BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN DAN KEBERHASILAN TERAPI DI BP SENTRA MEDIKA KECAMATAN LEBAKSIU KABUPATEN TEGAL - repository perpustakaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan selama 1,5 bulan dari bulan Mei sampai Juni

  2017 di Bp Sentra Medika dan masing-masing rumah responden di Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari adanya pemberian Home pharmacy care dalam meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan terapi pasien diabetes mellitus tipe-2 program PROLANIS di Bp Sentra Medika.

  Kunjungan kerumah pasien dilakukan setelah mendapat persetujuan dari responden dan dilakukan sebanyak 4 kali dengan jangka waktu 1 minggu sekali. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh 1 orang Apoteker untuk memberikan intervensi Home pharmacy care kepada pasien karena peneliti belum berwenang untuk memberikan Home Pharmacy Care sehingga peneliti yang mencatat dari hasil penelitian. Dalam pemberian Home Pharmacy Care, responden diberikan beberapa informasi seperti informasi tentang penyakit DM seperti pola diet,olahraga serta tujuan pengobatan penyakit DM, tentang obat antidiabetik yang digunakan terkait aturan pakai ,waktu dan lamanya penggunaan obat, efek samping dan cara mengatasinya, pemahaman tentang pentingnya kepatuhan pasien meminum obat seperti responden diberikan pemahaman bahwa obat yang sedang dikonsumsi harus diminum setiap hari secara rutin sesuai anjuran dokter serta diberikan informasi yang dapat terjadi jika responden tidak mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter, dan responden juga diberikan kesempatan untuk mengkonsultasikan beberapa hal terkait dengan masalah obat.

A. Karakteristik Responden

  Pasien yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe-2 yang terdaftar dalam program PROLANIS di Bp Sentra Medika Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal yang termasuk ke dalam kriteria inklusi dan tidak termasuk ke dalam kriteria eksklusi. Alasan peneliti memilih tempat penelitian ini adalah karena berdasarkan survei dan hasil Laboratorium di Bp Sentra Medika jumlah pasien diabetes yang terdaftar program prolanis di Bp Sentra Medika masih banyak yang belum tercapai keberhasilan terapinya ditandai dengan nilai kadar gula darah yang masih tinggi, dan juga di klinik tersebut belum menerapkan program kunjungan kerumah pasien (homecare) , sekaligus ingin mengetahui apakah pasien yang sudah terdaftar dalam program pemerintah yang dikhususkan untuk penyakit kronis tersebut sudah patuh atau belum dalam mengkonsumsi obat dan mengontrol kadar gula darah secara rutin serta membantu meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan terapi pasien pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 35 pasien. Karakteristik umum responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.1

Tabel 4.1 Karakteristik Umum Responden

  Demografi Frekuensi Total Presentase (n=35) (n=100%) Jenis Kelamin Laki-laki 14 40% Perempuan

  21 60% Usia 50-60 tahun 18 51,4% 61-70 tahun

  14 40% 71-80 tahun 3 8,6%

  Pekerjaan Bekerja 7 20% Tidak Bekerja

  28 80%

  Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, jumlah pasien perempuan lebih dominan dibandingkan pasien laki-laki. Hal ini berkaitan dengan wanita lebih beresiko mengidap penyakit diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar serta adanya hubungan faktor proses hormonal yang lebih besar dibandingkan laki-laki berkaitan dengan sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrom),

  

pasca-menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah

  terakumulasi. Perubahan hormonal yang terjadi pada perempuan yaitu dimana telah terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron akibat menopause. Estrogen pada dasarnya berfungsi untuk menjaga keseimbangan kadar gula darah dan meningkatkan penyimpanan lemak, serta progesteron yang berfungsi menormalkan kadar gula darah dan membantu menggunakan lemak sebagai energi. Hal ini sejalan dengan seperti yang dipaparkan oleh Rivandi

  

et al (2015) yang menyatakan bahwa proporsi penderita DM lebih tinggi

  terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki berkaitan dengan peluang peningkatan IMT dan faktor hormonal .

