BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Sosial - HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN MASA DEPAN ANAK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB C YAKUT PURWOKERTO - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial Dukungan sosial dapat dianggap sebagai sesuatu keadaan yang

  bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Dari keadaan tersebut individu akan mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya (Saronson, dalam Dwi, 2009).

  Dukungan sosial adalah bantuan atau pertolongan yang diterima oleh seseorang sebagai bantuan atau pertolongan yang diterima oleh seseorang dari interaksinya dengan orang lain (Cohen dan Wills, dalam Dwi, 2009).

  Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama (Siegel dalam Juairiani, 2006).

  Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Dukungan sosial jugs dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti,

  10 yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu (Johnson and Johnson, dalam Sulistiyani, 2003).

  Berdasarkan teori-teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial adalah bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat, teman, saudara, rekan kerja atupun atasan atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Bantuan atau pertolongan ini diberikan dengan tujuan individu yang mengalami masalah merasa diperhatikan, mendapat dukungan, dihargai dan dicintai.

2. Pentingnya Dukungan Sosial

  Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peran atau pengaruh serta bantuan yang diberikan oleh orang yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja.

  Dukungan sosial memiliki peranan penting untuk mencegah dari ancaman kesehatan mental. Individu yang memiliki dukungan sosial yang lebih kecil, lebih memungkinkan mengalami konsekuensi psikis yang negatif (Saronson dkk; Hajar, 2007).

  Keuntungan individu yang memperoleh dukungan sosial yang tinggi akan menjadi individu lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini maupun masa yang akan datang, lebih terampil dalam memenuhi kebutuhan psikologi dan memiliki sistem yang lebih tinggi, serta tingkat kecemasan yang lebih rendah, mempertinggi interpersonal skill (keterampilan interpersonal), memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang diinginkan dan lebih dapat membimbing individu untuk beradaptasi dengan stress.

  Dari berbagai penelitian dikemukakan bahwa orang yang memiliki banyak ikatan sosial cenderung untuk memiliki usia yang lebih panjang.

  Selain itu, juga relatif lebih tahan terhadap stress yang berhubungan dengan penyakit daripada orang yang memiliki sedikit ikatan sosial (Atkinson dalam Hajar, 2007).

  Akan tetapi, selain berpengaruh positif bagi individu, dukungan sosial dapat juga memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi psikologis. Faktor keintiman yang berlebihan dengan teman dan penerimaan dukungan sosial yang lebih tinggi akan menyebabkan individu mudah menerima informasi yang disampaikan oleh orang lain tanpa menyeleksi informasi-informasi yang bermanfaat dan informasi yang merugikan. Akibatnya ketika individu mendapatkan informasi yang kabur (gosip) akan mengalami kecemasan dan stres hal ini sesusai dengan pendapat Hofboll (Hajar, 2007).

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dapat mencegah individu dari ancaman kesehatan mental dan adanya dukungan sosial yang tinggi akan membuat individu lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini dan akan datang selain itu, individu dengan ikatan sosial lebih banyak cenderung memiliki usia yang lebih panjang.

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Menurut Reis (Dwi, 2009) ada tiga faktor yang mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu yaitu: a.

  Keintiman Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar.

  b.

  Harga Diri Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha.

  c.

  Keterampilan Sosial Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan, individu yang memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki ketrampilan sosial rendah.

  4. Aspek-Aspek Dukungan Sosial House (Sulistiyani, 2003) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan sosial yaitu: a.

  Emosional Aspek ini melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepadanya.

  b.

  Instrumental Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu.

  c.

  Informatif Aspek ini berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi. Aspek informatif ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan.

  d.

  Penilaian Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi (persetujuan).

  Menurut Barrera (Hajar, 2007) terdapat lima macam dukungan sosial yaitu: a.

  Bantuan Materi: dapat berupa pinjaman uang.

  b.

  Bantuan Fisik: interaksi yang mendalam, mencakup pemberian kasih sayang dan kesediaan untuk mendengarkan permasalahan.

  c.

