BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Nanda Puspita Himawanti BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pembuatan fast disintegrating tablet (FDT) sebelumnya telah

  dilakukan, misalnya pada penelitian Mannur et.al., (2010) mengenai formulasi dan karakterisasi fast disintegrating tablet ranitidin hidroklorida. Penelitian tersebut menggunakan ranitidin hidroklorida sebagai zat aktif dan menggunakan superdisintegran sodium carboxy methyl cellulose dan sodium

  

starch glycolate (SSG) untuk membandingkan kemampuan kedua bahan

  tersebut sebagai superdisintegran. Konsentrasi superdisintegran yang digunakan pada penelitian tersebut antara 4-16% untuk masing-masing superdisintegran. Konsentrasi kedua superdisintegran tersebut dapat menghasilkan waktu hancur yang baik secara in vitro maupun in vivo. Namun formulasi yang mengandung sodium carboxy methyl cellulose menunjukkan hasil organoleptis dan pelepasan obat secara in vitro yang lebih baik.

  Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Shah et.al., (2012) adalah mengenai formulasi dan pengembangan FDT menggunakan simetidin. Pada penelitian tersebut peneliti membandingkan beberapa superdisintegran baik itu digunakan secara tunggal maupun dikombinasi antar dua superdisintegran. Superdisintegran yang digunakan pada penelitian tersebut adalah

  

crospovidone XL 10 , ac-di-sol, dan SSG. Hasil dari penelitian tersebut dapat

  disimpulkan bahwa semua superdisintegran dapat digunakan pada formulasi FDT simetidin yang dibuat, kombinasi antara dua superdisintegran yang berbeda juga dapat digunakan untuk mendapatkan pelepasan obat dan waktu hancur yang baik. Namun konsentrasi superdisintegran yang tinggi pada beberapa formula tidak efektif digunakan pada pembuatan FDT simetidin ini.

  Hasil terbaik yang ditunjukkan pada penelitian ini adalah pada penggunaan superdisintegran kombinasi antara crospovidone XL 10 dengan ac-di-sol jika dibandingkan superdisintegran lain.

B. Tinjauan Pustaka

  1. Antasida Antasida adalah senyawa yang mempunyai kemampuan menetralkan asam klorida (lambung) atau mengikatnya. Dosis tunggal yang dianjurkan saat ini untuk antasida adalah jumlah antasida yang dapat menetralkan 50 mmol asam klorida. Pemakaian dilakukan satu dan tiga jam setelah makan serta sebelum tidur (Estuningtyas dan Arif, 2007).

  Efek samping alumunium hidroksida yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antasid garam magnesium. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorpsi, tetap berada dalam usus dan akan menarik air (Estuningtyas dan Arif, 2007).

  Saat ini sediaan yang banyak beredar di pasaran antara lain berbentuk suspensi, tablet kunyah, dan tablet dengan bermacam merek dagang seperti Mylanta, Promag, Magasida, dll. Namun sediaan tersebut dinilai kurang praktis karena untuk sediaan yang berbentuk suspensi membutuhkan sendok untuk meminumnya sedangkan tablet kunyah perlu dikunyah sebelum ditelan, dan kaplet membutuhkan air untuk menelan. Sediaan-sediaan tersebut membutuhkan beberapa perlakuan sebelum ditelan, sehingga dinilai kurang praktis dalam penggunaan dan kurang efektif dalam menghasilkan efek sebagai antasida.

  2. Fast Disintegrating Tablet (FDT) FDT merupakan tablet yang didesain untuk cepat hancur di dalam

  saliva tanpa perlu adanya air. Pada British Pharmacopoeia (2009) dinyatakan waktu hancur untuk FDT yang baik adalah kurang dari 3 menit.

  Formulasi ini diresepkan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan, seperti pada pasien pediatric, geriatric, dan gangguan mental.

  Kriteria obat yang dapat dibuat FDT yaitu mampu menembus mukosa mulut, bentuk obat tak terionkan, mampu berpartisi kedalam epitel gastrointestinal atas, mempunyai berat molekul yang kecil, mempunyai waktu paruh yang pendek, dan obat harus mempunyai kestabilan yang baik dalam air liur (Makooi-Morehead et.al., 1999).

  Obat-obatan yang solid dapat ditingkatkan waktu hancurnya di dalam mulut dengan penambahan bahan yang disebut sebagai disintegran. Disintegran adalah bahan atau campuran bahan tambah untuk formulasi obat yang memfasilitasi kehancuran tablet atau isi kapsul menjadi partikel yang lebih kecil dan larut lebih cepat dibandingkan tanpa disintegran (Makooi-Morehead et.al., 1999).

