BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi - Meita Anggie Puspita Bab II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi Menurut Sarlito (1992), persepsi menurut psikologi lingkungan yaitu

  penjelasan bagaimana manusia dapat mengerti dan menilai lingkungan yang dapat didasarkan pada dua cara pendekatan. Pendekatan pertama dinamakan pandangan Konvensional. Pendekatan ini bermula dari adanya luar diri individu (stimulus), individu menjadi sadar akan adanya stimuli ini melalui sel- sel syaraf reseptor (penginderaan) yang peka terhadap energi tertentu (cahaya, suara, suhu). Bila sumber energi itu cukup kuat untuk merangsang sel-sel reseptor maka terjadi penginderaan. Jika sejumlah penginderaan disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat syaraf yang lebih tinggi (otak) sehingga manusia bisa mengenali objek-objek maka keadaan ini dinamakan persepsi. Pendekatan kedua yaitu pandangan fungsionalisme yaitu fungsi aktif dari kesadaran manusia seperti aktif menilai, memberi makna dan sebagainya.

B. Sikap

  Istilah sikap pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer, (1862, dalam Abu Ahmadi, 2009), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk stastus mental seseorang. Menurut Rokeach, (1968, dalam Bimo Walgito, 1978), sikap mengandung komponen kognitif dan komponen konatif, yaitu sikap merupakan

  

predisposing untuk merespons, dan untuk berperilaku. Menurut L.L Thursione,

  (1946, dalam Abu Ahmadi, 2009), sikap merupakan tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi.

  7 Objek psikologi di sini meliputi: simbol, kata kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya.

  Menurut Rokeach (1968, dalam Bimo Walgito, 1978); L.L Thursione, (1946, dalam Abu Ahmadi, 2009), bahwa sikap mengandung komponen kognitif dan konatif, yaitu predisposing untuk merespons, dan untuk berperilaku yang memiliki tingkat kecenderungan yang bersifat positif dan negatif yang berhubungan dengan objek psikologi ( simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya).

  Sikap memiliki 3 aspek yakni sebagai berikut;

  a. Aspek Koginitif: yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenai pikiran, berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok tertentu.

  b. Aspek afektif: yaitu berwujud proses yang menyangkut perasaan

  • – perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkinan, simpati, antipati, dan sebagainya, yang ditujukan objek-objek tertentu.

  c. Aspek Konatif: yaitu berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek, misalnya: kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.

  Sikap terbagi menjadi 2 yaitu, sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif adalah sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan, norma-norma, yang berlaku di mana individu berada, sedangkan sikap negatif adalah sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma

  • – norma yang berlaku di mana individu itu berada.

C. Partisipasi Wisatawan

  Menurut Sastropoetro, (1995, dalam Eko Murdiyanto, 2011), partisipasi adalah keikutsertaan peran serta atau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaan lahiriahnya. Partisipasi menurut Mubyarto, (1988, dalam Destha, 2010), menegaskan partisipasi merupakan kesediaan membantu berhasilnya program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti harus mengorbankan kepentingan sendiri. Partisipasi juga dapat dimaknai sebagai bentuk keterlibatan mental sekaligus emosional seseorang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk ikut serta menyumbangkan kemampuan dalam mencapai tujuan kelompok dan ikut bertanggung jawab atas tujuan kelompok tersebut.

  Kegiatan ekowisata merupakan peluang besar bagi negara kita dengan potensi alam yang luar biasa ini (Dias Satria, 2009), hal ini terjadi akibat kecenderungan semakin banyaknya wisatawan yang mengunjungi objek berbasis alam dan budaya penduduk lokal. Aktivitas ekowisata saat ini tengah menjadi tren yang menarik yang telah dilakukan para wisatawan untuk menikmati bentuk- bentuk wisata yang berbeda dari biasanya. Partisipasi wisatawan dalam pengelolaan ekowisata merupakan dukungan kegiatan berupa sumbangan pemikiran dan sikap yang mendukung konservasi lokasi wisata. Persepsi wisatawan yang dikaji berkenaan dengan partisipasi terbatas pada pengertian, interpretasi dan tanggapan wisatawan terhadap kegiatan ekowisata. Selanjutnya, sikap yang dikaji sehubungan dengan partisipasi terbatas pada sikap wisatawan terhadap kebersihan, menjaga lingkungan dan turut serta dalam mencegah perbuatan yang melanggar hukum.

  Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, ada tiga kewajiban yang harus dilakukan oleh wisatawan, yaitu:

  • – 1. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat setempat.

  2. memelihara dan melestarikan lingkungan. 3. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum.

D. Wisatawan

  Berdasarkan Undang-Undang No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan mendefinisikan bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Orang yang melakukan perjalanan wisata disebut wisatawan atau tourist. Soekadijo, (2000, dalam Purwanti dan Dewi, 2004), menyatakan bahwa wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya, atau hanya untuk sementara waktu tinggal di tempat yang didatanginya.

  Purwanti dan Dewi (2014), berpendapat bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan sementara tanpa menetap untuk menikmati obyek wisata dan bersenang-senang semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi (pemanfaatan waktu luang untuk istirahat, santai dan bersenang-senang guna mengembalikan dan meningkatkan kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani sebagai akibat dan aktivitas pekerjaaan sehari-hari) atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

  Definisi wisatawan dalam buku Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata (2009) adalah seseorang atau lebih yang melakukan kegiatan yang terkait dengan wisata. Soekadijo, (2000, dalam Purwanti dan Dewi, 2014), Purwanti dan Dewi (2014) dan menurut Undang

  • – Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, mendefinisikan bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan atau kegiatan wisata dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya atau sementara.

  Dalam buku Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata (2009) wisatawan terbagi menjadi dua yaitu wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara.

  Wisatawan nusantara (wisnus) adalah wisatawan warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan wisata. Wisatawan mancanegara (wisman) adalah wisatawan warga negara asing yang melakukan perjalanan wisata.

E. Ekowisata 1. Pengertian Ekowisata

  Menurut Sri Hayati (2010), ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bersifat rekreasi, pendidikan dan konservasi. Pada kegiatan ini wisatawan tidak hanya sekedar dapat berekreasi ke kawasan alami yang relatif belum terganggu, melainkan juga dapat mempelajari, menjaga dan menikmati keberadaan alam tersebut dengan segala manifestasi di dalamnya (flora, fauna dan budaya masyarakatnya). Ambo Tuwo (2011), menyatakan bahwa ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan menyertakan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis.

  Dias Satria (2009), mengungkapkan secara definitif ekowisata sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Memperlihatkan kesatuan konsep yang terintegratif secara konseptual tentang keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya mempertahankannya. Sehingga pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya

  • – upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.

  Pendapat lain menurut Tataq Muttaqin dkk, (2011), menyatakan bahwa ekowisata adalah model wisata berbasis pada alam yang di dalamnya memuat konsep pengembangan dan penelitian pengembangan dan pendidikan (dalam bentuk pengenalan dan peragaan ekosistem cagar alam) dan kegiatan pengambilan plasma nutfah untuk mendukung budi daya. Fahriansyah dan Yoswati (2012), berpendapat bahwa konsep ekowisata merupakan pariwisata yang memadukan antara kegiatan konservasi alam, pendidikan, rekreasi dan kegiatan perekonomian masyarakat lokal

  Sri Hayati (2010); Ambo Tuwo (2011); Dias Satria (2009); Tataq Muttaqin dkk, (2011) dan Fahriansyah dan Yoswati (2012), bahwa ekowisata adalah sebuah model kegiatan wisata yang di dalamnya memuat konsep kegiatan rekreasi, pendidikan, penelitian pengembangan, konservasi terhadap lingkungan alam dan kesejahteraan penduduk setempat.

2. Prinsip – Prinsip Ekowisata

  Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan ekowisata di Daerah terdapat prinsip - prinsip yang harus dipenuhi, yaitu: a. kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata.

  b. konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata.

  c. ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.

  d. edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.

  e. memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung

  f. partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan, dan g. menampung kearifan lokal.

