EVALUASI KAPASITAS FASILITAS DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN ( PPI ) UJONG BAROH KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu

  

GAMBARAN SIKAP DAN TINDAKAN SUAMI DALAM

MENGHADAPI ISTRI DENGAN HIPEREMISIS

GRAVIDARUM DI KECAMATAN SAMATIGA

KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI

OLEH :

  

VERA ROSALYN NASUTION

NIM : 06C10104103

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Deteksi dini dari gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan

upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kehamilan maupun

keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi dan adanya penyakit penyerta

sebaiknya juga dikenali sejak awal sehingga dapat dilakukan berbagai upaya

maksimal untuk mencegah gangguan yang berat terhadap kehamilan dan

keselamatan ibu maupun bayi yang dikandungnya salah satunya seperti

hiperemesis gravidarum.

  Hiperemisis gravidarum merupakan kejadian mual dan muntah yang

berlebihan sehingga mengganggu aktivitas ibu hamil, hal ini sering terjadi pada

awal kehamilan antara umur 8 sampai 12 minggu. Hiperemisis gravidarum

apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi bahkan

kematian ibu dan janin. Prevalensi hiperemisis gravidarum antara 1 sampai 3%

atau 5 sampai 20 kasus per 1000 kehamilan (Simpson, 2013).

  Perasaan mual disebabkan oleh meningkatnya kadar hormon estrogen.

Sedangkan akibat kekurangan cairan karena muntah akan memicu terjadinya

dehidrasi yang akan menimbulkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke

jaringan berkurang dan membuat frekuensi muntah semakin berlebihan

(Prawirohardjo, 2013).

  2

toleransi yang tinggi dari lingkungan sosial di sekitar ibu hamil, sehingga akan

membantu seorang ibu hamil untuk belajar menyesuaikan diri selama kehamilan

yang dapat diwujudkan dengan kemampuan mengurangi tekanan dan frustasi serta

mampu mengembangkan mekanisme psikologi yang sesuai serta mengembangkan

prilaku yang bermanfaat selama kehamilan berlangsung.

  Dukungan dan peran serta suami selama kehamilan dapat meningkatkan

kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan dan persalinan bahkan dapat

memicu produksi ASI. Tugas suami yaitu memberikan perhatian dan membina

hubungan baik dengan istri, sehingga istri mengkonsultasikan setiap masalah yang

dialaminya selama kehamilan, keberhasilan seorang istri dalam mencukupi

kebutuhan ASI untuk bayinya kelak sangat ditentukan oleh seberapa besar peran

dan keterlibatan suami dalam masa kehamilan (Allina, 2011).

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ridwan dalam

Wiknjosastro (2011) umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20

sampai dengan 35 tahun. kehamilan di usia kurang 20 tahun dan diatas 35 tahun

dapat menyebabkan hiperemisis gravidarum. Kejadian hiperemisis gravidarum

lebih sering dialami oleh primigravida daripada multigravida, hal ini berhubungan

dengan tingkat kestresan dan usia si ibu saat mengalami kehamilan pertama, Ibu

primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan khorionik

gonadotropin . Peningkatan hormon ini membuat kadar asam lambung meningkat,

sehingga muncullah keluhan seperti rasa mual.

  Kira-kira 0,3 sampai dengan 2,0% dari total populasi ibu hamil di

  3

perawatan di RS setiap tahunnya. Walaupun gejala yang paling sering biasanya

dirasakan pada trimester pertama, gejala bisa berlanjut dan menetap hampir

diseluruh usia kehamilan. Itulah mengapa diagnosa yang cepat dan tatalaksana

yang adekuat sangat diperlukan untuk mencegah risiko yang terjadi baik pada ibu

maupun janin di dalam kandungan (Santoso, 2010).

  Demikian pula halnya dengan Provinsi Aceh, prevalensi hiperemisis

gravidarum adalah 0,2% dari seluruh ibu hamil (Riskesdas, 2007). Sementara itu

menurut Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat tahun 2011, jumlah ibu hamil dengan

risiko tinggi termasuk hiperemisis gravidarum berjumlah 772 orang dari 3861 ibu

hamil atau sekitar 19,9% dan dari jumlah tersebut yang ditangani sebanyak 105

ibu hamil atau sekitar 13,6%.

