1 BAB I PENDAHULUAN - BERNADETTA EKA NOVIATI BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan lembaga utama dalam pelayanan kesehatan. Seiring

  dengan perkembangan jaman, dibutuhkan pula fasilitas pelayanan kesehatan yang semakin komprehensif. Pelayanan rumah sakit di harapkan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi. Jaminan kualitas yang tinggi tersebut dapat dilakukan dengan menentukan berbagai kebijakan, prosedur, protokol yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. ( Siregar, 2004: 8).

  Pengguna pelayanan kesehatan atau pasien dan keluarganya memperhatikan setiap fasilitas pelayanan kesehatan dengan akses yang tepat, beaya yang efektif dan berkualitas. Akses ini berhubungan dengan kemudahan pasien untuk menerima pelayanan yang memadai dari para pemberi layanan kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat, dan seluruh fasilitas pendukung di seluruh tempat pelayanan kesehatan. Pasien juga menginginkan agar rumah sakit mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan mampu menunjukkan pengaruh interaksi dengan sistem pelayanan kesehatan terhadap seluruh kehidupan pasien. (Perry & Poter, 2005).

  Keperawatan adalah komponen utama dalam sistem pelayanan kesehatan. Perawat merupakan kelompok pekerja yang paling besar dalam sistem pelayanan tersebut. Karena sistem pelayan tersebut, maka perawat perlu memahami sistem yang ada agar mampu memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas dan efektif. Keberhasilan pelayanan kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam menciptakan sistem yang diperlukan untuk memberi perawatan dengan beaya yang efektif dan menciptakan strategi untuk memastikan bahwa pasien akan menerima pelayanan perawatan yang berkualitas. (Perry & Potter, 2005)

  Kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat dinilai dengan angka kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diperoleh di unit pelayanan kesehatan tertentu. Kualitas yang diberikan oleh sebuah rumah sakit juga dapat dicapai dengan standar tertentu yang telah ditetapkan sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi atau bahkan melebihi harapan konsumen. Ada beberapa standar atau kriteria penilaian yang digunakan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan ataupun keprawatan. Diantaranya adalah standar Instrument B yaitu instrument penilaian terhadap mutu pelayanan keperawatan, standar akreditasi, standar ISO 14000 dan ISO 2000. (Depkes, 2011).

  Perawat dalam tugas dan fungsinya memiliki banyak kewajiban terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Menurut Doheni (1982) dalam Kustanto (2004) elemen peran perawat professional antara lain adalah care giver, client advocate,

  

conselor, educator, collaborator, coordinator, change agent, consultan . Peran

  perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstan.

  Peran care giver dijalankan perawat dengan memberikan asuhan kepada pasien baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memperhatikan setiap individu secara holistik. Peran sebagai advocate dijalankan perawat dengan memberikan perlindungan terhadap klien, terutama dalam hak-haknya. Peran dalam memberikan informasi kesehatan (pendidikan kesehatan) yang diperlukan pasien merupakan peran perawat sebagai educator. Dalam hal ini perawat bertugas meningkatkan atau mengembangkan tingkat pemahaman pasien. (Kustanto, 2004).

  Pemenuhan kebutuhan informasi klien dalam hal ini pendidikan kesehatan merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit. Semakin tinggi tingkat keberhasilan pemberian pendidikan kesehatan yang diberikan atau semakin tinggi tingkat kepuasan pasien terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat, maka semakin tinggi kualitas pelayanan kesehatan dirumah sakit tersebut. (Bastable Susan, 2002)

  Selanjutnya dalam melaksanakan pendidikan kesehatan kepada pasien , haruslah relevan dengan kebutuhan kesehatan pasien terhadap perawatan , harus mudah dimengerti oleh pasien dan atau orang terdekatnya. Oleh karena itu materi pendidikan kesehatan harus ditulis sedemikian rupa sehingga membantu pasien dalam memahami masalah kesehatan mereka dan menjalankan tindakan perawatan diri, seperti pengobatan, diit dan terapi latihan, serta pemakaian alat kedokteran (Bernier, 1993).