  Kegiatan ekowisata mengacu pada lima elemen penting dalam buku Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata (2009), yaitu: a. memberikan pengalaman dan pendidikan pada wisatawan yang dapat meningkatkan pemahaman apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatan- kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.

  b. memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.

  c. memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk itu, kegiatan ekowisata harus profit (menguntungkan).

  d. dapat terus bertahan dan berkelanjutan.

  Dalam kegiatan ekowisata prinsip tanggung jawab dan menghormati alam dan budaya setempat menjadi sangat penting. Wisatawan harus menyesuaikan diri dengan budaya setempat, bukan sebaliknya. Wisatawan juga harus menyadari pentingnya pelestarian lingkungan dan menghormati budaya dari kawasan yang dikunjunginya. Pada tahun 2002 adalah tahun yang dicanangkan sebagai Tahun Ekowisata dan Pegunungan Indonesia. Dari berbagai workshop dan diskusi yang diselenggarakan pada tahun tersebut dirumuskan 5 (lima) prinsip dasar pengelolaan ekowisata di Indonesia yaitu:

  a. Pelestarian Prinsip pelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip adalah dengan cara menggunakan sumber daya lokal yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerah yang dikunjunginya. Lebih baik lagi apabila pendapatan dari ekowisata dapat digunakan untuk kegiatan pelestarian ditingkat lokal. Misalnya dengan cara sekian persen keuntungan dikontribusikan untuk membeli tempat sampah dan membayar orang yang akan mengelola sampah.

  b. Pendidikan Kegiatan pariwisata sebaiknya memberikan unsur pendidikan. Ini bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan yang ada di daerah sekitar wisata. Dedaunan yang dipergunakan sebagai obat atau dalam kehidupan sehari-hari, atau kepercayaan dan adat istiadat masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam maupun budaya. Kegiatan ini dapat didukung oleh alat bantu seperti brosur, leaflet, buklet atau papan informasi.

  c. Pariwisata Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi. Ekowisata juga harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan, jasa pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar. d. Ekonomi Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus memberikan pendapatan dan keuntungan (profit) sehingga dapat terus berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan hal itu, yang penting dilakukan adalah memberikan produk wisata terbaik dan berkualitas. Untuk dapat memberikan pelayanan dan produk berkualitas akan lebih baik apabila pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk kegiatan pelestarian lokal tetapi juga membantu pengembangan pengetahuan masyarakat setempat, misalnya dengan pengembangan kemampuan melalui pelatihan demi meningkatkan jenis usaha atau atraksi yang disajikan di tingkat desa.

  e. Partisipasi masyarakat setempat Partisipasi masyarakat akan timbul ketika alam dan budaya memberikan manfaat langsung atau tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka alam dan budaya itu harus dikelola dan dijaga.

3. Manfaat Ekowisata

  Kegiatan ekowisata dapat memberikan efek positif dan negatif. Kedua efek ini sering berinteraksi secara kompleks. Hal ini menjadi tanggung jawab pengelola agar dapat memaksimalkan efek positif atau manfaat, dan meminimalkan efek negatif atau dampak. Ambo Tuwo (2011), dampak positif dari kegiatan ekowisata dapat berupa : (1) peningkatan penghasilan dan devisa negara; (2) tersedianya kesempatan kerja baru; (3) berkembangnya usaha-usaha baru; (4) meningkatnya kesadaran masyarakat dan wisatawan tentang pentingnya konservasi sumberdaya alam; (5) peningkatan partisipasi masyarakat; dan (6) meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.

  Manfaat lain dari kegiatan Ekowisata dapat berupa: (1) meningkatnya nilai ekonomi sumberdaya ekosistem; (2) meningkatnya upaya pelestarian lingkungan; (3) meningkatkan keuntungan langsung dan tidak langsung dari para

  

stakeholders; (4) terbangunnya konstituensi untuk konservasi secara lokal,

  nasional dan internasional; (5) meningkatnya promosi penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan; dan (6) berkurangnya ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang ada di obyek wisata.

