BAB II TINJUAN PUSATAKA A. Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain) - Farhan Riyadi Bab II

BAB II TINJUAN PUSATAKA A. Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain)

  1. Narkotika Dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

  Narkotika, Pasal 1 ayat (1) menyebutkan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan rasa, mengurangi sampai menghilangi rasa nyeri, dan dapat menumbuhkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini (Agsya, 2010). Lebih lanjut pada Pasal 1 ayat (2) menyebutkan prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika.

  Menurut Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, mengenai pengertian Narkotika di atur dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Narkotika adalah Zat atau obat yang berasal dari tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

  Penggolongan Narkotika di atur dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan. Narkotika golongan I antara lain meliputi: Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya, Opium mentah dan masak, Tanaman dan Daun Koka, Kokain mentah, Kokaina (metil ester

  • – 1 bensoil ekgonina), Tanaman ganja, Tetrahydrocannabinol,
Delta 9 Tetrahydrocannabinol, Asetorfina, dan lain-lain sampai dengan 26 jenis dan turunannya.

  Narkotika golongan I antara lain meliputi: Alfesetilmetadol, Alfameprodina, Alfametadol, Alfaprodina, Alfentanil, Allilprodina, Anileridina, Asetilmetadol, Benzetidin, Benzilmorfinz, dan lain-lain sampai 87 jenis dan turunannya. Narkotika golongan III antara lain meliputi: Asetildihydrokodeina, Dekstropropoksifena, Dihidrokodeina, Etilmorfina, dan lain-lain sampai 14 jenis dan turunannya.

  Menurut Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh: Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pegobatan, Dokter. Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada: Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, Dokter dan pasien.

  Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas dan Balai Pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan: menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan, dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

  2. Psikotropika Menurut Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang

  Psikotropika, mengenai pengertian Psikotropika di atur dalam pasal 1 bahwa Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.

  Penggolongan Psikotropika diatur dalam Pasal 2 Undang- Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, dapat digolongkan menjadi 4 (empat) golongan. Psikotropika golongan I antara lain: nama lain DET, DMPH, DMT, (+)

  • – LYSERGID nama lain LSD
  • – 25, meskalina, paraheksil, Psilosina, serta Psilosibina nama lain Fosfat, STP, DOM, Tetrahidrokannabinol. Psikotropika golongan
II antara lain: Amfetamina, Deksamfetamina, Fenmetrazina, Fensklidina, Metafetamina dan Metilfenidat. Psikotropika golongan III antara lain meliputi: Amobarbital, Glutetimida, Pentobarbital, Sekobarbital, dan Siklobarbital. Psikotropka golongan IV antara lain: Amfepramonam Barbital, Etinamat, Fenobarbital, Meprobanat, Etakualon, Metfenobarbital, Meiprilon, dan Piprodo.

  3. Zat Adiktif Lain Zat adiktif lain adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi: Minuman beralkohol, Inhalasi (gas yang dihirup), dan Solven (zat pelarut) dan tembakau. Minuman beralkohol yaitu yang mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan Narkotika atau Psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia.

  Ada 3 golongan minuman beralkohol, yaitu (BNN, 2012):

  a. Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)

  b. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur).

  c. Golongan C : kadar etanol 20-45%, (Whiskey, Vodka, KW, Manson house, Johny Walker, Kamput).

  Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan, antara lain lem, thiner, penghapus cat kuku, bensin (BNN, 2012).

  Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penaggulangan Napza di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan Napza lain yang lebih berbahaya (BNN, 2012).

  Bahan/obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut: a. Sama sekali dilarang: Narkotika golongan I dan golongan II.

  b. Penggunaan dengan resep dokter: amfeamin, sedatif hipnotika.

  c. Diperjualbelikan secara bebas: Lem, thiner dan lain-lain.

  d. Ada batas umur dalam penggunaanya : alkohol, rokok (BNN, 2012).