  Puskesmas Cot Seumereung adalah salah satu Puskesmas yang terletak

di Kecamatan Samatiga yang terdiri dari 32 Desa. Dimana Puskesmas ini

memberikan perawatan jalan bagi pasiennya. Kemudian data yang diperoleh dari

Puskesmas Cot Seumeureng dengan jumlah ibu hamil terhitung dari bulan januari

sampai dengan bulan desember pada tahun 2012 berjumlah 283 orang yang

mengalami Hiperemisis sebanyak 50 orang. Kemudian jumlah ibu hamil di

Puskesmas Cot Seumereng terhitung dari bulan januari sampai dengan bulan juli

pada tahun 2013 adalah 115 orang dan yang mengalami hiperemesis sebanyak 30

orang.

  Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan 10 orang

ibu hamil selama 3 hari terhitung dari tanggal 25 mei tahun 2013 diperoleh

  4

mendampingi istrinya memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas hal itu

disebabkan karena jarak tempuh tempat suami bekerja jauh, sibuk dengan

pekerjaan dan suami menganggap hal itu hanya menjadi tanggung jawab istri.

  Dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami Dalam Menghadapi Istri Dengan

Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.

  1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang di atas maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami

  

Dalam Menghadapi Istri Dengan Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan

Samatiga Kabupaten Aceh Barat.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami Dalam Menghadapi Istri Dengan

  Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.

  1.3.2 Tujuan Khusus

  1. Untuk mengetahui gambaran tentang sikap suami dalam menghadapi istri dengan hiperemisis gravidarum.

  2. Untuk mengetahui gambaran tentang tindakan suami dalam menghadapi istri dengan hiperemisis gravidarum.

  5

1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah sumber literatur dan kepustakaan

kepada pembaca serta memberkan informasi yang nyata tentang perilaku suami

dalam menghadapi isteri yang mengalami hiperemisis gravidarum.

  1.4.2 Manfaat Praktis

  1. Bagi Mahasiswa Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi mahasiswa agar lebih memahami tentang mual muntah di masa kehamilan.

  2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian yang sejenis dan lebih mendalam lagi.

  3. Bagi Masyarakat Sebagai masukan bagi masyarakat di Kecamatan Samatiga khususnya pada suami yang memiliki istri yang mual muntah diharapkan agar lebih memahami kondisi istrinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

2.1.1 Pengertian

  Kehamilan (pregnancy) adalah suatu masa yang dimulai dari konsepsi

sampai lahirnya janin. Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional,

kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum

dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi

hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40

minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender Internasional.

  

Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam

12 minggu, trimester kedua dalam 15 minggu (minggu ke-13 sampai minggu ke-

27), dan trimester ketiga dalam 13 minggu (minggu ke-28 sampai minggu ke-40),

(Prawirohardjo, 2009).

  Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari

pertama haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38 sampai

dengan 42 minggu dan ini merupakan periode dimana terjadi persalinan normal.

Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan

yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu disebut sebagai post term atau

kehamilan lewat waktu (Wikojosastro, 2011).

  Proses kehamilan merupakan mata rantai yang saling

berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan ovum, terjadi migrasi

  7

konsepsi sampai aterm. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9

bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono, 2006).

2.1.2 Tanda dan Gejala Kehamilan

  Menurut Wibisono dan Dewi (2009) ada dua jenis tanda-tanda kehamilan sebagai berikut:

1. Tanda-tanda mengarah ke kehamilan, tetapi tidak pasti hamil.

  a. Tes kemih menggunakan alat celup menunjukkan hasil positif.

  b. Terlambat menstruasi.

  c. Terasa mual dan muntah.

  d. Perut terasa membesar.

  e. Payudara terasa membesar dan kencang.

2. Tanda-tanda kehamilan yang pasti.

  a. Terlihat buah kehamilan dengan USG (ultra sonografi).

  b. Terlihat melalui foto sinar X. Namun perlu diperhatikan, alat ini tidak boleh dipakai selama kehamilan.

  c. Terasa ada gerakan anak oleh pemeriksa.

