EFEKTIVITAS PELAYANAN IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI BADAN PELAYANAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SERANG

EFEKTIVITAS PELAYANAN

  Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata Satu (S1) Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara

  Oleh: Yekti Prestiana 072675

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Peran utama pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pemerintah sebagai pelayanan masyarakat (public service) harus dapat memberikan pelayanan publik/umum yang maksimal dan memberikan kepuasan masyarakat. Pelayanan publik pada dasarnya mencakup aspek kehidupan masyarakat luas. Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi melayani publik, dalam bentuk mengatur maupun menerbitkan perizinan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, usaha, kesejahteraan dan sebagainya.

  Konsep tentang pelayanan publik memang tidak asing lagi, yakni suatu kegiatan pemerintah yang melayani masyarakat dalam hal barang dan jasa, yang orientasinya bukan kepada keuntungan semata, melainkan sudah merupakan tanggung jawab tugas dan fungsi pemerintahan. Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah Pada hakikatnya pelayanan publik itu adalah pemberian pemenuhan layanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi masyarakat.

  Pelayanan yang prima/baik adalah tujuan pelayanan, dalam memanfaatkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, pelayanan publik menjadi keharusan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Pelayanan prima adalah suatu layanan yang diberikan kepada publik/umum yang mampu memuaskan pihak yang dilayani. Salah satu tolak ukur dalam pemberian pelayanan dapat dikatakan baik atau prima bila kepuasan yang dilayani dapat tercapai.

  Reformasi pelayanan publik telah dimulai sejak tahun 1990-an di negara- negara maju, karena masyarakat menginginkan peningkatan kualitas pelayanan publik yang mereka terima. Di Indonesia sendiri, upaya perbaikan pelayanan pemerintah kepada masyarakat sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 1980-an, antara lain melalui Inpres nomor 5 tahun 1984 tentang pedoman penyederhanaan dan pengendalian perizinan dibidang usaha. Upaya tersebut dilanjutkan dengan keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 81 tahun 1993 tentang pedoman tatalaksana pelayanan umum. Kewenangan wajib bagi daerah pada dasarnya merupakan perwujudan otonomi yang bertanggung jawab, yang memberikan pengakuan hak dan kewenangan daerah dalam tugas dan kewajiban yang diemban oleh pemerintah daerah. Pemerintah Daerah dituntut untuk melaksanakan pelayanan yang maksimal bagi masyarakatnya, namun pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah pada masyarakat terkadang pula tidak sesuai dengan keinginan masyarakatnya. Mengakibatkan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat tidak maksimal.

  Berlakunya undang-undang tentang pemerintahan daerah tersebut telah terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia.

  Tujuan utama dari pengaturan tersebut adalah untuk memberdayakan pemerintah daerah agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara ekonomis, efektif, efisien, dan akuntabel dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

  

(public service). Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh pemerintah

  daerah juga didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya akuntabilitas dan transparansi pelayanan publik di daerah.

  Peraturan mengenai otonomi daerah, dimana pemerintah daerah mengambil alih wewenang dan bertanggung jawab kepada daerahnya, maka dengan adanya administrasi dalam melaksanakan pembangunan didaerahnya. Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikat, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu. Izin biasanya harus dimiliki oleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang, sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Salah satu fungsi pemerintah dibidang pemberian dan pengendalian adalah fungsi pemberian izin kepada masyarakat dan organisasi tertentu yang merupakan mekanisme pengendalian administratif yang harus dilakukan.

  Salah satu contoh produk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah adalah berupa Peraturan Daerah. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang- undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. dengan diterbitkannya Peraturan Daerah No 12 tahun 2008 tentang Izin Mendirikan Bangunan.

  Organisasi yang ideal adalah organisasi yang mampu mencapai tujuan secara optimal. Instansi sebagai organisasi dapat dikatakan produktif apabila telah mencapai tujuan-tujuannya secara efektif dan efisien terutama di dalam hal pemberian pelayanan terhadap yang dilayani. Efektif atau tidaknya suatu instansi pemerintah dapat dilihat dari seberapa besar kemampuan instansi pemerintah tersebut di dalam pencapaian tujuan sesuai target yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai abdi masyarakat yang memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

  Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) sebagai instansi pemerintah yang bergerak pada bidang pelayanan ijin . walaupun usianya masih sangat muda yaitu dua tahun tetapi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang terus mengadakan pembenahan-pembenahan dalam hal pengelolaan dan peningkatan kualitas pelayanannya. Badan Pelayanan Terpadu di sahkan oleh Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008, tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (Lembaran

  Salah satu bentuk layanan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal adalah memberikan layanan ijin mendirikan bangunan kepada masyarakat kota Serang. Oleh karena itu pembahasan akan difokuskan pada masalah tersebut.