B. Efek Napza

  Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan Napza dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu: Golongan Depresan, Golongan Stimulan, dan Golongan Halusinogen. Golongan Depresan adalah jenis Napza yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), Hipnotik (otot tidur), dan Tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain. Golongan Stimulan adalah jenis Napza yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jnis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah: Amfetamin, Kafein, Kokain. Golongan Halusinogen adalah jenis Napza yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak dipakai dalam terapi medis. Golongan ini termasuk: Ganja, LSD, Mescalin macam-macam bahan Narkotika dan Psikotropika yang terdapat di masyarakat serta akibat pemakaiannya (Agus, 2007).

C. Gejala Klinis Penyalahgunaan Napza

  1. Perubahan Fisik Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tetapi secara umum dapat digolongkan sebagai berikut (Agus, 2007): a. Pada saat menggunaan Napza: jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif, curiga.

  b. Bila kelebihan dosis (over dosis): nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.

  c. Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau): mata dan hidung berair, menguap terus menerus, diare, rasa sakit diseluruh tubuh, takut air sehingga malas mandi, kejang, kesadaran menurun.

  d. Pengaruh jangka panjang: penampilan tidak sehat, tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan keropos, terhadap bakas suntikan pada lengan atau di bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik).

  2. Perubahan sikap pada perilaku

  a. Prestasi telah menurun, sering tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.

  b. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas atau di tempat kerja.

  c. Sering bepergian sampai larut malam, kadang tidak pulang tanpa memberi tahu terlebih dahulu.

  d. Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar dengan anggota keluarga lain dirumah.

  e. Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh keluarga, kemudian menghilang.

  f. Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, mengompas terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi. g. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.

D. Penyebab Penyalahgunaan Napza

  Penyalahgunaan dan ketergantungan adalah istilah klinis/medik- psikiatrik yang menunjukan ciri pemakaian yang bersifat patologik yang perlu dibedakan dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial, yang belum bersifat patologik. Penyalahgunaan Napza adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis Napza secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial. Ketergantungan Napza adalah keadaan ketika telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah Napza yang semakin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat. Oleh karena itu ia selalu memperoleh Napza yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara normal (BNN, 2010).

  Penyebab penyalahgunaan Napza sangat kompleks akibat interaksi antar faktor yang terkait dengan faktor keluarga, kepribadian, teman sebaya dan faktor kesempatan. Tidak terdapat adanya penyebab tunggal. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan Napza adalah sebagai berikut:

  1. Faktor Keluarga Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkuan pergaulan baik di sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahgunaan Napza (Hawari, 2006).

  Faktor lingkungan tempat tinggal mempengaruhi remaja dalam menentukan teman bergaul dan figur yang patut dijadikan contoh serta panutan. Jika lingkungan tempat tinggal mereka banyak dihuni oleh para pengguna Napza tentu mereka akan melihat perilaku para pengguna tersebut yang akan menimbulkan keinginan untuk mencoba dan merasakan bagaimana Napza. Penyebab yang timbul dari faktor keluarga ikut menentukan terjadinya penyalahgunaan Napza.

  Penyebab dari faktor lingkungan keluarga antara lain: komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif, hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga, orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi, orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh, orang tua otoriter atau serba melarang, orang tua yang serba membolehkan (permisif), kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan, orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah Napza, tatatertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten), kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga, dan orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna Napza (Hawari, 2006).

  Berdasarkan hasil penelitian Abu Hanifah dan Nunung Unayah (2011), jika keluarga kerap menjadi tertuduh dalam masalah tersebut, hal itu bukanah tanpa alasan. Terdapat beberapa tipe keluarga yang anggota keluarganya (anak dan remaja) beresiko tinggi terlibat penyalahgunaan Napza. Tipe-tipe keluarga tersebut antara lain: Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan napza; a. Keluarga dengan manajemen keluarga yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten yang dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak) b. Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik.

  Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antara sodara.

  c. Keluarga dengan orang tua otoriter. Disini peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat atau demi kemajuan, dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidak setujuan.

  d. Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.

  e. Keluarga yang neurosis yaitu keluarga yang meliputi rasa kecemasan dengan alasan yang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu. Menurut Agus (2007) penggunaan opioida selain mempunyai khasiat analgesik (menghilangkan rasa sakit), opioida juga mempunyai khasiat hipnotik (menidurkan) dan eufona (menimbulkan rasa gembira dan sejahtera). Penggunaan opioida berulang kali dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Bila sudah terjadi ketergantungan terhadap opioida, lalu jumlah penggunaan dikurangi atau dihentikan, maka akan timbul gejala putus zat. Pada umumnya opioida dikonsumsi melalui suntikan intravena, inhalasi, dicampur dalam rokok tembakau, atau secara oral. Prevalensi penyalahgunaan napza semasa hidup dirumah tangga 2,4 %. Prevalensi jauh tebih tinggi pada laki-laki (4,6%) dibanding perempuan (0,4%). Angka penyalahgunaan napza semasa hidup pada laki-laki kelompok usia 10-19 tahun 2,2%, dan tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun 10,6%. Angka penyalahgunaan napza lebih tinggi di kota (pada laki-laki 5,4%) dibanding di pedesaan pada laki-laki (2,6%).

  2. Faktor Kepribadian Kebanyakan penyalahgunaan Napza dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan Napza. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai resiko lebih besar untuk menjadi pengguna Napza.

  Ciri-ciri tersebut antara lain: cenderung membrontak dan menolak otoritas, cenderung memilki gangguan jiwa lain (depresi, cemas, psikotik, keperibadian dissaosial), perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku, rasa kurang percaya diri (low self- confidence), rendah diri dan memiliki citra diri negative (low self- esteem), sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif, mudah murung, pemalu, pendiam, mudah merasa bosan dan jenuh, keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran, keinginan untuk bersenang-senang (just for fun), keinginan untuk mengikuti mode, keinginan untuk diterima dalam pergaulan, identitas diri yang rendah, tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran Napza dengan tegas, kemampuan komunikasi rendah, melarikan diri sesuatu (kebosanan, kegagalan, kekecewaan, ketidakmampuan dan lain-lain), putus sekolah, kurang menghayati iman kepercayaannya (Hawari, 2006).

  Menurut Hawari (2006) remaja dengan kelainan kepribadian anti sosial (psikopat) mempunyai resiko relatif 19,9 kali untuk menyalahgunakan Napza dibanding dengan mereka yang tidak berkepribadian anti sosial. Remaja dengan gangguan jiwa depresi mempunyai resiko relative 18,8 kali untuk menyalahgunakan Napza dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami gangguan kejiwaan depresi. Remaja dengan gangguan kejiwaan kecemasan mempunyai resiko relative 13,8 kali untuk menyalahgunakan Napza dibanding dengan mereka yang tidak mengalami gangguan kejiwaan kecemasan. Seseorang pada masa remaja menunjukan dengan jelas sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi juga tidak lagi memilki status anak. Pada masa remaja terjadi perubahan yang besar dan penting, perubahan tersebut berkenaan dengan kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah terutama seksual. Perubahan yang menonjol pada masa remaja ini adalah adanya kesadaran yang mendalam mengenai diri sendiri.

  Penyalahgunaan napza dapat terjadi akibat faktor kepribadian. Kepribadian-kepribadian tertentu mempunyai kecenderungan untuk menyalahgunakan napza. Apalagi yang bersangkutan sedang menghadapi masalah-masalah sulit. Pengaruh-pengaruh luar yang seperti ini akan mengarahkan pribadi tersebut untuk melakukan tindakan destruktif terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Salah satunya penyalahgunaan napza.

