HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PERILAKU CARING DI RUANG IGD RSUD PROF.DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Beban Kerja 1. Pengertian Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau hasil yang harus

  dicapai dalam suatu satuan waktu (Kep. Menpan no.75/2004). Sementara menurut Marquis dan Houston (2010) beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan, Workload atau beban kerja diartikan sebagai patients days yang merujuk pada jumlah prosedur, pemeriksaan kunjungan (visite) pada klien. Hasil penelitian tentang beban kerja di bagian pelayanan intensive Norwegia didapatkan bahwa score aktifitas perawat 75-90% per perawat (Stafseth, 2011). Hasil penelitian tentang pengukuran beban kerja pada sumber daya perawat bagian unit kritikal di Kanada, bahwa dengan menempatkan seorang sekretaris dan seorang farmasi dapat menurunkan kebutuhan 2 perawat RPS dan 1 perawat RP untuk setiap shift (Vanderberg, 1998 dalam Situmorang, 2015). Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan perawat pada tingkatan prestasi yang ditetapkan dalam satuan waktu tertentu.

  Gillies (1996) dalam Situmorang (2015) menyatakan bahwa untuk memperkirakan beban kerja perawat pada sebuah unit, manajer harus mengumpulkan data tentang : jumlah pasien yang masuk pada unit itu

  13

  1 setiap hari/bulan/tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien, di unit tersebut, rata-rata hari perawatan pasien, jenis tindakan keperawatan yang dibutuhkan pasien, frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang dibutuhkan pasien, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memberikan tindakan keperawatan.

  Perkiraan beban kerja perawat pada tiap unit dapat dilakukan dengan mengumpulkan data tentang jumlah klien yang masuk pada unit itu setiap hari/bulan/tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan klien di unit tersebut, rata-rata hari perawatan, jenis tindakan yang dibutuhkan klien, frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang dilakukan, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memberi tindakan keperawatan (Gillies, 1996 dalam Situmorang, 2015). Beban kerja perawat memiliki dampakyang luas sehingga harus menjadi perhatian bagi institusi pelayanan kesehatanterlebih bagi profesi perawat, seperti penelitian (Carayon dan Gurses, 2007) menyatakan bahwa beban kerja perawat yang tinggi dapat menyebabkan kurangatau buruknya komunikasi antara pasien dan perawat, berdampak pada buruknyakualitas pelayanan keperawatan yang diberikan serta berpengaruh terhadapkondisi pasien. Soschalski (2004) menyatakan bahwa perawat dengan beban kerja yang tinggi lebih sering melakukan kesalahan yang menyebabkan kejadian pasienjatuh pada saat perawat bertugas. Kone (2007) menyatakan bahwa rumah sakitdengan tenaga perawat yang kurang menghadapi resiko terhadap hal-hal yang merugikan bagi pasien, seperti angka kejadian infeksi, shock. Tetapi jumlah perawat yang adekuat akan menurunkan resiko kematian, pengunduran diri dankepuasan kerja, sedangkan menurut Tarnow, Hauc, Warden, Shearer (2000) kelebihan beban kerja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam tindakankeperawatan dan pengobatan oleh karena faktor

  

human error/iatrogenic , komplikasi, lambat dalam memberikan kebutuhan

  klien, menghentikan ventilasi mekanik belum pada waktunya, menjadi faktor yang berkonstribusi terhadap akibat yang merugikan.

2. Mengukur Beban Kerja Perawat

  Untuk mengukur beban kerja dikembangkan berdasarkan sistem klasifikasi klien, (Gillies, 1994). Perhitungan ini menghasilkan perhitungan beban kerja yang lebih akurat karena dalam sistem klasifikasi klien dikelompokkan sesuai tingkat ketergantungan klien atau sesuai waktu, tingkat kesulitan serta kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan. Lebih jauh Swansburg & Swansburg (1999) dalam Situmorang (2015) membagi tingkat ketergantungan klien menjadi lima kategori : a. Kategori 1 Perawatan Mandiri

  1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai berikut : dapat melakukan makan, minum sendiri atau dengan bantuan yang minimal, merapikan diri dapat melakukan sendiri, dan kebutuhan eliminasi dapat ke kamar mandi sendiri serta mengatur kenyamanan posisi tubuh dapat dilakukan sendiri.