  Karena kenyataannya ijin mendirikan bangunan merupakan hal yang amat penting bagi masyarakat dalam mendirikan suatu bangunan agar bangunan tersebut legal dan mendapat ijin yang sah dari pemerintah.

  IMB atau Ijin Mendirikan Bangunan, adalah ijin untuk mendirikan, memperbaiki, menambah, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan, termasuk ijin kelayakan menggunakan bangunan (untuk bangunan yang sudah berdiri) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. Pada prinsipnya, IMB bertujuan agar terjadi keserasian antara lingkungan dan bangunan. Selain itu, dengan IMB diharapkan agar bangunan yang akan dibangun aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab dalam pemberian IMB, dilakukan analisis terhadap desain bangunan tersebut, apakah sudah memenuhi persyaratan bangunan dan lingkungan. Persyaratan lingkungan meliputi penentuan garis sempadan (jarak maksimum bangunan terhadap batas jalan), jarak bebas muka samping dan belakang bangunan, batas-batas persil pembangunan dan jarak antar bangunan, keadaaan tanah tempat bangunan,dan lain- lain. Sedangkan persyaratan bangunan antara lain meliputi luas denah bangunan, membangun. Surat Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat SIMB adalah Surat Ijin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kepada perorangan atau Badan untuk membangun. Mendirikan Bangunan adalah setiap kegiatan membangun, merubah, mengganti seluruhnya atau sebagian, memperluas bangunan dan bangun-bangunan. Setiap mendirikan bangunan dan atau bangun-bangunan, baik perorangan atau badan wajib memiliki Ijin Mendirikan Bangunan ( IMB ) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.

  Prinsip IMB bertujuan agar terjadi keserasian antara lingkungan dan bangunan. Selain itu, dengan IMB diharapkan agar bangunan yang akan dibangun aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab dalam pemberian IMB, dilakukan analisis terhadap desain dan keadaan bangunan tersebut, apakah sudah memenuhi persyaratan bangunan dan lingkungan sekitar. Persyaratan lingkungan meliputi penentuan garis sempadan jalan (jarak maksimum bangunan terhadap batas jalan), jarak bebas muka samping dan belakang bangunan, batas-batas persil pembangunan dan jarak antar bangunan, keadaaan tanah tempat bangunan, dan lain-lain.

  Sedangkan persyaratan bangunan antara lain meliputi luas denah bangunan, tinggi bangunan, ukuran-ukuran ruang, pencahayaan dan pengudaraan di dalam dan di area pembangunan. sektor rumah tinggal terdapat 92 pemohon, sektor jasa terdapat 136 pemohon. Dilihat dari penjelasan sebelumnya, maka dapat terlihat bahwa data pemohon pada fungsi bangunan jasa lebih besar dibandingkan dengan fungsi bangunan yang lainnya. Hal ini dikarenakan fungsi bangunan jasa memiliki berbagai klasifikasi bentuk fungsi bangunan, diantaranya seperti bangunan dengan fungsi pendidikan, villa, rumah sakit, sarana dan prasarana, toko dan lain-lain. Jenis bangunan dengan fungsi jasa adalah bangunan yang dibangun untuk menghasilkan laba.

  Berdasarkan hasil observasi (studi lapangan) yang telah peneliti lakukan, gejala permasalahan yang timbul sebagai berikut : Pertama, Alur pelayanan masih terbelit-belit atau terlalu birokratis. Pelayanan khususnya pelayanan perijinan, pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai meja yang dilalui, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam hal ini penyelesaian masalah dalam proses pelayanan, staf pelayanan tidak mempunyai kewenangan menyelesaikan masalah, dan di lain pihak masyarakat sulit bertemu dengan penanggung jawab pelayanan. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.

  Kedua, pelayanan pembuatan IMB masih dirasakan lambat, prosedur dengan hierarki yang berkesinambungan baik dari tingkat bawah yaitu izin dari lingkungan sekitar dalam hal ini diwakili oleh tetangga sekitar bangunan, lurah dan camat. Pemberian izin ini akan memakan waktu yang cukup lama dimana izin memerlukan persetujuan dari masyarakat sekitar.

