PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Lour. Merr) - Repository utu

  

PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN PUPUK KANDANG

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Lour. Merr)

SKRIPSI

  

OLEH

AMIRUDDIN

  

08C10407176

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH, ACEH BARAT

2013

  

PENGARUH DOSIS DOLOMIT DAN PUPUK KANDANG

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Lour. Merr)

  

SKRIPSI

OLEH

AMIRUDDIN

  

08C10407176

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

  

Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH, ACEH BARAT

2013

  

LEMBARAN PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Dosis Dolomit Dan Pupuk Kandang

Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sambung Nyawa (Gynura procumbens Lour. Merr) Nama Mahasiswa : Amiruddin N I M : 08C10407176 Program Studi : Agroteknologi

  Menyetujui : Komisi Pembimbing

  Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

  Ir. Rusdi Faizin, M.Si Ir. Aswin Nasution

  NIP.196308111992031001 NIDN. 0124086503 Mengetahui,

  Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Prodi Agroteknologi,

  Diswandi Nurba, S.TP, M.Si Jasmi SP.,M.Sc

  NIDN. 0128048202 NIDN. 0127088002

  Tanggal Lulus : 27 Agustus 2013

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Tanaman Sambung Nyawa Berasal dari daerah Afrika yang beriklim tropis menyebar ke Srilangka, Sumatera dan Jawa. tumbuh di selokan, pagar rumah, pinggiran hutan, padang rumput dan ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl, tumbuh di dataran yang beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan 1.500–3.500 mm/tahun dan tumbuh baik pada tanah yang agak lembab sampai lembab dan subur (Manoi dan Kristina, 2007).

  Budidaya tanaman Sambung Nyawa (Gynura procumbens[Lour.]Merr) merupakan salah satu tanaman obat yang saat ini sangat populer di masyarakat.

  Bagian tanaman yang biasa digunakan sebagai obat adalah daunnya. Hasil penelitian yang dilakukan Adjirni (2000), daun sambung nyawa dapat menghambat terbentuknya batu kandung kemih pada tikus dan tidak bersifat toksik. Sugiyanto dan Sudarto (2000) menyatakan bahwa daun sambung nyawa juga memiliki potensi sebagai antikarsinogenik. Meiyanto, (2007) menyatakan bahwa khasiat daun sambung nyawa adalah sebagai obat ginjal, antikanker, dan penurun tekanan darah. Hal lain yang membuat tanaman ini disukai adalah rasa daunnya yang enak untuk dimakan langsung, ber aroma harum dan bertekstur lembut. Sambung nyawa umumnya dapat dipanen setelah berumur 2-4 bulan setelah tanam dengan cara memetik atau menggunting daun (Winarto, 2003).

  Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi 20-60 cm. Batangnya lunak, dengan penampang bulat, berwarna hijau keunguan. Daun

  1

  2 sambung nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan, tepi daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm dan lebar 7 cm. Daun bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan berbuah.

  Daun sambung nyawa yang ditanam tanpa menggunakan naungan menghasilkan karakteristik daun yang tebal dan kecil-kecil, sedangkan daun ini digunakan untuk lalapan. Pemanenan dilakukan dengan pemangkasan pada tanaman, diharapkan terbentuk daun yang lebih banyak sehingga produktifitas panennya meningkat. Hai ini karena pemangkasan dapat mematahkan dominasi apikal pada tanaman sehingga memacu pertumbuhan mata tunas (Laksono (2004).

  Dalam budidaya meskipun pupuk di berikan sesuai dengan dosis seringkali pupuk tidak dapat terserap dengan baik oleh tanaman karena pH di dalam tanah yang tidak netral, sehingga pupuk tersebut tidak dapat di serap oleh akar tanaman sambung nyawa. Secara umum semua tanaman membutuhkan pH netral, jadi untuk menetralkan pH tersebut di perlukan kapur dolomite sehingga menjadi netral yaitu angka pH 7.

  Budidaya tanaman sambung nyawa sangat memerlukan Pupuk Kandang yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan pupuk sintetis. Selain mengandung Nitrogen (N), fospor (P), dan Kalium (K), pupuk kandang juga mengandung unsur hara yang cukup lengkap. Pupuk kandang juga merupakan pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir. Pupuk kandang akan mengalami perubahan dari bahan yang terkandung dalam pupuk menjadi tersedia dalam tanah, berlangsung secara perlahan-lahan, namun dalam pengunaan pupuk

  3 kandang diperlukan kehati-hatian. Jika pupuk kandang masih mentah dapat menyebabkan tanaman menjadi layu, bahkan mati. Hal ini disebabkan oleh proses penguraian karbon (C), yang akan meningkatkan temperatur tanah. Kenaikan suhu inilah yang menyebabkan tanaman menjadi layu ( Kurniatusolihat, 2009).

  Dari penggunaan dolomite juga dapat menetralkan ph tanah dan pupuk kandang yang menyediakan unsur hara bagi tanaman, maka penggunaan kedua jenis pupuk ini perlu di lakukan untuk budidaya tanaman sambung nyawa.

