PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU TERHADAP INTENTSITAS BELAJAR - Test Repository
PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU TERHADAP
INTENSITAS BELAJAR (Studi Kasus pada Sekolah Dasar di Kecamatan Bringin Kab. Semarang Tahun 2010)
S K R I P S I Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: S I T I A S K IY A H
NIM: 11408063
JURUSAN TAKBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax 323433
Salatiga 50721
W e b site : www. sta in sa la tie a . ac. id E m a il :adm in istrasi(a)M ain salati gq. ac. id
NOTA PEMBIMBING Lamp : 3 Eks Hal : Naskah Skripsi
Saudara Siti Askiyah Kepada Yth: Ketua STAIN Salatiga Di - Salatiga
ASSALAMU’ALAIKUM, WR. WB
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : Siti Askiyah NIM :11408063 Jurusan : Tarbiyah/ Pendidikan Agama Islam Judul : PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU
TERHADAP INTENSITAS BELAJAR (STUDI KASUS PADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010) Dengan ini mohon agar skripsi saudara tersebut diatas segera dimunaqosyahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
WASSALAMU’ALAIKUM, WR.WB Pembimbing
Prof. Dr. H. Muh Zuhri, MA NIP 19530326 197803 1 001 KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STA IN ) SALATIGA ]l. Tentara Pelajar 0 2 Telp. ( 0 2 9 8 ) 3 2 3 7 0 6 , Faks. 3 2 3 4 3 3 Salatiga 5 0 7 2 :
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi Saudara : SITI ASKIYAH dengan Nomor Induk Mahasiswa: 11408063 yang beijudul: PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU TERHADAP INTENSITAS BELAJAR (STUDI KASUS PADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010) Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah.
Salatiga, 18 Ramadhan 1431 H
28 Agustus 2010 M Panitia Ujian m PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah in i:
Nama : Siti Askiyah NIM : 11408063 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 28 Agustus 2010 Yang menyatakan
Siti Askiyah MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
pengorbanannya telah mengukir segala cita dan harapan. 3 . Anak-anakku - Mujahid Abdul Karim - Agung Budi Kusuma - Asmini Mauliyawati Sebagai tumpuan harapan waladin sholihin 4 . Teman-teman mahasiswa dan almamatersungguh-sungguh (urusan) yang lain,
Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan),
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibu tercinta
2. Suami tersayang yang dengan do'a, kesetiaan dan
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan guna meraih gelar Strata Satu (S-l) dalam Program Ilmu Tarbiyah.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan mampu berbuat banyak dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Drs. Joko Sutopo, selaku Ketua selaku Ketua Jurusan Tarbiyah Ekstensi.
3. Bapak Prof. Dr. Muh Zuhri, MA, selaku Dosen Pembimbing, yang dengan keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya skripsi ini.
4. Bapak YRY Priyono, Ketua Gugus III Diponegoro Kecamatan Bringin yang telah memberi kesempatan kepada penulis menyelesaikan studi
5. Karyawan Perpustakaan STAIN Salatiga yang telah menyediakan fasilitasnya.
Atas segala hal tersebut, penulis hanya bisa berdo’a, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin.
Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan rasa senang hati dan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi pembaca pada umumnya.
Am in - amin yarobbal ‘alamin
Salatiga, 28 Agustus 2010 Penulis
Siti Askivah ABSTRAK Siti Askiyah. 2010. Pengaruh Kompetensi Profesionalisme Guru Terhadap
Intensitas Belajar (Studi Kasus Pada Sekolah Dasar di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang Tahun 2010). Skripsi, Jurusan Tarbiyah.
Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing. Prof. Dr. H. Muh Zuhri, MA
Kata Kunci : Profesionalisme Guru dan Intensitas Belajar Masalah profesionalisme guru secara umum tersebut tentu juga memiliki beberapa kesamaan dengan guru yang ada di Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang. Tingkat pendidikan yang berbeda juga merupakan penyebab guru kurang profesional dalam menjalankan tugas. Selain itu tidak semuanya guru berasal dari Kecamatan Bringin, sehingga seringkah mengalami hambatan dalam kehadiran.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah kompetensi profesionalisme guru di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang? Bagaimanakah intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang? Adakah pengaruh kompetensi profesionalisme guru terhadap intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kompetensi profesionalisme guru di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang, untuk mengetahui intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang, dan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh profesionalisme guru terhadap intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilaksanakan di Gugus IH Diponegoro Kecamatan Bringin. Jumlah sample dalam penelitian ini sebanyak 56 orang guru. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket untuk mengetahui kompetensi profesionalisme guru dan intensitas belajar siswa. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kompetensi profesionalisme guru yang berada pada kategori sangat profesional mencapai 50%, kategori cukup profesional 32,15% dan kategori kurang profesional 17,85%, intensitas belajar siswa yang berada pada kategori tinggi mencapai 53,57%, kategori sedang 28,57% dan kategori kurang 17,85% dan berdasarkan analisis diketahui bahwa profesionalisme guru memberikan pengaruh terhadap intensitas belajar siswa, terbukti nilai r hitung lebih besar dari r tabel 5% maupun 1%.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV ANALISIS DATA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL TABEL I Daftar Guru di Gugus III Diponegoro TABEL II
Daftar Nama Responden TABEL IH Hasil Angket Kompetensi Profesionalisme Guru TABEL IV Hasil Angket Intensitas Belajar TABEL V
Nilai Angket Kompetensi Profesionalisme Guru TABEL VI Interval Kompetensi Profesionalisme Guru TABEL VII Nominasi Kompetensi Profesionalisme Guru TABEL VIII
Klafisikasi Kompetensi Profesionalisme Guru TABEL IX Nilai Angket Intensitas Belajar
TABEL X Interval Intensitas Belajar TABEL XI
Nominasi Intensitas Belajar TABEL XII Klafisikasi Intensitas Belajar
TABEL XIII Tabel Persiapan Korelasi
TABEL XIV Tabel Kriteria Nilai Korelasi
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1 STRUKTUR ORGANISASI GUGUS DAFTAR LAMPIRAN
1. Angket
2. Surat Ijin Penelitian
3. Surat Keterangan Penelitian
4. Daftar Riwayat Hidup 5. r tabel
BA BI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di lingkungan pendidikan formal, pengkajian terhadap pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru, sepertinya sudah selalu banyak didiskusikan. Namun demikian kenyataan di lapangan masalah profesionalisme guru tersebut masih jauh dari harapan sehingga kualitas pembelajaran masih sangat rendah.
Akhir-akhir ini faktor profesionalisme guru memang menjadi perhatian masyarakat. Hal tersebut bukan dikarenakan guru semakin profesional dalam melaksanakan tugas, justru disebabkan oleh tindakan guru yang tidak profesional dalam melaksanakan tugas, seperti sering terlambat datang ke sekolah, meninggalkan catatan di kelas lalu ditinggal aktivitas lainnya, bahkan tidak masuk tanpa izin. Sebagaimana yang disampaikan di atas bahwa hasil belajar siswa juga ditentukan oleh faktor guru1. Demikian halnya dengan intensitas belajar siswa, juga akan sangat dipengaruhi oleh keberadaan profesionalisme guru tersebut.
Oleh karena itu, perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh bagaimana memberikan prioritas yang tinggi kepada guru, sehingga mereka dapat memperoleh kesempatan untuk selalu meningkatkan profesionalisme atau kemampuannya sebagai guru. Guru harus diberikan kepercayaan, untuk
1 D r.H .Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, A lfabeta,
2 melaksanakan tugasnya melakukan proses belajar mengajar yang baik. Guru perlu diberikan dorongan dan suasana yang kondusif untuk menemukan berbagai alternatif cara mengembangkan proses pembelajaran.
Hasil belajar siswa dipengaruhi bagaimana siswa tersebut belajar. Cara belajar yang efektif akan meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai2. Salah satu pendukung belajar intensif adalah adanya motivasi untuk mengetahui dan mengerti atau yang disebut intensitas belajar.
