BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI MEDIS - Definita Anggereni BAB II
1. Kehamilan Kehamilan yaitu seorang wanita yang sedang mengandung hasil konsepsi yang berlangsung kira-kira 10 bulan lunar atau 9 bulan kalender, atau 40 minggu atau 280 hari. Pertumbuhan hasil konsepsi dibedakan menjadi tiga tahap penting yaitu tingkat ovum (telur) umur 0-2 minggu.
Dimana hasil konsepsi belum tampak berbentuk dalam pertumbuhan, embrio (mudigah) antara umur 3-5 minggu dan sudah terdapat rancangan bentuk alat-alat tubuh, janin (fetus) sudah berbentuk manusia dan berumur di atas 5 minggu. Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu, keadaan janin itu sendiri dan plasenta sebagai akar yang akan memberikan nutrisi (Sarwono, 2006; h. 66-89).
2. Fisiologi plasenta Plasenta terbentuk lengkap mulai usia kehamilan 16 minggu sedangkan bentuk ukuran normal plasenta berbentuk seperti cakram yang bundar atau lonjong (oval), mempunyai ukuran 20 x 15 cm dan tebal 1,5 sampai 2,0 cm. Berat plasenta, yang biasannya 20 persen dari berat janin, berkisar antara 425 dan 550 g. Secara normal plasenta tertanam atau berimplantasi pada dinding depan, dinding belakang uterus atau di daerah fundus uteri (bagian atas uterus). Kadang-kadang plasenta berada pada segmen bawah dan adakalanya terletak di atas cerviks. Keadaan terakhir ini disebut dengan istilah plasenta previa dan menjadi penyebab timbulnya perdarahan dalam trimester 3 (antepartum) (Oxorn, 2010; h. 483).
3. Plasenta previa
a. Definisi Plasenta previa yaitu plasenta yang berimplitasi rendah sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Sulaiman
Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98).
Plasenta previa yaitu plasenta yang terletak menutupi atau sangat dekat dengan os interna. Insidennya 1:200 kehamilan (William.R., 2010; h. 425 – 438).
Plasenta previa yaitu keadaan dimana plasenta tertanam pada sigmen bawah uterus dan terletak di daerah atau didekat ostium internum cervix (Sarwono, 2006; h. 365).
Plasenta previa yaitu suatu kehamilan dimana plasenta berimplantasi abnormal pada sigmen bawah rahim, menutupi atau tidak menutupi ostium uteri internum, sedangkan kehamilan tersebut sudah vilable atau mampu hidup di luar rahim (usia kehamilan 22 minggu atau berat janin >500 gram) (Achadiata, 2004, dalam buku Yulianingsih, 2009; h. 66).
Dari berbagai pengartian dan dari berbagai sumber yang telah diambil, penulis dapat mengambil kesimpulkan bahwa pengertian dari plasenta previa, yaitu plasenta yang berimplantasi pada sigmen bawah uterus atau berimplitasi rendah sehingga letaknya menutupi sebagian atau seluruh os internum dan sangat dekat dengan os internum atau tidak menutupi ostium uteri internum.
b. Etiologi Plasent previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vasikularisasi desidua pada sigmen atas uterus. maka placenta akan meluas dalam upanyanya untuk mendapatkan suplai darah yang lebih memadai. Menurut (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98) Keadaan ini bisa di temukan pada: 1) Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek serta kalau placentanya lebar serta tipis. Jumlah kehamilan sebelumnya
(multiparitas). Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Pada wanita yang telah 5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diatra 20 kehamilan.
2) Usia kehamilan ( umur lanjut >35th) diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 th, hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Pada wanita yang berusia lebih dari 35 th, 1 dari 100 wanita hamil akan mengalami plasenta previa
3) Mioma uteri 4) Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus seperti dilatasi dan Kuretase atau aborsi medialis yang berulang.
5) Chorion leave persistent
6) Corpus luteum bereaksi lambat dimana endometrium belum siap menerima hasil kosepsi 7) Konsepsi dan nidasi terlambat 8) Bekas seksio sesaria (yang dapat menyebabkan cacat atau jaringan parut pada endometrium pada ibu atau wanita yang pernah menjalanai oprasi cesar dan riwayat operasi SC sebelumnya juga akan mengakibatkan proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium), Peningkatan 3x lipat dari 150 ribu wanita yang mengalami plasenta previa dengan riwayat seksio sesarea. Insiden meningkat seiring dengan jumlah seksio sesarea yang pernah dijalani sebanyak 1,9 persen pada riwayat seksio sesarea dua kali, dan 1,4 persen pada riwayat seksio sesarea tiga kali atau lebih (Cuningham, 2002; h. 699).
9) Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hiperterofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari).
Palsenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes militus, atau kehamilan multipel (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98). 10) Riwayat plasenta previa sebelumnya.
c. Patofisiologi Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segman bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada terimester ketiga karena sigmen bawah uterus mengalami banyak perubahan. Pelebaran sigmen bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan sinus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dan plasenta. Perdarahan tidak dapat diarahkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti plasenta letak normal. Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum. Endomertium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98).