  Karakteristik responden berdasarkan usia,dapat diketahui bahwa kelompok usia 50-60 tahun lebih dominan. Hal ini karena pada rentang usia tersebut , termasuk kedalam golongan lanjut usia awal sehingga mulai mengalami penurunan fungsi organ termasuk pankreas yang mengakibatkan produksi insulin mulai menurun dan biasanya pada rentang usia tersebut pola hidup mulai menurun/kurang baik. Hal ini sejalan dengan yang dipaparkan oleh Awad et al (2013) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa penderita diabetes terbanyak di rentang usia 51-60 tahun dan secara umum penderita paling banyak didapatkan pada usia 40-60 tahun.

  Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, peneliti membagi pekerjaan responden menjadi 2 kelompok, yaitu bekerja dan tidak bekerja. Kelompok yang tidak bekerja yaitu ibu rumah tangga dan pensiunan. Untuk kelompok yang bekerja ada berbagai macam pekerjaan seperti PNS, petani, dan pekerja swasta. Berdasarkan tabel 4.1, pasien dengan kelompok tidak bekerja lebih dominan jumlahnya dimana rata-rata adalah ibu rumah tangga. Hal ini karena pekerjaan berkaitan dengan aktivitas fisik, dimana pasien lebih dominan tidak bekerja dan hanya berdiam di rumah / melakukan aktivitas ringan sehingga kurangnya aktivitas fisik yang dapat lebih beresiko terkena diabetes. Hal ini disebabkan karena aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyakit diabetes.(Merentek, 2006)

  Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zainuddin dkk (2015) dimana penderita diabetes lebih dominan adalah ibu rumah tangga karena berkaitan dengan aktivitas fisik yang dilakukan oleh ibu rumah tangga kemungkinan besar lebih sedikit (ringan) dibanding orang yang memiliki aktifitas pekerjaan diluar rumah . Aktifitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul diabetes mellitus dan Lisiswanti et al (2016) menyatakan bahwa aktivitas fisik dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, dimana saat melakukan aktivitas fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menurunkan glukosa darah.

B. Interpretasi Tingkat Kepatuhan

  Kepatuhan responden dalam penelitian ini diukur menggunakan 2 metode yaitu kuisioner MMAS-8 dan pill count.

Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Kepatuhan dengan Kuisioner

  Pretest ( n=35) Postest ( n=35) No. Pertanyaan Benar Salah Benar Salah (%) (%) (%) (%)

  

1 Apakah anda kadang-kadang / pernah 16 19 21 14

lupa minum obat antidiabetes? (45,7) (54,3) (60) (40)

  

2 Kadang-kadang orang lupa minum obat 21 14 34 1

karena alasan tertentu (selain lupa), coba (60) (40) (97,1) (2,9) diingat ingat lagi, apakah dalam 2 minggu terakhir , terdapat hari dimana anda tidak meminum obat antidiabetes?

3 Jika anda merasa keadaan anda 29 6

  33

  2 bertambah buruk / tidak baik dengan (82,9) (17,1) (94,3) (5,7) meminum obat anti diabetes, apakah anda berhenti meminum obat tersebut?

  

4 Ketika anda berpergian /meninggalkan 8 27 11 24

rumah, apakah kadang-kadang anda lupa (22,9) (77,1) (31,4) (68,6) membawa obat?

  

5 Apakah kemarin anda meminum obat 32 3 35 0

antidiabetes? (91,4) (8,6) (100) (0)

  

6 Minum obat setiap hari kadang 17 18 20 15

membuat orang merasa tidak nyaman. (48.6) (51,4) (57,1) (42,9) Apakah anda pernah merasa terganggu memiliki masalah dalam mematuhi rencana pengobatan anda?

  

7 Jika kondisi anda membaik, apakah 20 15 34 1

anda pernah menghentikan/ tidak (57,1) (42,9) (97,1) (2,9) menggunakan obat antidiabetes?