  2) Keadaan umum baik, masuk ke rumah sakit untuk prosedur diagnosik sederhana, check-up, bedah minor.

  3) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi, membutuhkan penjelasan untuk tiap prosedur tindakan, membutuhkan penjelasan/orientasi waktu, tempat dan orang tiap shift.

  4) Tindakan dan pengobatan tidak ada atau hanya tindakan dan pengobatan sederhana.

  b. Kategori 2 Perawatan Minimal 1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai berikut : makan/minum perawat membantu dalam mempersiapkan, masih dapat makan dan minum sendiri, merapikan diri perlu sedikit bantuan demikian juga dengan penggunaan urinal, kenyamanan posisi tubuh perlu sediikit bantuan. 2) Keadaan umum : tampak sakit sedang, perlu monitoring tanda- tanda vital, urine diabetik, drainage atau infus.

  3) Kebutuhan pendidikan kesehatan dibutuhkan 5-10 menit setiap

  shift , klien mungkin sedikit bingung atau agitasi tetapi dapat dikendalikan dengan obat.

  4) Pengobatan dan tindakan diperlukan waktu 20-30 menit setiap . Diperlukan evaluasi terhadap aktifitas pengobatan dan

  shift tindakan. Perlu observasi status mental setiap 2 jam. c. Kategori 3 Perawatan Moderat 1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai berikut : makan dan minum disuapi, masih dapat mengunyah dan menelan makanan, merapikan diri tidak dapat dilakukan sendiri, eliminasi disediakan pispot atau urinal, ngompol dua kali setiap

  shift , kenyamanan posisi tergantung kepada perawat.

  2) Keadaan umum mencakup gejala sakit dapat hilang timbul, perlu observasi fisik dan emosi setiap 2-4 jam. Infus monitoring setiap 7 jam. 3) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi perlu 10-30 menit setiap shift, gelisah, menolak bantuan dapat dikendalikan dengan obat. 4) Pengobatan dan tindakan perlu 30-60 menit per shift, perlu sering diawasi terhadap efek samping atau reaksi alergi. Perlu observasi status mental setiap 1 jam.

  d. Kategori 4 Perawatan Ekstensif (Semi Total) 1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai berikut : makan dan minum, tidak bisa mengunyah dan menelan, perlu sonde, merapikan diri perlu dibantu semua, dimandikan, perawatan rambut dan kebersihan gigi dan mulut harus dibantu, eliminasi sering ngompol lebih dari dua kali setiap shift. Kenyamanan posisi perlu dibantu dua orang.

  2) Keadaan umum : tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau darah, gangguan sistem pernapasan akut, perlu sering dipantau.

  3) Kebutuhan pendidikan dan kesehatan dan dukungan emosi : perlu lebih dari 30 menit setiap shift, klien gelisah, agitasi dan tidak dapat dikontrol atau dikendalikan dengan obat. 4) Pengobatan atau tindakan : perlu lebih dari 60 menit per shift.

  Pengobatan lebih banyak dilakukan dalam satu shift. Observasi status mental perlu lebih sering (kurang dari 1 jam).

  e. Kategori 5 Perawatan Intensif (Total) Klien yang termasuk dalam kategori ini memerlukan pengawasan secara intensif terus-menerus dalam setiap shift dan dilakukan satu perawatan untuk satu klien. Semua kebutuhan klien diurus/dibantu oleh perawat (Johnson, 1984 dalam Situmorang, 2015).

3. Teknik Perhitungan Beban Kerja

  Menghitung beban kerja personal secara sederhana dapat dilakukan dengan mengobservasi apakah beban kerja yang ada dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu dengan menunjukkan langsung pada yang bertugas, hasilnya bersifat kualitas sehingga sulit untuk menggambarkan beban kerja personal tersebut dan sangat subjektif.

  Swansburg and Swansburg (1999) dalam Situmorang (2015), mengatakan bahwa ada empat teknik perhitungan beban kerja perawat, yaitu : Adalah studi untuk menghitung beban kerja dari segi kualitas yang dikaitkan pekerjaan dengan waktu yang dibutuhkan. Tujuannya untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

   Work sampling adalah mengamati apa yang dilakukan perawat.

