BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian ISPA - BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA An. R PADA KASUS INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian ISPA

  terbanyak menimbulkan akibat dan kematian (Gouzali, 2011). ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dimana penderita yang terkena serangan infeksi ini sangat menderita, apa lagi bila udara lembab, dingin atau cuaca terlalu panas. (Saydam, 2011). Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura (Habeahan, 2009).

  Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian atas atau bawah secara stimulasi dan berurutan (Nelsen 2000). Menurut Depkes, (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan

  Dari pengertian – pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah penyakit infeksi yang mengenai saluran pernafasan bagian atas dan bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman berupa virus, bakteri, atipikal (atipikal plasma) atau aspirasi substansi asing yang menyerang organ pernafasan.

  B Klasifikasi

  Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) a.

  ISPA ringan Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk pilek dan sesak.

  b.

  ISPA sedang

  ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu tubuh lebih dari 39 0 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.

  c.

  ISPA berat Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah. Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008): a.

  Golongan Umur Kurang 2 Bulan Pneumonia Berat

  Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih. 2)

  Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa) Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:

  a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum) b)

  Kejang

  c) Kesadaran menurun

  d) Stridor

  e) Wheezing

  f) Demam / dingin b.

  Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun 1)

  Pneumonia Berat Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta). 2)

  Pneumonia Sedang Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

  a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih

b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.

  3) Bukan Pneumonia

  Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

  a) Tidak bisa minum

  b) Kejang

  c) Kesadaran menurun

  d) Stridor

  e) Gizi buruk

  C Anatomi Fisiologi a.

  Anatomi Gambar.2.1 alat saluran pernafasan pada manusia sumber Bagian – bagian dari saluran pernafasan : Saluran Pernafasan bagian atas : 1.

  Hidung Hidung adalah bengunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di tengah menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Masing–masing rongga di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior dan di belakang berhubungan dengan bagian farings (nasofarings). Masing–masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih lebar tepat di belakang nares anterior dan bagian respirasi.

  2. Farings Farings dapat dibagi menjadi nasofarings, terletak di bawah dasar tenggorokan, belakang dan atas palatum molle; orofarings, di laringofarings, di belakang larings. Tuba Eustaschii bermuara pada nasofarings. Tuba ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. Bila tidak sama, telinga terasa sakit. Misalnya naik pesawat terbang. Untuk membuka tuba ini, orang harus menelan.

  3. Larings Laring (kotak suara) bukan hanya jalan udara dari farings ke saluran napas lainnya, namun juga menghasilkan besar suara yang dipakai berbicara dan bernyanyi. Larings dutunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid, yang khas pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid, yang berhubungan dengan trakea.

  4. Trakea Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10–12 cm, meluas dari laring sampai ke puncak paru, tempat bercabang menjadi bronkus kiri dan kanan. Tetap terbukanya trakea disebabkan tunjangan sederetan tulang rawan (16-20 buah) yang terbentuk tapal kuda, dengan bagian terbuka mengarah ke posterior (esofagus). Trakea dilapis epitel bertingkat dengan silia dan sel goblet. Sel goblet menghasilkan mukus dan silia berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan di hidung, ke arah faring untuk kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan. Potongan 5.

  Cabang Tenggorokan Merupakan lanjutan dari trakea ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. Mempunyai struktur yang sama dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan ke samping ke arah tampuk paru – paru.

  Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari pada bronkus kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkhioli). Pada bronkhioli tidak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkhioli terdapat gelembung paru, gelambung hawa atau alveoli. Saluran pernafasan bagian bawah : 1.

  Paru – paru Paru – paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung – gelembung (gelembung hawa+alveoli), gelembung hawa alveoli ini terdiri dari sel – sel epitel dan endotel, jika dibentangkan luar permukaannya (Gibson 1995). b.

  Fisiologi Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskann oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

  Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh.

  Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus membran alveoli dan kapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.

  D Etiologi

  ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas. Penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya rumah. Pencemaran udara dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah asap pembakaran yang digunakan untuk memasak.

  Dalam hal ini misalnya bahan bakar kayu. Selain itu, asap rokok yang ditimbulkan dari salah satu atau lebih anggota yang mempunyai kebiasaan merokok juga menimbulkan resiko terhadap terjadinya ISPA (Depkes RI, 2002).

  Menurut Notoatmodjo (2007), ventilasi rumah dibedakan menjadi dua yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah yaitu dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-lubang pada dinding.

  Ventilasi alamiah tidak menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Ventilasi buatan yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Ventilasi rumah yang kurang akan lebih memungkinkan timbulnya ISPA pada bayi dan anak balita karena mereka lebih lama berada di rumah sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

  E Faktor resiko

  Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) : a.