  8 Seberapa sering anda mengalami 15 20 21 14 kesulitan dalam memngingat (42,9) (57,1) (60) (40) penggunaan obat? a.tidak pernah/sangat jarang b.sesekali c.kadang-kadang d.biasanya e.selalu/ sering

  Pada tabel 4.2 menggambarkan ditribusi jawaban responden terkait kepatuhan dalam mengkonsumsi obat. Pada pertanyaan pertama dan ke delapan terkait kelupaan pasien dalam mengkonsumsi obat , hasil pretes menunjukkan bahwa perbandingan antara responden yang sering lupa dan tidak ,jumlahnya lebih besar yang sering lupa karena sebagian besar menjawab “ya / sesekali /kadang-kadang” pada pertanyaan pertama dan kedelapan yang berarti jawaban salah. Begitupun dengan pertanyaan no 4 yang lebih dominan lupa membawa obat saat bepergian. Hal ini disebabkan karena responden terbiasa tidak minum obat secara rutin hanya ketika merasakan gejala saja sehingga lupa, sibuk / gugup berangkat bekerja serta ketiduran. Hal ini juga sejalan dengan yang dinyatakan oleh Alfian R (2015) dalam penelitiannya bahwa kebanyakan pasien mengabaikan akan pentingnya pengobatan antidiabetik oral karena beberapa faktor dan faktor penyebab ketidakpatuhan paling dominan adalah faktor lupa.

  Pertanyaan kedua berkaitan dengan faktor yang menyebabkan tidak mengkonsumsi obat dalam 2 minggu terakhir selain faktor lupa. Dilihat dari hasil pretest responden dominan menjawab benar karena sebagian besar menjawab “tidak”. Namun sebagian responden masih menjawab salah atau men jawab “ya” pada pertanyaan kedua. Hal ini disebabkan karena selain faktor lupa , alasan tidak meminum obat karena faktor kesengajaan tidak minum obat karena bosan harus minum obat setiap hari namun sia-sia karena kadar gula darah tetap tidak stabil ,selain itu karena merasa kondisinya sehat (tidak ada gejala) sehingga kadang-kadang obat tidak diminum.

  Faktor ini juga berhubungan dengan pertanyaan keenam dan ke tujuh dimana sebagian responden masih banyak menjawab salah atau menjawab “ya” pada pertanyaan tersebut dengan alasan terganggu dengan keharusan minum obat setiap hari dan selama bertahun-tahun serta merasa kondisinya lebih baik (tidak merasakan gejala) walaupun kadar gula darah tidak terkontrol sehingga tingkat kepatuhannya menurun. Hal ini sama seperti yang dinyatakan oleh Alfian R (2015) dan Nadia H (2017) dalam penelitiannya bahwa faktor kedua yang dominan menyebabkan ketidakpatuhan pasien DM dalam mengkonsumsi obat selain faktor lupa adalah kesengajaan berhenti minum obat karena merasa tidak nyaman(bosan) dan merasa kondisi membaik (tidak merasakan gejala).

  Pertanyaan ke 3 berkaitan dengan kesengajaan berhenti minum obat karena kondisi merasa tidak baik setelah minum obat. Berdasarkan hasil

  

pretes menunjukan jumlah responden yang menjawab benar lebih banyak

  dibandingkan dengan responden yang menjawab salah karena sebagian besar responden menjawab “tidak” yang berarti benar. Hal ini karena efek samping dari obat tersebut karena dari beberapa responden merasakan gejala yang tidak enak setiap kali setelah minum obat seperti pusing ,mual, gatal sekujur tubuh sampai tidak bisa tidur sehingga menghentikan mengkonsumsi obat karena takut memperburuk keadaan. Namun faktor ini paling sedikt terjadi, hanya pada beberapa responden saja dibandingkan kedua faktor lainnya pada pembahasan diatas yang lebih dominan. Hal ini sama seperti yang dinyatakan oleh Nadia H (2017) dalam penelitiannya bahwa faktor takut akan efek samping paling sedikit sebagai alasan ketidakpatuhan mengkonsumsi obat dari pasien DM.