  Informasi yang dibutuhkan dengan teknik ini adalah waktu da kegiatan yang dilakukan oleh perawat melalui pengamatan interval waktu tertentu atau secara random sebagai sample kegiatan. Pada work sampling orang yang diamati harus dilihat/amati dari kejauhan.

  Ilyas (2004), menjelaskan pada work sampling dapat diamati hala- hal spesifik terhadap pekerjaan seperti : a. Aktifitas apa yang sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja;

  b. Apakah aktivitas personal tersebut berkaitan 1) Time study and task frequency

  a) Menentukan sampel yang akan diambil setelah diklasifikasikan

  b) Membuat formulir kesehatan yang akan diamati serta waktu yang digunakan c) Menentukan observer, harus yang mengetahui kompetensi responden d) Satu observer mengamati satu orang perawat selama 24 jam. 2) Work sampling (merupakan variasi dari time study and task frequncy). adalah mengamati apa yang dilakukan

  Work sampling

  perawat. Informasi yang dibutuhkan dengan teknik ini adalah waktu da kegiatan yang dilakukan oleh perawat melalui pengamatan interval waktu tertentu atau secara random sebagai sample kegiatan. Pada work sampling orang yang diamati harus dilihat/amati dari kejauhan.

  Ilyas (2004), menjelaskan pada work sampling dapat diamati hala-hal spesifik terhadap pekerjaan seperti : a) aktifitas apa yang sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja; b) apakah aktivitas personal tersebut berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja; c) proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif; d) pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja. Masih menurut Ilyas (2004) dengan cara work sampling peneliti akan mendapatkan informasi yang tepat dari sejumlah personal yang diteliti mengenai kegiatan dan banyaknya pengamatan kegiatan dari mulai datang sampai pulangnya responden.

  Beberapa tahap yang harus dilakukan dalam melakukan adalah :

  survey

  a) Menentukan jenis personal perawat yang ingin diteliti

  b) Bila jenis personel ini jumlahnya banyak, perlu dilakukan simple random sampling .

  c) Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif atau diklasifikasikan kegiatan langsung dan tidak langsung. d) Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan work sampling. Pengamat diharapkan memiliki latar belakang sejenis dengan subjek yang ingin diamati. Setiap peneliti/ pengamat akan mengamati 5-8 orang perawat yang bertugas saat itu.

  e) Pengamatan kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2

  • – 15 menit tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan perawat. Semakin tinggi tingkat mobilitas pekerjaan yang diamati, maka makin pendek waktu pengamatan. Semakin pendek jarak pengamatan semakin banyak sampel pengamatan yang dapat diambil oleh peneliti sehingga akurasi penelitianmenjadi lebih akurat. Pengamatan dilakukan selama jam kerja (7 jam) dan bila jenis tenaga yang diteliti berfungsi 24 jam atau 3 shift, maka pengamatan dilakukan sepanjang hari.

B. Kinerja

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor dari variabel individu yang terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan demografis. Faktor yang mempengaruhi kinerja yang kedua adalah faktor dari variabel psikologi yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, motivasi, kepuasan kerja dan stres kerja. Sedangkan faktor yang ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah faktor organisasi yang terdiri dari kepemimpinan, kompensasi, konflik, kekuasaan, struktur organnisasi, desain pekerjaan, desain organisasi, dan karir (Gibson, 2008).

  Kemampuan dan keterampilan memainkan peran penting dalam perilaku dan kinerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik. Keterampilan adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas seperti keterampilan mengoperasikan komputer atau keterampilan berkomunikasi dengan jelas untuk tujuan dan misi kelompok. Manajer harus mencocokkan setiap kemampuan dan keterampilan seseorang dengan persyaratan kerja agar dalam bekerja dapat mencapai kinerja (Gibson et al, 2008) C.

   Caring

  1. Pengertian

  Caring menurut Watson (2004), adalah esensi dari keperawatan

  yang membedakan dengan profesi yang lain dan mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Sedangkan menurut Leininger (1991) dalam Simarmata (2010),caring merupakan fenomena trans

  kultural dimana perawat berinteraksi dengan pasien, staf dan kelompok

  lain. Perilaku caring bertujuan dan berfungsi mengubah struktur sosial, pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada satu tempat dengan tempat yang lain. Dalam merawat diri sendiri dan orang lain dalam praktiknya akan berbeda pada setiap kultur dan etik serta pada sistem professional care. Sedangkan menurut Shoffner (2003), caring juga diartikan sebagai perilaku saling peduli yang memudahkan diperolehnya kesehatan dan pemulihan. Menurut Carruth et.all, (1999) dalam Simarmata (2010), caring adalah suatu tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatian emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan pasien.