Dengan berkembangnya segmen bawah uterus dan dengan menipisnya serta membukanya servik, plasenta terlepas dari dinding uterus. Keadaan ini disertai ruptura pembuluh-pembuluh darah yang terletak di bawahnya. Jika pembuluh darah yang pecah berukuran bersar, perdarahan akan banyak sekali (oxcron, 2010; h. 426).
d. Tanda dan Gejala Ada beberapa tanda dan gejala plasenta previa yaitu diantaranya menurut (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98), pasien mengalami perdarahan sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun, setelah terbangun baru merasa bahwa kainnya basah.
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh. Hal ini disebabkan oleh perdarahan sebelum bulan ketujuh yang memberi gambaran dimana pergerakan antara plasenta dan dinding rahim. Setelah bulan ke 4 terjadi renggangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri, akibatnya istimus uteri tertarik menjad bagian dinding korpus uteri yang disebut sigmen bawah rahim. Pada plasenta previa, tidak mungkin terjadi pergeseran antara plasenta dan Dinding rahim. Saat perdarahan bergantung pada kekuatan insirsi plasenta dan kekuatan tarikan pada istimus uteri. Jadi, dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk Menimbulkan ada perdarahan, tetapi sudah jelas dalam persalinan his pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta diatas atau dekat dengan ostium akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena terlepasnya plasenta dari dasarnya.
Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru.
Darah terutama berasal dari ibu ialah dari ruang intervilosa, tetapi dapat juga berasal dari anak jika jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka. Biasanya bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang sehingga lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah, robekannya beberapa kilo meter dari tepi plasenta. Uterus lunak, abdomen tidak tegang, tanpa nyeri tekan, umumnya tanpa kontraksi persalinan atau hanya sedikit, keadaan umum berhubungan dengan kehilangan darah, sebagian besar bunyi jantung janin baik, bunyi jantung fetus yang tak memuaskan atau tidak ada hanya pada kasus ruptura plasenta atau perlepasan yang luas. Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan pasca persalinan karena, plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akerta). Juga dapat disebabkan karena kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik.
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan merupakan porte d’entree yang mudah tercapai.
Pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahan lemah. Keadaan yang menyertai plasenta previa yaitu kegagalan penurunan bagian terendah janin, biasanya lebih sering terjadi presentasi abnormal seperti presentasi bokong dan letak lintang mungkin karena plasenta menempati bagian bawah uterus, anomali fetus kongenital, plasenta accerta, insidennya lebih tinggi dari pada kalau plasenta tertanam pada bagian atas uterus, dan lebih sering dijumpai perdarahan pospartum (Brith Herryoxoron dan 2010; h. 425
- – 438).
Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul pada ibu dan bayi dengan plasenta previa.
Komplikasi pada ibu meliputi: 1) Syok hipovolemik, 2) Infeksi atau sepsis, 3) Emboli udara (ini jarang terjadi), 4) Kelainan koagulopati sampai syok, 5) Kematian.
Komplikasi pada bayi yaitu :
a) Hipoksia,
b) Anemia, c) Kematian.
Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien meliputi, pasien tidak merasa nyeri, kecuali persalinan telah dimulai, uterus lembek dan tidak ada nyeri tekan, bagian terendah janin tinggi, denyut jantung janin biasanya terdengar, dan syok jarang terjadi.
Perdarahan yang terjadi pada seorang wanita hamil trimester ketiga harus dipikirkan penyebabnya yaitu plasenta previa atau solusi plasenta. Bila ditemukan oleh bidan atau dokter di tempat peraktek harus segera mengirim pasien tersebut ke rumah sakit besar tanpa terlebih dahulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon. Karena kedua tindakan tersebut menambah perdarahan dan kemungkinan infeksi. Perdarahan pada wanita hamil kadang-kadang disebabkan oleh varises yang pecah dan kelainan serviks, polip, erosi (Sulaiman Sastrawinata, 2005; hal 83 - 98). e. Klasifikasi 1) (oxorn dan william, 2006; h. 426) membagi plasenta previa menjadi 3 tingkatan sebagai berikut : a) Plasenta previa totalis : keseluruh ostium internum cervix ditutup oleh plasenta.
b) Plasenta previa lateralis : Sebagian ostium internum cervix ditutup oleh plasenta.
c) Plasenta previa marginalis : plasenta membentang sampai tepi cervix tapi tidak terletak pada ostium, jika cervix menipis, membuka pada kehamilan lanjut akan menjadi partialis. 2) (Ralph C. Benson, 2009; h. 329)
a) Plasenta previa komplit yaitu plasenta total menutupi ostium internum.
b) Plasenta previa parsial yaitu sebagian ostium interna di tutupi oleh plasenta.
c) Plasenta letak rendah yaitu plasenta terletak tepat di atas ostium, tetapi pada posisi tempat plasenta dapat menutupi bagian terbawah janin, misal, di atas promontarium sakrum. 3) (Wiliiam, 2009; h. 698) Menurut Beberapa jenis atau 4 derajat kelainan plasenta previa : a) Plasenta previa totalis. Os interna serviks seluruhnya tertutup oleh plasenta.
b) Plasenta previa parsialis. Sebagian os interna tertutup oleh plasenta. c) Plasenta previa marginalis. Tepi plasenta terletak dibatas os internal.
d) Plasenta letak rendah. Plasenta tertanem di segmen bawah uterus sedemikian rupa, sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai os interna tetapi sangat dekat dengannya 3- 4cm. plasenta biasanya berada 3-4 cm pada tepi os. Uteri internum.