2.1.3 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Oleh Ibu Hamil

  Menurut BKKBN (2008) ada dua hal yang harus diperhatikan oleh ibu hamil ketika akan hamil dan selama masa kehamilannya yaitu :

  1. Mengatur jarak kehamilan sesuai dengan kurun reproduksi sehat.

  

2. Memperhatikan hal-hal penting selama kehamilan meliputi : tanda-tanda awal

  8 kehamilan, tanda-tanda bahaya kehamilan, serta pemeliharaan dan perawatan kehamilan.

2.1.4 Pemeriksaan Kehamilan

  Untuk mengetahui kondisi ibu hamil dan janin yang sedang

dikandungnya perlu dilakukan pemeriksaan kehamilan meliputi frekuensi dan

manfaatnya yaitu (BKKBN, 2008) :

  

1. Frekuensi untuk memeriksaan kehamilan sekurang-kurangnya empat kali

dalam masa kehamilan, dengan awal pemeriksaan segera, kesulitan dalam kehamilan dan keterlambat datang haid.

  

2. Manfaat memeriksakan kehamilan secara teratur adalah untuk

mempertahankan ibu hamil tetap sehat, deteksi dini kelainan, mendapatkan tablet tambah darah dan imunisasi TT 2 kali selama kehamilan, serta konseling oleh tenaga kesehatan.

2.2 Hiperemisis Gravidarum

2.2.1 Pengertian

  Menurut Manuaba (2008) hiperemisis gravidarum adalah mual atau

muntah yang berlebihan sehingga menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari

bahkan dapat membahayakan hidup ibu hamil. Hiperemisis gravidarum adalah

gejala klinis yang memerlukan perawatan, seperti muntah yang berlebihan yang

dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi dan berat badan menurun. adalah perasaan mual dan muntah yang

  Hiperemisis gravidarum

  9

2.2.2 Etiologi Hiperemisis Gravidarum

  Penyebab hiperemisis grafidarum belum diketahui secara pasti,

perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf

disebabkan kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat inanisi. Menurut

Manuaba (2008) faktor-faktor penyebab hiperimisis gravidarium yang ditemukan

antara lain :

  

1. Faktor predisposisi, sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa,

diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan karena kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadrotopin dibentuk berlebihan.

  

2. Faktor organik, masuknya vili khorialis dalam siklus marternal dan perubahan

metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari ibu.

  3. Faktor alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan.

  

4. Faktor psikologis, faktor ini memegang peranan penting pada hiperemisis

gravidarum walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemisis gravidarum belum diketahui secara pasti.

2.2.3 Patofisiologi Hiperemisis Gravidarum

  Patofisologi hiperemisis gravidarum menurut Manuaba (2008) diawali

dengan muntah yang berleebihan sehingga dapat menimbulkan dehidrasi, tekanan

darah turun dan diuresis menurun. Hal ini menimbulkan perfusi kejaringan,

  10

perubahan elektrolit sehingga PH darah menjadi lebih tinggi. Dampak dari semua

masalah tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi alat vital sebagai berikut :

  1. Hepar, dehidrasi yang menimbulkan konsumsi O 2 menurun, gangguan fungsi liver dan terjadi ikterus, terjadi pendarahan pada liver sehingga menyebabkan gangguan fungsi umum.

  

2. Ginjal, dehidrasi penurunan diuresis sehingga sisa metabolisme tertimbun,

terjadi pendarahan dan nekrosis sel ginjal, sistem saraf pusat (terjadi nikrosis dan pendarahan otak diantaranya pendarahan ventrikel).

2.2.4 Gejala dan Tingkat Hiperemisis Gravidarum

  Menurut Manuaba (2008) gejala dan tingkat hiperemisis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi 3 tingkat :

  

1. Hiperemisis gravidarum grade I dengan gejala mual dan muntah terus

menerus, dehidrasi, turgor kulit berkurang, lidah kering, tekanan darah turun dan suhu tubuh naik.

2. Hiperemisis gravidarum grade II dengan gejala dehidrasi semakin berat,

  turgor kulit semakin berkurang, lidah kering dan kotor, mata cekung, tekanan darah turun dan nadi meningkat, urine berkurang.