  Gambaran kepribadian yang potensial terjerumus dalam penyalahgunaan napza antara lain : a. Kepribadian yang mudah stress

  Pribadi seperti ini biasanya gampang mempersalahkan diri atau orang lain dan selalu merasa tidak puas. Tampaknya dia sok hebat, sok sempurna, bahkan sok nekat.

  b. Kepribadian yang terlalu nekat Pada jaman sekarang ini banyak orang yang nekat dan memaksakan kehendaknya sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh kesibukan yang berlebihan hingga menyebabkan frustasi dan kebingungan sendiri. Ada yang malas hingga ia merasa bosan sendiri. Tidak aneh jika hal ini menimbulkan konflik dengan orang lain gampang terjadi.

  c. Kepribadian yang tidak tahan perubahan Pribadi ini ditandai dengan alergi terhadap perubahan-perubahan seperti cuaca, makanan, orang baru, tugas baru dan lain sebagainya. Dia akan bingung atau akan bereaksi secara meledak.

  d. Kepribadian yang tidak tahu atau tidak mampu mengurus diri Pribadi seperti ini akan membuat dirinya menjadi kacau, ia tidak ada pegangan ataupun patokan, tidak ada disiplin, tanpa wawasan hidup, lingkungan, suasana menjadi hambar kacau balau. Kehidupannya kacau dan bisa saja dia mulai mengidap penyakit fisik dan sosial.

  e. Kepribadian yang demam obat Pribadi ini akan lebih banyak tergantung kepada obat, entah disebabkan karena stres akibat ulah diri sendiri ataupun akibat dia salah menjaga diri dalam kehidupannya. Pokoknya banyak keluhan, kerjanya mencari-cari obat, kombinasi obat mujarab, bahkan badannya menjadi apotik hidup. Dan tak khayal lagi kalau obat berikutnya yang dia cari adalah napza yang akan sangat merugikan bagi pemakainya.

  Hal ini menuntut kita untuk lebih berhati-hati dalam kehidupan kita. Kita mesti berhasil mengalahkan segala rintangan dan mampu mengembangkan pribadinya secara sehat, kalau tidak ia akan menjadi sangat rentan terhadap hal-hal atau peristiwa yang menegangkan. Ia akan mudah panik dan gampang menyerah. Hal ini lama kelamaan akan menghilangkan daya tahan atau imunitas diri di semua bidang baik fisik, mental, spiritual, dan sosial. Yang akhirnya akan merusak masa depan para pemakai napza. (BNN, 2010)

  Penelitian yang dilakukan oleh Raniy (2003) tentang pengetahuan dan sikap kelompok mahasiswa kesehatan (FK, FKG, FKM, PSIK, dan PSP) USU mengenai penyalahgunaan Napza tahun 2003 manyimpulkan bahwa 49 orang responden (53,26%) mempunyai tingkat pengetahuan yang baik, sedangkan sebanyak 35 responden (38,04%) dan berpengetahuan kurang sebanyak 8 responden (8,7%). Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa seluruh responden (100%) mempunyai sikap yang baik terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Napza. Dari hasil yang diperoleh diharapkan mahasiswa dapat terlibat dalam upaya pencegahan penyalahgunaan Napza dengan memberikan informasi yang cukup kepada mahasiswa dan masyarakat luas disekitarnya.

  3. Faktor Teman Sebaya Disadari atau tidak, sebuah kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan pada seseorang yang berada dalam kelompoknya agar berperilaku seperti kelompok itu. Karena tekanan dalam peer group itu semua orang ingin disukai oleh kelompoknya dan tidak ada yang mau dikucilkan. Demikian juga pada kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan napza, dapat memunculkan penyalahgunaan baru.

  Penyebab dari faktor lingkungan teman sebaya antara lain: berteman dengan penyalahguna Napza, tekanan atau ancaman teman kelompok ataupun pengedar. Adapun penyebab dari faktor lingkungan masyarakat/sosial anatara lain: lemahnya penegakan hukum dan situasi politik, sosial serta ekonomi yang kurang mendukung (Hawari, 2002).