  Ketiga, kurangnya sumber daya manusia yang memadai pada Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang. Pada Bidang Tata Bangunan yang menangani Izin Mendirikan Bangun hanya berjumlah 5 orang.

  Jumlah tersebut tidak mencukupi kebutuhan pelayanan untuk pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Normalnya minimal memiliki 10 petugas agar bisa dengan cepat melayani masyarakat, sehingga masyarakat tidak lagi menunggu terlalu lama.

  Keempat, kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang tentang manfaat pembuatan IMB. Hal ini terlihat dari banyaknya pemohon yang kurang mengerti dan mengetahui apa fungsi dan manfaat IMB itu sendiri, berapa biaya yang diperlukan dan prosesnya pembuatannya seperti apa, pemerintah daerah atau dinas terkait sendiri hanya memberikan penyuluhan kepada tingkat kecamatan dan tidak kepada badan-badan terkait yang berhubungan dengan pembuat IMB. Sosialisasi IMB selama ini,

  Gambar 1.1 Bentuk Sosialisasi di Depan Polsek Taktakan

  Kelima, Waktu pelayanan terkadang tidak sesuai dengan apa yang sudah tertera dalam aturan yang berlaku. Waktu yang ditetapkan selama 15 hari tetapi tidak

  Atas gejala-gejala tersebut maka peneliti kemudian merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih jauh terhadap pelayanan ijin mendirikan bangunan dengan judul :

  

“EFEKTIVITAS PELAYANAN IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI

BADAN PELAYANAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL (BPTPM)

KOTA SERANG

1.2 Identifikasi Masalah

  Identifikasi masalah adalah mengidentifikasi dikaitkan dengan tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti. Dari berbagai pengamatan ditemukan beberapa masalah dalam pelayanan ijin mendirikan bangunan yaitu : 1.

  Alur pelayanan masih terbelit-belit atau terlalu birokratis

  2. Pelayanan pembuatan IMB masih dirasakan lambat, prosedur pelayanan

  pembuatan IMB terdapat kepentingan - kepentingan organisasi atau badan lain yang terkait untuk memenuhi persyaratan yang telah ditentukan

  3. Kurangnya sumber daya manusia yang memadai pada Badan Pelayanan

1.3 Batasan Masalah

  Dari uraian-uraian yang ada dalam latar belakang dan identifikasi masalah peneliti mempunyai keterbatasan kemampuan dan berfikir secara menyeluruh, peneliti mencoba membatasi penelitiannya yaitu: Efektivitas Pelayanan Ijin

  Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang

  1.4 Perumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

  1. Seberapa besar efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal (BPTPM) Kota Serang?

  2. Unsur-unsur apa sajakah yang dapat menghambat efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal (BPTPM) Kota Serang?

  1.5 Tujuan Penelitian

  2. Menjelaskan unsur-unsur yang menghambat terhadap efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal (BPTPM) kota serang

1.6 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik teoritis maupun praktis, antara lain :

  1. Manfaat secara teoritis, yaitu :

  a) Dalam rangka pengembangan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.

  b) Mengetahui prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik dan pemberdayaan yang diberikan pemerintah masyarakat.

  c) Dapat dijadikan sebagai bahan pemahaman untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat secara Praktis, yaitu :

  a) Untuk meningkatkan kualitas belajar dan referensi berfikir serta memberikan wawasan yang luas bagi seluruh mahasiswa khususnya peneliti.

  b) Mengetahui secara langsung bagaimana efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal kota Serang c)

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan masukan

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang Yaitu menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling umum hingga ke masalah yang spesifik, yang relevan dengan judul penelitian.

  1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah adalah mengidentifikasi dikaitkan dengan tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti.

  1.3 Batasan Masalah Batasan Masalah adalah batasan penelitian yang peneliti ungkapkan sesuai dengan kemampuan dan berfikir peneliti secara menyeluruh.

  1.4 Rumusan Masalah Rumusan masalah yaitu memilih dan menetapkan masalah yang paling urgen yang paling berkaitan dengan judul penelitian. Kalimat yang biasa

  Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakannya penelitian telah masalah yang telah dirumuskan.

  Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah penelitian.

  1.6 Manfaat Penelitian Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian.

  1.7 Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Deskripsi Teori Mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan permasalah dengan permasalahan dan variabel penelitian, kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi yang digunakan untuk merumuskan hipotesis. Deskripsi teori harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan merujuk ke sumber aslinya.