Masalah profesionalisme guru secara umum tersebut tentu juga memiliki beberapa kesamaan dengan guru yang ada di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Tingkat pendidikan yang berbeda juga merupakan penyebab guru kurang profesional dalam menjalankan tugas. Selain itu tidak semuanya guru berasal dari Kecamatan Bringin, sehingga seringkah mengalami hambatan dalam kehadiran. Dengan adanya hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "Pengaruh Kompetensi Profesionalisme Guru terhadap Intensitas Belajar Siswa (Studi pada Sekolah Dasar di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang)"
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
2 S lam eto, R ineka Cipta, Jakarta, 2 0 0 3 ,
B elajar dan Faktor-faktor yan g Mempengaruhinya,
3
1. Bagaimanakah kompetensi profesionalisme guru di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang?
2. Bagaimanakah intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang?
3. Adakah pengaruh kompetensi profesionalisme guru terhadap intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang? C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui kompetensi profesionalisme guru di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kompetensi profesionalisme guru terhadap intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan sementara yang harus dibuktikan kebenarannya melalui penelitian3. Dalam penelitian ini hipotesisnya adalah "Ada pengaruh yang positif dan signifikan pengaruh kompetensi profesionalisme guru terhadap intensitas belajar siswa di Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang"
4 E. Kegunaan Penelitian Dari beberapa masalah yang dirumuskan diatas setelah diperoleh jawaban, maka dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan, khususnya berkaitan dengan masalah belajar dan profesionalisme guru.
b. Sebagai pertimbangan penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua siswa sebagai bahan masukan untuk lebih memperkuat kemandirian belajar pada anaknya b. Bagi para guru sebagai pertimbangan tentang pentingnya mengupayakan profesionalisme guru agar tercapai kemandirian belajar pada siswa secara optimal.
c. Bagi para siswa dapat menambah pengetahuan tentang bimbingan belajar sehingga mereka mampu mencapai pribadi yang mandiri dalam belajarnya.
d. Dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dan bahan acuan bagi peneliti yang sejenis di masa yang akan datang.
5 F. Definisi Operasional
1. Profesionalisme Guru Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti sikap profesional4. Orang yang profesional memiliki sikap-sikap yang berbeda dengan orang yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau berada dalam satu ruang kerja. Jadi profesionalisme adalah komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu5.
Menurut Moh. Uzer Usman, guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugs dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Terdidik dan terlatih bukan hanya dalam arti memperoleh pendidikan formal, tetapi juga harus mampu menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan. Landasan-landasan kependidikan tersebut merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pendidik. Kompetensi ini terbagi menjadi kompetensi pribadi (personal) dan kompetensi profesional.
4 Prof.Dr. Sudarwan D anim , Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan
Profesionalism e Tenaga Kependidikan, Pustaka Setia, B andung, 2 0 0 2 , him . 23
6 Dalam konteks penelitian ini akan difokuskan pada kompetensi
profesional dan seorang guru yang meliputi beberapa indikator, yaitu6:
a. Menguasai landasan pendidikan
b. Menguasai bahan pengajaran
c. Menyusun program pengajaran
d. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
e. Memiliki rasa tanggung jawab akan tugasnya sebagai seorang guru
2. Intensitas Belajar
a. Pengertian Belajar Pada hakekatnya belajar adalah hasil dari proses interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar. Belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti mengalami, mengerjakan, memahami, dan sebagainya. Sehingga berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang di alami siswa. Maka pemahaman yang benar mengenai belajar mutlak diperlukan oleh pendidik.
Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi dalam lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. Perubahan bersifat relatif konstan dan berbekas.
7 Menurut Oemar Hamalik, "Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman”7.
Menurut Slameto, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”8.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang relatif menetap.
b. Intensitas Belajar Intensitas ialah kesungguhan untuk mendapatkan efek yang maksimal9. Dengan demikian intensitas belajar adalah bahwa kesungguhan seseorang berkaitan dengan perubahan tingkah laku sebagai akibat bertambahnya pengetahuan dan keterampilan serta sikap pada diri seseorang.