  Sekelompok disintegran disebut sebagai superdisintegran umumnya digunakan di tingkat rendah dalam bentuk dosis padat, biasanya satu sampai dengan 10% berat relatif terhadap total berat unit dosis. Contoh superdisintegran adalah croscarmelose, crospovidone, dan sodium

  starch glycolate . Superdisintegran ini sangat dianjurkan untuk

  mengembangkan formulasi pada tablet atau kapsul disintegran untuk mempercepat pelarutan bahan tambahan lain dalam tablet (Makooi- Morehead et.al., 1999).

  Kelebihan FDT dibanding sediaan lain adalah cocok untuk pasien

  

pediatric dan geriatric yang mengalami kesulitan menelan atau pasien lain

  yang dalam keadaan tertentu misalnya tidak ada air, selain itu FDT sangat mudah dalam pemakaiannya, cukup diletakkan di lidah dan beberapa detik berikutnya sudah mulai larut dalam air liur.

  a. Formula Fast Disintegrating Tablet 1) Superdisintegran

  Superdisintegran merupakan bahan utama dalam formulasi FDT. Superdisintegran ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet saat kontak dengan air dimana akan menaikkan luas permukaan dari fragmen-fragmen tablet yang akan mempermudah lepasnya obat dari tablet. Daya mengembang superdisintegran sangat tinggi dan cepat sehingga mampu mendesak ke arah luar secara cepat yang akan menyebabkan tablet cepat hancur. Penggunaan superdisintegran hanya dibutuhkan dalam konsentrasi yang kecil. Adapun kekurangan dari superdisintegran yaitu sangat higroskopis, sehingga tidak dapat digunakan untuk obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban.

  

Crosscarmellose, Ac-Di-Sol, Crosspovidone M, Sodium starch

glycolate, Alginic acid NF merupkan contoh beberapa jenis

  superdisintegran (Sulaiman, 2007).

  Beberapa aksi superdisintegran dalam mendisintegrasikan tablet, antara lain: a) Aksi kapiler (Capillary action)

  Tablet yang merupakan hasil pengempaan dari granul, memiliki pori-pori kapiler dan pada saat tablet bersinggungan dengan medium air, maka air akan berpenetrasi masuk ke dalam pori-pori tablet. Akibatnya ikatan antar partikel menjadi lemah dan pada akhirnya tablet akan pecah (Sulaiman, 2007).

  b) Pengembangan (Swelling) Beberapa bahan penghancur apabila terkena air maka akan mengembang, akibatnya partikel penyusun tablet akan terdesak dan pecah. Hancurnya tablet dengan mekanisme ini dipengaruhi oleh struktrur pori-pori tablet. Semakin kecil pori- pori granul yang ada di dalam tablet, maka semakin besar tenaga untuk menghancurkan tablet (Sulaiman, 2007).

  c) Perubahan bentuk (Deformation) Partikel yang mengalami penekanan pada proses pengempaan akan berubah bentuknya. Apabila tablet terkena air maka partikel yang membentuk tablet akan kembali ke bentuk asalnya, maka partikel tablet akan berdesakan sehingga tablet dapat hancur (Sulaiman, 2007). 2) Bahan pemberi rasa

  Penambahan pemanis dan pemberi rasa biasanya hanya untuk tablet-tablet kunyah, hisap, buccal, sublingual, effervescent dan tablet lain yang dimaksudkan untuk hancur atau larut dalam mulut. Bahan pemanis yang biasa digunakan dalam pembuatan tablet dibagi dua yaitu, pemanis alami seperti mannitol, laktosa, sukrosa, dekstrosa dan pemanis buatan seperti sakarin, siklamat, dan aspartam (Sulaiman, 2007).

  3) Bahan pengisi Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan pada formula dengan jumlah zat aktif yang relatif kecil untuk menambah besarnya tablet agar sesuai. Bahan pengisi menjamin suatu sediaan tablet mempunyai ukuran/massa yang dibutuhkan (Voight, 1984).