  1.2. Tujuan umum

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Dolomite dan pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman Sambung Nyawa (Gynura

  Procumben Back ) serta nyata nya interaksi kedua faktor tersebut

  1.3. Hipotesis Penelitian

  1. Pemberian pupuk dolomite berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sambung nyawa.

  2. Pemberian pupuk kandang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sambung nyawa.

  3. Terdapat interaksi pemberian pupuk dolomite dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sambung nyawa.

2.1. Botani Tanaman Sambung Nyawa

  4 II. TINJAUAN PUSTAKA

  2.1.1. Sistematika

  Menurut Manoi dan Kristina (2007) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukkan tanaman Sambung nyawa di klafikasikan sebagai berikut Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Asterales (Campanulatae) Suku : Asteraceae (Compositae) Marga : Gynura Jenis : Gynura procumbens (Lour.) Merr.

  2.1.2. Morfologi Tanaman Sambung Nyawa

  1. Bentuk Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi 20 - 60 cm. Batangnya lunak, dengan penampang bulat, berwarna hijau keunguan.

  Daun sambang nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan, tepi daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm lebar 7 cm. Daun bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan berbuah (Laksono, 2004).

  5

  2. Penanaman Perbanyakan sambang nyawa dilakukan dengan menggunakan bahan tanaman setek batang dan tunas akar. Setek batang yang digunakan berukuran panjang 15 - 20 cm. Bila menggunakan tunas akar dilakukan dengan mencabut atau memisahkan tunas dari tanaman induk. Penanaman tunas dilakukan seperti pada stek batang. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah + pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Tanaman sebaiknya mendapat naungan dengan mendapatkan intensitas sinar matahari sekitar 60%. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan lama penyemaian 2 - 3 bulan ( Laksono, 2004).

  3. Jarak tanam Jarak tanan yang ideal 50 x 50 cm, panjang disesuaikan dengan lahan dengan lubang tanam 20 x 20 x 20 cm (Wonohadi dan Palupi, 2000).

2.1.3. Budidaya Tanaman Sambung Nyawa

  Tanaman ini baik ditanam pada musim peralihan antara hujan dan kemarau. Pengadaan bibit tanaman sambung nyawa bisa dilakukan dengan cara membeli bibit jadi maupun dengan pembibitan sendiri, Pembibitan sendiri dilakukan dengan cara membuat stek batang atau stek pucuk. Pembibitan secara stek bisa dilakukan di dalam polibag maupun lahan terbuka. Pembibitan dalam media polibag umumnya dilakukan dengan menggunakan stek batang yang panjangnya 7 – 15 cm atau minimal memiliki 3 ruas dan daunnya sudah dipotong. Untuk mempercepat pertumbuhan akar, stek batang bisa direndam dalam air kelapa. Bahan media tersebut menggunakan tanah dan kompos dengan Ukuran polibag yang digunakan cukup kecil saja, berdiameter 15 cm atau 20 cm diisi

  6 sampai memenuhi 90% ketinggian polibag. Penanaman tidak boleh dilakukan dengan langsung menusukkan stek batang pada tanah, tapi harus dibuat lubang kecil dulu (Kurniatusolihat, 2009).

  Pada saat awal penanaman, sambung nyawa tidak boleh terlalu banyak terkena sinar matahari sampai satu bulan pertama. Penyiraman dapat dilakukan sekali sehari dengan melihat kondisi media, bila tanah kering sebaiknya disiram, bila tanah basah penyiraman tidak perlu dilakukan. Tiga minggu kemudian setelah daun tumbuh 4 – 6 helai, tanaman sudah bisa dipindahkan ke lahan terbuka (Wonohadi dan Palupi, 2000).

  Bila pembibitan dilakukan pada lahan, prinsip yang digunakan sama seperti pembibitan pada polibag menggunakan stek batang dengan panjang 10 – 15 cm dan ditanam dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu (Laksono, 2004).

2.2. Syarat Tumbuh

  1. Iklim Pertumbuhan tanaman sambung nyawa sangat berkaitan dengan iklim daerah setempat. sambung nyawa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada ketinggian 200 – 800 m diatas permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan

  o

  C, kelembaban curah hujan sekitar 1.500 – 2.500 mm/tahun, suhu udara 25 – 32 udara 70 – 90%, dan membutuhkan penyinaran tinggi. Untuk membudidayakan sambung nyawa secara intensif perlu dilakukan pemilihan lokasi penanaman dan jenis tanah yang sesuai (Archita, 2005).

  7

  2. Tanah Sambung nyawa dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah termasuk tanah vulkanik, tanah gambut dan tanah sedimentasi tua, asalkan cukup gembur

  (Gardner, 2008).

2.3. Peranan Pemupukan Dolomit Bagi Tanah Dan Tanaman

  Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan pH tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan molybdenum (Mo). Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah masam akan merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan organik, dan pembentukan humus. pengapuran menetralkan senyawa beracun dan menekan penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi dan oksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya pH yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan meningkatnya pH tanah, maka akan tersedianya unsur N, P, dan S, serta unsur mikro bagi tanaman. Kapur yang banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk kalsit (CaCO3) dan dolomite (CaMg(CO3)2) ( Lingga dan Marsono, 2001).