Faktor intensitas belajar diantaranya adalah10: 1) Kegiatan belajar yang dilakukan
2) Latihan atau ulangan, artinya siswa akan intensif belajar jika ada ulangan atau latihan
7 Oem ar H am alik, Rosdakarya, Bandung, 2 0 0 7 ,
D asar-dasar Pengembangan Kurikulum, him . 1068 S lam eto, O p.C it, him . 2
9 Surayin, Yrama W idya, B andung, 2 0 0 7 , him . 174 Kamus Umum Bahasa Indonesia,
8
3) Kepuasan dan kesenangan. Seseorang intensif belajar karena dengan belajar seseorang memperoleh kepuasan atau kesenangan 4) Pengalaman masa lampau 5) Kesiapan dan kesediaan belajar 6) Minat dan Usaha 7) Fisiologis 8) Intelegensi atau kecerdasan.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian explanatory yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh antar variabel bebas dengan variabel terikat serta menguji hipotesis yang diajukan11.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Gugus III Diponegoro Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Waktu penelitian akan dimulai bulan Mei 2010 sampai dengan selesai
3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
a. Populasi 1
1
11 U sm an R ianse, M etodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi: Teori dan Aplikasi, A lfateba,
9 Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian12. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh guru di Gugus III Diponegoro sebanyak 56 orang,
b. Sampel Sampel merupakan bagian atau wakil populasi yang diteliti13.
Karena jumlah populasi kurang dari 100, maka sampel penelitian ini semua populasi, yaitu sebanyak 56 orang guru14.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner (daftar pertanyaan). Metode kuesioner dipakai untuk mendapatkan data variabel hasil profesionalisme guru dan intensitas belajar siswa. Kuesioner dibagikan kepada responden.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner mengenai profesionalisme guru dan intensitas belajar berdasarkan indikator- indikator masing-masing variabel tersebut.
6. Analisis Data
Dalam mengolah data, penulis menggunakan analisa data kualitatif
12 Suharsim i A rikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, R ineka Cipta, Jakarta, 2 0 0 3 , h im . 130
13 Ibid, him . 131
10
( Z x V L r ) xr-
I N
r*y =
m
17 V d i f i i I * 2 -
I 1 "- N N
Lv Keterangan: rxy : koefisien korelasi antara x dan y x : skor variabel x (profesionalisme guru) y : skor variabel y (intensitas belajar) N : Jumlah responden X : hasil kuadrat variabel x Y : Hasil kuadrat variabel Y
XY : Produk dari X kali Y Z : Sigma (jumlah)
I. Sistematika Skripsi
Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, halaman persetujuan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.
Sedangkan bagian inti terdiri dari: B abi Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka, berisi tentang landasan teori mengenai profesionalisme guru, definisi belajar dan faktor yang mempengaruhi belajar.
11 Bab III Hasil Penelitian, berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dan subjek penelitian serta penyajian data
Bab IV Analisis Data, berisi tentang analisis deskriptif, pengajuan hipotesis dan pembahasan. BabV Penutup, berisi kesimpulan dan saran, daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB n
KAJIAN PUSTAKA
A. Profesionalisme Guru
Secara etimologi, “profesi” berasal dan bahasa Yunani yang mengandung anti “pekeijaan job”1, yaitu menghabiskan adanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan Namun arti itu kemudian berkembang tidak hanya sekedar pekerjaan atau job, tetapi di dalamnya terpaku juga suatu “panggilan” atau suatu “ailing”, suatu strong inner impulse.
Menurut bahasa, profesionalisme adalah sikap yang mengedepankan aspek tanggung jawab terhadap profesinya atau berperan sebagaimana jabatan yang diembannya1
2. Profesionalisme merupakan sesuatu yang berkenaan dengan profesi, dimana seseorang dengan profesinya tersebut memiliki kemampuan untuk melaksanakan sesuai dengan norma-norma atas profesi yang dijabatnya3.
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan keija tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut untuk dengan semangat pengabdian
1 S yaifu l S agala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung, A lfab eta, 2 0 0 9 , him . 2 2 W JS Poerwadarm into, Jakarta, Balai Pustaka, 1998. him.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 7 8 2
13 selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan4.