  4) Bahan pelicin Bahan pelicin digunakan untuk memudahkan pendorongan tablet ke atas ke luar ruang cetak melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang cetak dengan permukaan sisi tablet. bahan pelicin sebaiknya dapat mengurangi dan mencegah penggesekan stempel bawah pada ruang cetak, jika tidak stempel bawah akan melekat pada ruang die (Voight, 1984). Lubrikan adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi antara permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi (Sulaiman, 2007). Glidan ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan/meningkatkan fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi die dalam jumlah yang seragam (Sulaiman, 2007). Anti adherent adalah bahan yang dapat mencegah melekatnya permukaan tablet pada punch atas dan

  punch bawah (Sulaiman, 2007).

  5) Bahan pengikat atau bahan pengikat berfungsi memberi daya

  Binders

  adhesi pada massa serbuk pada granulasi dan kempa langsung serta untuk menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi (Sulaiman, 2007).

  3. Metode Pembuatan FDT Proses produksi sediaan padat seperti tablet merupakan tahapan proses yang kompleks. Tahapan ini melibatkan semua sifat fisika-kimia baik bahan aktif maupun eksipien serta interaksi yang terjadi antar semua komponen yang terdapat dalam formula (Sulaiman, 2007). Metode pembuatan FDT antara lain: a. Freeze drying Metode ini obat (zat aktif) diselimuti matrik yang larut air bertujuan untuk meningkatkan waktu hancur tablet dalam beberapa detik ketika dimasukkan ke dalam mulut. Kekurangan dari metode ini membutuhkan biaya yang tinggi dan memiliki keterbatasan dalam penyesuaian dosis. Metode ini dapat digunakan untuk zat aktif yang secara kimia stabil, tidak larut air, dan memiliki ukuran partikel kurang dari 50 μm. Dosis tablet dengan metode freeze drying hanya terbatas hingga 60 mg, semakin besar ukuran partikel akan mengakibatkan sedimentasi selama proses produksinya (Kundu dan Sahoo, 2008).

  b. Moulding

  Moulding dilakukan dengan dua cara, yaitu moulding dengan pemberian tekanan dan moulding dengan pemberian pemanasan.

Moulding dengan pemberian tekanan dilakukan dengan cara campuran

  bahan yang telah dicampur, dibasahkan dengan pelarut (biasanya air atau etanol) di dalam plat sehingga membentuk massa lembab.

  

Moulding dengan pemanasan, obat dilarutkan dengan matrik yang

  mudah meleleh. Produk yang dihasilkan dengan metode ini berupa dispersi padat yang memiliki keuntungan mudah larut dalam waktu 5- 15 detik dan dapat dibuat dengan dosis tinggi. Kekurangan metode ini yaitu memiliki kestabilan obat yang rendah, memiliki kekerasan tablet yang rendah, dan membutuhkan banyak biaya (Kundu dan Sahoo, 2008).

  c. Metode Kempa Langsung/Direct Compression Metode ini digunakan untuk bahan aktif dengan sifat mudah mengalir atau sifat kohesif tinggi sehingga memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah dan kering. Metode pembuatan tablet secara kempa langsung merupakan metode yang sangat disenangi, hal ini karena kempa langsung memberi beberapa keuntungan diantaranya: tahapan produksinya sangat singkat (hanya pencampuran dan pengempaan), peralatan yang dibutuhkan tidak banyak, ruangan yang dibutuhkan kecil dan tidak banyak, tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit karena prosesnya singkat maka stabilitasnya tetap terjaga (dapat meningkatkan stabilitas produk) (Sulaiman, 2007).

  d. Metode Granulasi Basah/Wet Granulation Metode granulasi basah didefinisikan sebagai proses pembuatan tablet dengan adanya penambahan air atau cairan dalam proses granulasinya (baik cairan bahan pengikat maupun cairan yang hanya berfungsi sebagai pelarut/pembawa bahan pengikat). Metode granulasi basah digunakan jika bahan aktif tahan terhadap air/pelarut dan terhadap panas. Metode granulasi basah adalah metode granulasi yang paling banyak digunakan di industri farmasi (Sulaiman, 2007).

  e. Metode Granulasi Kering Metode granulasi kering dilakukan bila zat aktif yang akan digranul tidak tahan terhadap panas dan kelembaban dari

  solvent /pelarut. Pada metode granulasi kering, bahan pengikat

  ditambahkan dalam bentuk serbuk dan tanpa penambahan pelarut. Ada dua prinsip dasar untuk proses granulasi kering yaitu: campuran serbuk dikempa menjadi tablet (slugging dengan mesin tablet) atau campuran serbuk ditekan menjadi lembaran. Tablet atau lembaran yang terbentuk selanjutnya dihancurkan menjadi butiran granul dan diayak (Sulaiman, 2007).