  Berdasarkan tabel 5 juga dapat diliat bahwa hasil postest terkait kepatuhan minum obat responden , menggambarkan terjadi peningkatan jumlah responden yang menjawab benar dan penurunan jumlah responden yang menjawab salah. Untuk mengetahui perbandingan kepatuhan responden antara pretest dan postest dilakukan menggunakan uji wilcoxon karena hasil dari penelitian ini data tidak terdistribusi normal karena hasil dari uji normalitas data didapatkan p value 0.000 (< 0,05) (Dahlan, 2013). Hasil uji dapat dilihat pada tabel 8 .

  Hasil interpretasi kepatuhan responden berdasarkan 2 metode dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Interpretasi Kepatuhan Sebelum dan Sesudah Intervensi berdasarkan mmas-8 dan pillcount

  Patuh Tidak Patuh n Sebelum

  5

  30

  35 Intervensi Setelah intervensi

  20

  15

  35 Berdasarkan tabel 4.3 menggambarkan bahwa ada perbandingan yang

  bermakna antara hasil kepatuhan sebelum intervensi dan sesudah intervensi dimana sebelum intervensi jumlah responden yang tidak patuh lebih dominan. Namun, hasil setelah intervensi menunjukkan jumlah responden yang masuk kedalam interpretasi patuh lebih dominan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh dari pemberian intervensi berupa

  

home pharmacy care terhadap peningkatan kepatuhan responden dalam

  mengkonsumsi obat. Peningkatan ini disebabkan karena responden merasa diperhatikan dan dikontrol dalam menjalani terapinya sehingga lebih semangat dalam menjalankan terapinya karena merasa ada yang mengingatkan dan juga dapat secara langsung menanyakan apa yang dikeluhkan atau jika ada yang tidak paham terkait cara menjalani terapi diabetes yang baik dan benar karena ada apoteker yang lebih paham tanpa harus jauh-jauh ke dokter.

  Beberapa responden yang tergolong tidak patuh selain disebabkan karena faktor lupa,faktor kesengajaan tidak mengkonsumsi obat,dan faktor efek samping, juga berdasarkan hasil kategori kepatuhan menggunakan 2 metode tersebut menunjukkan tidak patuh karena terkadang dinilai berdasarkan kuisioner tergolong patuh namun setelah dinilai berdasarkan

  

pill count tergolong tidak patuh maupun sebaliknya. Hal ini juga

  berhubungan dengan nilai kadar gula darahnya. Dalam penelitian ini, beberapa responden yang tergolong patuh maka kadar gula darahnya pun terkontrol. Namun ada beberapa responden yang awalnya memang tergolong tidak patuh dalam hal mengkonsumsi obat,namun kadar gula darahnya tetap terkontrol. Hal ini disebabkan karena ada faktor lain yang dapat mendukung keberhasilan terapi selain dari kepatuhan dalam menjalani terapi farmakologi, yaitu patuh dalam menjalani terapi non farmakologi. Sehingga dari beberapa responden yang tergolong tidak patuh dalam mengkonsumsi obat namun kadar gula darahnya tetap terkontrol, disebabkan karena responden lebih patuh dalam menjalani terapi non farmakologi seperti menjaga pola makan, mengkonsumsi jamu, dan lainnya yang dapat mengontrol kadar gula darah selain harus mengkonsumsi obat karena dianggap lebih nyaman dan menghindari efek samping dari obat.

  Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Suryani et al dalam penelitiannya bahwa terdapat perbedaan kepatuhan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian intervensi sehingga pemberian konseling dalam pelayananan kefarmasian di rumah (home pharmacy care) dapat berpengaruh dalam peningkatan kepatuhan.