Sedangkan beberapa ciri dari profesionalisme diantaranya adalah5;
1. Menghendaki sitat mengejar kesempurnaan hasil [perfect result), sehingga kita dituntut untuk selalu menciptakan mutu
2. Memerlukan kesungguhan dan. ketelitian keija yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan
3. Menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai
4. Memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan Iman seperti harta dan kenikmatan hidup
5. Memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan sehingga teijaga efektivitas keija yang tinggi.
Profesionalisme berarti juga bahwa6:
1. Secara terus menerus berkiprah di bidangnya
2. Secara terus menerus meningkatkan daya kreativitas melalui pengalaman
3. Secara terus menerus berkarya bagi pengembangan usaha pada lembaga tempatnya mengabdi.
Dan uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa profesi dan profesionalisme mempunyai makna yang hampir sama. Profesi berkaitan erat dengan pengertian suatu pekeijaan saja yang dilakukan sehari-hari secara rutin. Sedangkan profesionalisme penekanannya adalah adanya suatu
4 Fandy T jiptono, Total Q uality Management, Jakarta, R ineka Cipta, 2 0 0 6 , him . 19 5 him . 23
Ibid,
14 keinginan untuk lebih dilandasi oleh suatu keahlian serta panggilan dan hasil nuraninya untuk menjalankan tugas dengan benar.
Begitupun juga dengan profesi seorang guru. Sebagai jabatan profesional, maka sudah selayaknya jika seorang guru juga harus memiliki kriteria-kriteria yang mencerminkan profesionalisme. Implikasi yang diharapkan dan profesionalisme ini lebih tercapainya tujuan atau sasaran pembelajaran untuk menciptakan output pendidikan yang berkualitas, punya kompetensi yang tinggi, berakhlak mulia serta punya kepribadian yang mantap.
Guru yang profesional adalah guru yang menguasai substansi pekerjaannya secara profesional, yakni7
1. Mampu menguasai substansi mata pelajaran secara sistematis, khususnya materi pelajaran yang secara khusus diajarkannya, disamping itu Ia juga dituntut untuk berupaya mengikuti perkembangan materi pelajaran tersebut dan waktu ke waktu.
2. Memahami dan dapat menerapkan psikologi perkembangan, sehingga seorang gum dapat memilih materi pelajaran berdasarkan tingkat kesukaran sesuai dengan masa perkembangan peserta didik yang diajarnya.
3. Memiliki kemampuan mengembangkan program-program pendidikan yang secara khusus disusun sesuai dengan masa perkembangan peserta didik yang akan diajarnya.
15 Menurut Moh. Uzer Usman, guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugs dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal8. Guru yang profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Terdidik dan terlatih bukan hanya dalam arti memperoleh pendidikan formal, tetapi juga harus mampu menguasai berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan. Landasan- landasan kependidikan tersebut merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pendidik. Kompetensi ini terbagi menjadi kompetensi pribadi (personal) dan kompetensi profesional.
Lebih jelas lagi sebagaimana yang dikatakan oleh Usman, guru profesional adalah guru yang tahu secara mendalam tentang siapa yang diajarkannya, cakap, cara mengajarkannya secara efektif dan efisien, dan guru tersebut mempunyai kepribadian yang mantap. Jadi, tiga ranah apliksi profesionalisme seorang guru yang meliputi pengetahuan CKnowledge), ketrampilan (skill) serta sikap mental (attitude) harus mampu tercover dalam diri seorang guru9.
Dalam konteks penelitian ini akan difokuskan pada kompetensi profesional dan seorang guru yang meliputi10:
1. Menguasai landasan pendidikan
8 Prof.D r. Sudarwan D anim , Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalism e Tenaga Kependidikan,
Pustaka S etia, B andung, 2 0 0 2 , him . 23
9 Ibid, him . 24
16
2. Menguasai bahan pengajaran
3. Menyusun program pengajaran
4. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
5. Memiliki rasa tanggung jawab akan tugasnya sebagai seorang guru Kemampuan profesional guru {professional capacity) terdiri dari kemampuan intelegensi, sikap, dan prestasinya dalam bekeija. Dalam berbagai penelitian, kemampuan profesional guru sering ditunjukkan dengan tinggi rendahnya hasil pengukuran kemampuan menguasai materi pelajaran yang diajarkan11. Secara sederhana, kemampuan profesional ini bisa ditunjukkan dengan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan termasuk upaya untuk selalu memperkaya dan meremajakan pengetahuan tersebut. Salah satu upayanya, dapat melalui kegiatan dalam Kelompok Kerja Guru (KKG).