  Pelayanan keperawatan tidak bisa dipisahkan dari seluruh rangkaian pelayanan itu. Perawat dalam memberikan asuhanannya harus memberikan pelayanan holistik, dan harus mampu menjalankan perannya yang cukup kompleks. Salah satu peran perawat yang harus di jalankan oleh setiap perawat adalah sebagai edukator. Peran ini menuntut perawat untuk membantu kelompok khusus meningkatkan pengetahuan dalam upaya meningkatkan kesehatan dan mencegah gejala penyakit sesuai kondisi dan tindakan yang spesifik. (Perry & Potter, 2005)

  Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations dalam Perry

  & Potter (2005) telah menetapkan standar pendidikan kesehatan pada pasien. Hal ini penting karena mengingat tidak selamanya pasien dirawat dirumah sakit. Diharapkan dengan adanya pendidikan kesehatan, pasien dan keluarga dapat melakukan perawatan dirumah. Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat ini bertujuan yaitu untuk membantu meningkatkan derajad kesehatan yang optimal.

  Profesi keperawatan merupakan profesi yang masih di kategorikan sebagai profesi mandiri yang relatif baru di bandingkan dengan profesi kesehatan lain. Dalam menjalankan tugasnya, perawat banyak terkait dengan profesi lain seperti misalnya profesi medis. Pergeseran arah pelayanan dari yang dulu merupakan profesi yang tergantung oleh profesi medis, dan sekarang menjadi profesi keperawatan yang mandiri, merubah nilai dari perawat itu sendiri. Dan karena masih banyaknya kerja sama yang harus dilakukan dengan profesi kesehatan lain, peran perawat yang seharusnya bisa dilakukan secara mandiri ini belum bisa secara optimal di lakukan oleh perawat. Luasnya area abu-abu dalam sebuah layanan kesehatan, mengakibatkan hal-hal yang seharusnya bisa dilakukan secara mandiri dinilai lebih aman bila di lakukan oleh bidang lain, dimana itu adalah profesi medis. (Perawat M, Maret 2011).

  Dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, diperlukan ketrampilan yang seharusnya selalu dikembangkan oleh perawat. Pengalaman perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan atau keluarganya berbeda- beda. Sulisno M.(2003) dalam penelitiannya mengungkapkan, bahwa hal-hal yang dapat memberikan implikasi terhadap terlaksananya pendidikan kesehatan oleh perawat agar pelaksanaan pendidikan kesehatan menjadi lebih baik adalah factor pengetahuan dan tanggungjawab. Factor-faktor ini dapat mendorong perawat untuk diberikan pelatihan tentang pendidikan kesehatan, dan keperawatan senantiasa membangun rasa tanggung jawab kepada perawat.

  Lasmito, Wening (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemahaman perawat tentang pengertian pendidikan kesehatan adalah ilmu pengetahuan yang harus diberikan pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhannya. Manfaat pendidikan kesehatan bagi pasien antara lain meningkatkan pengetahuan pasien tentang sakitnya, kemandirian, kenyamanan dan kesembuhan pasien. Namun dalam pemberian pendidikan kesehatan juga menemukan hambatan baik yang berasal dari pasien sendiri maupun dari sisi perawatnya, diantaranya adalah adanya keterbatasan waktu, terlalu banyak pekerjaan dan pasien, sibuk, malas, tenaga perawat terbatas dan pengetahuan perawat kurang.

  Hal lain juga dikatakan oleh Bayo Beatrick (2008) dalam penelitiannya, bahwa adanya keterkaitan antara pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dengan pengetahuan klien terhadap pencegahan hipertensi. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan oleh klien agar bukan hanya terhindar dari penyakit hipertensi tetapi juga terhindar dari penyakit lainnya untuk peningkatan kualitas hidup.