  2.2 Kerangka Berfikir memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir dapat dilengkapi dengan sebuah bagan yang menunjukan alur pikir peneliti serta kaitan antar variabel yang diteliti.

  2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti, dan kana diuji kebenarannya. Hipotesis dirumuskan berdasarkan kajian teori dan kajian konseptual serta kerangka berfikir.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  3.1 Metode Penelitian Menjelaskan metode yang paling dipergunakan dalam penelitian. Metode dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Dimana banyak dituangkan melalui angka.

  3.2 Instrumen Penelitian Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data yang digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas instrumen

  Menjelaskan teknik analisis dan disertai rasionalisasinya. Teknik analisis data harus sesuai dengan sifat data yang diteliti. Lokasi dan Jadwal Pnelitian dan Menjelaskan lokasi penelitian, terkait tempat dan jadwal penelitian tersebut dilaksanakan. Jadwal disajikan dalam bentuk tabel.

  3.4 Tempat dan Waktu Penelitian Menjelaskan tempat atau locus penelitian dan waktu penelitian dari awal hingga selesai penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN Pada Bab IV memaparkan Deskripsi Objek Penelitian. Deskripsi Data yakni data mentah yang telah diolah menggunakan teknik analisis data yang relevan. Pengujian Persyaratan Statistik dengan menggunakan uji statistik tertentu. Intrepetasi Hasil Penelitian Dan Pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab V merupakan bab penutup yang mengemukakan kesimpulan dan saran

  dari analisa data yang ada pada bab sebelumnya, yang akhirnya diharapkan akan dapat menjawab maksud dan tujuan dari pada penelitian ini.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Teori Organisasi Publik

  Istilah publik berasal dari bahasa latin yang berarti “of people” yaitu yang berkenaan dengan masyarakat. Sasaran organisasi publik adalah ditujukan kepada masyarakat secara umum. Dalam literatur administrasi publik, pengertian organisasi publik bermula dari konsep „barang publikā€Ÿ (public goods), yaitu adanya produk- produk tertentu berupa barang dan jasa yang tidak dapat dipenuhi dengan mekanisme pasar yang dilakukan individu-individu (Samuelson, 1954). Konsep ini menunjukan adanya produk-produk yang bersifat kolektif dan harus diupayakan secara kolektif pula. Inilah alasan mengapa organisasi publik harus diadakan.

  Terdapat keidentikan pendefinisian para pakar tentang organisasi, berikut merupakan pendefinisian tersebut : Menurut Mooney dalam Syafii (1997 : 52) :

  “Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose”.

  Menurut Millet dalam Syafii (1997 : 52) :

  “Organization is the structural framework within wich the work of many individuals is carried an for the realization of common purpose”

  Maksudnya, organisasi adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama. Menurut Simon dalam Syafii (1997 : 52) :

  “Organization is the complex pattern of communication and other relations in a groups of human being”

  Menurut Bernard dalam Syafii (1997 : 52) :

  “Organization is a system of cooperative activities of two or more person something intangible and impersonal, largely a matter of relationship

  Maksudnya organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerja sama dua orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang sebagian besar tentang persoalan silaturahmi.

  Menurut Waldo dalam Syafii (1997: 52) :

  “Organization is the structure of authoritative and habitual personal interrelations in administrative system

  Maksudnya organisasi adalah sebagai suatu struktur dari kewenangan- kewenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada suatu sistem administrasi.

  Menurut Gulick dalam Syafii (1997 : 52)

  “Organization is the means of interrelating the subdivisions of work by

allocating them to men who are placed in structure of authority, so that the work may

be coordinated by orders of superiors to sub ordinates, reaching from the top to the

bottom of the entire enterprise”

  Dapat diambil kesimpulan dari definisi-definisi tersebut bahwa organisasi merupakan, antara lain :

  2.1.1.1 Wadah atau tempat terselenggaranya administrasi

  2.1.1.2 Di dalamnya terjadi berbagai hubungan antar-individu maupun kelompok, baik dalam organisasi itu sendiri maupun keluar.

  2.1.1.3 Terjadinya kerja sama dan pembagian tugas

  2.1.1.4 Berlangsungnya proses aktivitas berdasarkan kinerja masing-masing (Syafii, 1997 : 52)

  Organisasi yang terbesar adalah organisasi yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara yang disebut dengan organisasi publik.