  Bimbingan: termasuk pengajarandan pemberian nasehat. d.

  Umpan Balik: pertolongan seseorang yang paham dengan masalahnya sekaligus memberikan pilihan respon yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

  e.

  Partisipasi Sosial: bersenda gurau dan berkelakar untuk menghibur seseorang.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan sosial adalah aspek emosional, aspek instrumental, aspek informatif, dan aspek penilaian. Dukungan sosial dapat diwujudkan dengan bantuan materi, bantuan fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial.

5. Sumber-Sumber Dukungan Sosial

  Hause dan Kahn (Sulistiyani, 2003) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat dipenuhi dari teman atau persahabatan, keluarga, dokter, psikolog, psikiater. Hal senada juga diungkapkan oleh Thorst (Sulistiyani, 2003) bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, tetangga, dan saudara. Sedangkan Nicholson dan Antil (Juairiani, 2006) dukungan sosial adalah dukungan yang berasal dari keluarga dan teman dekat atau sahabat.

  Sumber-sumber dukungan sosial yaitu (Hajar, 2007):

  a) Suami

  Menurut Wirawan (1991) hubungan perkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permaslahan bersama. Sedangkan, Santi (1985) mengungkapkan hubungan dalam perkawinan akan menjadikan suatu keharmonisan keluarga, yaitu kebahagiaan dalam hidup karena cinta kasih suami istri yang didasari kerelaan dan keserasian hidup bersama.

  b) Keluarga

  Menurut Heardman (1990) keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan.

  c) Teman atau sahabat

  Menurut Kail dan Neilsen teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan. Sedangkan menurut Ahmadi (1991) bahwa persahabatan adalah hubungan yang saling mendukung, saling memelihara, pemberian dalam persahabatan dapat terwujud barang atau perhatian tanpa unsur eksploitasi.

6. Bentuk Dukungan Sosial

  Sheridan dan Radmacher (Juairiani, 2006) membagi dukungan sosial ke dalam beberapa bentuk, yaitu: a)

  Instrumental Aid (Bantuan Instrumental) Bantuan instrumental adalah merupakan tindakan atau materi yang diberikan oleh orang lain yang memungkinkan pemenuhan tanggung jawab yang dapat membantu untuk mengatur situasi yang menekan.

  b) Social Emotion Aid (Bantuan Sosial Emosional)

  Bantuan sosial emosional merupakan pernyataan tentang cinta, perhatian, penghargaan, dan simpati sehingga individu dapat mengatasi masalah dengan baik.

  c) Information Aid (Bantuan Informasi)

  Bantuan informasi adalah komunikasi tentang opini atau kenyataan yang relevan tentang kesulitan-kesulitan pada saat ini, misalnya nasehat dan informasi-informasi yang dapat menjadikan individu lebih mampu untuk mengatasi sesuatu.

  d) Keintiman

  Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, adanya keintiman dan perimaan dukungan sosial yang baik, selama menjalani kehidupan dapat membuat individu lebih berarti bagi lingkungan.

  e) Self Esteem

  Individu yang mempunyai self esteem tinggi memandang orang lain yang sama sehingga ancaman terhadap tindakan dengan individu yang

  self esteem -nya tidak menyenangkan dan tidak sesuai dengan harapannya.

  f) Keterampilan Sosial

  Individu yang bergaul akan memiliki keterampilan sosial tinggi sehingga mereka mempunyai jaringan sosial yang luas, oleh karena itu individu yang mempunyai kebiasaan yang mudah mendapat dukungan sosial tinggi daripada individu yang rendah keterampilan sosialnya.

  Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah pemberian stimulus positif berupa dorongan, kepercayaan, cinta kasih serta pemberian umpan balik untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dukungan sosial dapat diberikan oleh orang-orang terdekat dan yang bisa dipercaya seperti suami, keluarga dan teman atau sahabat. Aspek-aspek yang mempengaruhi dukungan sosial antara lain yakni aspek emosional, aspek instrumental, aspek informatif, dan aspek penilaian.