  

3. Hiperemisis gravidarum grade III dengan gejala dehidrasi semakin berat, mual

dan muntah berhenti, terjadi pendarahan dari esafagus, lambung dan retina, gangguan fungsi hati bertambah dan gangguan kesadaran (somnolen sampai koma ).

  11

  2.2.5 Dampak Hiperemisis Gravidarum Dampak hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat

menyebabkan kekurangan makanan dan cairan dalam tubuh ibu hamil, hal

tersebut dapat mempengaruhi perkembangan janin, dan juga biasanya

menyebabkan dehidrasi pada ibu hamil sehingga pengobatan perlu segera

diberikan (Prawirohardjo, 2009).

  2.2.6 Pencegahan Hiperemisis Gravidarum Prinsip pencegahan menurut Mansjoer (2010) adalah dengan

memberikan informasi dan edukasi bahwa kehamilan dan persalinan merupakan

proses fisiologis, juga tentang diet ibu hamil yaitu makan sedikit-sedikit tetapi

sering, memberikan makanan selingan seperti biskuit, roti kering dengan teh

hangat saat bangun pagi dan sebelum tidur. Menghindari makanan yang

berminyak dan berbau dan makanan sebaiknya dalam keadaan panas atau sangat

dingin, defekasi hendaknya diusahakan teratur.

  2.2.7 Penatalaksanaan Hiperemisis Gravidarum

  a. Obat-obatan sedative Phenobarbital Vitamin yang dianjurkan B1 dan B6, Antihistamin seperti dramin, avion , Antiemetika seperti disklomin hidrokloride / khlor promazin.

  b. Isolasi Penderita disendirikan di dalam kamar tenang tetapi cerah dan

peredaran udara yang baik, catat cairan yang keluar dan masuk, hanya dokter dan

  12

penderita mau makan. Tidak diberikan makanan atau minuman dan selama 24

jam, kadang isolasi gejala-gejala berkurang atau hilang tanpa pengobatan.

  c. Terapi Perlu di yakinkan kepada penderita bahwa penyakit ini dapat disembuhkan.

  d. Cairan parenteral Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan

protein dan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2–3 liter bila

perlu ditambah kalium dan vit C dan bila ada kekurangan protein dapat diberikan

asam amino secara IV (Manuaba, 2008).

2.3 Sikap

2.3.1 Definisi Sikap

  Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek sikap secara

nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadapa stimulus sosial.

  Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara

merasakan, jalan pikiran dan perilaku. Sikap adalah kondisi mental yang kompleks

yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan

cara tertentu (Notoatmodjo, 2007).

  13

2.3.2 Komponen Sikap

  Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang :

  

a. Komponen kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu

pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu.

b. Komponen afektif, merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

  Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang.

  

c. Komponen konatif, merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu

sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Wawan, 2010).

2.3.3. Tingkatan Sikap

  Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2007) :

a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang yang diberikan (objek).

  

b. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan

  14

c. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan dan

mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi dari sikap tingkat tiga.

  

d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu dengan segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

  2.3.4 Sifat Sikap Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif yaitu

Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif, terdapat kecenderungan

untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu (Wawan,

2010).

  2.3.5 Ciri-ciri Sikap Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu sikap bukan dibawa sejak

lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan individu dalam

hubungan dengan objek sikap, sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat

dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan dan

syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain, sikap tidak

berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu

objek, objek sikap merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut., sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi

perasaan, yaitu sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan

atau pengetahuan yang dimiliki seseorang ((Notoadmojo, 2007).

  15

2.3.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap

  Menurut wawan (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap

yaitu Pengalaman pribadi, merupakan apa yang telah dan sedang kita alami akan

ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial

dan tanggapan akan menjadi salah-satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat

mempunyai tanggapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman

yang berkaitan dengan objek psikologis, apakah penghayatan itu kemudian akan

membentuk sikap positif ataukah negative.

  Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan salah-satu

diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap, seseorang yang

diharapkan akan menjadi persetujuan pada setiap gerak dan tingkah laku serta

akan memberikan pendapat pada kita adalah seseorang yang berarti khusus bagi

kita.