F. Kunjungan Wisatawan

  Sebagai sumber penerimaan pendapatan, pariwisata tidak terlepas dari pengaruh jumlah kunjungan wisata. Rantetadung, (2012, dalam Purwanti dan Dewi, 2014), menyatakan bahwa pengaruh kunjungan wisatawan sangat berarti untuk pengembangan industri pariwisata dan pendapatan asli daerah sehingga wisatawan domestik ataupun wisatawan mancanegara tertarik untuk berkunjung. Adanya dukungan alokasi dana dari pemerintah setiap tahunnya menjadikan sektor pariwisata mengembangkan tempat wisata agar banyak dikunjungi oleh wisatawan.

  Majunya sektor pariwisata disuatu daerah sangat bergantung kepada jumlah wisatawan yang berkunjung. Kedatangan wisatawan tersebut akan mendatangkan penerimaan bagi daerah yang dikunjunginya. Bagi wisatawan mancanegara yang datang dari luar negeri, kedatangan mereka akan mendatangkan devisa dalam negara. Semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung maka akan memberi dampak yang positif bagi Daerah Tujuan Wisata terutama sebagai pendapatan daerah, (Nasrul, (2010, dalam Purwanti dan Dewi, 2014). Pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke model ekowisata, disebabkan karena kejenuhan wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata buatan. Oleh karena itu peluang ini selayaknya dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menarik kunjungan wisatawan asing mengunjungi obyek berbasis alam dan budaya penduduk lokal (Dias Satria, 2009).

  Data kunjungan wisatawan yang diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap hanya tersedia pada 3 lokasi wisata yaitu di pantai Teluk Penyu, Benteng Pendem dan Gua Maria. Data jumlah wisatawan yang mengunjungi obyek wisata pantai Teluk Penyu, Benteng Pendem dan Gua Maria tersaji rinci perbulan pada tahun 2013. Data perbandingan total kunjungan wisatawan selama 5 tahun terakhir dari tahun 2009 hingga 2013 tersedia pada obyek wisata pantai Teluk Penyu dan Benteng Pendem. Pada obyek wisata Gua Maria data kunjungan hanya tersedia pada tahun 2012 dan 2013.

  Kunjungan tertinggi wisatawan Pantai Teluk Penyu pada tahun 2013 terjadi pada bulan Agustus yaitu sebanyak 69.200 wisatawan dan terendah terjadi pada bulan Februari dengan kunjungan wisatawan sebanyak 6.168. Data kunjungan wisatawan pantai Teluk Penyu selama 5 tahun terakhir terhitung dari tahun 2009 hingga tahun 2013 dengan kunjungan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebanyak 633.933 wisatawan dan terendah sebanyak 200.023 wisatawan terjadi pada tahun 2013. Selisih besar persen penurunan kunjungan wisatawan antara tahun 2011 dan 2013 sebesar 68, 4%, tersaji pada Tabel 2.1 sebagai berikut;

Tabel 2.1 Kunjungan Wisatawan di Teluk Penyu Cilacap dirinci Per Bulan Tahun 2013 Banyaknya Wisatawan (orang) Bulan

  Jumlah Pendapatan Mancanegara Nusantara Jumlah Januari 18 23.410 23.428 125.464.750 Februari

  15 6.153 6.168 30.750.450 Maret 19 7.494 7.513 41.879.850 April

  9 10.559 10.568 57.683.600 Mei 15 13.743 13.758 67.969.200 Juni 18 12.194 12.212 60.326.100 Juli 19 7.938 7.957 44.343.700 Agustus 21 69.179 69.200 358.703.300 September 22 14.285 14.307 74.405.500 Oktober 22 9.527 9.549 46.411.800 November

  4 11.667 11.671 58.794.400 Desember 13.692 13.692 69.605.800 Jumlah 182 199.981 200.023 1.036.338.450 Tahun 2012 270.996 270.996 1.328.405.500 Tahun 2011 312 633.621 633.933 3.202.987.350 Tahun 2010 419 313.741 314.160 1.362.628.600 Tahun 2009 134 270.954 271.088 1.197. 564. 900

   Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap

  Kunjungan wisatawan tertinggi yang datang pada obyek wisata buatan berupa Benteng Pendem selama tahun 2013 terjadi pada bulan Agustus sebanyak 18.338 wisatawan dan terendah terjadi pada bulan Februari dengan jumlah wisatawan sebanyak 2.895. Data kunjungan wisatawan 5 tahun terakhir terhitung dari tahun 2009 hingga tahun 2013 juga menunjukkan data yang fluktuatif. Data kunjungan wisatawan tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebanyak 113.653 wisatawan dan semakin menurun sampai ke tahun 2013 dengan jumlah sebanyak 68.983 wisatawan, tersaji pada Tabel 2.2 sebagai berikut;

Tabel 2.2 Kunjungan Wisatawan di Benteng Pendem Cilacap dirinci Per Bulan Tahun 2013

  Banyaknya Wisatawan (orang) Bulan Jumlah Pendapatan Mancanegara Nusantara Jumlah

  Januari 18 7.053 7.071 33.477.700 Februari 15 2.880 2.895 13.165.000 Maret 19 3.353 3.372 15.359.700 April

  9 4.096 4.105 19.045.600 Mei 15 6.058 6.073 26.892.200 Juni 18 6.313 6.331 28.661.900 Juli 19 3.413 3.432 17.037.700 Agustus 21 18.317 18.338 90.753.300 September 22 3.728 3.750 18.120.200 Oktober 22 4.055 4.077 17.876.500 November 3.709 3.709 17.345.100

  Desember 5.830 5.830 22.510.000 Jumlah 178 68.805 68.983 320.245.900 Tahun 2012 81.665 81.655 386.698.500 Tahun 2011 323 89.842 89.842 402.629.400 Tahun 2010 379 98.605 98.984 453.626.400 Tahun 2009 144 113.509 113.653 502.668.500

  Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap

  Data kunjungan wisatawan Gua Maria yang diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap hanya tersedia pada tahun 2012 dan 2013. Kunjungan wisatawan tertinggi terjadi pada tahun 2012 dengan total kunjungan wisatawan sebanyak 927. Pada tahun 2013 telah terjadi penurunan 100 % dari kunjungan wisatawan sehingga pada tahun 2013 data kunjungan wisatawan yang berkunjung pada obyek wisata Gua Maria tidak ditemukan, tersaji pada Tabel 2.3 sebagai berikut;

Tabel 2.3 Kunjungan Wisatawan di Gua Maria dirinci Per Bulan Tahun 2013 Bulan Jumlah Kunjungan

  Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah/Total Tahun 2013 927 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap G. Obyek Wisata di Kota Cilacap

  Data objek wisata alam dan buatan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cilacap, obyek wisata alam yang terdapat di Kota Cilacap adalah Pantai Teluk Penyu dan Wisata Hutan Payau. Pantai Rancah Babakan, Pantai Permisan, Pantai Pasir Putih, Segara Anakan, Kampung Laut, Gua Masigit Sela dan Gua Maria yang lokasinya berada di Pulau Nusakambangan. Di Nusakambangan terdapat Gua Ratu dan Gua Putri yang saat ini tidak dibuka untuk berwisata dikarenakan kondisinya yang tidak terawat, sedangkan objek buatan yang terdapat di Kota Cilacap adalah Benteng Pendem. Benteng Karang Bolong dan Benteng Klingker terdapat di Pulau Nusakambangan.

  1. Teluk Penyu Teluk Penyu adalah kawasan pantai yang membujur dari utara (Pelabuhan

  Perikanan Samudera Cilacap) ke selatan (Pulau Nusakambangan) dengan panorama gelombang laut yang cukup besar, kapal

  • – kapal tanker yang masuk ke Pelabuhan Tanjung Intan dan perahu
  • – perahu nelayan tradisional yang berlalu lalang di sepanjang pantai Teluk Penyu serta tegarnya kilang Pertamina dan Pulau Nusakambangan menambah indahnya suasana pantai. Terletak 2 km ke arah timur dari pusat kota Kabupaten Cilacap yang dapat dijangkau dengan kendaraan pribadi.