  Dukungan sosial dapat diwujudkan dengan bantuan materi, bantuan fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial.

B. Kecemasan Masa Depan 1.

  Pengertian Kecemasan Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998 dalam Sawitri & Sudaryanto, 2008). Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997 dalam Sawitri & Sudaryanto, 2008).

  Sedangkan dalam kamus psikologi kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut (Chaplin, 1997, dalam Marsal, 2008). Masa depan itu berkaitan erat dengan harapan, tujuan, standar, rencana dan strategi pencapaian tujuan di masa mendatang. Kecemasan menghadapi masa depan merupakan state anxiety. State

  anxiety merupakan gejala kecemasan yang timbul bila individu dihadapkan

  pada situasi tertentu dengan gejalanya akan mampak selama situasi tersebut (Lazarus, 1991, dalam Marsal, 2008).

  Orientasi masa depan merupakan salah satu perkembangan kognitif yang terjadi pada masa remaja. Sebagai individu yang sedang mengalami proses peralihan dari masa anak-anak mencapai kedewasaan, remaja memiliki tugas-tugas yang mengarah pada persiapannya memenuhi tuntutan dan harapan peran sebagai orang dewasa. Oleh sebab itu remaja mulai memikirkan tentang masa depan mereka secara sungguh-sungguh (Hurlock, 1981, dalam Desminta, 2009). Orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif motivasional yang kompleks, yakni antisipasi dan evaluasi tentang diri dimasa depan dalam interaksinya dengan lingkungan (G. Trosmmsdorff, dalam Desminta, 2009). Menurut Nurmi (Mar’at 2005, dalam Desminta) orientasi masa depan berkaitan erat dengan harapan, tujuan standar, rencana, dan strategi pencapaian tujuan dimasa yang akan datang.

2. Macam-macam Kecemasan

  Freud mengemukakan adanya tiga macam kecemasan, yaitu: a.

  Kecemasan realistis Kecemasan atau ketakutan yang relistis atau takut terhadap bahaya- bahaya dari luar.

  b.

  Kecemasan neurotis Kecemasan neurotis adalah kecemasan kalau-kalau instink-instink tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum.

  c.

  Kecemasan moral atau perasaan berdosa Orang yang das Ueber Ichnya berkembang baik cenderung untuk merasa berdosa apabila ia telah melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral.

3. Gejala Kecemasan

  Nevid, dkk (2003, dalam Marsal 2008) membagi gejala kecemasan tersebut berdasarkan tiga kategori, yaitu:

1. Gejala fisik a.

  Kegelisahan, kegugupan b. Pening atau pingsan c. Sulit bernafas d. Jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin e. Merasa lemas atau mati rasa f. Leher dan punggung terasa kaku g.

  Sensitif atau mudah marah 2. Gejala behavioral a.

  Prilaku menghindar b. Prilaku melekat atau dependen c. Prilaku terguncang 3. Gejala kognitif a.

  Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu tang terjadi di masa depan b.

  Merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian c.

  Ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah d. Berfikir bahwa semuanya tidak dapat dikendalikan e. Khawatir tehadap hal-hal yang sepele f.

  Berfikir tentang hal yang mengganggu secara berulang-ulang g.

  Pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan h. Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu i. Sulit berkonsentrasi atau memfokuskan fikiran.

4. Klasifikasi Tingkat Kecemasan

  Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996 dalam Puspitasari, Zaenal & Sawitri).

  1. Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

  2. Kecemasan sedang; Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.

3. Kecemasan berat; Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

  Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

  4. Panik; Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan masa depan adalah perasaan kegelisahan, ketidak tentuan, atau ketakutan mengenai masa depan akibat dari penyebab tertentu. Gejala kecemasan dapat dilihat dari adanya gejala fisik ( Kegelisahan atau kegugupan, pening atau pingsan, sulit bernafas, jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, merasa lemas atau mati rasa, leher dan punggung terasa kaku, sensitif atau mudah marah ). Gejala behavioral ( Prilaku menghindar, prilaku melekat atau dependen, prilaku terguncang ). Gejala kognitif ( Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu tang terjadi di masa depan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berfikir bahwa semuanya tidak dapat dikendalikan, khawatir tehadap hal-hal yang sepele, berfikir tentang hal yang mengganggu secara berulang-ulang, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan fikiran).