  Pengaruh kebudayaan dimana kita hidup dan di besarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam

budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan, sangat mungkin kita

akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan.

  

Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan

berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap

kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.

  Media masa sebagai sarana komunikasi terhadap berbagai bentuk media

masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah mempunyai pengaruh besar

  16

pembentukan sikap, peran media masa tidak kecil artinya. Karena itu salah-satu

bentuk informasi sugestif dalam media masa.

  Lembaga pendidikan dan lembaga agama, merupakan suatu sistem yang

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pahaman

akan baik dan buruk garis pemisah antara sesuatu yang boleh dilakukan dan yang

tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta

ajaran-ajarannya.

  Pengaruh faktor emosi, tidak semua sikap ditentukan oleh situasi

lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, Kadang-kadang suatu bentuk

sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

  

Sikap demikan dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu

frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih konsisten

dan bertahan lama. Suatu contoh sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah

prasangka, Prasangka seringkali merupakan bentuk sikap negatif yang didasari

oleh kelainan kepribadian pada orang-orang yang frustasi (Wawan 2010).

2.3.7 Cara Mengukur Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

  

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-

  17 Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang menyatakan sesuatu

mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi

atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya

bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap, pernyataan ini disebut

dengan pernyataan favorable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi

hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun

kontra terhadap objek sikap, pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan

unfavorable . Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas

pernyataan favorable dan unvaforable dalam jumlah yang seimbang.

2.3.8 Skala Pengukuran Sikap

  Skala Thrustone merupakan metode ini mencoba menempatkan sikap

seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorable sehingga sangat

favorable terhadap suatu objek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut

sejumlah aitem sikap yang telah ditentukan derajat favorabilitasnya (Wawan,

2010).

  Untuk menghitung nilai skala dengan memilih pertanyaan sikap,

pembuat skala perlu membuat sampel pertanyaan sikap sekitar 100 buah atau

lebih. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian diberikan kepada seorang penilai.

Penilai ini bertugas untuk menentukan derajat favorabilitasnya masing-masing

pertanyaan. Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala yang

  18 Skala Likert mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih

sederhana dibandingkan dengan skala Thrustone. Dalam metode Likert, masing-

masing responden diminta menandai (agreement) untuk masing-masing aitem

dalam skala yang terdiri dari 5 point (Sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak

setuju, sangat tidak setuju). Untuk pernyataan yang favorable nilai skala diubah

menjadi angka yaitu sangat setuju nilainya 5, setuju 4, ragu-ragu 3, tidak setuju 2

dan sangat tidak setuju 1. Sebaliknya untuk pernyataan tidak favorable sangat

setuju nilainya 1, setuju nilainya 2, ragu-ragu 3, tidak setuju 4 dan sangat tidak

setuju 5 (Wawan, 2010).

2.4 Sikap Suami Terhadap Istri Dengan Hiperemisis Gravidarum

  Sikap suami adalah harapan atau standar perilaku yang telah diterima

oleh keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang

ditetapkan melalui sosialisasi dimulai tepat setelah lahir. Peran diri adalah pola

sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di

masyarakat (Kurniawan, 2008).

  Menurut Kurniawan 2008 sikap suami terhadap istri yang mengalami

hiperemisis adalah suami harus menunjukkan sikap positif seperti sikap-sikap

penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut

membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-

anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau

pekerjaan istrinya. Serta suami harus bisa berperan seperti suami siaga. Sikap

suami terhadap istri yang hiperemisis gravidarum adalah sebagai berikut :

  19 a. Menyimak Informasi tentang kehamilan Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam

mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Jika suami

menginginkan jenis perawatan yang diinginkan selama hamil, suami perlu

mencari informasi dan mendiskusikan kehamilan dengan tenaga kesehatan.

Berbagai informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah, koran,

tabloid , tenaga kesehatan, atau situs kehamilan di internet. Dengan mengetahui

akar masalah yang terjadi maka ibu bisa lebih tenang dalam menjalani kehamilan

yang sehat. Ibu jadi tahu mana yang sesuai dengan kondisinya atau tidak.