Gambar 3.1 Pantai Teluk Penyu (sumber http//: pariwisata.cilacapkab.go.id)

  2. Hutan Payau Tritih Kawasan wisata Hutan Payau terletak di Desa Karang Talun Kelurahan

  Tritih Kulon Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap. Hutan Payau atau Hutan Mangrove atau Hutan Bakau berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap No 17 Tahun 2001 adalah hutan yang tumbuh pada pantai

  • – pantai yang terlindung, muara sungai dan laguna, penyebaran dan komposisi tergantung iklim, tetapi pada faktor edaphis (lebih ditentukan oleh tanah), dan pasang surut. Selain berada di Kecamatan Cilacap Utara Hutan Payau juga dapat ditemui di Segara Anakan.

Gambar 3.2 Wisata Payau di Tritih Kulon Cilacap (sumber:dokumen pribadi)

  3. Segara Anakan Definisi Kawasan Segara Anakan berdasarkan Peraturan Daerah

  Kabupaten Cilacap No 17 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Segara Anakan, merupakan kawasan yang mempunyai nilai strategis potensial yang penangannya diutamakan untuk meningkatkan fungsi kawasan lindung dan budidaya di dalam wilayah pengelolaan. Segara Anakan adalah laguna yang unik di Pantai Selatan Pulau Jawa dengan ekosistem rawa bakau atau mangrove yang memiliki komposisi struktur hutan terlengkap di pulau Jawa.

Gambar 3.3 Kawasan Segara Anakan (sumber http://pariwisata.cilacapkab.go.id)

  4. Pantai Rancah Babakan Nusakambangan Pantai Rancah Babakan di Nusakambangan merupakan obyek wisata alam berupa pantai yang pasir putih yang terletak di ujung barat pulau Nusakambangan.

  Pantai ini masih sangat alami karena jarang di kunjungi oleh wisatawan karena jaraknya yang jauh dan lama waktu untuk mengakses wilayah tersebut.

Gambar 3.4 Pantai Rancah Babakan (Sumber: Pariwisata.cilacapkab.go.id)

  5. Pantai Permisan dan Pasir Putih Nusakambangan Pantai Permisan dan Pantai Pasir Putih berada di Selatan Nusakambangan.

  Pantai ini masih sangat alami karena belum banyak tercemari oleh manusia. Dengan deburan ombak laut selatan menambah keindahan pemandangan kedua pantai tersebut.

Gambar 3.5 Pantai Permisan Nusakambangan (Sumber:Nusapedia.com)

  6. Gua Masigit Sela dan Gua Maria di Pulau Nusakambangan Gua Masigit Sela adalah gua yang memiliki keunikan yakni bentuk mulut gua banyak dihiasi oleh stalaktit dan stalagmit yang membentuk ukiran seperti pintu masjid dari batu sehingga dinamakan Masigit Sela. Gua Maria adalah gua yang digunakan sebagai tempat ibadah umat krisitiani pada saat Belanda masih menduduki Pulau Jawa termasuk Pulau Nusakambangan. Gua Maria memiliki panjang lorong berkisar 150 meter dengan lebar 10 meter.

Gambar 3.6 Gua Maria dan Gua Masigit Sela (http://pariwisata.cilacapkab.go.id)

  7. Benteng Pendem, Benteng Karang Bolong dan Benteng Klingker Objek buatan bersejarah di Kota Cilacap adalah Benteng Pendem, Benteng

  Karang Bolong dan Benteng Klingker. Benteng Pendem memiliki nama Belanda Kustbatterij op de Landtong te Cilacap berlokasi di Teluk Penyu. Benteng ini merupakan markas peninggalan tentara Hindia Belanda. Benteng ini dibangun secara bertahap selama 18 tahun yakni pada tahun 1861 hingga tahun 1871. Benteng Karang Bolong dan Benteng Klingker berada di Timur Pulau Nusakambangan. Keberadaan benteng tersebut masih kurang sepopuler dari Benteng Pendem.