C. Retardasi Mental 1.

  Pengertian Retardasi Mental Retardasi mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata.

  Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis dalam Hanifah, 2009).

  Retardasi mental merupakan kelemahan yang terjadi pada fungsi intelek. Kemampuan jiwa retardasi mental gagal berkembang secara wajar.

  Mental, inteligensi, perasaan, dan kemauannya berada pada tingkat rendah, sehingga yang bersangkutan mengalami hambatan dalam penyesuaian diri.

2. Karakteristik Retardasi Mental a.

  Keterbatasan Inteligensi Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman, berfikir abstrak, kreatif, mengatasi kesulitan-kesulitan dan kemampuan merencanakan masa depan. Anak retardasi mental memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut dan kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.

  b.

  Keterbatsan Sosial Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak retardasi mental juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak retardasi mental cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi. c.

  Keterbatasan Fungsi-Fungsi Mental Lainnya Anak retardasi mental memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Selain itu anak retardasi mental memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa dan kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan buruk, dan membedakanyang benar dan yang salah.

3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Retardasi Mental

  Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-1 (W.F. Maramis, dalam Hanifah) faktor-faktor penyebab retardasi mental adalah sebagai berikut: a.

  Infeksi dan atau intoksinasi Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada perkembangan janin, yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat rusak yang pada akhirnya menimbulkan retardasi mental.

  Infeksi dapat terjadi karena masuknya rubella, sifilis, toksoplasma, dll. ke dalam tubuah ibu yang sedang mengandung. Begitu pula halnya dengan intoksinasi, karena masuknya “racun” atau obat yang semestinya dibutuhkan. b.

  Terjadinya rudapaksa dan atau sebab fisik lain Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiper radiasi, alat kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan berupa retardasi mental. Pada waktu proses kelahiran (perinatal) kepala bayi dapat mengalami tekanan sehingga timbul pendarahan di dalam otak.

  Mungkin juga karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak mengakibatkan retardasi mental.

  c.

  Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolism karbohidrat dan protein), gangguan pertumbuhan, dan gizi buruk termasuk dalam kelompok ini. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum anak berusia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan seperti itu dapat diperbaiki dengan memberikan gizi yang mencukupi sebelum anak berusia 6 tahun, sesudah itu biarpun anak tersebut dibanjiri dengan makanan yang bergizi, inteligensi yang rendah tersebut sangat sukar untuk ditingkatkan.

  d.

  Penyakit otak yang nyata Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, radang, dst. Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat menyebabkan penderita mengalamai keterbelakangan mental.

  e.

  Penyakit atau pengaruh prenatal Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomaly cranial primer dan defek congenital yang tak diketahui sebabnya.

  f.

  Kelainan kromosom Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun bentuknya. Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindroma down yang dulu sering disebut mongoloid.

  g.

  Prematuritas Retardasi mental yang termasuk ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu.

  h.

  Akibat gangguan jiwa yang berat Retardasi mental juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang berat pada masa kanak-kanak. i.

  Deprivasi psikososial Devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental pada anak.

4. Klasifikasi Retardasi Mental

  Untuk menentukan berat-ringannya retardasi mental, kriteria yang dipakai adalah:

1. Intelligence Quotient (IQ) 2.

  Kemampuan anak untuk dididik dan dilatih 3. Kemampuan sosial dan bekerja (vokasional)

  Berdasarkan kriteria tersebut kemudian dapat diklasifikasikan berat- ringannya retardasi mental yang menurut GPPDGJ – 1 (W.F. Maramis, 2005) adalah : 1.