  Faktor Demografi 1)

  Jenis kelamin Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, lakilakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.

  2) Usia

  Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya. 3)

  Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA. b.

  Faktor Biologis Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):

  1) Status gizi terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup.

  Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh. 2)

  Faktor rumah Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):

  a) Bahan bangunan

  1) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit gangguan pernapasan.

  2) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih- lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.

  3) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.

  4) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

  Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

  b) Ventilasi

  Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit) c) Cahaya

  Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.

  c.

  Faktor Polusi Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :

  1) Cerobong asap

  Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh media

  Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun

  dan logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang. Kebiasaan merokok

  Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide,

  urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan

  lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.

  d.

  Faktor timbulnya penyakit Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan dengan pelayanan sehari-hari yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

   Patofisiologi

  Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembusksn udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa oksidasi dari dalam tubuh.

  Virus, bakteri dan mikoplasma terinspirasi melalui hidung terjadi edema dan fasodilatasi pada mukosa. Infiltrat sel monokuler menyertai, yang dalam 1-2 hari, menjadi polimorfonuklear perubahan struktural dan fungsional silia mangakibatkan pembersihan mukus terganggu. Pada infeksi sedang sampai berat epitel superfisial mengelupas. Ada produksi mukus yang banyak sekali, mula – mula encer, kemudian mengental dan berupa prurlen. Dapat juga ada keterlibatan anatomis saluran pernafasan atas, termasuk oklusi dan kelainan rongga sinus.

  Organisme streptokokus dan difteria merupakan agen bakteri utama yang mampu menyebabkan penyakit faring primer bahkan pada kasus tonsilofaringitis akut, sebagian besar penyakit berasal dari nonbakteri. Walaupun ada banyak hal yang tumpang tindih, nenerapa mikroorganisme lebih mungkin menimbulkan sindrom sistem pernafasan tertentu dari pada yang lain dan agen tertentu mempunyai kecenderungan yang besar dari pada yang lain untuk menimbulkan penyakit yang berat. Beberapa virus (misalnya campak) dapat dihubungkan dengan banyak sekali variasi gejala saluran pernafasan atas dan bawah sebagai bagian dari gambaran klinis umum yang melibatkan organ lain. Virus Sinisial Pernafasan (VSP) merupakan penyebab utama bronkhielitis. Virus para influenza menyebabkan sindrom croup. faringokonjungtifitis dan koksakivirus A dan B menyebabkan penyakit nasofaring, sedangkan mikoplasma menyebabkan penyakit bronkhiolitis, pnemoni, bronkitis, faringotosilitis, maningitis dan atitis media (Wong’s et al 2001)

  G Gambaran Klinis

  Gambaran klinis menurut (Wong’s 1996, Nelson 2000) a.

  Demam (Umur 6 bulan – 3 tahun) pada bayi baru lahir tidak ada b.

  Anoreksia c. Muntah d.

  Diare e. Nyeri Abdomen f. Sumbatan Nasal g.

  Keluaran Nasal h. Batuk i. Sakit tenggorokan

  H Pemeriksaan a.

  Pemeriksaan Penunjang Laboratorium dan test diagnostik ISPA menurut Betz dan souwden a.

  Pemeriksaan Radiologi (foto torak) adalah untuk mengetahui penyebab dan mendiagnosa secara tepat b.

  Pemeriksaan RSV adalah untuk mendiagnosis RSV (Respiratori Sinisial Virus) c. Gas Darah Arteri yaitu untuk mengkaji perubahan pada sistem saluran pernafasan kandungan oksigen dalam darah d.

  Jumlah sel darah putih normal atau meningkat b. Pemeriksaan Diagnostik

  Pengkajian terutama pada jalan nafas: Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

  1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.

  2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

  3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

  4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

  5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga

  Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah : 1.

  Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman

  2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia 3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

  I Penatalaksanaan

  Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA .

  Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002) : a.

  Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. b.

  Klasifikasi ISPA Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :

  Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

  3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

  c.

  Pengobatan 1)

  Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.

  2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

  3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh 10 hari.

  d.

  Perawatan di rumah Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.

  1) Mengatasi panas (demam)

  Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

  2) Mengatasi batuk

  Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

  3) Pemberian makanan

  Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika 4)

  Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

  5) Lain-lain

  a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.

  b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.

  c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.

  d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.

e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan

  diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.

  J Komplikasi

  Adapun komplikasi menurut Dedi Prasityao (2007) adalah 1.

  Meningitis OMA 3. Mastoiditis 4. Kematian

  K Pencegahan Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain: a.

  Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus/bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

  b.

  Imunisasi Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus/bakteri. c.

  Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur/asap rokok yang ada di dalam rumah,

sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa

menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat

memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat

bagi manusia.

  d.

  Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri

yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui

udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini

biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol

(anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni

Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari

tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran

antara bibit penyakit).

  L Pathway

  Virus bakteri atipikal bayi lebih umur Aspirasi mekonium

  Terhirup bersama udara melalui hidung penurunan daya tahan tubuh

  Resiko gagal

  Infeksi berlanjut proses imflamasi

  tumbang Resiko infeksi

  Edema dan fasodilatasi

  Hipertermi Gangguan pola tidur

  Obstruksi jalan nafas

  Bersihan jalan nafas tidak efektif

  Muntah, sukar menelan

  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Gambar 2.2 pathways ISPA menurut (Wong’s et al 2001)

  M Fokus intervensi

  Menurut Whaley & Wong’s (1995) fokus intervensi anak pada kasus ISPA adalah sebagai berikut : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis, imflamasi, peningkatan sekresi dan nyeri

  Tujuan : Jalan nafas tetap bersih Pernafasan dalam batas normal

  Intervensi : a.

  Pastikan masukan cairan yang adekuat untuk mengencerkan sekresi b.

  Bantu anak dalam batuk efektif c. Buang mukus yang terakumulasi, hisap bila perlu

  Beri nebulaizer dengan larutan dan alat yang sesuai ketentuan d. Lakukan perkusi, fibrasi dan drainase postural e.

  Kolaborasi pemberian obat bronkodilator 2. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh

  Tujuan : anak menunjukan penurunan gejala infeksi Intervensi : a.

  Pertahankan lingkungan aseptik dengan dengan menggunakan kateter penghisap steril dan tekhnik mencuci tangan yang baik b.

  Isolasi anak sesuai indikasi c. Kolaborasi pemberian antibiotik d.

  Anjurkan fisioterapi dada yang baik e. Batasi jumlah pengunjugan

  3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah Tujuan : Tidak ada mual muntah Intervensi : a.

  Timbang berat badan setiap hari b.

  Jelaskan pentingnya makan minum yang adekuat c. Jaga kebersihan mulut d.

  Berikan ASI sesering mungkin 4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk produktif

  Tujuan : masalah gangguan pola tidur teratasi Intervensi : a.

  Kaji kebiasaan istirahat b.

  Kaji kebiasaan tidur dan gengguan pola tidur c. Anjurkan posisi yang nyaman saat tidur d.

  Ciptakan lingkungan yang nyaman

5. Resiko gagal tumbang

  Tujuan : pasien menunjukan tanda-tanda perkembangan fisik dan emosional sesuai dengan standart test DDST a.

  Ajarkan orang tua stimulasi yang sesuai untuk mendukung tumbuh kembang b.

  Bantu anak dalam memberikan respon yang bermakna pada lingkungan c.

  Atur jadwal anak untuk menstimulasi d.

  Identifikasi tujuan perkembangan yang ingin dicapai secara spesifik.

6. Hipertermi

  Tujuan : suhu tubuh pasien dalam batas normal Intervensi : a.

  Monitor suhu sesering mungkin b.

  Monitor tanda-tanda vital c. Selimuti pasien d.

  Kompres pada lipat paha dan aksila e. Berikan antipiretik

Dokumen yang terkait

TUGAS AKHIR - DEVISIT VOLUME CAIRAN PADA An. C DENGAN GASTROENTERITIS AKUT (GEA )DI RUANG CEMPAKA RSUD DR. R GOETENG TAROENADIBRATA - repository perpustakaan

0 0 16

TUGAS AKHIR - DIARE PADA AN. R DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DIRUANG CEMPAKA RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 15

DIARE PADA An. F DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 12

TUGAS AKHIR - HIPERTERMI PADA An. A DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER DIRUANG CEMPAKA RSUD dr. R GOETENG TAROENDADIBRATA KABUPATEN PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 15

TUGAS AKHIR - BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA An. K DENGAN KEJANG DEMAM DI RUANG CEMPAKA RSUD. Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 3 28

HIPERTERMI PADA AN. R DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 16

DIARE PADA KASUS An. D (11 BULAN)DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 17

TUGAS AKHIR - HIPERTERMI PADA An. A DENGAN KEJANG DEMAM DI IRNA CEMPAKA RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN GASTROENTERISTIS AKUT DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R GOETENG TAROENA DIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 17

BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA An. R PADA KASUS INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 0 16