  Edisusanto Herominus (2008) mengatakan dalam penelitiannya di Puskesmas Salamantan, Kalimantan Barat bahwa motivasi internal perawat yang tinggi, yang terdiri dari tanggung jawab, pengembangan diri dan tantangan kerja yaitu dengan presentase 63.2%, maupun motivasi eksternal perawat yang terdiri dari gaji, kepemimpinan, kondisi kerja yaitu dengan presentase 63.2% dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita TBC paru di wilayah kerja puskesmas Samalantan. Tetap diperlukan pendidikan kesehatan dengan berbagai metoda kepada masyarakat ataupun keluarga yang memiliki anggota yang menderita TBC.

  Fenomena yang bisa dilihat adalah dalam hal perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien atau keluarganya. Sering kali pendidikan kesehatan ini tidak dilaksanakan secara optimal dengan alasan bidang medis atau yang lain akan melaksanakannya. Di tambah dengan fenomena lain yang melibatkan ketrampilan perawat dalam berkomunikasi. Perawat baru yang masih relatif muda belum memiliki kepercayaan diri yang cukup adekuat dalam menghadapi pasien ataupun keluarganya, sehingga banyak mengambil titik aman dengan menunggu bidang lain untuk memberi edukasi kepada pasien ataupun keluarganya. (Perawat N, Y, dan C, Maret 2011).

  Pemberian pendidikan kesehatan yang rendah dan tidak maksimal , tak jarang menimbulkan masalah, antara lain: pasien mengeluh cemas dan ketakutan tentang penyakitnya, juga ketika akan dilakukan suatu prosedur tindakan karena sebelumnya tidak diberikan pendidikan kesehatan . Beberapa pasien yang kembali kerumah sakit dengan keadaan penyakit yang semakin parah karena sebelumnya perawat tidak memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan penyakitnya selama dirumah.

  Sulitnya dalam mengidentifikasi atau mengevaluasi pemberian pendidikan kesehatan secara tidak langsung karena dokumentasi yang tidak lengkap atau bahkan tidak ada dokumentasinya. ( Lasmito Wening, 2007)

  Rumah Sakit Emanuel merupakan Rumah Sakit Swasta yang terletak di area Kecamatan Purwareja Klampok, memiliki kebijakan khusus dalam menjalankan pendidikan kesehatan ini yang dituang dalam Standar Prosedur Operasional (SOP) dengan nomor kode B.63/Prwt/Protap/IX/2007 yang berjudul Prosedur Tetap Tentang Penyuluhan Kesehatan. Selain itu juga disediakan lembar discharge planning untuk setiap pasien yang akan diberikan pada pasien pada saat pasien akan pulang dari Rumah Sakit Emanuel yang tertuang dalam RM 14.4 . (Dokumen Rekam Medis dan Kumpulan SOP Keperawatan Rumah Sakit Emanuel ).

  Dalam melaksanakan evaluasi penilaian mutu pelayanan keparawatan, rumah Sakit Emanuel Klampok mempergunakan standar Instrumen B. Instrumen B di Rumah Sakit Emanuel adalah hasil modifikasi yang dilakukan oleh Bidang Keperawatan, yang telah disesuaikan dengan kebutuhan dan visi misi dari instansi.

  Dan hasil analisis kepuasan pasien terhadap pelayan keperawatan di Rumah Sakit Emanuel yang dilakukan pada periode Maret-April 2010 yaitu mencapai 95,46% dan pada periode September-Oktober 2010 adalah 97,3%. (Laporan Hasil Survey dengan Instrument B Rumah Sakit Emanuel Periode Maret – April dan September – Oktober 2010).