  4. Sifat Fisik FDT

  a. Keseragaman bobot Keseragaman bobot dapat menjadi indikator awal keseragaman kadar/kandungan zat aktif. Dengan asumsi bahwa kita mempunyai campuran massa yang akan dikempa yang tercampur homogen, maka setelah dikempa menjadi tablet bila tablet yang dihasilkan memiliki bobot yang seragam dapat dipastikan akan memiliki kadar yang seragam pula (Sulaiman, 2007).

  b. Kekerasan tablet Uji kekerasan tablet didefinisikan sebagai uji kekuatan tablet yang mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan yang diukur dengan memberi tekanan terhadap diameter tablet. kekuatan tablet diberi skala dalam kilogram. Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik (Sulaiman, 2007).

  c. Kerapuhan tablet Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Kerapuhan dapat dievaluasi dengan menggunakan friabilator (Sulaiman, 2007) d. Waktu hancur tablet

  Waktu hancur tablet diuji dengan meletakkan tablet pada sejumlah tertentu air dan kemudian dicatat waktu tablet terdisintegrasi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap waktu hancur antara lain bahan pengisi, jumlah, dan jenis bahan kompresi. Waktu untuk penghancuran FDT umumnya kurang dari 3 menit dan penghancuran yang dapat dialami pasien rentangnya 5-30 detik. Waktu hancur untuk FDT perlu dimodifikasi karena penghancuran FDT dalam tubuh disyaratkan tanpa air. British Pharmacopoeia (2009) mempersyaratkan waktu disintegrasi FDT tidak lebih dari 3 menit.

  e. Uji kapasitas penetralan asam Efek terapi dari suatu sediaan antasida dapat diketahui dari daya netralisasi asam lambung dan kapasitas penetralan asam. Uji kapasitas penetralan asam dilakukan untuk mengetahui seberapa besar antasida tersebut dapat menetralkan keasaman lambung dengan menggunakan cairan lambung buatan. Untuk mengetahui efektivitas sediaan antasida dilakukan uji kapasitas penetralan asam menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014).

  Uji dilakukan untuk menilai sediaan antasida apakah layak dipakai atau tidak. Jika pH sampel uji terukur mencapai 3,5 atau lebih, maka dapat dipakai sebagai antasida, tetapi jika pH sampel uji yang terukur kurang dari 3,5 maka tidak dapat dipakai sebagai sediaan antasida (Depkes RI, 2014).

  5. Uraian Bahan

  a. Alumunium hidroksida Gel alumunium hidroksida kering adalah bentuk amorf alumunium hidroksida, sebagian hidroksida disubtitusikan dengan karbonat. Mengandung setara tidak kurang dari 76% Al(OH)

  3 dan

  dapat mengandung alumunium karbonat dan alumunium bikarbonat basa dalam jumlah bervariasi. Pemerian, serbuk amorf, putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak larut dalam asam alkali hidroksida (Depkes RI, 1995).

  Alumunium hidroksida mempunyai mekanisme sebagai adstringen, yakni menciutkan selaput lendir berdasarkan sifat ion- alumunium yang membentuk kompleks dengan antara lain protein, juga dapat menutupi tukak lambung dengan suatu lapisan pelindung (Tjay dan Rahardja, 2007).

  b. Magnesium hidroksida Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105 C selama dua jam mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% Mg(OH) 2 . Pemeriannya, serbuk putih, ruah. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam asam encer (Depkes RI, 1995). Magnesium hidroksida praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum bereaksi dengan HCl membentuk MgCl

  2 . Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi dengan HCl akan

  tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl dari hasil sekresi lanjutan sehingga masa kerjanya lama (Estuningtyas dan Arif, 2007).

  c. Sodium starch glycolate (SSG)

Gambar 2.1. Struktur SSG (Rowe et.al., 2009) Penelitian mengenai penggunaan SSG (Gambar 2.1) sebagai superdisintegran telah banyak dilakukan dan membuktikan bahwa SSG dapat digunakan sebagai superdisintegran yang baik pada formulasi FDT. SSG merupakan salah satu dari superdisintegran yang efektif digunakan dalam pembuatan tablet secara granulasi basah maupun kempa langsung. Kemampuan superdisintegran ini sangat baik yaitu memiliki daya pengembangan yang cukup besar dengan masih menjaga keutuhan tabletnya, sehingga pengembangan tersebut memberikan dorongan ke daerah sekelilingnya sehingga membantu proses pecahnya tablet.