  Pengertian organisasi publik bermula dari konsep barang publik (public goods), yaitu adanya produk- produk tertentu berupa barang dan jasa yang tidak dapat dipenuhi dengan mekanisme pasar yang dilakukan individu- individu. Konsep ini menunjukan adanya produk- produk yang bersifat kolektif dan harus diupayakan secara kolektif pula. Ada beberapa bidang yang bersifat kolektif dimana organisasi publik memainkan peranannya, antara lain penegakan hukum, pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan nasional, jasa transportasi dan sebagainya.

  Sering kali kita mendengar pernyataan bahwa dua “kepala” lebih baik dibandingkan dengan satu “kepala”. Para individu yang bekerja sama dan mengoordinasi upaya mental atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal yang hebat dan menakjubkan. Perhatikan saja piramida-piramida di Mesir, tembok besar di RCC, sebagai contah. Seluruh karya tersebut jauh melampaui bakat dan kemampuan seorang individu tunggal. Koordinasi upaya memperbesar kontribusi- kontribusi individual. 2)

  Tujuan umum bersama Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi, kecuali apabila pihak yang telah bersatu, mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang nerupakan kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak.

  3) Pembagian kerja

  Dengan jalan membagi-bagi tugas-tugas kompleks menjadi pekerjaan-pekerjaan yang terspesialisasi, maka suatu organisasi dapat memanfaatkan sumber-sumber daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para anggota organissi-organisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas terspesialisasi dilaksanakan berulang-ulang. (Catatan: ingat bahwa over

  4) Hieraki otoritas

  Menurut teori organisasi tradisional, apabila ingin dicapai sesuatu hasil melalui upaya kolektif formal, harus ada orang yang diberi otoritas untuk melaksanakan kegiatan. Hal itu agar tujuan-tujuan yang diinginkan dialksanakan secara efektif dan efisien. Para teoretisi organisasi telah merumuskan otoritas sebagai hak untuk mengarahkan dan memimpin kegiatan-kegiatan pihak lain. Tanpa hieraki otoritas yang jelas, koordinasi upaya akan mengalami kesulitan, bahkan kadang-kadang tidak mungkin dilaksanakan. Akuntabilitas juga dibantu apabila orang-orang bekerja dalam rantai komando (the chain of command).

  Stewart dalam Kusdi (2009 : 44 - 45) mengemukakan 13 karakteristik organisasi publik, diantaranya :

  1. Target atau sasaran yang tidak terdefinisi secara jelas 2.

  Harapan- harapan yang beragam dan acap kali bersifat artificial dan politis 3. Tuntutan dari berbagai pihak yang berbeda 4. Tuntutan dari badan - badan yang mengucurkan anggaran 5. Penerima jasa, yaitu masyarakat, tidak memberikan kontribusi secara langsung melainkan melalui mekanisme pajak

  6. Sumber anggaran yang berbeda - beda 7.

  Anggaran yang diterima mendahului pelayanan yang diberikan

  12. Larangan atau pembatasan untuk menggunakan anggaran diluar tujuan yang secara formal telah ditetapkan

13. Tingkat sensitivitas terhadap tekanan kelompok masyarakat

  Fayol dalam Robbins (2007 : 39-40) mengusulkan empat belas prinsip organisasi, yaitu :

1. Pembagian kerja. Prinsip ini sama dengan “pembagian kerja” Adam

  Smith. Spesialisasi menambah hasil kerja dengan cara membuat para pekerja lebih efisien.

  2. Wewenang. Manajer harus dapat memberi perintah. Wewenang memberikan hak ini kepadanya. Tetapi wewenang berjalan seiring dengan tanggung jawab. Jika wewenang digunakan, timbulah tanggung jawab. Agar efektif, wewenang seorang manajer harus sama dengan tanggung jawabnya.

  3. Disiplin. Para pegawai harus menaati dan menghormati peraturan yang mengatur organisasi. Disiplin yang baik merupakan hasil dari kepemimpinan yang efektif, suatu saling pengertian yang jelas antara manajemen dan para pekerja tentang peraturan organisasi serta penerapan

  5. Kesatuan arah. Setiap kelompok aktivitas organisasi yang mempunyai tujuan sama harus dipimpin oleh seorang manajer dengan menggunakan sebuah rencana.

  6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan individu.

  Kepentingan seorang pegawai atau kelompok pegawai tidak boleh mendahulukan kepentingan organisasi secara keseluruhan.