  Dolomit merupakan pupuk yang berasal dari endapan mineral sekunder yang banyak mengandungunsur Ca dan Mg dengan rumus kimia CaMg (CO3) Pupuk dolomit di samping menambah Ca dan Mg dalam tanah juga memperbaiki keasaman tanah serta meningkatkan ketersediaan unsur yang lain.

  Teknologi pemberian kapur kedalam tanah, dimaksudkan untuk memperbaiki kesuburan tanah yaitu memperbaiki sifat-sifat fisik,biologis dan kimia tanah. Menurut Naibaho (2003), umumnya bahan kapur untuk pertanian adalah berupa kalsium karbonat (CaCO3), kalsium magnesium karbonat (CaMg

  8 (CO3)2), dan hanya sedikit yang berupa CaO atau Ca(OH)2. Dua bahan utama yang lebih dikenal ialah kalsium karbonat (CaCO3), dan dolomit (CaMg(CO3)2).

  Bila bahan tersebut tidak atau sedikit mengandung dolomit disebut kalsit,tetapi bila jumlah magnesium meningkat disebut kapur dolomitik, dan bila sedikit kalsium karbonat dijumpai dan hanya terdiri dari kalsium-magnesium- karbonat maka disebut dolomit ( Hindersah, 2002 ).

  Bahan kapur biasa nya di perdagangkan dalam bentuk tepung. Makin halus bahan tersebut makin cepat daya larut dan reaksinya. Tujuan utama pengapuran adalah menaikkan pH tanah hingga tingkat yang di inginkan, dan mengurangi atau meniadakan keracunan. Disamping itu juga untuk meniadakan

  Musnawar, 2003).

  keracunan Fe Dan Mn, serta menyediakan hara Ca ( Faktor - faktor yang menentukan banyaknya kapur yang diperlukan adalah pH tanah, tekstur tanah,kadar bahan organik tanah, mutu kapur dan jenis tanaman. Apa bila pemberian kapur melebihi pH tanah yang diperlukan akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan optimum tanaman dan tidak efisien (ekonomis). Pada dasarnya kapur diberikan pada tanah bila di perkirakan hujan tidak akan turun pada saat pemberian kapur.

2.4. Peranan Pupuk Kandang Bagi Tanah Dan Tanaman

  Pupuk kandang merupakan campuran bahan organik yang berasal dari kotoran padat, urin, dan sisa makanan. Susunan kimia pupuk kandang berbeda di setiap tempat. Susunan tersebut tergantung dari macam ternak, umur dan keadaan hewan, serta cara mengurus dan menyimpan pupuk sebelum dipakai. Pupuk kandang memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk lain, yaitu; merupakan humus yang dapat menjaga tanah sehingga tanah mudah diolah dan terisi banyak

  9 oksigen, sebagai sumber hara makro (nitrogen, fosfor, dan kalium), Meningkatkan daya menahan air (water holding capacity), Banyak mengandung mikro organisme. Semua keunggulan pupuk kandang tersebut membuat pupuk kandang dianggap sebagai pupuk yang lengkap. Pupuk kandang dapat berasal dari: sapi, kuda, kambing, babi, unggas dan lain-lain ( Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

  Pupuk kandang akan memberikan unsur mineral anorganik dan organik bagi tanaman melalui proses penyerapan pada sistem perakaran untuk digunakan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan tanaman. Menurut Manoi (2005) fungsi unsur hara adalah : a) Sebagai penyusun jaringan tanaman

  b) Sebagai katalisator dalam berbagai reaksi kimia

  c) Sebagai pengatur tekanan osmosis

  d) Sebagai komponen sistem penyangga

  e) Sebagai alat pengatur permeabilitas membrane Pupuk kandang mengandung berbagai unsur hara esensial atau unsur hara yang berperan penting dalam kebutuhan tumbuhan agar dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan perbedaan fungsinya, maka unsur hara esensial dibeda kan menjadi unsur makro dan mikro. Unsur makro merupakan unsur hara esensial yang di butuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah yang banyak. Contohnya, C,H,0,N,P,K,Ca,Mg, dan S. Sedangkan unsur mikro adalah unsur hara esensial yang di butuhkan oleh tumbuhan dalam jumlah yang sedikit. Contoh nya, Cl,Fe,B,Mn,Zn,Cu,dan Mo.

  Pengunaan pupuk kandang dapat memberikan tambahan bahan organik yang memperbaiki sifat fisik tanah, serta mengembalikan hara yang terangkut dari

  10 hasil panen. Selain itu pupuk kandang dapat mencegah kehilangan air dalam tanah dan laju infiltrasi air (Musnawar, 2003).

  Kandungan hara dalam pupuk kandang sangat menentukan kualitas pupuk. Kandungan unsur hara didalam pupuk tidak hanya tergantung dari jenis ternak, tetapi juga tergantung dari makanan, air yang diberikan, umur dan bentuk fisik dari ternak. Beberapa unsur hara yang terkandung di dalam pupuk adalah N,P,K,Ca,Mg,S,Fe dan masih banyak unsur - unsur yang lainnya ( Lingga dan Marsono, 2001).