  Sesuai dengan kebijakan mengenai model sistem asuhan keperawatan Rumah Sakit Emanuel, adalah dengan menggunakan metode tim. Dalam setiap Unit Rawat Inap, terdiri dari satu atau dua tim dalam setiap shiftnya. Masing-masing tim di pimpin oleh ketua tim yang bertanggung jawab langsung kepada kepala ruang. Ketua tim inilah yang yang secara langsung dan terus menerus berinteraksi kepada pasien. Ketua tim juga memberi arahan kepada anggota timnya untuk menyelenggarakan asuhan langsung kepada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien masing-masing.

  Perawat pelaksana bertanggung jawab kepada ketua timnya. (Uraian Tugas Perawat Pelaksana RS Emanuel, 2010).

  Pengalaman perawat ketua tim dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, yang terungkap pada studi pendahuluan diantaranya tercetus oleh perawat R, bahwa bila pasien sedang banyak, terkadang perawat tidak sempat melakukan penkes (pendidikan kesehatan), apalagi yang dengan persiapan khusus, hampir sama sekali tidak pernah di lakukannya. Penkes yang dilakukan secara singkat saja, tanpa penjelasan yang secara terinci. Karena perawat dituntut untuk segera menyelesaikan pekerjaan yang lain, yang harus selesai pada saat jam dinasnya selesai. Pernyataan lain dari perawat R, bahwa hampir keseluruhan perawat telah melakukan penkes kepada pasien. Tetapi sering kali hanya dilakukan dengan seadanya, tidak menggunakan persiapan khusus, tidak menyiapkan sarana secara khusus, dan dilakukan secara singkat saja. Bahkan penunggu dan pasien sendiri juga kurang memahami apa yang telah dijelaskan oleh perawat, kenyataan ini yang terkadang membuat perawat menjadi agak malas juga dalam menjalankan penkes. Perawat V juga mengatakan bahwa memang perawat telah melakukan penkes, tetapi memang dilakukan dengan cara yang benar-benar seadanya, hanya dengan bermodal omongan saja, tanpa alat peraga apapun (Perawat R dan V, Maret 2011).

  Dari studi pendahuluan yang dilakukan untuk melihat seberapa banyak dan seringnya pendidikan kesehatan ini kepada pasien dilaksanakan, ditemukan fenomena bahwa pendidikan kesehatan di RS Emanuel, sudah sebagian besar dilaksanakan oleh perawat. Sebagian besar perawat mengakui bahwa dalam memberikan penkes kepada pasien sering kali tidak menggunakan persiapan yang adekuat, sehingga terkesan seadanya. Sarana penunjang untuk melakukan pendidikan kesehatan bagi pasien tidak begitu diperhatikan oleh perawat. Dikatakan oleh Perawat E , bahwa sering kali tidak ada liflet, atau tidak mencari alat peraga pada waktu memberikan penkes kepada pasien. Juga dikatakan oleh perawat perawat C “no comment” saat ditanya apakah kepala ruang mensupervisi berjalannya penkes di unitnya. (Perawat E dan C, Maret 2011).

  Fenomena tersebut diatas menarik minat peneliti untuk mengetahui bagaimana pengalaman perawat tentang kualitas dalam memberikan pendidikan kesehatan di Rawat Inap RS Emanuel Banjarnegara. Penelitian ini diharapkan dapat menggali pengalaman dari perawat tentang kualitas dalam memberikan penkes secara mendalam, sehingga pelaksanaan pendidikan kesehatan kepada pasien dapat dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

B. Perumusan Masalah

  Pelayanan kesehatan yang berkualitas di rumah sakit, dapat dinilai dengan bagaimana pelayanan tersebut dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang sudah ditetapkan. Disamping itu pelayanan yang berkualitas juga dapat dinilai dari angka kepuasan yang capai dengan kriteria penilaian tertentu. Dan salah satu instrument penilaiannya adalah dengan Instrumen B, yaitu Instrumen Penilaian terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan. Rumah Sakit Emanuel mencapai angka kepuasan yang tinggi dengan penilaian menggunakan instrument tersebut, yaitu pada periode Maret-April 2010 yaitu 95,46% dan pada periode September-Oktober 2010 adalah 97,3%.