  Penelitian yang dilakukan oleh Hawari (2002) menyebutkan bahwa pengaruh teman kelompok sebaya mempunyai andil 81,3% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ketergantungan napza. Sedangkan tersedianya dan mudahnya napza diperoleh mempunyai andil 88% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ketergantungan napza.

  Penelitian lain oleh Saragih (2005) tentang pembinaan terhadap anak dalam kasus penyalahgunaan Narkotik dan Psikotropika (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Anak Tanjung Gusta Medan) menyimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab anak menggunakan Napza karena ingin dianggap gaul atau hanya sekedar coba-coba dan ikut-ikutan sebagai akibat pengaruh lingkungan pergaulan. Faktor ini adalah kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua dan tidak adanya arahan orang tua terhadap bahaya Napza, selanjutnya adanya ketidakharmonisan keluarga yang mengakibatkan anak mencari jalan keluar sebagai alternatif mengatasi gejolak yang berkecamuk di dalam hati dan pikirannya yang masih labil karena dalam tahap pancaroba.

  4. Faktor Kesempatan Penyebab dari faktor Napza antara lain: mudahya Napza didapat dimana-mana dengan harga terjangkau, banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba, serta efek farmakologik Napza yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain. Ketersediaan dan kemudahan memperoleh Napza juga dapat dikatan sebagai pemicu. Saat ini indonesia merupakan sasaran empuk bagi sindikat Narkoba internasional untuk mengedarkan barang tersebut, yang pada gilirannya menjadikan zat ini dengan mudah diperoleh (BNN, 2010).

  Menurut Siswanto Sunarto (2010: 114) ketidaktahuan generasi muda pada narkoba serta gejolak kepribadian dan ketersediaan narkoba merupakan pokok permasalahan dalam memerangi narkoba atau napza. Oleh karenanya, variabel pasokan dengan permintaan harus ditangi sekaligus.

  Berdasarkan pengakuan para tersangka yang berhasil dijaring polisi, kokain masuk indonesia dari Kolumbia, heroin, morfin, dan putaw dari Segi Tiga Emas Asia melalui Bangkok; sedangkan sabu dari China lewat Hongkong, Bangkok dan Singapura (Kaligis, dan Soedjono Dirjosiswono 2006: 245). Lebih lanjut dikemukakan pasokan sabu ini, memang tersebar di Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota- kota besar lainnya. Namun peredarannya sudah sampai ke kota-kota kecil bahkan kecamatan. Sabu maupun obat-obat terlarang itu bisa sampai ketangan penadah disetiap daerah karena biasanya dibawa melalui darat. Distribusinya sangat rapi dan rahasia, yang melibatkan mulai dari anak-anak pejabat, artis, mahasiswa, eksekutif, awak penerbangan bahkan aparat keamanan.

  Menurut O.C Kaligis dan Soedjono Dirjosisworo (2006), beberapa jenis obat psikotropika seperti pil ekstasi dan sabu juga bisa diproduksi atau dirakit di Indonesia, bahkan dilaporkan ada yang sudah mengekspornya ke Hongkong dan Australia. Dengan kata lain, indonesia kini bukan saja sebagai daerah transit, tetapi telah juga menjadi daerah pemasaran dan produsen. Karena pada kenyataannya sudah ada yang memproduksi ekstasi di Indonesia, maka para pemakai semakin mudah mendapatkannya. Jika pada waktu-waktu yang lalu peredarannya terbatas di tempat-tempat hiburan di kota-kota besar seperti Jakarta, Badung, Denpasar, pada saat ini selain di wilayah pemukiman banyak pula di kampus-kampus universitas dan sekolah menengah sebagai pasar potensial para pengedar napza. Dan yang lebih menyedihkan lagi, beberapa SD di Jakarta sudah menjadi sasaran penjualan obat-obat yang tergolong daftar G, seperti nipam dan megadon.