  7. Remunerasi. Para pekerja harus digaji sesuai dengan jasa yang telah mereka berikan.

  8. Sentralisasi. Ini merujuk kepada sejauh mana para bawahan terlihat dalam pengambilan keputusan. Apakah pengambilan itu di sentralisasi (pada manajemen) atau di desentralisasi (pada para bawahan) adalah masalah proporsi yang tepat. Kuncinya terletak pada bagaimana menemukan pada bagaimana menemukan tingkat sentralisasi yang optimal untuk setiap situasi.

  9. Rantai skalar. Garis wewenang dari manajemen puncak sampai ke tingkat yang paling rendah merupakan rantai skalar. Komunikasi harus mengikuti rantai ini. Tetapi, jika dengan mengikuti rantai tersebut malah tercipta kelambatan, komunikasi silang dapat diizinkan jika disetujui oleh semua

  11. Keadilan. Para manajer harus selalu baik dan jujur terhadap para bawahan.

  12. Stabilitas masa kerja para pegawai. Perputaran (turnover) pegawai yang tinggi adalah tidak efisien. Manajemen harus menyediakan perencanaan personalia yang teratur dan memastikan bahwa untuk mengisi kekosongan harus selalu ada pengganti.

  13. Inisiatif. Para pegawai yang diizinkan menciptakan dan melaksanakan rencana-rencana akan berusaha keras.

  14. Esprit de corps. Mendorong tim spirit akan membangun keselarasan dan persatuan di dalam organisasi.

  Sorensen membagi organisasi publik dalam empat kategori, yaitu :

Tabel 2.1 Tipologi Organisasi Publik

  Tujuan Hubungan Kausal Jelas Tidak Jelas Pasti a.

  Efesiensi Ekonomi c.

  Legitimasi Kelembagaan

  Tidak Pasti b.

  Kriteria Judgemental d.

  Legitimasi Kelembagaan diketahui dengan pasti dalam memproduksi public goods yang diberikan kepadanya, contohnya terdapat pada BUM D/BUMN. Organisasi publik kategori “b” adalah organisasi- organisasi publik dimana tujuan yang harus dicapai cukup jelas, akan tetapi hubungan sebab akibat dalam proses operasionalnya tidak diketahui dengan pasti. Contohnya adalah organisasi- organisasi publik yang menangani masalah pendidikan.

  Organisasi publik kategori “c” adalah organisasi publik dimana tujuan organisasi tidak secara jelas bisa didefinisikan (biasanya karena banyak stakeholder yang terlibat), tetapi hubungan sebab akibat dalam kegiatan organisasi dapat ditentukan secara pasti, contohnya rumah sakit, Bea cukai, perpajakan dan lain- lain.

  Organisasi publik kategori “d” adalah organisasi publik dimana tujuan organisasi maupun hubungan sebab akibat operasionalnya tidak dapat ditentukan secara jelas, contohnya adalah kepolisian, ABRI/tentara dan lain-lain.

2.1.2 Teori Pelayanan

  Era desentralisasi seperti sekarang ini, instansi pemerintah dituntut untuk dapat memberikan pelayanan publik/umum yang berkualitas. Pelayanan umum/publik

  Kata pelayanan itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah asing, yaitu

  

service . Menurut Reading (1986:380), pengertian service adalah pekerjaan yang

  harus dilakukan seorang pelayan pada tuannya. Thoha (1989:78) menyatakan bahwa pelayanan masyarakat merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang maupun suatu instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan pada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian di atas terlihat bahwa service atau pelayanan merupakan jasa yang diberikan oleh orang perorangan organisasi swasta maupun instansi pemerintah.

  Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman, menyediakan keperluan orang, mengiyakan, menerima, menggunakan.

  (1994:89) bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam menentukan standar hidup riil dimana banyak orang menggantungkan diri pada pelayanan pemerintah seperti kualitas pendidikan, rumah sakit, pelayanan masyarakat, lingkungan, transportasi umum, hukum, perencanaan kota dan sebagainya.