  

Sebaliknya, jika tidak berusaha mencari tahu tentang kehamilan, tidak mustahil

akan timbul berbagai perasaan yang mungkin saja sangat mengganggu kondisi

psikis (Nolan, 2008).

  b. Kontrol Kontrol bisa dilakukan pada dokter atau bidan. Saat konsultasi, ibu bisa

menanyakan tentang kondisi dirinya dan bayi dalam kandungan. Biasanya, bila

ibu perlu penanganan lebih serius, dokter atau bidan akan menganjurkan ibu untuk

menemui psikolog atau psikiater yang dapat membantu kestabilan emosi.

Mengantar ibu kontrol ke dokter, ini penting karena suami harus tahu apa yang

terjadi pada istri. Kalau ada keluhan-keluhan dan informasi-informasi penting

seputar kehamilan suami juga harus tahu, agar lebih memahami apa yang

dirasakan oleh sang istri. Antenatal care merupakan salah satu tindakan screening

pada ibu hamil untuk mencegah komplikasi selama kehamilan dan persalinan

  20 c. Perhatian Suami Perhatian yang diberikan oleh suami bisa membangun kestabilan emosi

ibu. Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya berkonsultasi ke

dokter atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada perhatian dari pasangan.

  

Suami dapat memberikan perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dirasakan oleh

ibu hamil. Perhatian suami dapat dilihat dari membantu ibu dalam menyelesaikan

pekerjaan rumah tangga, mengelus dan memijat punggung ibu. Mengelus perut

yang menunjukkan perhatian pada ibu dan bayi yang dapat membangun

kestabilan emosi (Yohana, 2008).

  d. Menjalin Komunikasi Komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu hubungan dengan ibu

hamil. Komunikasi yang baik yaitu dengan dua arah dimana suami tidak

mendominan semua pembicaraan. Setiap ada masalah suami meminta pendapat

ibu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jangan pernah menutupi perubahan

dan keluhan yang terjadi pada saat kehamilan, tetapi komunikasikan dengan

suami. Dengan begitu diharapkan suami bisa berempati dan mampu memberi

dukungan psikologis yang dibutuhkan. Dukungan dari lingkungan, terutama

suami, sangat berpengaruh terhadap kekhawatiran ibu dalam menjalani

kehamilan. Sebaliknya, perasaan ibu yang dipendam sendiri tidak akan membawa

perubahan. Suami tetap tidak acuh dan masalah ibu jadi berkepanjangan (Nolan,

2008).

  e. Perhatikan Kesehatan

  21

dan memperhatikan asupan gizi. Suami siaga harus siap ketika sewaktu-waktu

istri mengalami keluhan sehubungan dengan kehamilannya. Suami yang tenang

bisa membuat istri jadi ikut tenang. Suami siaga harus lebih perhatian

mengingatkan dan membantu istrinya untuk kontrol teratur, mengingatkan waktu

untuk kunjungan ulang (Yohana, 2008).

2.5 Tindakan

2.5.1 Pengertian

  Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan adalah mekanisme dari suatu

pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk

mewujudkan suatu tindakan. Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk

dilaksanakan atau dipraktekkan. Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan

nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain.

  Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :

1. Presepsi

  Mekanisme mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

  2. Respon Terpimpin Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

  3. Mekanisme Dapat melakukan sesuatu secara otomatis tanpa menunggu perintah

  22

  4. Adopsi Suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu telah dimodifikasikan tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.

2.6 Landasan Teoritis

  Kerangka teori disusun berdasarkan landasan teori yang telah

dikemukakan Bloom dalam Notoatmodjo (2007) perilaku manusia dapat dibagi

menjadi tiga domain yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (affective), tindakan

(psychomotor).

  Pengetahuan Sikap Perilaku Tindakan

Gambar 2.1 Landasan Teoritis

  23

2.7 Kerangka Konsep

  Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu pada landasan teori di atas yaitu :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Sikap Suami

  Tindakan Suami Hiperemisis Gravidarum

  23

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, penelitian deskriptif

adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk

mengetahui gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif

(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami Dalam Menghadapi Istri

Dengan Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.

  3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 11 Oktober sampai dengan 17 Oktober tahun 2013.

  3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

  3.3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Arikunto, 2006).