  Lingga dan Marsono (2001) menyatakan bahwa pupuk kandang di bagi menjadi pupuk kandang padat dan cair.

  a) Pupuk kandang padat Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik yang belum dikomposkan maupun yang sudah dikomposkan sebagai sumber hara terutama N bagi tanaman dan memperbaiki sifat kimia, biologi, dan fisik tanah.

  b) Pupuk kandang cair Pupuk kandang cair merupakan pupuk kandang berbentuk cair berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran hewan yang dilarut kan dalam air dalam perbandingan tertentu.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

  3.1 Waktu dan tempat

  Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universilitas Teuku Umar Maulaboh Aceh Barat mulai dari 28 Desember sampai dengan 07 Maret 2013.

  3.2. Bahan dan alat

  1. Bahan

  Bahan - bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut: Bibit tanaman sambung nyawa, polybag ukuran 0,5kg, pupuk kandang, dolomite, serta bahan-bahan lainnya yang di perlukan dalam penelitian.

  2. Alat

  Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Cangkul, parang, tali, meter, gunting, papan samper, timbangan, kakulator, alat tulis, dan pelaratan lain yang di perlukan dalam penelitian.

3.3. Rancangan percobaan

  Penelitian ini di menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola factorial 4x4 dan 3 ulangan dengan 2 faktor perlakuan yaitu: Faktor pupuk dolomit dengan 4 taraf yaitu: D0 = 0 ton/ha D1 = 10 ton/ha D2 = 20 ton/ha D3 = 30 ton/ha

  11

  12 Faktor pupuk kandang dengan 4 taraf yaitu: K0 = 0 ton/ha K1 = 20 ton/ha K2 = 25 ton/ha K3 = 30 ton/ha Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Susunan kombinasi perlakuan tertera pada Table I. di bawah ini:

  Tabel 1. Kombinasi perlakuan Pupuk Dolomite dan Pupuk Kandang No Kombinasi perlakuan Pupuk dolomit Pupuk kandang

  1 D0K0 0 ton/ha 0 ton/ha

  2 D0K1 0 ton/ha 20 ton/ha

  3 D0K2 0 ton/ha 25 ton/ha

  4 D0K3 0 ton/ha 30 ton/ha

  5 D1K0 10 ton/ha 0 ton/ha

  6 D1K1 10 ton/ha 20 ton/ha

  7 D1K2 10 ton/ha 25 ton/ha

  8 D1K3 10 ton/ha 30 ton/ha

  9 D2K0 20 ton/ha 0 ton/ha

  10 D2K1 20 tan/ha 20 ton/ha

  11 D2K2 20 ton/ha 25 ton/ha

  12 D2K3 20 ton/ha 30 ton/ha

  13 D3K0 30 ton/ha 0 ton/ha

  14 D3K1 30 ton/ha 20 ton/ha

  15 D3K2 30 ton/ha 25 ton/ha

  16 D3K3 30 ton/ha 30 ton/ha

  13 Model Matematika dari Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: Yijk = µ + βi + Dj + Kk + (DK)jk + εijk Yijk = Hasil pengamatan Pupuk Dolomite (D) pada taraf ke - j dan Pupuk

  Kandang(K) pada Taraf ke-k, pada ulangan ke-i µ = Nilai tengah umum atau rata-rata umum βi = Pengaruh ulangan ke-i (i=1,2, dan3) Di = Pengaruh Pupuk Dolomit (D) pada taraf ke-j (j=1,2,3 dan 4) Ki = Pengaruh Pupuk Kandang (K) pada taraf ke-k (k=1,2,3 dan 4) (DK)jk = Pengaruh interaksi antara Pupuk Dolomit (D) pada taraf ke-j dengan

  Pupuk Kandang (K) Pada taraf ke - k ε ijk = Pengaruh Galat percobaan

  Apabila uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut dengan Uji Beda Nyata pada taraf 5%. dengan persamaan sebagai berikut:

  BNJ 0,05 = q

0.05 (p : dbg) x

  Keterangan :

  BNJ 0,05 = Beda Nyata Jujur pada taraf 5 % = Nilai baku q pada taraf 5 %; (jumlah perlakuan p dan q

  0.05

  derajat bebas galat)

  KT galat = Kuadrat Tengah galat r = Jumlah ulangan.

  14

3.3. Pelaksanaan Penelitian

  1. Pengolahan Tanah

  Pengolahan tanah di lakukan sebanyak dua kali. Pengolah pertama dengan mencangkul dengan kasar kemudian di biarkan selama 2-3 hari agar racun yang ada di dalam tanah hilang. Lahan yang telah diolah dibuat bedengan dengan lebar 1,5 x 2 m.

  2. Aplikasi Pemupukan

  Pemupukan menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang di taburkan secara merata diatas lahan tersebut yang sudah dibiarkan selama seminggu, kemudian diaduk merata bersama tanah lapisan atas sedalam 5 cm.

  Pemberian dolomit dengan disebarkan merata diatas bedengan kemudian di aduk dengan tanah lapisan atas.