  Retardasi Mental Taraf Perbatasan (IQ = 68 – 85) 2. Retardasi Mental Ringan (IQ = 52 – 67) 3. Retardasi Mental Sedang (IQ = 36 – 51) 4. Retardasi Mental Berat (IQ = 20 – 35) 5. Retardasi Mental Sangat Berat (IQ = kurang dari 20)

  Klasifikasi anak retardasi mental berdasarkan derajat keterbelakangannya (Blake dalam desmnta, 2009): Level keterbelakangan

  IQ Stanford Binet Skala Weschler

  Ringan 68-52 69-55 Sedang 51-36 54-40 Berat 32-90 39-25 Sangat berat > 19 > 24

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa retardasi mental adalah anak yang memiliki kecerdasan jauh dibawah rata-rata dan ditandai dengan keterbatsan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Pada masa awal perkembangannya, hampir tidak ada perbedaan antara anak-anak retardasi mental dengan anak yang memiliki kecerdasan rata- rata. Akan tetapi semakin lama perbedaan pola perkembangan antara anak retardasi mental dengan anak normal semakin terlihat jelas. Retardasi mental dapat diklasifikasikan berdasarkan taraf inteligencinya, yaitu: ringan (IQ 52-67), sedang (IQ 36-51), Berat (IQ 20-35) dan sangat berat (IQ < 20). Penyebab anak RM bermacam-macam diantaranya adalah penyakit otak, pengaruh prenatal, kelainan kromosom serta prematurisasi.

  D.

  

Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kecemasan Masa Depan

Anak Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental

  Retardasi mental adalah kelainan ataua kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis dalam hanifah, 2009).

  Merawat anak retardasi mental tentunya merupakan tugas yang cukup berat, karena anak retardasi mental ini memerlukan perawatan yang berbeda dengan anak pada umumnya. Dan terkadang sebagian dari mereka memerlukan pertolongan seumur hidupnya, berdasarkan hal tersebut itulah para orang tua sering mengkhawatirkan tentang kondisi atau masa depan anak mereka dikemudian hari.

  Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut (Chaplin, 1997, dalam Marsal 2008). Masa depan itu berkaitan erat dengan harapan, tujuan, standar, rencana dan strategi pencapaian tujuan di masa mendatang. Kecemasan menghadapi masa depan merupaka state anxiety. State anxiety merupakan gejala kecemasan yang timbul bila individu dihadapkan pada situasi tertentu dengan gejalanya akan nampak selama situasi tersebut (Lazarus, 1991, dalam Marsal, 2008).

  Kecemasan pada orang tua anak retardasi mental ini bila tidak di atasi akan terus bertambah dan akan mengganggu keadaan psikis orang tua dalam menjalankan kehidupan sehari-hari termasuk di dalamnya mengasuh si buah hati. Oleh karena itu untuk mengatasi keadaan tersebut di perlukan bantuan atau pertolongan dari lingkungan sekitar untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang sedang di alami oleh orang tua anak retardasi mental.

  Menurut Siegel (dalam Juairiani, 2006) dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. Dukungan sosial ini diberikan untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada, dukungan sosial yang diberikan berupa kepercayaan, perasaan positif, perhatian, informasi, serta nasehat-nasehat yang membantu orang tua untuk lebih kuat hati dalam menghadapi masalah yang ada. Dengan adanya dukungan sosial, diharapkan akan mengurangi tingkat kecemasan pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental. Semakin tinggi tingkat dukungan sosial, diharapkan akan meurunkan tingkat kecemasan.

E. Kerangka Pemikiran

  Mendapatkan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan cenderung memunculkan kekecewaan tersendiri. Memiliki anak retardasi mental adalah salah satu kenyataan yang tidak menyenangkan dalam hidup, namun semua itu harus tetap diterima sebagai anugrah dari tuhan. Retardasi mental dapat didefinisikan sebagai penurunan IQ secara keseluruhan di bawah 70 dan dihubungkan dengan adanya defisit fungsional pada perilaku adaptif seperti perilaku dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan sosial, dan komunikasi. Sedangkan dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Serta kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam.