  Hasil yang tinggi dari penilaian kepuasan pasien tersebut, belum dapat menjamin apakan pelayanan keperawatan telah dilaksanakan sesuai standar.

  Terlebih dalam hal pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien. Dari hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan hampir semua perawat mengaku telah memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, namun pelaksanaannya masih jauh dari standar yang ada, atau belum memanfaatkan sarana tertentu.

  Dari fenomena yang ada , tampak bahwa perawat merasa telah memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dengan standar yang berbeda-beda antara perawat yang satu dengan perawat yang lain. Secara dangkal dalam studi pendahuluan, menggambarkan bagaimana perawat secara pribadi telah termotivasi untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien. Bagaimana kualitas pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat menjadi fenomena yang sangat menarik juga untuk diteliti. Bagaimana kemampuan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan kesehatan kepada pasien, dan bagaimana perawat mengidentifikasi kebutuhan akan pendidikan kesehatan bagi pasien, juga menarik bagi peneliti untuk digali secara mendalam. Hal-hal tersebut menjadi arahan bagi peneliti untuk menggali secara mendalam bagaimana “Pengalaman Perawat

  

Tentang Kualitas Dalam Memberikan Pendidikan Kesehatan di Unit Rawat

Inap Rumah Sakit Emanuel Klampok”.

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan Umum: Menggambarkan pengalaman perawat tentang kualitas dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien Unit Rawat Inap RS Emanuel Klampok.

  Tujuan Khusus: 1.

  Menggali pengalaman perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan di Unit Rawat Inap RS Emanuel.

  2. Menggambarkan pemahaman perawat tentang pendidikan kesehatan.

  3. Menggali faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan.

  4. Menggali kesulitan / kendala yang dihadapi perawat dalam melakukan pendidikan kesehatan .

  5. Menggali harapan perawat terhadap program pendidikan kesehatan.

D. Keaslian Penelitian 1.

  Penelitian oleh Wening Lasmito, Nurullya Rachma (2008), tentang Motivasi Perawat Melakukan Pendidikan Kesehatan Di Ruang Anggrek RS Tugurejo Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman perawat tentang pengertian pendidikan kesehatan adalah ilmu pengetahuan yang harus diberikan pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhannya. Manfaat pendidikan kesehatan bagi pasien antara lain meningkatkan pengetahuan pasien tentang sakitnya, kemandirian, kenyamanan dan kesembuhan pasien. Manfaat pendidikan kesehatan bagi perawat yaitu kepuasan, lingkungan kerja jadi nyaman, beban kerja berkurang, ilmu terpakai, dan nilai moral. Hambatan pemberian pendidikan kesehatan dari pasien yaitu pendidikan rendah, mitos, budaya, kepribadian pasien dan bahasa. Hambatan dari perawat yaitu waktu yang terbatas, terlalu banyak pekerjaan dan pasien, sibuk, malas, tenaga perawat terbatas dan pengetahuan perawat kurang. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dan melibatkan 6 informan sebagai objek penelitian dan menggunakan teknik sampel bertujuan (purposive sampling). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam (indepth interview).

2. Penelitian yang dikakukan oleh Herominus Edisusanto (2007) tentang Faktor-

  Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Motivasi Perawat Dalam Memberikan Pendidikan Kesehatan Kepada Penderita TBC Paru Di Puskesmas Samalatan Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Penelitian ini adalah deskriptif non eksperimental dengan mengunakan metode survey data kuantitatif. Pemilihan sampel secara total sampling. Metode pengambilan data dengan membagikan kuesioner kepada 19 responden yang bekerja sebagai perawat di wilayah Puskesmas Samalantan Kabupaten Bengkayang tahun 2007. Analisa data deskriptif mengunakan skala Linkert.