Derajat plasenta previa sebagian besar akan bergantung pada pembukaan serviks saat diperiksa misalnya plasenta previa letak rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsial pada pembukaan 8 cm karena serviks yang berdilatasi akan memanjangkan plasenta. Sebaliknya plasenta previa totalis sebelum pembukaan serviks dapat menjadi parsial pada pembukaan 4cm karena serviks berdilatasi di luar tepi plasenta.
f. Penatalaksanaan Anamnesa perdahan tanpa keluhan, perdarahan berulang, klinis kelainan letak dari perdarahan fornises teraba bantalan lunak pada presentasi kepala.
Pemeriksaan dalam pada plasenta hanya dibenarkan bila dilakukan di kamar oprasi yang telah siap untuk melakukan oprasi segera. Diagnosa plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif di tegakan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Dengan bantuan USG, diagnosh plasenta previa/letak rendah seringkali sedsudah dapat ditegakan sejak dini sebelum kehamilan trimester tiga. Pada saat pemeriksaan sering terjadi migrasi plasenta
(berpindah) sebenernya bukan plasenta yang berpindah tetapi dengan senakin berkembangnya sigmen bawah rahim, plasenta (yang berimplitasi disitu)akan ikut menjauh ostium uteri internum.
Sikap untuk segera mengirim pasien ke rumah sakit (yang mempunyai fasilitas oprasi) Tanpa lebih dulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon sangat di hargai, hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa, perdarahan pertama pada plasenta previa jarang membawa kematian dan pemeriksaan dalam dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.
Dalam keadaan terpaksa, misalnya pasien tidak mungkin untuk diangkut, sedang tindakan darurat harus segera diambil maka seorang dokter atau bidan dapat melakukan pemeriksaan dalam setelah melakukan persiapan yang secukupnya dimeja oprasi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan yang banyak (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98).
g. Penanganan Penanganan pada kasus perdarahan dengan plasenta previa dapat dibagi 2 yaitu :
1) Ekspektatif (bila usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau TBF) (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98).
Yaitu Penanganan yang dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali.
Penanganan ini hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.
Syarat terapi ekspektatif yaitu Jika usia kehamilan belum optimal/kurang dari 37 minggu, perdarahan sedikit, kehamilan preterem dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti, belum ada tanda inpartu, janin masih hidup, keadaan umum baik dengan kadar Hb > 8,0% atau lebih (Saefudin, 2006; h. 162-165). Penanganan atau terapi ekspektatif dapat dilakukan pada dua tempat dengan syarat yang telah di tentukan.
Penanganan di rumah sakit yaitu pada terapi ini, pasien dirawat di rumah sakit dengan memperbaikan cairan tubuh/darah dengan memberikan infus cairan IV (NaCl 0,9 persen dan ringer laktat) sampai berat anak kurang lebih 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu, serta dianjurkan untuk tirah baring, dan diberikan antibiotika profilaksis, serta berikan tokolitik bila ada kontraksi sampai janin cukup matang sehingga dapat dilakukan seksio sesarea (Linda. V, tahun 2007; h. 645) : a) MgSo4 4g IV dosis awal dilanjutkan 4g setiap 6 jam
Pemberian ini diberikan untuk menambah aliran darah ke uterus, karena pada kasus plasenta previa bawasanya akan terjadi vasekularisasi ke atas uteri yang berkurang, atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalianan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa. (Sarwono, tahun 2007; h. 298 dan 367).
b) Nifedipin 3x 20 mg/hari.
c) Betametason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin. d) Uji pematangan paru janin dengan uji tes kocok (bubble tes) dari hasil amniosentesis (Saefudin, 2006; h. 162-165).
Dengan didukung pemeriksaan USG untuk untuk mengetqhui implantasi plasenta, usia kehamilan profil biofisik, letak dan presentasi janin (Saefudin, 2006; h. 162-165). Penderita plasenta previa juga harus diberikan hematinik, antibiotik, mengingat kemungkinan terjadi infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin dan pemberian tokoliti bila ada his. Pemeriksaan laborat dievaluasi untuk mengetahui penurunan Hb (hemoglobin) dan level hematokrit (Ht). obat-obatan untuk meningkatkan maturitas fetal/janin diberikan jika kehamilan kurang dari 34 munggu. Tidak boleh melakukan pemeriksaan dalam, seperti VT, pemeriksaan rektal, atau pemasangan alat pada vagina untuk membantu pemeriksaan.
Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus atao ferrous fumarat per oral 60 mg selama hamil. Memastikan tersedianya sarana tranfusi sebagai penambah darah serta persiapan mental ibu. Karena pasien / ibu dengan plasenta previa ada yang berhari- hari bahkan berminggu-minggu dirawat, maka seringkali pasien dan keluarganya menjadi gelisah. Dalam hal ini bidan/perawat kebidanan harus memberi motivasi kepada pasien/ibu dan keluarga. Jika usia kehamilan telah mencapai 37 minggu dan paru janin telah matur, persalinan seksio sesaria dilakukan. Selama dirawat di rumah sakit, pasien dengan plasenta previa mungkin selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya keadaan emergensi/kegawatdaruratan karena perdarahan masif (terus menerus dan banyak) dengan akibat syok hipovolemik yang dapat terjadi segera, hal ini diperlukan seksio sesaria segera. Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dirawat jalan ( kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pasien segera kerumah sakit jika terjadi perdarahan. Jika setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat. Jika perdarahan berlangsung pertimbangan dari manfaat dan resiko ibu dan janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi kehamilan. (Sefudin, 2006; h. 162- 165).
Penanganan di rumah memiliki kriteria untuk pelaksanaan perawatan di rumah yaitu ibu harus diawasi oleh petugas kesehatan (bidan/perawat, home cere yang kopenten). Pertimbangan untuk reveral/rujukan: ibu dalam kondisi yang setabil denngan tidak ada perdarahan aktif dan harus mempunyai sumber untuk dapat kembali kerumah sakit dengan cepat. Jika terjadi perdarahan aktif (Grobar, 1994, Samson, 1992, dalam Bobak, 1999). Ibu harus mempunyai superfisi ketat di rumah dengan keluarga, harus tau bagai mana mengkaji keadaan janin dan aktifitas uterus serta perdrahan dan menghindari intercause, dauching dan enema. Ibu sebaiknya membatasi aktifitas sesuai yang dianjurkan dokter dan mengikuti perjanjian untuk pemeriksaan janin pengkajian laboratorium dan perawatan prenatal. Kunjungan dengan petugas kesehatan sebaiknya disusun. Jika perawatan di rumah dengan pembatasan aktifitas yang lama, ibu sebaiknya memperhatikan tentang pekerjaan atau tanggung jawab keluarga atau mungkin terjadi bosan tanpa aktifitas, ibu sebaiknya didorong untuk berpartisipasi untuk perawaran dirinya atau keputusan tentang perawatan jika memungkinkan. Aktifitas selingan perlu dianjurkan (seperti membaca, mendengarkan radio, dan lain-lain) sehingga ibu merasa senang dan dapat melakukannya selama tirah baring atau (bedrest). 2) Terminasi / aktif (bila usia kehamilan lebih dari 37 minggu atau lebih dan TBF 2.500 gr (Sulaiman Sastrawinata, 2005 ; h. 83 - 98)
Yaitu penanganan dengan cara segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut, misalnya kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak mati (tidak selalu anak mati).
Ada beberapa kriteria atau syarat untuk melakukan penanganan terminasi atau aktif diantaranya infus/tranfusi telah terpasang, kamar dan Tim oprasi telah siap, usia kehamilan (masa gestasi) > 37 minggu, berat badan janin >2500 grm dan in partu atau janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (anensefali), perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas penggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar) (saefudin, 2006; h. 162-165), perdarahan banyak 500 cc atau lebih, ada tanda-tanda persalinan, ada tanda-tanda gawat janin, keadaan umum ibu tidak baik, ibu anemis, Hb 8,0%.
Penanganan aktif yang harus dilakukan untuk menangani plasenta previa yaitu jenis persalinan yang dipilih untuk menangani plasenta previa dan pelaksanaannya bergantung pada beberapa faktor yaitu perdarahan banyak atau sedikit, keadaan ibu dan anak, besarnya pembukaan, tingkat plasenta previa, paritas. Perdarahan yang banyak, pembukaan kecil, nulipara, dan tingkat plasenta previa yang berat mendorong kita melakukan seksio sesarea. Sebaiknya perdarahan yang sedang atau sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang ringan, dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan per vaginam. Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil (belum matur) dipertimbangkan terapi ekspektatif.
Beberapa hal yang perlu di perhatikan sebelum melakukan tindakan apapun pada penderita plasenta previa, harus tersedia darah yang cukup. Jika plasenta previa sudah didiagnosa, maka perencanaan penatalaksanaan didasarkan atas umur kehamilan, jumlah perdarahan dan kondisi janin. Jika umur kehamilan sudah aterem dan ibu dalam masa persalinan atau perdarahan terus menerus, maka persalinan secara seksio sesaria secepatnya harus dilakukan. pasien dengan plasenta previa parsial atau marjinal yang mengalami perdarahan minimal, persalinan melalui vagina dapat dilakukan. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta). Penanganan ini dapat dilakukan pada plasenta previa marginalis, plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 cm atau lebih. (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98). Pada persalinan seksio sesaria, bidan/perawat kebidanan secara terus menerus mengkaji keadaan ibu dan janin, sementara itu dipersiapkan untuk pembedahan yang perlu di perhatikan yaitu mintalah ijin oprasi, persiapan donor untuk sewaktu-waktu bila ada perdarahan berulang dan untuk setabilisasi dan pemulihan kondisi ibu, lakukan perawatan lanjutan pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk keluar. Tanda-tanda vital ibu dikaji secara teratur untuk mengetahui adanya penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, perubahan kesadaran, dan oliguria/ urine sedikit. Pengkajian pada janin dipertahankan dengan monitoring vetal elektronik untuk mengkaji adanya tanda hipoksia.