  3. Pembibitan

  Pembibitan tanaman sambung nyawa bisa dilakukan dengan stek batang, Stek batang dibuat dengan panjang antara 10 cm dan bagian bawah batang dipotong miring agar daerah tumbuh perakaran menjadi lebih luas. Stek ditanam di polybag dengan cara dibenamkan sepertiga bagian ke dalam media tanam. Media tanam untuk pembibitan terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1.

  4. Penanaman

  Penanaman di lakukan pada plot percobaan yang telah di siapkan dengan jarak penanaman 50 x 50 cm. bibit yang di pindahkan ke plot percobaan adalah yang telah ber umur 14 hari atau sudah mulai kelihatan tunas daun nya. dua

  15 minggu kemudian setelah daun tumbuh 4 – 6 helai, tanaman sudah bisa dipindahkan ke lahan terbuka.

  5. Penyisipan

  Penyisipan dilakukan terhadap tanaman yang tidak tumbuh atau tumbuh abnormal, dilakukan 8 hari setelah penanaman bibit. Bahan untuk penyisipan diambil dari tanaman cadangan yang telah ditanam diluar plot penelitian, yang umurnya sama dengan tanaman yang ada dilahan penelitian.

  6. Pemeliharaan tanaman

  Penyiraman dapat dilakukan sekali sehari dengan melihat kondisi tanah, bila tanah kering sebaiknya disiram, bila tanah basah penyiraman tidak perlu dilakukan. Penyiangan dilakukan secara manual, yaitu dengan cara mencabut gulma yang tumbuh dalam bedengan maupun di sekitar areal penanaman sambung nyawa.

  7. Pencegah Hama Dan Penyakit

  Hama utama yang menyerang Sambung Nyawa adalah ulat jengkel (Nyctemera coleta) dan kumbung Psylliodes sp. Ulat jengkel memakan daun sampai habis dan yang tersisa hanya tulang daun. Sementara itu, serangan kumbang mengakibatkan daun menjadi berlubang-lubang. Untuk mengurangi sarangan hama tersebut harus dilakukan pemangkasan daun-daun yang rusak, berlubang-lubang, dan daun yang menyentuh tanah. Jika terjadi ledakan hama perlu digunakan insektisida seperti Dikhlorvos atau Fentrotion dengan dosis 1 ml atau 1 gram per liter.

  16

8. Panen Panen pertama dilakukan saat tanaman berumur sekitar 2 bulan.

  Pemanenan dilakukan dengan cara memetik atau memangkas sebanyak 4 - 5 helai daun ke arah puncak. Panen daun sambung nyawa dilakukan ketika tanaman sambung nyawa telah menghasilkan 10 daun. Daun sambung nyawa yang diambil adalah daun yang sudah tua tetapi belum menguning.

3.4. Perameter Pengamatan a. Tinggi tanaman (cm).

  Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai bagian tanaman yang tertinggi. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 20, 40, 60 HST.

  b. Jumlah Daun (helai) Daun yang di hitung adalah daun yang telah membuka penuh. Jumlah daun diamati pada saat tanaman berumur 20, 40, 60 HST.

  c. Diameter pangkal batang (mm) Pengamatan atau pengukuran pangkal batang diamati pada saat tanaman berumur 20,40,60 HST.

  d. Berat basah (g) Pengukuran dilakukan dengan menimbang daun basah yang telah di panen dengan menggunakan alat timbangan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian.

4.1.1. Pengaruh Dolomit.

  Hasil uji F pada analisis sidik ragam ( lampiran genap 2 sampai 20 ) menunjukkan bahwa faktor Dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun umur 40 dan 60 HST dan berat basah, berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal batang umur 20 HST namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lainnya.

1. Tinggi Tanaman (cm)

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata tinggi tanaman sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan BNJ

  0,05 dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit Dosis Dolomit Tinggi tanaman (cm)

  Simbol ton/ha

  20 HST

  40 HST

  60 HST D

  11.60

  15.11

  20.70 D

  1

  10

  10.94

  14.83

  19.79 D

  20

  10.95

  14.55

  22.96

  2 D

  30

  11.13

  14.56

  21.18

  3 BNJ

  0.05

  1.83

  2.45

  4.60 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

  berbeda nyata pada taraf peluang 5%

  Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman sambung nyawa tertinggi umur 20 dan 40 HST di dapati pada perlakuan D 0, sedangkan pada umur 60 HST di dapati pada perlakuan D

  2

  . Masing – masing perlakuan secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antara satu dengan lainnya.

  18 Hubungan antara tinggi tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 1.

  

Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada

Berbagai Perlakuan Dolomit.

2. Jumlah Daun (Helai)

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata jumlah daun tanaman sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan BNJ dapat dilihat pada Tabel 3.

  0,05

  Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit.

  Dosis Dolomit Jumlah Daun (helai) Simbol ton/ha

  20 HST

  40 HST

  60 HST D 9.65 26.35 a 54.65 a

  D

  10 11.18 31.93 ab 66.58 ab

1 D

  2

  20 10.61 30.42 b 70.00 bc D

  3

  30 10.97 39.13 c 77.92 bc BNJ 0,05

  1.61

  5.44

  9.94 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

  berbeda nyata pada taraf peluang 5%

  Tabel. 3 menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman Sambung Nyawa terbanyak pada umur 20 HST didapati pada perlakuan D

  1 yang tidak berbeda

  nyata dengan perlakuan lainnya, jumlah daun terbanyak umur 40 dan 60 HST di

  19 dapati pada perlakuan D

  3 yang berbeda nyata dengan perlakuan D namun tidak

  berbeda nyata dengan perlakuan D dan D

  1 2.