  Hasil penelitian menunjukkan adanya motivasi internal perawat yang tinggi, yang terdiri dari tanggung jawab, pengembangan diri dan tantangan kerja yaitu dengan presentase 63.2%, maupun motivasi ekstenal perawat yang terdiri dari gaji, kepemimpinan, kondisi kerja yaitu dengan presentase 63.2%, dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita TBC paru di wilayah kerja puskesmas Samalantan.

3. Penelitian telah dilakukan oleh Maria Beatrix T. Bayo (2008) tentang

  Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan klien tentang cara pencegahan hipertensi di Kelurahan Tinjomoyo Semarang. Dari hasil analisa data bahwa Mean Post Test lebih besar dari Mean Pre Test (27,15>17,65). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan pra eksperimen menggunakan One Group Pre test – Post test design. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan accidental sampling. Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Teknik analisis menggunakan salah satu uji statistik non parametrik yaitu uji Wilcoxon Match Pair Test. Dengan hasil penelitian pendidikan kesehatan sangat diperlukan oleh klien agar bukan hanya terhindar dari penyakit hipertensi tetapi juga terhindar dari penyakit lainnya untuk peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu dalam memberikan pelayanan kesehatan perawat diharapkan selalu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien.

  4. Penelitian oleh Madya Sulisno (2003) tentang analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan kepada klien oleh perawat pelaksana di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan crossectional.

  Hasil penelitian ini mendapatkan hubungan korelasi yang positif antara pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat pelaksana dengan tingkat pendidikan (p = 0,025), tanggung jawab (p = 0,000), prestasi (p = 0,009), pekerjaan itu sendiri (p - 0,014), rekan kerja (p = 0,000) dan pengetahuan (p x,000). Dari analisis multivariat diketahui variabel yang paling berkontribusi terhadap pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat pelaksana yaitu variabel pengetahuan (p = 0,000) dan variabel tanggungjawab(p=0,011).

  Implikasi dari temuan ini adalah perlu diperhatikan hal-hal yang memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pendidikan kesehatan oleh perawat agar pelaksanaan pendidikan kesehatan menjadi lebih baik Pengetahuan dan tanggung jawab mennpakan faktor yang paling berkontribusi terhadap pelaksanaan pendidikan kesehatan sehingga perawat perlu diberikan pelatihan tentang pendidikan kesehatan, dan komunitas keperawatan senantiasa membangun rasa tanggung jawab pada para perawat.

E. Manfaat Penelitian

  1. Peneliti Sebagai pembelajaran kompetensi penelitian secara kualitatif untuk memahami pengalaman tentang motivasi perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan.

  2. Institusi pendidikan tinggi keperawatan

  a. Meningkatkan pengetahuan, pembelajaran dan pemahaman di institusi pendidikan tentang bagaimana pengalaman tentang motivasi perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan pada pasien di Rumah Sakit khususnya di Unit Rawat Inap.

  b. Sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan yang dilakukan perawat di rumah sakit dan sebagai tambahan pustaka tentang penelitan kualitatif keperawatan.

  3. Pelayanan Kesehatan

  a. Sebagai arahan dan membantu meningkatkan kemampuan perawat dalam pemberian pendidikan kesehatan di rumah sakit sehingga tercapai pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang profesional dan berkualitas.

  b. Sebagai evaluasi terhadap kebijakan dan factor-faktor pendukung terhadap berjalannya pendidikan kesehatan bagi pasien oleh perawat.

  4. Perawat Dengan menggali pengalaman perawat tentang kualitas dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien, perawat menjadi memahami seberapa besar pendidikan kesehatan telah dilaksanakan bagi pasien dan atau keluarganya.

  5.Peneliti lain Sebagai landasan dan gambaran untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pengalaman perawat tentang motivasi dalam pendidikan kesehatan di Rumah Sakit.