  Ditinjau dari terapinya, terbagi menjadi 2 jenis, yaitu terapi kombinasi dan terapi tunggal. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Deskripsi data kepatuhan ditinjau dari jenis terapinya

  

Jenis Obat Patuh Tidak Patuh

Antidiabetik Tunggal

  14

  8 Kombinasi

  6

  7 Tabel 4.4 menggambarkan data kepatuhan ditinjau dari jenis

  terapinya. Hasil menunjukkan bahwa pasien dengan terapi tunggal tidak selalu lebih patuh dari pasien yang mendapatkan terapi kombinasi. Namun dilihat secara keseluruhan, jumlah responden yang patuh lebih banyak dari golongan terapi tunggal dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi kombinasi. Hal ini berkaitan dengan faktor regimen terapi yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan pasien terutama pasien diabetes karena penyakit ini membutuhkan terapi jangka panjang yang dapat menyebabkan pasien bosan dan tidak nyaman harus terus mengkonsumsi obat setiap hari apalagi dalam jumlah banyak (kombinasi). Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Rosyida et al (2015) dalam penelitiannya bahwa jumlah obat yang diterima pasien ternyata berpengaruh terhadap tingkat kepatuhannya dimana pasien yang mendapatkan terapi kombinasi cenderung tidak patuh.

Tabel 4.5 Gambaran obat antidiabetik yang digunakan responden

  Jenis Pengobatan Kelas Terapi Nama Obat N % Tunggal Sulfonilurea Glibenklamid 5 14,3

Sulfonilurea Glimepirid

1 2,9

Biguanid Metformin

16 45,7 Kombinasi Sulfonilurea+Biguanid Metformin + glibenklamid 13 37,1 Sulfonilurea+Biguanid Metformin + glimepirid

  Total 35 100

  Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa terapi yang paling banyak digunakan adalah metformin untuk terapi tunggal dan metformin+ glibenklamide untuk terapi kombinasi. Hal ini karena metformin merupakan terapi lini pertama untuk pasien DM sehingga banyak digunakan pada pasien yang mendapat terapi tunggal. Apabila menggunakan monoterapi lini pertama belum terkendali, maka menggunakan terapi lini kedua berupa kombinasi 2 obat yang cara kerjanya berbeda seperti golongan sulfonil urea + metformin. (Ndraha S, 2014) C. Interpretasi Keberhasilan Terapi

  Keberhasilan terapi dalam penelitian ini dilakukan dengan pengukuran kadar gula darah responden. Pada penelitian ini dilakukan pengecekan kadar gula darah sebanyak empat kali yaitu pada visit pertama ,visit kedua,visit ketiga dan visit keempat yang masing-masing diberikan jarak 1 minggu. Alasan memilih jarak 1 minggu adalah agar responden tetap dalam pengontrolan karena waktu tidak terlalu lama , juga karena jarak setiap rumah responden agak berjauhan, sekaligus membantu mengukur kepatuhan dengan metode pill count agar tetap dapat dipantau jumlah obat yang dikonsumsi sehingga mengurangi hasil bias (manipulasi). Hasil kontrol gula darah responden dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Interpretasi Keberhasilan Terapi Sebelum dan Sesudah Intervensi

  Terkontrol Tidak Terkontrol n Sebelum

  7

  28

  35 Intervensi ( KGD 1) Setelah intervensi

  20

  15

  35 (KGD 2&3 )

Tabel 4.6 menggambarkan hasil pengukuran kadar gula darah selama 3 kali kunjungan. Kadar gula darah 1 dinilai sebagai kadar gula

  darah sebelum intervensi dan kadar gula darah 2 dan 3 dinilai sebagai kadar gula darah setelah intervensi karena pemberian intervensi dilakukan pada minggu kedua (visit 2). Dari hasil diatas dapat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah responden yang terkontrol dan tidak terkontrol antara sebelum dan sesudah intervensi dengan terjadi peningkatan pada jumlah responden yang terkontrol. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari peningkatan kepatuhan responden setelah pemberian intervensi sehingga dengan patuhnya responden dalam menjalani terapi baik farmakologi maupun non farmakologi dan menghindari larangan maka akan menghasilkan kadar gula darah yang terkontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyani R (2016) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara kepatuhan terapi dengan dengan keberhasilan terapi yang bersifat positif artinya semakin tinggi tingkat kepatuhan maka keberhasilan terapi semakin besar.