  Hubungan antara jumlah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar. 2

  

Gambar 2. Grafik Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST

Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.

3. Diameter Pangkal Batang (mm).

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan BNJ 0,05 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Dolomit

  Dosis Dolomit Diameter Pangkal Batang (mm) Simbol ton/ha

  20 HST

  40 HST

  60 HST D 6.14 b

  6.82

  7.48 D

  1

  10 5.74 a

  6.78

  7.20 D

  2

  20 5.62 a

  6.87

  7.88 D 30 5.50 a

  6.82

  7.36

3 BNJ 0,05

  0.46

  0.67

  0.80 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

  berbeda nyata pada taraf peluang 5%

  Tabel. 4 menunjukkan bahwa diameter pangkal batang tanaman Sambung Nyawa terbesar pada umur 20 HST didapati pada perlakuan D yang berbeda

  20 nyata dengan perlakuan lainnya, diameter pangkal batang terbesar umur 40 dan

  60 HST di dapati pada perlakuan D yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan

  2 lainnya.

  Hubungan antara diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan dolomit umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 3.

  

Gambar 3. Grafik Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40,

dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Dolomit.

4. Berat Basah (gram)

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata berat basah per tanaman sambung nyawa akibat perlakuan Dolomit setelah diuji dengan BNJ 0,05 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata Berat Basah Tanaman Sambung Nyawa pada berbagai

  Perlakuan Dolomit Dosis Dolomit Berat Basah

  Simbol Ton/ha (g) D

  31.31 a D

  1

  10 32.78 a D

  2

  20 35.10 a D

  3

  30 39.71 b BNJ 0,05

  3.90 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

  berbeda nyata pada taraf peluang 5%

  21 Tabel. 5 menunjukkan bahwa berat basah tanaman Sambung Nyawa terberat didapati pada perlakuan D yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

  3 Hubungan antara berat basah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan dolomit dapat dilihat pada Gambar 4.

  

Gambar 4. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Pada Berbagai Perlakuan

Dolomit.

4.1.2. Pengaruh Pupuk Kandang.

  Hasil uji F pada analisis sidik ragam ( lampiran genap 2 sampai 20 ) menunjukkan bahwa faktor Pupuk Kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 20 HST, Jumlah daun umur 40 dan 60 HST, diameter pangkal batang umur 40 dan 60 HST dan berat basah pertanaman namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lainnya.

1. Tinggi Tanaman (cm)

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata tinggi tanaman sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji dengan BNJ 0,05 dapat dilihat pada Tabel 6.

  22 Tabel 6. Rata-rata Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang

  Dosis Pupuk Kandang Tinggi tanaman (cm) Simbol ton/ha

  20 HST

  40 HST

  60 HST K 13.22 b

  14.79

  18.18 K

  1

  20 10.51 a

  14.15

  21.80 K

  2

  25 10.55 a

  14.50

  21.71 K 30 10.34 a

  15.61

  22.95

3 BNJ 0,05

  1.83

  2.45

  4.60 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

  berbeda nyata pada taraf peluang 5%

  Tabel 6 menunjukkan bahwa tanaman sambung nyawa tertinggi umur 20 dan 40 HST di dapati pada perlakuan K yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan tanaman tertinggi umur 40 dan 60 HST di dapati pada perlakuan K

  3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

  Hubungan antara tinggi tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 5.

  

Gambar 5. Grafik Tinggi Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada

Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.

2. Jumlah Daun (Helai)

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata jumlah daun tanaman sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji dengan BNJ dapat dilihat pada Tabel 7.

  0,05

  23 Tabel 7. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang .

  Dosis Pupuk Kandang Jumlah Daun (halai) Simbol ton/ha

  20 HST

  40 HST

  60 HST K 10.99 24.83 a 47.40 a

  K

  1

  20 10.14 33.11 b 79.58 de K

  2

  25 11.33 34.33 b 73.25 bce K

  30 9.95 35.57 b 68.92 bc

3 BNJ 0,05

  1.61

  5.44

  9.90 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

  berbeda nyata pada taraf peluang 5%

  Tabel. 7 menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman Sambung Nyawa terbanyak pada umur 20 HST didapati pada perlakuan K

  2 yang tidak berbeda

  nyata dengan perlakuan lainnya, jumlah daun terbanyak umur 40 HST di dapati pada perlakuan K

  3 yang berbeda nyata dengan perlakuan K namun tidak berbeda

  nyata dengan perlakuan K

  1 dan K

2. Namun jumlah daun terbanyak umur 60 HST

  di dapati pada perlakuan K

  1 yang berbeda nyata dengan perlakuan K dan K 3 dan

  tidak berbeda nyata dengan perlakuan K

2.