Perdarahan mungkin tidak berhenti dengan kelahiran bayi. Pelebaran pembuluh daran pada sigmen bawah rahim mungkin terus menyebabkan perdarahan karena berkurangnya otot segmen bawah rahim. Mekanisme natural mengontrol perdarahan jika karastristik otot uterus bagian atas terjalin dengan kuat, bukan traksi mengelilingi pembuluh darah terbuka. Hal ini tidak ada pada uterus bagian bawah. Perdarahan pacapartum mungkin akan terjadi meskipun kontraksi fundus kuat. Dukungan emosional untuk pasien/ibu dan keluarganya sangat penting. Perdarahan aktif pada pasien tidak hanya mempengaruhi keadaan pasien/ ibu, tetapi juga berpengaruh pada kesejahteraan janin. Semua prosedur harus di jelaskan dan ada orang yang mendukung ibu.
Pasien/ ibu sebaiknya didorong untuk mengespreksikan perhatian dan perasaannya.
Beberapa cara penanganan aktif plasenta previa dengan pervaginal terdiri dari : a) Pecah ketuban
Pemecahan ketuban dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium kurang dari setengah bagian. Pada plasenta previa lateralis yang plasentanya terdapat di sebelah belakang lebih baik dilakukan seksio sesarea karena dengan pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada plasenta. Ini disebabkan kepala tertahan promontarium, yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan plasenta. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada plasenta, sehingga pasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Jika his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban, dapat diberikan infus pitosin. Jika perdarahan tetap ada, dilakukan seksio sesarea.
b) Versi Bracton Hicks Tujuan dari prasat versi braxton hicks ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu. Versi braxton hicks biasanya dilakukan pada anak yang sudah mati atau pun masih hidup. Mengingat bahayanya, yaitu robekan pada serviks dan pada segmen bawah rahim, prasat ini tidak mempunyai tempat lagi di rumah sakit yang besar.
Akan tetapi, dalam keadaan istimewa, misalnya jika pasien berdarah banyak, anak sudah meninggal dan kita mendapat kesulitan memperoleh darah atau kamar oprasi masih lama sipnya maka cara braxton hicks dapat dipertimbangkan.
Sebaliknya, di daerah yang tidak mungkin untuk melakukan seksio sesarea, misalnya di pulau-pulau kecil, cara braxton hicks dapat menggantikan seksio sesarea. Syarat untuk melakukan versi braxton hicks ialah pembukaan yang harus dapat oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki. Teknik
Dilakukan setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan bagian-bagian yang kecil masuk. Setelah labia dibeberkan, satu tangan masuk secara obsteri dan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) masuk kedalam kavum uteri, tangan satunya menahan fundus. Kepala anak di tolak ke samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekati bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa keluar. Pada kaki ini digantungkan timbangan yang seringan- ringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan.
Jika beratnya berlebihan, mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya, kita tunggu sampai anak lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstrasi walaupun pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim.
c) Cunam Willett Gauss Tujuan dilakukan tindakan ini untuk mengadakan tamponade plasenta dengan kepala. Kulit kepala anak dijepit dengan cunam willett gauss dan di berati dengan timbangan 500gr.
d) Seksio Sesarea Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering terjadi pada persalinan pervaginam. Penanganan ini dapat dilakukan pada plasenta previa totalis baik janin mati ataupun hidup dan plasenta previa lateralis (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98). Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vasikularisasi sehingga servik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vasikulerisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri (Saefudin, 2006; h. 162-165).
Tujuan melakukan seksio sesarea adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Robekan pada serviks dan segmen bawah rahim mudah terjadi bila anak dilahirkan pervaginam karena daerah tersebut pada plasenta previa banyak mengandung pembuluh darah. Seksio sesarea dilakukan pada plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingn ibu. Oleh karena itu, seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah mati (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 83 - 98).
1. Tinjauan Manajemen Varney Pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis dengan menggunakan manajemen varney dimulai dari pengkajian dan diakhiri dengan evaluasi. Prinsip proses manajemen kebidanan yaitu secara sistematis mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk mengumpulkan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan interpretasi data dasar, mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kebidanan dalam menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kebidanan bersama klien, memberi informasi dan support sehingga klien dapat membuat keputusan dan bertanggung jawab terhadap kesehatannya.
Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien, secara pribadi bertanggung jawab terhadap implementasi rencana individu, melakukan konsultasi, perencanaan dan melaksanakan manajemen dengan kolaborasi dan merujuk klien untuk mendapatkan asuhan selanjutnya, merencanakan manajemen terhadap terhadap komplikasi tertentu, dalam situasi darurat dan bila ada penyimpangan dari keadaan normal, melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan sesuai dengan kebutuhan. Disini penulis mengambil 7 langkah varney dalam menyusun asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan plasenta previa yaitu : a. Langkah I (pertama) Pengumpulan Data Dasar
Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan langkah berikutnya, mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien / orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data yang tepat diperlukan analisa suatu situasi yang menyangkut manusia karena sifat manusia yang komplek. Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses asuhan kebidanan berlangsung, data yang diambil bisa dikumpulkan dari berbagai sumber, yaitu sumber yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin, pasien adalah sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer, sumber data alternatif atau sumber data sekunder adalah data yang sudah ada, praktikan kesehatan lain, anggota keluarga. Teknik pengumpulan data tiga yaitu : observasi, wawancara, pemeriksaan. Observasi adalah pengumpulan data melalui indera : penglihatan (perilaku, tanda fisik) pendengaran (bunyi batuk, bunyi nafas) penciuman (bau nafas, bau luka) perabaan (suhu badan, nadi) wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan pada pertemuan tatap muka, dalam wawancara yang penting diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang relevan. Pemeriksaan dilakukan dengan memakai alat. Data secara garis besar, diklasifikasi menjadi data subjektif dan data objektif. Pada waktu pengumpulan data subjektif bidan harus mengembangkan hubungan antar personal yang efektif klien yang akan diwawancarai, harus lebih memperhatikan hal-hal yang menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan, bidan harus berupaya mendapatkan data/fakta yang sangat bermakna dalam kaitannya dengan masalah pasien. Ada waktu mengumpulkan data objektif bidan harus mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan fisik, memperhatikan aspek sosial budaya pasien menggunakan teknik pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah dan berkaitan dengan
keluhan pasien. Pada waktu mengumpulkan data obyektif bidan harus :mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/ kelainan fisik, memperhatikan aspek sosial budaya pasien, menggunakan teknik pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah dan berkaitan dengan keluhan pasien.b. Langkah II (kedua) Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan, data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik, langkah awal dari perumusan masalah/ diagnosa kebidanan adalah pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan yang lainnya sehingga tergambar fakta. Masalah adalah kesenjangan yang diharapkan dengan fakta/kenyataan, analisa adalah proses pertimbangan tentang nilai sesuatu yang dibandingkan dengan standar, standar adalah aturan/ukuran yang telah diterima secara umum dan digunakan sebagai dasar perbandingan dalam kategori yang sama. Pengertian masalah/diagnosa adalah suatu pernyataan dari masalah pasien/klien yang nyata atau potensial dan membutuhkan tindakan, pengertian lain masalah/diagnosa adalah pernyataan yang menggambarkan masalah spesifik yang berkaitan dengan keadaan kesehatan seseorang dan didasarkan pada penilaian asuhan kebidanan yang bercorak negatif.
c. Langkah III (ketiga) Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
d. Langkah IV (keempat) mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter, mungkin juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain.
Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
e. Langkah V (kelima) Merencanakan asuhan yang komprehensif/ menyeluruh. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnya, langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi.
f. Langkah VI (keenam) Melaksanakan perencanaan Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah v, dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. g. Langkah VII (ketujuh) Evaluasi Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah sudah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa, rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya (Hidayat dan Mufdlilah, 2009; h. 75-78).
2. Tinjauan asuhan kebidanan ibu hamil dengan plasenta previa
a. Pengkajian Merupakan cara yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan metode wawancara langsung dengan pasien dan melakukan pemeriksaan fisik pada pasien yang meliputi: 1) Data subyektif
a) Identitas pasen (1) Nama
Dinyatakan untuk mengenal pasien agar tidak keliru dalam memberikan penanganan (Ambarwati, 2009; h. 131).
(2) Umur Untuk mengetahui adanya faktor resiko dan untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan. Pada perdarahan antepartum dengan plasenta previa umur >25 dan <35 tahun dapat menjadi penyebab terjadinya plasenta previa (Sarwono, 2006; h. 367).
(3) Agama Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa (Ambarwati, 2009; h. 132). (4) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya (Ambarwati, 2009; h. 132).
(5) Suku / bangsa Berpengaruh terhadap adat istiadat atau kebiasaan sehiri- hari (Ambarwati, 2009; h. 132).
(6) Pekerjaan Untuk mengatahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena mempengaruhi dalam gizi pasian tersebut (Ambarwati, 2009; h. 132). (7) Alamat
Untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan (Ambarwati, 2009; h. 132).
b) Keluhan utama Keluhan utama adalah masalah utama yang diuraikan dengan kata-katanya sendiri, dengan kepentingan menurut pasien sendiri yang berkaitan dengan plasenta previa pada waktu pengkajian, ibu mengatakan yang dirasakan oleh ibu adalah keluar darah tanpa rasa sakit dari jalan lahir ibu yang tidak bisa ditahan oleh ibu yang disertai dengan bau yang khas (Ralph, 2009; h. 334-467).
c) Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan keluarga perlu dikaji untuk mengetahui adanya penyakit yang menyertai kehamilan yang bisa menyebabkan terjadinya perdarahan antepatum dengan plasenta previa. Ibu atau keluarga pernah mengalami perdarahan sewaktu hamil, dan apakah ibu ada riwayat kuret atau sesar yang menjadi penyebab terjadinya plasenta previa (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85). (1) Riwayat kesehatan yang lalu: data ini deperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : DM, eritroblastosis, ini dapat menyebabkan plasenta menjadi lebih besar dan luas sehingga mendekati ostium uteri internum, pada kehamilan multiple akan menyebabkan aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak sehingga memperluas permukaannya yang akan mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir, Bekas seksio sesaria (yang dapat menyebabkan cacat atau jaringan parut pada endometrium pada ibu atau wanita yang pernah menjalanai oprasi cesar sebelumnya), mioma uteri menyebabkan keadaan endometrium menjadi kurang baik yang akan menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik yaitu di tempat yang rendah ostium uteri internum, kuretase juga dapat menyebabkan keadaan endometrium kurang baik yaitu menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin, plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum dan riwayat kehamilan sebelumnya dengan perdarahan antepartum karena plasenta previa akan timbul kembali pada kehamilan berikutnya (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85).
(2) Riwayat kesehatan sekarang : Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita sekarang seperti DM, eritroblastosis, kehamilan multiple, mioma uteri, plasenta previa yang mampu mempengaruhi kesehatannya yaitu kemungkinan terjadi plasenta previa (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85).
(3) Riwayat kesehatan keluarga : Data ini diperlukan untuk mengetahui riwayat keluarga, apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit genetik yang dapat menurun pada klien seperti DM, miyoma uteri, plasenta previa, dan kehamilan multiple/kembar perlu di tanyakan untuk mengetahui pakah kehamilan ini ibu kemungkinan kembar atau tidak (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85).
d) Riwayat Obstetri (1) Riwayat haid
Hari pertama haid terakhir dikaji untuk mengetahui haid terakhir ibu agar bisa diketahui perkiraan kelahiran bayi, untuk mengetahui usia kehamilannya apakah sudah aterm atau masih preterm karena biasanya plasenta previa akn timbul pada usia > 22 minggu (Sarwono, 2006; h. 365). (2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu ditanyakan untuk mengetahui jumlah kehamilan yang lalu yaitu: plasenta previa biasanya timbul pada usia ibu hamil baik primigrafida maupun multigrafida < 25 tahun dan > 35 tahun, lebih sering terjadi pada paritas tinggi dan parietas rendah apakah pernah mengalami keguguran dan di lakukan curetase, keluar darah yang mengarah terjadinya plasenta previa, adanya plasenta previa pada saat hamil, serta bagai mana persalinan yang dulu apakah normal atau SC, dan jumlah kelahiran prematur (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85 ). (3) Riwayat kehamilan sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui berapa kali ibu memeriksakan kehamilannya. Pemeriksaan kehamilan diperlukan untuk mengetahui apakah ibu pernah mengeluarkan darah merah segar dari jalan lahir tanpa rasa sakit pada usia > 22 minggu yang menjadi faktor- faktor penyebab pada kehamilan plasenta previa salah satunya adalah kehamilan kembar, selain untuk mengetahui penyebab plasenta previa juga untuk mengetahui suplementasi yang didapat selama hamil yaitu tablet Fe (Sarwono, 2006; h. 365).
e) Riwayat perkawinan Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, setatus menikah syah atau tidak, karena bila menikah pada usia sudah usia lanjut maupun usia muda berpengaruh menjadi terhadap plasenta previa (Sarwono, 2006; h. 367).
f) Pola kebutuhan sehari-hari (1) Pola nutrisi
Kebutuhan nutrisi ibu hamil perlu dikaji karena faktor lain penyebab plasenta previa adalah kekurangan gizi terutama yang menyebabkan aliran darah keplasenta tidak cukup sehingga akan memperluas permukaannya yang akan mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir (Sarwono, 2006; h. 367).
(2) Isirahat Data ini dikaji untuk mendapatkan informasi mengenai kebiasaan istrahat pasien, untuk mengetahui hambatan yang mungkin muncul, pengkajiannya meliputi berapa lama pasien tidur siang dan tidur malam. Pada ibu hamil dengan plasenta previa harus dianjurkan banyak istrahat karena untuk menghindari keluar perdarahan yang semakin banyak dan dianjurkan istrahat berbaring total dengan menghadap kekiri untuk mengurangi perdarahan (Saefudin, 2002; h. 21). Akan tetapi perlu diwaspadai karena perdarahn plasenta previa biasanya timbul setelah bangun tidur dan tidak merasakan nyeri.
(3) Personal hygine: Data ini perlu dikaji kerena dapat mempengaruhi kesehatan pasien dan janinnya. Jika pasien mempunyai kebiasaan yang kurang baik dalam perawatan dirinya maka pasien dapat diberikan konseling tentang cara perawatan kesehatan diri sedini mungkin, seperti mandi, keramas, gosok gigi ganti baju, celana dalam, pada seorang wanita hamil yang mengalami perdarahan antepartum dengan plasenta previa akan terjadi perdarahan yang sering menyebabkan celana dalam ibu basah sehingga ibu harus menjaga kebersihan dirinya.