  

Populasi dalam penelitian ini adalah semua suami dari ibu hamil yang mengalami

hiperemisis gravidarum di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat, terhitung

mulai bulan januari sampai dengan maret yang berjumlah 30 orang.

  3.3.2 Sampel Sampel merupakan perwakilan dari populasi yang akan diteliti. Jumlah

  25

populasi, Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil seluruh populasi

menjadi sampel penelitian yaitu sebanyak 30 orang atau lebih dikenal dengan

metode totaly population.

3.4 Metode Pengumpulan Data

  3.4.1 Data Primer Data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari responden

melalui pengisian kuesioner. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner

yang berisikan pernyataan yang berbentuk pernyataan dan esayy mengenai

Gambaran Sikap Dan Tindakan Suami Dalam Menghadapi Istri Dengan

Hiperemisis Gravidarum Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat dengan

jumlah pertanyaan pada masing-masing variabel sebanyak 10 pertanyaan.

  3.4.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang berasal dari selain responden yaitu

data-data yang ada di UPTD Puskesmas Cot seumereng, Dinas Kesehatan Aceh

  Barat dan literatur-literatur lainnya.

  26

  3.5. Defenisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

  No Variabel Keterangan

  1 Sikap Suami Defenisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Respon yang konsisten dari suami dalam menghadapi istri dengan hiperemisis gravidarum

  Wawancara Kuesioner

  1. Positif

  2. Negatif Ordinal

  2 Tindakan Suami Defenisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Tindakan yang konsisten dari suami dalam menghadapi istri dengan hiperemisis gravidarum

  Wawancara Kuesioner

  1. Baik

  2. Kurang Ordinal

  3.6 Aspek Pengukuran Variabel Sikap suami dapat di ukur dengan menggunakan skala Likert, yaitu setiap pernyataan terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu :

  • Sangat setuju (SS) skornya : 4
  • Setuju (S) skornya : 3
  • Tidak setuju (TS) skornya : 2
  • Sangat tidak setuju (STS) skornya : 1 Untuk menentukan rentang antar kategori digunakan rumus : (Notoatmodjo, 2007).

  27 Keterangan : I : Interval

  H : Tinggi L : Rendah K : Katagori

34 - 16

  I =

  

2

I = 25 Sehingga didapatkan : a. Kategori positif apabila skor yang diperoleh 26 - 34

  b. Kategori negatif apabila skor yang diperoleh 16 - 25 Variabel Tindakan

  10 - 0 I =

  2 I = 5 Sehingga didapatkan : Kategori baik : apabila nilai yang diperoleh antara > 5 Kategori kurang : apabila nilai yang diperoleh antara ≤ 5

3.7 Metode Analisa Data

  Metode statistik untuk analisis data yang digunakan adalah analisis

univariat yaitu bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karateristik

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

  4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian UPTD Puskesmas Cot Seumeureung Kecamatan Samatiga terletak di

Kabupaten Aceh Barat dengan luas wilayah Kecamatan 14 Km x 8 Km

  

(112Km2). Wilayah Samatiga merupakan Daerah dataran rendah yang meliputi

area pemukiman, pertanian dan perkebunan.UPTD Puskesmas Cot Seumeureung

merupakan Puskesmas perawatan yang terletak di Desa Cot Seumeureung, dengan

wilayah kerja 32 desa. Dengan jumlah penduduk sekitar 14.798 jiwa, terdiri dari

4006 KK, 7560 laki-laki, dan 7238 perempuan.

  Adapun batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Cot Seumeureung,

disebelah utara berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Bubon, Sebelah

Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, Sebelah Timur berbatasan dengan

Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Sebelah Barat berbatasan dengan

Wilayah Kerja Puskesmas Arongan Lambalek.

4.1.2 Hasil Analisa Univariat

4.1.2.1 Sikap

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

  No Sikap f %

  1. Positif

  24

  80

  2. Negatif

  6

  20 Total 30 100

  29

  Berdasarkan Tabel 4.1 di atas diketahui mayoritas sikap responden berada pada kategori positif sebanyak 24 orang (80%).

4.1.2.2. Tindakan

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

  No Tindakan F %

  1. Baik