  Hubungan antara jumlah daun tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 6.

  

Gambar 6. Grafik Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST

Pada Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.

  24

3. Diameter Pangkal Batang (mm).

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa umur 20, 40, dan 60 HST akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji dengan BNJ dapat dilihat pada Tabel 8.

  0,05

  Tabel 8. Rata-rata Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40 dan 60 HST pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang .

  Dosis Pupuk Kandang Diameter Pangkal Batang (mm) Simbol ton/ha

  20 HST

  40 HST

  60 HST K 5.66 6.16 a 6.69 a

  K

  10 5.81 7.14 b 7.89 b

1 K

  2

  25 5.75 7.12 b 7.80 b K

  3

  30 5.77 6.86 b 7.53 b BNJ 0,05

  0.46

  0.67

  0.80 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%.

  Tabel. 8 menunjukkan bahwa secara keseluruhan diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa terbesar didapati pada perlakuan K

  1 yang pada umur 20

  HST tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya namun pada umur 40 dan 60 HST berbeda nyata dengan perlakuan K dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K

  2 dan K 3.

  Hubungan antara diameter pangkal batang tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan Pupuk Kandang umur 20, 40 dan 60 HST dapat dilihat pada Gambar 7.

  25

  Gambar 7. Grafik Diameter Pangkal Batang Tanaman Sambung Nyawa Umur 20, 40, dan 60 HST Pada Berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.

4. Berat Basah (gram)

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata berat basah per tanaman sambung nyawa akibat perlakuan Pupuk Kandang setelah diuji dengan BNJ 0,05 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata Berat Basah Per Tanaman Sambung pada berbagai Perlakuan Pupuk Kandang.

  Pupuk kandang Berat Basah Simbol Ton/ha (Gram)

  K 24.86 a

  K

  1

  20 42.34 c K 25 38.29 c

2 K

  3

  30 33.23 b BNJ 0,05

  3.90 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf peluang 5%.

  Tabel. 9 menunjukkan bahwa berat basah per batang tanaman sambung nyawa terberat didapati pada perlakuan K

  1 yang berbeda nyata dengan perlakuan

  K dan K

  3 lainnya namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan K 2.

  26 Hubungan antara berat basah per batang tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan Pupuk Kandang dapat dilihat pada Gambar 8.

  

Gambar 8. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Pada Berbagai Perlakuan

Pupuk Kandang.

4.1.3. Pengaruh Interaksi.

  Hasil uji F pada analisis sidik ragam (lampiran genap 2 sampai 20) menunjukkan bahwa interaksi antara faktor Dolomit dan Pupuk Kandang berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman umur 40 dan 60 HST dan berat basah, namun berpengaruh tidak nyata terhadap peubah lainnya.

A. Jumlah Daun

  Hasil pengamatan terhadap rata – rata jumlah daun tanaman sambung nyawa umur 40 dan 60 HST akibat perlakuan Dolomit dan Pupuk Kandang setelah diuji dengan BNJ dapat dilihat pada Tabel 10.

  0,05 awa Umur 40 HST andang.

  n sambung nyawa ang berbeda nyata wa umur 40 HST ndang dapat dilihat

  28.63 abcdefg 36.9 bcdefgh 34.80 bcdefgh 31.64 abcdefgh 25.92 abcd 25.56 abc 21.29 ac 42.33 defgh 47.67 i

  K 3 (30) 31.11 abcdefgh 27.37 abcdef 38.54cdefgh 45.24 h om yang sama tidak

  27 40 pada berbagai

  erat Basah Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyaw bagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Kanda

  antara jumlah daun tanaman sambung nyawa lakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandan

  3 K 2 yan ainnya.

  menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman sa ur 40 HST di dapati pada interaksi D

  Perlakuan Dosis Pupuk Kandang (ton/ha) K (kontrol) K 1 (20) K 2 (25)

17.75 a 27.28 abcde 29.28 abcdefgh

  Tabel 10. Rata-rata J Perlakuan

  a Jumlah Daun Tanaman Sambung Umur 40 kuan interasi Dolomit dan Pupuk Kandang.

  Gambar 9. Grafik Bera Pada Berbag

  Hubungan ant pada berbagai perlaku pada Gambar 9.

  Tabel .10 me terbanyak pada umur dengan perlakuan lainn

  28.63 D 2 (20) 31.64 a D 3 (30) 21.29 a Interaksi KK % Keterangan : Angka ya berbeda ny

  D 1 (10)

  Dosis Dolomit (ton/ha) K D (Kontrol) 17.75 a

  • (BNJ = 16.46) 16.93 % yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom da nyata pada taraf peluang 5%.

  28 Tabel 11. Rata-rata J a Jumlah Daun Tanaman Sambung Umur 60 60 pada berbagai Perlakuan kuan interasi Dolomit dan Pupuk Kandang.