  Menurut Poter & Perry (2005), caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktek keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Sedangkan menurut Marriner-Tomey (1994) dalam Nuracmah (2001), caring bukan semata-mata perilaku, namun caringadalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Menurut Crowden (1994) dalam Lea (1998) mendefinisikan caring merupakan pusat dan elemen inti dari praktek keperawatan.

  Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa caring adalah manifestasi dari perhatian kepada orang lain, berpusat pada orang, menghormati harga diri dan kemanusiaan, komitmen untuk mencegah terjadinya status yang memburuk, memberi perhatian dan konsen, menghormati kepada orang lain dan kehidupan manusia, cinta dan ikatan, otoritas dan keberadaan, selalu bersama, empati, pengetahuan, penghargaan dan menyenangkan.

  2. Aspek-Aspek Caring Tindakan caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien. Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien denganmenerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang tepat.Tiga aspek penting yang mendasari keharusan perawat untuk care terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek kontrak, aspek etika, dan aspek spiritual dalam caring terhadap orang lain yang sakit : a. Aspek kontrak

  Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di bawahkewajiban kontrak untuk care. Radsma (1994) mengatakan, “perawat memiliki tugas profesional untuk memberikan care”. Untuk itu, kita sebagai perawat yang profesional diharuskan untuk bersikap sebagai kontrak kerja kita.

  care

  b. Aspek etika Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah, bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam situasi tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat memberikan asuhan. Seorang perawat harus care karena hal itu merupakan suatu tindakan yang benar dan sesuatu yang penting. Dengan care perawat dapat memberikankebahagiaan bagi orang lain.

  c. Aspek spiritiual Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu sama lainadalah ide utama. Oleh karena itu, berarti bahwa perawat yang religious adalahorang yang care, bukan karena dia seorang perawat tetapi lebih karena dia adalahanggota suatu agama atau kepercayaan, perawat harus care terhadap klien.

  Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.

  Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan cara yangterbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien.Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikanmelalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, danlain-lain (Kozier & Erb, 1985 dalam Nurachmah, 2001).

  3. Konsep dasar caring Menurut Watson (1998) dalam Simarmata (2010) ada 10 asumsi yang mendasari konsep caring. Sepuluh asumsi tersebut adalah: a. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada pasien. Selain itu perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada pasien.

  b. Memberikan kepercayaan dan harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Disamping itu, perawat meningkatkan perilaku pasien dalam mencari pertolongan.

  c. Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan kepada pasien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan berperilaku wajar pada orang lain.

  d. Mengembangkan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan perilaku empati yaitu turut merasakan apa yang dialami pasien.

  e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif pasien. Perawat memberikan waktunya dalam mendengarkan keluhan dan perasaan pasien.

  f. Penggunaan sistematis metode penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada pasien.

  g. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal pasien.

  h. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien terhadap kesehatan kondisi penyakit pasien. i. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.

  Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan pasien. j. Perawat membantu memberikan semangat spiritual terhadap kebutuhan pasien.

  4. Nilai humanis dalam caring Menurut Dwidiyanti (2007) nilai humanis meyakini kebaikan dan nilai-nilai manusia sebagai suatu komitmen dalam bekerja untuk kemanusiaan. Perilaku yang manusiawi adalah empati, simpati, terharu dan menghargai kehidupan. Dalam keperawatan, humanisme merupakan suatu perilaku dan pendekatan yang memperlakukan pasien sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan lebih dari sekedar nomor tempat tidur atau sebagai seseorang berpenyakit tertentu. Perawat yang menggunakan pendekatan humanistik dalam prakteknya memperhitungkan semua yang diketahuinya tentang pasien yang meliputi pikiran, perasaan, nilai-nilai, pengalaman, kesukaan, perilaku, dan bahasa tubuh.