Gambar 3.7 Benteng PendemCilacap(sumber http://pariwisata.cilacapkab.go.id) H.

   Peneliti Terdahulu

  Perbandingan penelitian dengan penelitian sejenis yang pernah dilaksanakan bertujuan untuk membuktikan keaslian penelitian ini. Keaslian penelitian dapat dilihat dari isi materi yang dibahas, lokasi penelitian maupun metode yang digunakan oleh peneliti terdahulu.

  Sri Hayati (2010), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata di Pengandaran Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik korelasional, hasil penelitian menunjukkan kadar partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata cukup tinggi. Manalu, Latifah dan Patana (2012), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji potensi wisata dan persepsi masyarakat di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula terhadap pengembangan ekowisata. Metode yang digunakan adalah deskriptif, hasil dari penelitian adalah deskripsi potensi wisata dan persepsi positif masyarakat terhadap pengembangan ekowisata di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara, tersaji pada Tabel 2.4 sebagai berikut;

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

  Sri Hayati (2010) Partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata di Pangandaran Jawa Barat Mengetahui hubungan partisipasi masyarakat dalam Pengembangan ekowisata di Pangandaran Jawa Barat

  Metode yang digunakan adalah metode deksriptif melalui teknik korelasional. Sampel : Multistagerandom Data : data primer dan sekunder. Pengumpulan data: Wawancara Analisis data:Statistik deskriptif

  Dari penelitian ini menunjukkan kadar partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata cukup tinggi Manalu, Latifah dan

  Patana (2012) Persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir , Provinsi Sumatera utara

  Mengkaji potensi wisata dan persepsi masyarakat di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Sianjur Mula-Mula terhadap pengembangan ekowisata.

  Metode yang digunakan adalah deskriptif. Sampel: purposive yaitu Quota dan Accidental Data: primer dan sekunder. Teknik analisis data yaitu teknik induktif dengan metode kuantitatif.

  Dari penelitian ini menunjukkan persepsi positif masyarakat terhadap pengembangan ekowisata di Desa Huta Ginjang Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera utara Meita Anggie Puspita

  (2014) Partisipasi wisatawan dalam mendukung pengelolaan ekowisata di Kota Cilacap Mengetahui persepsi dan sikap wisatawan dan tingkat partisipasi wisatawan dalam mendukung pengelolaan ekowisata di Kota Cilacap Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deksriptif Sampel: Purposive Data: primer dan sekunder

  Dari penelitian ini persepsi dan sikap wisatawan berkategori baik dan tingkat partisipasi wisatawan dalam mendukung pengelolaan ekowisata di Kota Cilacap kategori sedang

  Sumber : Sri hayati (2011). Manalu, Latifah dan Patana (2012)

I. Kerangka Pikir

  Partisipasi wisatawan dalam mendukung pengelolaan ekowisata di Kota Cilacap merupakan hal yang perlu dilakukan karena partisipasi wisatawan memberikan sumbangan pemikiran yang positif bagi kemajuan pengelolaan ekowisata di Kota Cilacap. Partisipasi wisatawan diharapkan tidak hanya menumbuhkan minat berwisata namun meningkatkan taraf ekonomi masyarakat lokal dan peningkatan kelestarian terhadap alam, tersaji pada Gambar 3.8 sebagai berikut;

  

Persepsi

Obyek Wisatawan Partisipasi

  Pengelolaan Wisata Wisatawan Ekowisata

  Kota Cilacap

Sikap

Gambar 3.8 Kerangka Pikir J.

   Hipotesis

  Dari kerangka pikir tersebut penulis telah merumuskan hipotesis sebagai berikut

  1. Persepsi dan sikap wisatawan dalam mendukung pengelolaan ekowisata di Kota Cilacap tergolong sangat baik > 50 %.

  2. Tingkat partisipasi wisatawan dalam mendukung pengelolaan ekowisata di Kota Cilacap tergolong tinggi > 50 %.