikutnya. Dan yang paling berperan dalam hal ini adalah orang tua dan 42 43 Ibid., 125.

  keluarga. Karena itu, anak yang tidak pernah mendapat pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaaan, maka setelah dewasa ia akan

  44 cenderung kepada sikap negatif terhadap agama dan sebaliknya.

  Keimanan kepada Allah bagi anak juga bukan merupakan sesuatu yang abstrak dan berdiri sendiri lepas dari kehidupannya, melainkan merupakan bagian utama dari kehidupan. Karena itu pendidikan agama kepada anak jangan sampai menekankan penguasaan rumusan-rumusan abstrak tentang Tuhan, tetapi harus berusaha mengarahkan kehidupannya kepada suatu keadaan (kongkret) yang dikehendaki Tuhan. Tuhan yang abstrak tidak akan mampu menciptakan religiutas pada anak, karena ia tidak tergambar dalam keteladanan yang

  45 kongkret.