  Responden yang kadar gula darahnya tidak terkontrol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sengaja tidak mengkonsumsi obat karena merasa bosan harus mengkonsumsi obat secara terus menerus selama bertahun tahun namun tetap saja kadar gula darah tidak terkontrol, juga dengan tidaknya minum obat merasa kondisinya baik-baik saja tanpa ada keluhan, maupun merasakan kondisi yang tidak baik setelah mengkonsumsi obat diabetes (takut efek samping) serta faktor lainnya adalah pola makan tidak teratur. Sehingga , kepatuhan pasien merupakan salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan terapi. (BPOM RI,2006). Sehingga dalam hal ini terdapat pengaruh dari pemberian home pharmacy

  

care terhadap peningkatan kontrol kadar gula darah sehingga membantu

meningkatkan tercapainya keberhasilan terapi.

  D.

  

Pengaruh Home Pharmacy Care terhadap Kepatuhan dan

Keberhasilan Terapi

  Pengaruh Home Pharmacy Care terhadap kepatuhan pasien DM dapat dilihat dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji wilcoxon dimana uji ini dikatakan signifikan atau bermakna jika nilai p value nya < 0,05 dan menggunakan uji mc nemar untuk melihat pengaruh home

  

pharmacy care terhadap keberhasilan terapi yang ditandai dengan kontrol

  gula darah, dimana uji ini dikatakan signifikan atau bermakna jika nilai p value nya < 0,05.

Tabel 4.7 Pengaruh Home Pharmacy Care terhadap Kepatuhan

  Patuh Tidak Patuh Kesetaraan antar kelompok (p-value) Sebelum

  5 30 0,000 Intervensi Setelah intervensi

  20

  15

  • hasil analisis statistik dengan uji Wilcoxon

  Berdasarkan tabel 4.7 menggambarkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antara sebelum dan sesudah pemberian intervensi yang ditandai dengan nilai p

  value yang didapat sebesar 0,000 (<0,05). Dengan demikian pelaksanaan home pharmacy care yang dilakukan mampu meningkatkan kepatuhan

  pasien dalam mengkonsumsi obat. Sehingga terdapat pengaruh dari pemberian intervensi berupa home pharmacy care terhadap tingkat kepatuhan pasien

  Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti dkk (2013) yang berjudul Pengaruh home Care terhadap pemahaman dan ketaatan pada pasien tuberkulosis di farmasi komunitas yang dilakukan dengan metode yang sama yaitu one group pretes-postest design. Hasil dari homecare yang dilakukan kepada responden menunjukkan mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan responden namun tidak ada pengaruh terhadap ketaatan pasien terhadap pengobatannya. Namun Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2013) yang berjudul pengaruh konseling obat dalam homecare terhadap kepatuhan pasien DM, menggunakan kelompok kontrol. Hasil dari pemberian homecare mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pasien diabetes mellitus.

  Ketidaksesuaian ini dapat diduga karena ada perbedaan metode penelitian dan kriteria sampel sehingga terdapat perbedaan hasil penelitian. Selain itu juga dapat disebabkan dari kelemahan dari metode yang digunakan berupa one group pretest postest design yang termasuk kedalam rancangan penelitian pra eksperimen yang masih banyak faktor yang mempengaruhi dibanding penelitian yang menggunakan kelompok kontrol.