  Menurut Dwidiyanti (2007) pendekatan humanistik ini adalah aspek keperawatan tradisional dari caring, yang diwujudkan dalam pengertian dan tindakan. Pegertian membutuhkan kemampuan mendengarkan orang lain secara aktif dan arif serta menerima perasaan-perasaan orang lain.

  Prasyarat bertindak adalah mampu bereaksi terhadap kebutuhan orang lain dengan keiklasan, kehangatan untuk meningkatkan kesejahteraan yang optimal. Untuk memahami bagaimana perawatan mendekati dengan cara humanistik, diperlukan kesadaran diri yang membuat perawat menerima perbedaan dan keunikan pasien. Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui tiga cara yaitu : a. Mempelajari diri sendiri yaitu proses eksplorasi diri sendiri, tentang pikiran, perasaan, perilaku, termasuk pengalaman yang menyenangkan, hubungan interpersonal dan kebutuhan pribadi.

  b. Belajar dari oranglain. Kesediaan dan keterbukaan menerima umpan balik orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang diri sendiri.

  c. Membuka diri. Keterbukaan merupakan salah satu kepribadian yang sehat, untuk ini harus ada teman intim yang dapat dipercaya, tempat menceritakan hal yang rahasia.

  5. Hubungan perawat dengan pasien dalamcaring Menurut Abraham (1997), hubungan interpersonal tergantung pada komitmen moral perawat dalam melindungi dan meningkatkan martabat manusia serta dirinya sendiri yang lebih dalam, kesadaran perawat dalam memelihara komunikasi dan menghargai jiwanya serta kesadaran perawat akan adanya potensi pasien untuk sembuh berdasarkan pengalaman selama melakukan pelayanan keperawatan. Hubungan ini menjelaskan bagaimana perawat dalam penilaian yang obyektif serta menunjukkan perhatian terhadap subyek, perawat menjadi penghubung dalam pandangan orang lain tentang keperawatan, sehingga mampu menyatukan persepsi yang sama tentang pelayanan yang diberikan antara perawat, pasien, keluarga dan dokter.

  Menurut Potter dan Perry (1999) dalam Dwidiyanti (2007), perkembangan, persepsi, nilai, latar belakangbudaya, emosi, pengetahuan, peran, dan tatanan interaksi mempengaruhi isi pesan dan perilaku penyampaian pesan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam berinteraksi dengan pasien yaitu: a. Perkembangan

  Lingkungan yang diciptakan oleh orang tua mempengaruhi kemampuan anak untuk berkomunukasi. Perawat menggunakan teknis khusus ketika berkomunikasi pada anak sesuai dengan perkembangannya.

  b. Persepsi Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman, Northouse & Northouse (1992) dalam Dwidiyanti (2007). Perbedaan persepsi akan menghambat komunikasi.

  c. Nilai Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang.

  d. Latar belakang sosial budaya, Budaya mempengaruhi cara bertindak dan komunikasi dalam pemberian pelayanan keperawatan.

  e. Emosi Emosi adalah perasaan subyektif tentang suatu peristiwa. Cara seseorang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain dipengaruhi oleh keadaan emosinya. f. Pengetahuan Hubungan sulit terjalin jika orang yang bersangkutan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Dengan pengkajian, perawat dapat menjalin hubungan terapeutik dengan pasien sesuai dengan tingkat pegetahuannya.

  g. Peran Perawat perlu menyadari perannya saat berhubungan dengan pasien ketika memberikan asuhan keperawatan.

  h. Tatanan interaksi Interaksi antara perawat dengan pasien akan lebih efektif jika dilakuakan dilingkungan yang menunjang. Perawat perlu memilih tatanan yang memadai ketika berinteraksi dengan pasien.

  6. Komunikasi dalam caring Kemampuan komunikasi menurut Dwidiyanti (2007), adalah hal yang paling penting dalam berhubungan dengan pasien, dan merupakan kompetensi kunci serta menggambarkan profil seorang perawat yang wajib digunakan dalam pelayanan keperawatan. Dengan komunikasi, perawat tentu akan memahami masalah pasien sehingga perawat akan mampu berperilaku caring.

  Menurut Simarmata (2010), di rumah sakit terjadi pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.

  Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yang memungkinkan individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi verbal yang efektif harus : a. Jelas dan ringkas Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek, langsung.

  Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkan dengan jelas.

  b. Perbendaharaan kata Komunikasi tidak akan berhasil, jika mengirim pesan tidak mampu menerjemahakan kata dan ucapan. Perawat harus menggunakan kata- kata yang dapat dimengerti oleh pasien.

  c. Arti denotatif dan konotatif Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat pada suatu kata.

  Setelah mendalami tentang definisi dan juga semua unsur yang berhubungan dengan caring dan spiritualitas, maka peneliti mengambil kesimpulan yaitu, caring dan spiritualitas merupakan bagian esensial dari tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan kualitas perawat dan juga kualitas pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien. Keduanya merupakan bagian yang terintegrasi dan sulit untuk dipisahkan. Disini seorang perawat haus punya suatuintuisi klinik yang tinggi untuk pemberian pelayanan optimal atau untuk memberikan caring yang lebih baik terhadap pasien. Young (1987) dalam Simarmata (2010) mendefinisikan intuisi klinik sebagai suatu proses dimana perawat mengetahui sesuatu tentang pasien yang tidak dapat diungkapkan dengan kata

  • –kata, yang diungkapkan dengan kesulitan, atau yang sumber pengetahuannya tidak diketahui.

  Menurut Simarmata (2010), intuisi adalah suatu aspek dari berpikir kritis, yang mencakup menganalisis dan merasakan isyarat yang berbeda, ingatan, dan perasaan untuk membantu perawat memiliki kesasadan lebih baik tentang kebutuhan pasien. Disini perawat yang memiliki intuisi klinik yang baik akan berpengaruh terhadap sistem caring yang diberikan kepada pasien. Dan intuisi yang baik dipengaruhi oleh kuaitas spiritulitas yang baik dari individu. Kualitas spiritual yang baik berawal dari suatu keyakinan yang ada dalam setiap diri perawat.

  7. Alat ukur perilaku caring Perilaku caring dapat diukur dengan beberapa alat ukur (tools) yang telah dikembangkan oleh para peneliti yang membahas ilmu caring.

  Beberapa penelitian tentang caring bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Watson (2009) menyatakan bahwa pengukuran caring merupakan proses mengurangi subyektifitas, fenomena manusia yang bersifat invisible (tidak terlihat) yang terkadang bersifat pribadi, ke bentuk yang lebih obyektif. Oleh karena itu, penggunaan alat ukur formal dapat mengurangi subyektifitas pengukuran perilaku caring.

  Tujuan pemakaian alat ukur formal pada penelitian keperawatan tentang perilaku caring antara lain: untuk memperbaiki caring secara terus menerus melalui penggunaan hasil (outcomes) dan intervensi yang berarti untuk memperbaiki praktik keperawatan; sebagai studi banding (benchmarking) struktur, setting, dan lingkungan yang lebih menujukkan caring; mengevaluasi konsekuensi caring dan non caring pada pasien maupun perawat. Alat ukurformal caring dapat menghasilkan model pelaporan perawatan pada area praktiktertentu, mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan proses caring dan melakukan intervensi untuk memperbaiki dan menghasilkan model praktik yang lebihsempurna. Selain itu, penggunaan alat ukur formal dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan caring, kesehatan dan proseskesembuhan dan sebagai validasi empiris untuk memperluas teori

  caring

  sertamemberikan petunjuk baru bagi perkembangan kurikulum, keilmuan keperawatan, dan ilmu kesehatan termasuk penelitian (Watson, 2009).

  Pengukuran perilaku caring perawat dapat dilakukan melalui pengukuran persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat. Penggunaan persepsi pasiendalam pengukuran perilaku caring perawat dapat memberikan hasil yang lebih sensitif karena pasien adalah individu yang menerima langsung perilaku dan tindakan perawat termasuk perilaku caring (Rego, Godinho dan McQueen, 2008).

  Beberapa alat ukur formal yang mengukur perilaku caring perawat berdasarkan persepsi pasien antara lain caring behaviors assesment tool (digunakan oleh Cronin dan Harrison, 1988), caring behavior checklist

  (digunakan oleh McDaniel, 1990), caring

  and client perception of caring

  professional scale (digunakan oleh Swanson, 2000), caring assesment tools (digunakan oleh Duffy,1992, 2001), caring factor survey (digunakan

  oleh Nelson, Watson, danInovahelath, 2008).