  SSG merupakan derivat dari hasil modifikasi amilum kentang dengan subtitusi karboksimetil sehingga memiliki struktur seperti

  

carboxymethyl cellulose , merupakan serbuk putih yang free flowing.

  Kelebihan bahan penghancur ini adalah pada daya pengembangannya yang sangat tinggi, dan konsentrasi yang dibutuhkan hanya sedikit/kecil. Bila konsentrasi yang ditambahkan besar, akan terbentuk suatu lapisan gel yang tebal akibat dari proses pengembangan (gelling) dan akan menurunkan waktu hancur tablet serta disolusi (Sulaiman, 2007). SSG biasa digunakan sebagai superdisintegran dengan konsentrasi antara 2%-8% dengan konsentrasi optimum sebesar 4% namun dalam beberapa kasus, penggunaan sebesar 2% sudah cukup (Rowe et.al., 2009).

  d. Mannitol Mannitol atau mannitolum mempunyai rumus molekul

  C

6 H

  14 O 6 dengan berat molekul 186,17. Mannitol berbentuk serbuk

  kristal atau granul berwarna putih dan tidak berbau. Pada suhu 20 C mannitol larut dalam basa (1:8), agak sukar larut dalam etanol 95% (1:83) dan mudah larut dalam air (1:55) (Depkes RI, 1995).

  Mannitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan kira- kira sama dengan tingkat kemanisan sukrosa serta meninggalkan sensasi dingin di mulut. Mannitol digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi tablet. Mannitol bersifat inert, dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada tablet kunyah karena memberi rasa enak, manis yang ringan dan dingin, rasa lembut dan meleleh di mulut. Adapun penggunaan mannitol dalam formulasi tablet yaitu 10-90% w/w untuk kompresi langsung (Armstrong, 2006).

  e. Laktosa Laktosa berbentuk serbuk hablur putih, tidak berbau, dan memiliki rasa agak manis. Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air mendidih, sukar larut dalam etanol 95%, dan praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Depkes RI, 1979). Laktosa digunakan sebagai zat tambahan dan dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan kapsul dan tablet.

  f. Amilum Manihot Amilum manihot atau pati singkong adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot utilissima atau beberapa spesies Manihot lain.

  Amilum manihot memiliki bentuk serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Depkes RI, 1979). Amilum manihot biasa digunakan sebagai zat tambahan dan dalam pembuatan tablet dapat digunakan sebagai bahan pengikat.

  g. Magnesium stearat Magnesium stearat merupakan campuran magnesium dengan asam organic solid yang mengandung magnesium stearat dan magnesium palmitat. Magnesium stearat digunakan sebagai bahan pelicin (lubrikan) dalam kapsul dan tablet. Memiliki serbuk halus, licin, putih, dan mudah melekat pada kulit serta memiliki bau yang khas (Depkes RI, 1979).

C. Kerangka Konsep

  Antasida Sediaan yang beredar di pasaran (suspensi, tablet kunyah, dan kaplet) dinilai kurang praktis dalam penggunaannya.

  FDT Penggunaan FDT dianggap lebih praktis dan efektif dalam menghantarkan efek antasida ke dalam tubuh dibanding sediaan yang telah beredar di pasaran.

  SSG sebagai superdisintegran memiliki keuntungan : Aksi swelling yang cepat dan besar (Rowe et.al., 2009) 2-8% konsentrasi penggunaan (Rowe et.al., 2009)

  Formulasi FDT antasida dengan variasi konsentrasi SSG Evaluasi sediaan

  Uji kapasitas penetralan asam Konsentrasi SSG yang tinggi diduga menghasilkan FDT antasida dengan sifat fisik dan kapasitas penetralan asam yang baik

  Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Diagram alir kerangka konsep penelitian

  Uji sifat fisik FDT antasida meliputi :  Uji keseragaman bobot  Uji kekerasan  Uji kerapuhan  Uji waktu hancur

D. Hipotesis

  Hasil penelitian Mannur et.al., (2010) dan Shah et.al., (2012) menyebutkan bahwa SSG merupakan superdisintegran yang baik untuk FDT karena dapat mempercepat waktu hancur tablet menjadi kurang dari 3 menit, sehingga SSG dapat digunakan sebagai superdisintegran yang baik juga pada pembuatan FDT antasida.