  Pemerintah dalam menjalankan misinya tersebut, dituntut untuk selalu mengakomodir nilai-nilai pembangunan dan pelayanan publik yang terus mengalami pergeseran. Nilai-nilai pembanguan tersebut saat ini lebih mengarah pada nilai-nilai seperti self-esteem, liberation, atau indepedensi, sustainability, self reliant, dan empowerment (Tjokrowinoto, 1996:157). Sedangkan dalam fungsi public service, prinsip atau nilai-nilai yang menjadi acuan antara lain seperti yang dikemukakan oleh Potter (1988) adalah : keterjangkauan (access), pilihan (choice), ketersediaan informasi (information), penanganan komplain atau ganti rugi (redress), dan keterwakilan (representation) (McKevitt, 1998:40-41).

  Kata publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Sementara itu Inu Kencana mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan,sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai dan norma yang ada. Oleh karena itu

  Kotler (dalam Nasution, 2001:61) menjelaskan bahwa jasa (service) adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Menurut Parasuraman et. al. dan Haywood Farmer (dalam Warella, 1997:17-18), ada tiga karakteristik utama pelayanan jasa yaitu :

  1. Intangibility, berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman dan bukannya suatu obyek.

  Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau ditest sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Jadi berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat ditest kualitasnya sebelum disampaikan kepada pelanggan.

  2. Heterogenity, berarti pemakai jasa atau klien atau pelanggan memiliki kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin memiliki prioritas yang berbeda. Demikian pula

  performance sering bervariasi dari satu produser ke produser lainnya bahkan dari waktu ke waktu.

  3. Inseparability, berarti produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak penyampaian pelayanan, biasanya selama interaksi antara klien dan penyedia jasa.

  Peorwadaminta (1984 : 573) berpendapat bahwa pengertian melayani adalah menolong menyediakan segala apa yang dibutuhkan oleh orang lain. Sedangkan pengertian pelayanan adalah perbuatan (cara, hal, dan sebagainya) melayani.

  Definisi yang sangat simpel mengenai pelayanan dikemukakan oleh Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997 : 448) dalam Ratminto dan atik Septi Winarsih (2007 : 2) pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan.

  Boediono (2003 : 60) menerangkan bahwa :

  “Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara- cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan.”

  Kottler (2000) menyebutkan bahwa :

  “Pelayanan/jasa adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak terwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan deng an fisik produk.” mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang menghasilkan produk berupa barang maupun jasa.

  Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Normann (2000) mengenai karakteristik pelayanan, yaitu sebagai berikut : a.

  Pelayanan bersifat tidak dapat dibaca, pelayanan sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.

  b.

  Pelayanan itu kenyataan yang terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang sifatnya adalah tindakan sosial.

  Produksi dan konsumsi pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya kejadiannya bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.

  Karakteristik di atas dapat menjadi dasar bagaimana memberikan pelayanan terbaik. Pengertian yang lebih rinci dikemukakan oleh Gronroos (1990 : 27) dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007 : 2) sebagaimana kutipan dibawah ini:

  “Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan pemecahan konsumen/pelanggan ”

  Budiono (2003 : 23) menyebutkan bahwa : Pelayanan publik adalah

  Moenir (2000 : 26) juga menerangkan bahwa pengertian pelayanan publik/umum adalah :

  “Suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya”

  Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007 : 5) mengemukakan bahwa:

  “Pelayanan publik/umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan”

  Tan Sri Victor SL dari Malaysia dalam Boediono (2003 : 42) menulis bahwa hasil pengalamannya menekankan adanya 7 (tujuh) keharusan yang perlu diciptakan untuk dapat menjadi organisasi yang andal dalam perannya sebagai pelayan masyarakat (public server) atau pelayanan pelanggan (customer service), yaitu :

1. Membuat suatu Strategi Pelayanan Pelanggan

  Pelayanan kepada pelanggan yang memuaskan tidak mungkin dapat

  2. Membangun Tim yang Berorientasi pada Pelanggan yang Efektif Memilih orang yang tepat dengan kemampuan yang sesuai dan memiliki temperamen yang cocok untuk melayani orang banyak di barisan pelayanan terdepan menentukan sukses tidaknya program pelayanan kepada pelanggan.

  3. Unit Pelayanan Pengiriman yang Efisien Pelayanan pelanggan yang prima tidak dapat dicapai sekedar mengendalikan dedikasi staf, walaupun pelayanan yang sopan dan bersahabat dilakukan. Semua senyuman dari staf tidak akan menghasilkan kepuasan pelanggan selama teknologi yang dipakai ketinggalan zaman, atau kebijakan dan prosedur yang berlaku tidak menghasilkan yang efisien.