Karena menjaga kebersihan personal hygin itu sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85 ).
(4) Pola seksual Data dikaji untuk mengetahui keluhan dalam aktifitas seksual yang cukup mengganggu pasien, seperti frekuensi dan gangguan saat melakukan hubungn seksual. Wanita hamil dengan plasenta previa sebaiknya menghindari hubungn seksual sampai fllow Up USG menunjukan perpindahan plasenta ke tempat sebenarnya (Sujiyati, 2009; h. 70).
(5) Psikososial Respon ibu dan keluarga, ibu biasanya sangat cems dengan kehamilan yang pertama ini karena ibu mengalami keadaan yang mungkin membuat ibu mencemaskan janinnya sehingga ibu selalu bertanya-tanya bagaimana keadaan janinnya, bagaimana persalinannya nanti sampai ibu tidak bisa tidur nyenyak karena selalu dibayangi rasa cemas dan ibu terkadang sampai bermimpi buruk tentang bayinya. Ibu selalu merasa tidak nyaman bila tinggal di tempat yang menurut dia tidak nyaman, ibu cenderung ingin memilih tempat tinggal yang bagi dirinya nyaman (Linda V. W, 2008; h. 128-190). Dukungan keluarga terhadap kehamilan ini keluarga sangat mendukung, serta selalu memberi support kepada ibu untuk selalu tenang dan pasrah kepada Allah apa yang akan terjadi nanti. Ibu dan keluarga sudah mulai mencari nama buat bayinya nanti dan ibu mulai mempersiapkan baju bayinya serta perlengkapan bayinya (Linda V. W, 2008; h. 128-190). Keharmonisan hubungan dengan suami dan istri, ibu selalu ingin diperhatikan oleh suami karena rasa kecemasan yang selalu timbul pada dirinya (Linda V. W, 2008; h. 128-190). (6) Kultural
Pantangan/adat istiadat, kebiasaan yang berhubungan dengan kehamilan tidak ada. Pengambilan keputusan dalam keluarga suami, kebiasaan hidup merokok dan minum-minuman keras dapat menyebabkan terjadinya plasenta previa yaitu akan mengakibatkan terjadinya perubahan inflansi atau atrofi yang mengakibatnkan timbulnya hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida yang akan dikompensasi dengan hiperterofi plasenta hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang perhari), (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85 ). (7) Spiritual
Ketaatan dalam menjalankan ibadah, aktifitas keagamaan yaitu solat.
(8) Data pengetahuan ibu Pengetahuan ibu tentang seputar kehamilan dan permasalahannya (Linda V. Walsh, tahun 2008; h. 128- 190). (9) Lingkungan yang berpengaruh
Kondisi tempat tinggal ibu, hewan peliharaan, kondisi . MCK
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan umum Data ini untuk mengetahui, dimana sebagai bidan perlu mengamati keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil pengamatan dari bidan ada beberapa kriteria yaitu dikatakan baik bila pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungnnya dan orang lain baik secara fisik.
Sedangkan dikatakan lemah bila pasien memberikan respon yang baik terhadap lingkungnnya dan orang lain, serta pasien sudah tidak mampu untuk berjalan. Sedangkan pada pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui keadaan tekanan darah ibu, suhu, nadi, respirasi ibu, dan denyut jantung janin. Pemeriksaan ini Untuk melengkapi data dalam menegakkan diagnosa, bidan harus melakukan pengkajian data obyektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi yang bidan lakukan secara berturutan. Pada pemeriksaan ini berpengaruh pada ibu karena perdarahan dengan plasenta previa untuk mengetahui apakah ibu anemia atau tidak, karena biasanya ibu dengan plasenta previa dapat terkena anemia (Sarwono, 2009; h. 499).
b) Kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien dari composmetis (keadaan maksimal) sampai dengan koma (pasien tidak sadar).
Vital sign : (1) Tekanan Darah
Dilakukan pemeriksaan tekanan darah ini untuk mengetahui apakah tekanan darah ibu 90/70 -140/90 mmHg normal atau tidak karena biasanya pada seorang ibu hamil karena perdarahan dengan plasenta previa kemungkinan akan mengalami anemia yang berpengaruh pada tekanan darahnya (Risanto, 2008; h. 83).
(2) Temperatur / Suhu.
Dilakukan pemeriksaan suhu ini untuk mengetahui apakan ibu suhu badannya demam atau tidak karena
36,8 - 37 C
biasanya pada seorang ibu hamil karena perdarahan dengn plasenta previa kemungkinan akan mengalami infeksi yang berpengaruh peningkatan suhu tubuh ibu (Risanto, 2008; h. 83).
(3) Denyut nadi ibu Dilakukan pemeriksaan denyut nadi ibu ini untuk mengetahui apakah denyut nadi 60-80 x/menit ibu normal atau tidak karena biasanya pada seorang ibu hamil karena perdarahan dengn plasenta previa kemungkinan akan mengalami syok yang berpengaruh pada kecepatan denyut nadi (Risanto, 2008; h. 83).