  Anak retardasi mental adalah anak yang memilik keterbatasan intelek serta keterbatasan penyesuaian yang memiliki IQ dibawah rata-rata dibandingkan dengan IQ normal sesuai dengan usia yang sesungguhnya. Retardasi mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasanya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.

  Perasaan dan tingkah laku orang tua yang memiliki anak retardasi mental berbeda-beda yaitu: melindungi anak secara berlebihan, perubahan emosi yang tiba-tiba, penolakan, perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan, depresi, bingung dan malu serta tidak memiliki gambaran mengenai masa depan anak retardasi mental, khawatir dengan kemandirian dan kehidupan buah hati di masa mendatang bila si buah hati tidak tinggal lagi bersama orang tua. Apalagi anak itu sendiri semakin hari akan bertambah usianya menjadi dewasa dan di tuntut untuk bisa hidup dengan kemandiriannya.

  Perasaan tersebut cenderung mengganggu psikologis para orang tua bila tidak segera diatasi dengan benar, hal tersebut tentunya juga akan mengganggu aktivitas para orang tua dalam menjalani kehidupan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam merawat si buah hati. Pada saat-saat seperti ini pemberian saran, petunjuk, keyakinan, cinta kasih sangat membantu orang tua untuk dapat bangkit serta dapat berbesar hati dalam menerima kondisi dan kenyataan yang ada. Dalam menghadapi keadaan seperti ini tentunya orang tua memerlukan dukungan dari orang lain yang dipercaya dapat membantu memberikan segala yang dibutuhkan dalam menghadapi masalah yang dihadapi, baik dalam hal psikologis seperti dorongan atau motivasi hingga bantuan dalam hal materi yang tentunya sangat membantu bagi para orang tua. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini :

  Anak retardasi mental 1. keterbatasan inteligensi 2. keterbatasan sosial 3. keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya.

  Orang tua anak retardasi mental 1.

  Penolakan anak dalam masyarakat 2. Merasa dikucilkan 3. Malu dan bingung 4. Khawatir tentang kemandiriran anak

  Dukungan sosial (informasi, Kecemasan pemahaman, keyakinan, masa depan cinta kasih, dorongan moril serta materi).

  Gambar 1. Kerangka Berfikir

F. Hipotesis

  Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial dengan kecemasan masa depan anak pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental di SLB C Yakut Purwokerto.

Dokumen yang terkait

GAMBARAN HARGA DIRI ORANG TUA YANG MEMPUNYAI ANAK RETARDASI MENTAL

0 0 5

HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM MENGASUH ANAK DENGAN TINGKAT STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB YAYASAN WIDYA BAKTI SEMARANG

0 0 32

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS DI SLB AUTIS DI SURAKARTA SKRIPSI

0 0 144

View of PENGARUH METODE BERMAIN PUZZLE TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB C YAKUT PURWOKERTO

0 0 11

HUBUNGAN ANAK RETARDASI MENTAL DENGAN DEPRESI ORANG TUA - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

0 1 121

HUBUNGAN ANTARA ACTIVE COPING DENGAN STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL UMUR 6-12 TAHUN DI SLB N 2 YOGYAKARTA

1 1 17

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI 1 BANTUL - DIGILIB UNISAYOG

0 3 14

NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN SIKAP KELUARGA DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI 1 BANTUL - DIGILIB UNISAYOGYA

0 1 11

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI ORANG TUA DENGAN KOPING ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK TUNA DAKSA DI SLB NEGERI 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI ORANG TUA DENGAN KOPING ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK TUNA DAKSA DI SLB NEGERI 1 BANTUL - DIGILIB

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - HUBUNGAN ANTARA USIA JENIS KELAMIN SOSIAL EKONOMI DAN POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA ANAK SMP NEGERI 2 MANDIRAJA - repository perpustakaan

0 0 47