  Narkoba atau napza yang beredar, ternyata ada yang dikendalikan oleh narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan. Hal itu terbukti bahwa pabrik ekstasi di Cendana Loka Blok P I/31, Perumahan Graha Raya, Bintaro, Tangerang Selatan, yang digerebek pada hari Jum’at 26 Maret 2010 mampu memproduksi pil 30.000 per minggu, dikendalikan oleh Kebot dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Kebot ditanggap petugas tahun 2007. Terpidana NK yang dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta Timur, juga terbukti masih mengendalikan bisnis ganjanya dari balik jeruji besi. Hal itu terungkap setelah polisi menangkap kaki tangannya dan menyita 101 kilogram ganja senilai Rp 1,51 miliar di Jalan Raya Pasar Serpong (Kompas, 17/7-2010). Kasus lain terungkap dari penangkapan dua orang sindikat membawa barang bukti 575 gram heroin dan 86 gram sabu yang dikendalikan oleh narapidana yang sedang manjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan yang dikenal dengan sebutan Kapten (Kompas, 13/9-2010).

  Tidak kalah pentingnya beberapa kasus penangkapan terhadap pengedar dan penyalahgunaan napza berasal dari informasi masyarakat. Peran serta masyarakat membantu pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nakotika dan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

  Hasil penelitian Siregar Mastauli (2004) menyimpulkan bahwa penyalahgunaan alkohol pada tahun 1984 disebabkan karena pengaruh teman, mencoba-coba, dan untuk bersenang-senang. Pada tahun 1999, faktor yang mempengaruhi bertambah yaitu karena perasaan menjadi senang, menghilangkan stress. Siregar Mastauli (2004) menemukan adanya pengaruh keluarga yaitu mendapatkan perlakuan kasar dari orang tua selama 6 (enam) bulan berturut-turut dan hubungan orang tua yang tidak harmonis.

  E. Gambaran Umum Kota Purwokerto

  Purwokerto tidak bisa dipisahkan dengan Banyumas karena Purwokerto adalah ibukota dari kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Berbagai julukan di sandang kota di jalur selatan Jawa Tengah ini dari Kota Wisata, Kota Kripik, Kota Transit, Kota Pendidikan sampai kota Pensiunan karena begitu banyaknya pejabat-pejabat negara yang pensiun dan akhirnya menetap di kota ini. Di kota ini pula terdapat museum Bank Rakyat Indonesia, karena bank pertama kali berdiri ada disini dan pendiri bank ini adalah R. Wirya Atmadja putra daerah Purwokerto. Dengan jumlah penduduk sekitar 249.705 jiwa pada tahun 2005. Purwokerto terletak di selatan Gunung Slamet, salah satu gunung berapi yang masih aktif di pulau Jawa yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah & terbesar di Jawa. Secara geografi Purwokerto terletak di koordinat 7°26′LU 109°14′BT. Selain menjadi pusat pemerintahan karena menjadi pusat koordinasi daerah Jawa Tengah bagian Barat Bakorlin III. Batas wilayah kota Purwokerto adalah sebagai berikut : Barat : Karanglewas Timur : Kota Purbalingga Utara : Baturraden (Kaki gunung Slamet) Selatan : Kabupaten Banyumas F.

   Gambaran Umum Lapas Kelas IIA Purwokerto

  Lembaga Pemasyarakatan adalah adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tanggal 26 Februari 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan kapasitas tempat kedudukan dan kegiatan kerjanya, ditetapkan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB, selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.16.PR.03 Tahun 2001 Tanggal 31 Desember 2003 tentang Organinsasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan kapasitas tempat kedudukan dan kegiatan kerjanya, ditetapkan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA yang membawahi Rumah Tahanan Banyumas Kelas IID, Purbalingga, dan Banjarnegara. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.03.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai rumah tahanan (RUTAN).

  Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto berdiri sejak Tahun 1823, diatas tanah seluas 6.250 meter persegi dengan luas gedung 2.370 meter persegi. Bangunan ini merupakan peninggalan kolonial Belanda yang berlokasi di Jalan Jenderal Soedirman No. 104 Purwokerto, yang terletak di tengah-tengah kota tidak jauh dari kabupaten Banyumas, komplek pertokoan dan perumahan penduduk. Sejak dibangun pertama kali, gedung Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto baru mengalami renovasi pada tahun 2001, gedung kantor mendapat perluasan 2 (dua) lantai. Sarana fisik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Purwokerto sebagai berikut

  1. Perkantoran Gedung perkantoran terdiri dari:

  4. Ruang Latihan Kerja Narapidana

  11. Garasi Motor/ Mobil

  10. Lapangan Olahraga

  9. Ruang Perpustakaan

  8. Ruang Ibadah/ Masjid

  7. Satu Pos Penjagaan Luar

  6. Empat Pos Pengamanan

  5. Ruang Gudang

  3. Poliklinik

  a. Ruang kepala

  2. Dapur Umum

  h. Ruang Kepala Kesatuan Lembaga Pemasyarakatan i. Ruang Administrasi KPLP j. Ruang Kasubsi Bimaswat k. Ruang Kasubsi Registrasi l. Ruang Kasi BINADIK m. Ruang Keuangan n. Ruang Kasi Bimbingan Kerja

  g. Ruang Keamanan dan Pelaporan Tata Tertib

  f. Ruang Kepala Administrasi Keamanan dan Ketertiban

  e. Ruang Komandan Jaga

  d. Ruang Kepegawaian dan Keuangan

  c. Ruang Umum

  b. Ruang Kasubag Tata Usaha

  12. Adapun tempat untuk Narapidana dan Tahanan terbagi menjadi 2 blok yaitu: a. Blok B yang terdiri dari 6 kamar yang ditempati Narapidana:

  Kamar No. 22, 24, 26 : Khusus Narapidana Kamar No. 21 : Narapidana Narkoba Kamar No. 23 : Narapidana membantu kebersihan kantor Kamar No. 10 : Narapidana yang tugas di dapur

  b. Blok A yang terdiri dari 21 kamar yang ditempati Tahanan Kamar No. 19, 20 : Ruang Isolasi Kamar No. 1-9, 12-18 : Kamar Tahanan Kamar No. 11 : Tahanan Narkoba Kapasitas dari blok dan kamar Narapidana dan Tahanan adalah 111 orang, sedangkan penghuni dari Lembaga Pemasyarakatn Purwokerto adalah 368 orang. Selain itu, untuk menunjang pekerjaan pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Purwokerto juga disediakan fasilitas komputer di setiap sub bagian serta kendaraan inventaris berupa mobil dan sepeda motor. Fasilitas-fasilitas tersebut dapat digunakan untuk pegawai dalam menjalankan pekerjaanya.

  Jumlah penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Purwokerto pada bulan Juli 2013 adalah 368 orang terdiri dari Narapidana dan Tahanan.

  Jumlah Narapidana dan Tahanan bulan Juli 2013: Narapidana : 266 orang Tahanan : 102 orang Jumlah pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Purwokerto pada bulan Juli 2013 sebanyak 99 orang yang terdiri dari laki-laki dan wanita.

  Laki-laki berjumlah 82 orang dan wanita berjumlah 17 orang. (LAPAS Kelas IIA Purwokerto, 2012)

G. Kerangka Konsep

  Faktor keluarga (X1) PenyalahgunaanNapza

  Faktor kepribadian (X2) (Y)

  Faktor teman sebaya (X3) Faktor kesempatan (X4)

Gambar 1.1. Kerangka Konsep H.

   Hipotesis

  Mengacu pada hasil penelitian terdahulu dan model penelitian, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : H

  1 : Faktor keluarga berpengaruh dan signifikan terhadap penyalahgunaan napza.

  H : Faktor Kepribadian berpengaruh dan signifikan terhadap

  2 penyalahgunaan napza.

  H

  3 : Faktor teman sebaya berpengaruh dan signifikan terhadap penylahgunaan napza.

  H

  4 : Faktor kesempatan berpengaruh dan signifikan terhadap penylahgunaan napza.