  Caring behaviors assesment tool (CBA) dilaporkan sebagai salah

  satu alatukur pertama yang dikembangkan untuk mengkaji caring. CBA dikembangkanberdasarkan teori Watson dan menggunakan 10 faktor karatif. CBA terdiri dari 63 perilaku caring perawat yang dikelompokkan menjadi 7 subskala yang disesuaikan 10 faktor karatif Watson. Tiga faktor karatif pertama dikelompokkan menjadi satu subskala. Enam faktor karatif lainnya mewakili semua aspek dari caring. Alat ukur ini menggunakan skala Likert (5 poin) yang merefleksikan derajat perilaku caring menurut persepsi pasien (Watson, 2009).

D. Kebutuhan yang dibutuhkan di Instalasi Gawat Darurat

  10 kebutuhan yang paling dibutuhkan oleh pasien instalasi gawat darurat diantaranya: pelayanan yang cepat dan responsif, kejelasan pemberian informasi, keramahan, kesopanan dan keadilan, administrasi yang jelas dan terbuka, ruangan yang nyaman dan bersih, waktu menunggu yang sebentar untuk pelayanan dan administrasi di unit gawat darurat, pelaksanan prosedur secara kompeten, penyediaan layanan doa dan motivasi untuk pasien, fasilitas yang lengkap, dan keamanan, Suroso (2015).

E. Kerangka Teori

  Berdasarkan landasan teori menurut Situmorang (2015), Simarmata (2010), dan Watson (2004), Duffi (1990) dalam Watson (2009) di atas, maka dapat dibentuk kerangka teori yang telah dimodifikasi sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Teori.

  Situmorang (2015), Simarmata (2010), dan Watson (2004), Kozier dan Erb dalam Nurachmah (2001), Duffi (1990) dalam Watson (2004)

  Beban Kerja Perawat

  1. Kategori Perawtan Mandiri

  2. Kategori Perawatan Minimal

  3. Kategori Perawatan Moderat

  4. Kategori Perawatan Ekstensif

  5. Kategori Perawatan Intensif

  Caring

  (pelayanan IGD) Aspek caring

  1. Aspek kontrak

  2. Aspke etika

  3. Aspek spritual

F. Kerangka Konsep

  Berdasarkan landasan teori menurut Situmorang (2015), Simarmata (2010), dan Watson (2004), Suroso (2015) diatas, maka dapat dibentuk kerangka konsepyang telah dimodifikasi sebagai berikut:

  Beban Kerja Perilaku Caring

  Perawat Di Ruang IGD

  Work Sampling :

  Kebutuhan caring IGD :

  1. Ratio Delay

  1. Cepat dan tanggap dalam

  2. Performance Level pelayanan.

  3. Menentukan waktu 2. Jelas dalam pemberian informasi. baku untuk suatu 3. Ramah,sopan dan adil. proses

  4. Perhatian,mendoakkan dan memotivasi pasien

  5. Kompeten dalam tindakan. Sumber : Suroso (2016)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

  Situmorang (2015), Simarmata (2010), dan Watson (2004),Duffi (1990) dalam Watson (2004),Suroso (2015) G.

   Hipotesis

  Pengertian hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan antara beban kerja dengan perilaku caring perawat di IGD RSUD PROF.DR. Margono Soekarjo Purwokerto.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA USIA DAN PARITAS IBU DENGAN PREEKLAMSIA BERAT DI RSUD MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

0 0 5

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT MENURUT PERSEPSI KLIEN DI IGD RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA SKRIPSI

0 0 17

ANALISIS HUBUNGAN PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA PADA IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUMDI RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 17

UJI INSTRUMENT TIME MODIFIKASI BATES-JENSEN METODE CHECKLIST DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

1 6 31

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA SAAT PEMASANGAN FOLLEY CHATETER PADA PASIEN DI RUANG IGD RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

2 2 15

HUBUNGAN RIWAYAT GARIS KETURUNAN DENGAN WAKTU TERDIAGNOSIS DIABETES MELITUS DI RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16

HALAMAN PERSETUJUAN HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PERILAKU CARING DI IGD RSUD MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI 1211020057 Diperiksa dan Disetujui:

0 0 16

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PERILAKU CARING DI RUANG IGD RSUD PROF.DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 12