  

Perlakuan

Dosis Dolomit Dosis Pupuk Kandang (ton/ha) (ton/ha) (K ) Kontrol ) (K 1 ) 20 (K 2 ) 25 (K 3 ) 30 (D ) Kontrol 25.58 a 25.58 a 51.00 abcd 64.00 bcdefg 78.00 cdefghi 78.00 c

  (D 1 ) 10 52.33 abcde 52.33 a 105.33 jk 65.67 bcdefg 43.00 a 43.00 ab (D ) 20 62.67 bcdefg 62.67 bc 54.33 abdcef 78.00 cdefghij 2 85.00 j 85.00 jk

  

(D ) 30 49. 00 a 49. 00 abc 85.33 ghijk 69.67 bc 69.67 bcdefghi

3 107.67 jk Interaksi + (BNJ= 29.99) KK % 14.65 %

Keterangan : Angka ya yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom om yang sama tidak

berbeda ny da nyata pada taraf peluang 5%.

  Tabel .11 me menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman sa n sambung nyawa terbanyak pada umur ur 60 HST di dapati pada interaksi D

  3 K 1 yan ang tidak berbeda

  nyata dengan perlaku akuan D

  3 K 2 , D

  2 K

3 dan D

  1 K 1 namun berbeda beda nyata dengan perlakuan lainnya.

  Hubungan ant antara jumlah daun tanaman sambung nyawa wa umur 60 HST pada berbagai perlaku lakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandan ndang dapat dilihat pada Gambar 10.

  

Gambar 10. Grafik Ber erat Basah Jumlah Daun Tanaman Sambung Nyaw yawa Umur 60 HST

Pada Berba rbagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Ka Kandang.

  29

B. Berat Basah (gram)

  Hasil pengamatan terhadap rata-rata berat basah ber tanaman sambung nyawa akibat perlakuan interaksi dolomit dan pupuk kandang setelah uji BNJ

  0.05 dapat di lihat pada tabel tabel 11.

  Tabel 12. Rata-rata berat basah per tanaman sambung nyawa pada berbagai perlakuan interaksi dolomit dan pupuk kandang

  Perlakuan Dosis Dolomit (ton/ha) Dosis Pupuk Kandang (ton/ha)

  (K ) kontrol (K 1 ) 20 (K 2 ) 25 (K 3 ) 30 (D )Kontrol 15.98 a 25.07 bc 37.68 fg 45.80 i (D 1 ) 10 26.92 cd 49.22 ij 37.75 fgh 17.22 a (D

2 ) 20 34.69 f 38.60 fgh 27.22 ce 39.87 fgh

(D 3 ) 30 21.85 b 56.45 k 50.50 j 30.de Interaksi + (BNJ = 9.92)

  KK % 9.62 %

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf peluang 5%.

  Tabel .12 menunjukkan bahwa berat basah terberat per tanaman sambung nyawa di dapati pada interaksi (D

3 K 1 ) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

  Hubungan antara berat basah tanaman sambung nyawa umur panen HST pada berbagai perlakuan kombinasi Dolomit dan Pupuk Kandang dapat dilihat pada Gambar 10.

  

Gambar 10. Grafik Berat Basah Per Tanaman Sambung Nyawa Umur 60 HST Pada

Berbagai Kombinasi Perlakuan Dolomit dan Pupuk Kandang.

15.98 25.07 37.68 45.80 26.92 49.22 37.75 17.22 34.69 38.00 27.22 39.87 21.85 56.45 50.50 30.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 20 25 30 B er at B as ah (gr am ) Dosis Pupuk Kandang Ton?ha 10 20 30 D os is D ol om it T on /h a

  30

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pengaruh Dosis Dolomit

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa dosis dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun umur 40, 60 HST dan berat basah, berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal batang umur 20 HST, namun berpengaruh tidak nyata dengan peubah lainnya.

  Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman sambung nyawa terbaik ditunjukan pada dosis dolomit D

  3 (30 ton/ha). Hal ini

  menunjukan bahwa pemberian dolomit pada dosis ini telah dapat meningkatkan pH tanah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sambung nyawa. Pengaruh sangat nyata dari dosis pupuk dolomit pada semua parameter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter pangkal batang dan berat basah yang diamati karena pemberian dolomit itu sendiri. Pemberian dolomit, dapat menambah unsur hara Ca dan Mg didalam tanah yang sangat rendah sampai rendah serta dimungkinkan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Lingga dan Marsono, 2008).

  Dalam Anonymous, (2004) dijeleskan bahwa pengapuran adalah bagian dari pumupukan dimana pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur hara pada tanah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menyumbangkan bahan makanan pada tanaman. Pemupukan tanaman bertujuan untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah agar tanaman mendapat nutrisi yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertumbuhan tanaman. Pemupukan yang dilakukan secara teratur dan tepat akan menaikkan

  31 produktivitas secara nyata dan menguntungkan dibandingkan tanpa pemupukan atau dengan pemupukan yang tidak teratur.

  Menurut Lingga dan Marsono, ( 2001) dolomit mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan pH tanah. Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan molybdenum (Mo). Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah masam akan merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan organik, dan pembentukan humus. pengapuran menetralkan senyawa beracun dan menekan penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi, dan oksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya pH yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan meningkatnya pH tanah, maka akan menjadikan tersedianya unsur N, P, dan S, serta unsur mikro bagi tanaman.

4.2.2. Pengaruh Pupuk Kandang