  4. Membangun Budaya Cinta Pelanggan Agar dapat menghasilkan pelayanan pelanggan yang prima, pimpinan puncak organisasi harus menanamkan budaya cinta melayani di seluruh kehidupan organisasi. Atau dapat juga disebut dengan pimpinan yang berorientasi pada pelanggan.

  5. Memonitor Kebutuhan Pelanggan

  6. Mengukur Kepuasan Pelanggan Agar terhindarkan dari situasi ketidakpastian dalam menetapkan mutu pelayanan kepada pelanggan, secara berencana harus mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Upaya untuk meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan melalui survei atau pengkajian cepat.

  7. Mengembangkan Sistem Penghargaan Terutama di instansi pemerintah (birokrasi) masih berlaku penggajian yang sama pada golongan yang sama, tanpa memandang apakah pegawai tersebut melakukan pelayanan secara prima kepada pelanggan atau tidak. Sistem penggajian tersebut tidak merangsang pegawai untuk melaksanakan tugas secara professional, disiplin, dan penuh dedikasi. Berbuat menguntungkan organisasi atau tidak diperlakukan sama. Tidak mengenal penghargaan (reward).

  Instansi pemerintah sebagai sebuah organisasi dalam tugasnya sebagai pelayan masyarakat (public server) dituntut untuk selalu memberiksan pelayanan terbaik/pelayanan yang bernyali tinggi kepada masyarakat sebagai pengguna jasa/pelanggan. Pelayanan prima adalah pelayanan yang memiliki suatu ukuran yang

  Boediono (2003 : 63) kemudian menyimpulkan bahwa hakikat pelayanan publik/umum yang prima adalah Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum : a.

  Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tatalaksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif) b. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta menibgkatan kesejahteraan masyarakat luas

  Sutopo dan Adi Suryanto (2003 : 4) menjelaskan bahwa :

  “Pelayanan prima merupakan terjemahan dan istilah Excellent Service yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan dapat dilihat pada saat aparatur pemerintah memberikan layanan, yaitu dari segi waktu yang dapat lebih efektif dan efisien, serta terdapat sarana penunjang yang memadai hingga pelayanan d apat dilakukan dengan maksimal”

  Sutopo dan Adi Suryanto (2003 : 7) seterusnya menjelaskan bahwa tujuan prima adalah :

  “Memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuadkan pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan.

  Azas-azas yang yang termuat dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus diperhatikan agar lebih mengoptimalkan pedoman penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun azas tersebut adalah: (Ridwan dan Sudrajad, 2009:101):

  a. Transparansi, yaitu bersifat terbuka, mudah, dan bisa diakses semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti.

  b. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  c. Kondisional, yaitu sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

  d. Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  e. Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

  f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-

  Menurut Mahmudi (2005:235-236), Selain beberapa asas pelayanan publik yang harus dipenuhi, instansi penyedia pelayanan publik dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan publik. Prinsip pelayanan publik itu antara lain:

  1) Kederhanaan prosedur Prosedur pelayanan hendaknya mudah dan tidak terbelit-belit. Prinsip “apabila dapat dipersulit mengapa dipermudah” harusnya ditinggalkan dan diganti dengan “hendaknya dipermudah jangan dipersulit, bahagiakan masyarakat, jangan ditakut-takuti.

  ” 2) Kejelasan

  Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan, sengketa, atau tuntutan dalam pelaksanakaan pelayanan publik; serta rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayarannya. Kejelasan ini penting bagi masyarakat untuk menghindari terjadinya berbagai penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktik pencaloan dan pungutan lair di uar ketentuan yang ditetapkan.

  Pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini harus ada kejelasan berapa lama proses pelayanan diselesaikan. 4)

  Akurasi produk pelayanan publik Produk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus akurat, benar, tepat, dan sah.

  5) Kelengkapan sarana dan prasarana

  Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana dan teknologi informasi dan telekomunikasi. 6)

  Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Tidak boleh terjadi intimidasi atau tekanan kepada masyarakat dalam pemberian pelayanan. 7)

  Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

  Tempat dan lokasi serta sarana dan prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan tekhnologi telekomunikasi dan informasi. 9)

  Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun, ramah, serat memberikan pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).

  10) Kenyamanan

  Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat beribadah dan lain-lain.

  Menurut Effendi, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih professional yaitu efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif, dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Cirinya sebagai berikut:

  1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.

  2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

  3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti akan adanya kejelasan dan kepastian mengenai: a.

  Prosedur/tata cara pelayanan b.

  Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif c.