Tabel 4.8 Hubungan Home Pharmacy Care terhadap keberhasilan terapi

  Terkontrol Tidak Terkontrol Kesetaraan antar kelompok (p-value) Sebelum

  7 28 0,000 Intervensi Setelah intervensi

  20

  15

  • hasil analisis statistik dengan uji Mc Nemar

  Berdasarkan tabel 4.8 menggambarkan terdapat perbedaan yang signifikan terkait kontrol kadar gula darah antara sebelum dan sesudah pemberian intervensi yang ditandai dengan nilai p value yang didapat sebesar 0,000 (<0,05). Dengan demikian pelaksanaan home pharmacy care yang dilakukan mampu meningkatkan kontrol kadar gula darah pasien sehingga dapat membantu meningkatkan keberhasilan terapi pasien. Sehingga terdapat pengaruh dari pemberian intervensi berupa home

  pharmacy care terhadap keberhasilan terapi . Hal ini seperti yang

  dinyatakan oleh Raditya dkk (2015) dalam penelitiannya bahwa adanya perbaikan pada kepatuhan, kadar gula darah, dan kualitas hidup pasien dibanding sebelum pemberian intervensi berupa pemberian home care oleh apoteker.

E. Keterbatasan Penelitian 1.

  Sampel tidak memenuhi jumlah sampel yang seharusnya yaitu seharusnya menggunakan total sampling. Namun dalam penelitian ini hanya mendapatkan 35 responden karena sebagian responden menolak untuk menjadi responden dan yang lainnya memang tidak masuk kedalam kriteria inklusi dan eksklusi.

2. Dalam proses penelitian ini mungkin masih banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil yang belum dapat terkendai secara ketat.

  3. Beberapa pasien pada akhir bulan sudah membuang kemasan obat yang sudah habis sehingga peneliti hanya menanyakan kepada pasien kapan terakhir kali mengkonsumsi obat yang kemasannya dibuang.

F. Beberapa Kendala dalam Penelitian 1.

  Jarak yang ditempuh dari 1 rumah ke rumah yang lainnya cukup jauh, sehingga membutuhkan waktu penelitian lebih lama.

  2. Apoteker pendamping mempunyai anak balita sehingga setiap penelitian harus dibawa dan hanya bisa terbatas 1 hari 3-4 responden karena anak rewel sehingga butuh penelitian setiap hari agar tidak terlalu lama.

  3. Beberapa responden sulit ditemui terutama yang berstatus bekerja seperti PNS sehingga hanya bisa di temui hari Minggu dan untuk pekerja lain hanya mempunyai waktu singkat dirumah.

Dokumen yang terkait

PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN DAN KEBERHASILAN TERAPI DI BP SENTRA MEDIKA LEBAKSIU TEGAL

0 0 6

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DAN DEPRESI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN DAN TANPA KOMPLIKASI DI PUSKESMAS IMOGIRI II

0 1 13

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN PERAWATAN DIABETES MELLITUS TIPE II PADA LANSIA DI WILAYAH DESA LEDUG KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2014 - repository perpustakaan

0 0 16

PENERAPAN SENAM DIABETES TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA KELOMPOK PROLANIS DIABETES MELLITUS TIPE II

0 0 16

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP KEPATUHAN DIET PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 1 CILONGOK KAB. BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15

KARAKTERISTIK CAREGIVER PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH PUSKESMAS KARANGREJA KABUPATEN PURBALINGGA - repository perpustakaan

0 1 16

PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN DAN KEBERHASILAN TERAPI DI BP SENTRA MEDIKA KECAMATAN LEBAKSIU KABUPATEN TEGAL

0 1 16

PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN DAN KEBERHASILAN TERAPI DI BP SENTRA MEDIKA KECAMATAN LEBAKSIU KABUPATEN TEGAL

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN DAN KEBERHASILAN TERAPI DI BP SENTRA MEDIKA KECAMATAN LEBAKSIU KABUPATEN TEGAL - repository perpustakaan

0 0 18

BAB III METODE PENELITIAN - PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN DAN KEBERHASILAN TERAPI DI BP SENTRA MEDIKA KECAMATAN LEBAKSIU KABUPATEN TEGAL - repository perpustakaan

0 0 12