Secara sederhana peningkatan kemampuan professional guru bisa diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi. Kematangan, kemampuan mengelola sendiri, pemenuhan kualifikasi, merupakan ciriciri profesionalisme. Oleh karena itu, pengingkatan kemampuan professional guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional.
11
17 Konsisten dengan penjelasan di atas, ada dua prinsip mendasar berkenaan dengan aktivitas peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar. Pertama, peningkatan kemampuan propesional guru itu merupakan upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional, jadi peningkatan kemampuan professional guru itu merupakan bantuan professional. Di satu sisi, bantuan professional berarti sekedar bantuan, sehingga yang seharusnya lebih berperan aktif dalam upaya pembinaan adalah guru itu sendiri, artinya guru itu sendiri yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Demikian pula dalam hal bantuan yang diperlukan tergantung pada permintaan pegawai itu sendiri. Walaupun sekedar bantuan, yang berwenang harus melaksanakan bantuan atau pembinaan tersebut secara professional. Itulah yang disebut dengan bantuan profesional. Di sisi lain bantuan profesional berarti tujuan akhirnya adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai.
Kedua, Peningkatan kemampuan profesional guru tidak benar bilamana hanya diarahkan kepada pembinaan kemampuan pegawai. Prinsip dasar kedua tersebut didasarkan pada prinsip pertama di atas bahwa tujuan akhir pembinaan pegawai adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai. Menurut Glickman dalam Usman (2000), guru yang profesional memiliki dua ciri, yaitu tingkat abstraksi (kemampuan) yang tinggi dan tingkat komitmen yang tinggi. Oleh karena itu pembinaan pegawai di sekolah
18 dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya.
Sepintas sebenarnya dapat ditetapkan bahwa peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar dapat dikelompokan menjadi dua macam pembinaan. Pertama, pembinaan kemampuan pegawai sekolah dasar melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi, dan tugas belajar. Kedua, Pembinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan kesejahteraannya. Peningkatan kemampuan profesional guru dibahas di dalam hal ini, sedangkan pembinaan komitmen atau motivasi, atau moral keija guru dibahas di dalam bab lain, namun agar pelaksanaannya dapat efektif dan efesien, program peningkatan mutu kemampuan profesional guru di sekolah dasar sebaiknya melalui langkah-langkah yang sistematis yakni sebagai berikut12: (1) mengidentifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkah dimiliki atau dialami guru kelas, dan guru mata pelajaran, (2) menetapkan program peningkatan kemampuan profesional guru yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan, kesulitan dan masalah-masalah yang seringkah dimiliki atau dialami guru kelas dan guru mata pelajaran, (3) merumuskan tujuan program peningkatan kemampuan profesional guru yang diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan. Rumusan harus operasional sehingga pencapaianya dapat dengan mudah diukur pada akhir pelaksanaan program, (4) menetapkan serta merancang materi dan media yang akan digunakan dalam peningkatan
19 kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (5) menetapkan serta merancang materi dan media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (6) menetapkan bentuk dan pengembangan instrument penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (7) menyusun dan mengalokasikan anggaran program peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (8) melaksanakan program peningkatan kemampuan profesional guru dengan materi, metode, dan media yang telah ditetapkan dan dirancang, (9) mengukur keberhasilan program peningkatan kemampuan profesional guru, dan (10) menetapkan program tindak lanjut peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran.
Sementara ini, seringkah pembinaan pegawai sekolah dasar, khususnya kepala dan guru sekolah dasar, dilakukan melalui penataran.
Mereka seringkah terpaksa harus meninggalkan sekolah untuk mengikuti penataran yang diadakan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kantor Departemen Kotamadya/Kabupaten (Sekarang menjadi Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten). Padahal sebenarnya banyak sekali teknik yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan mereka. Beberapa teknik yang dimaksud diantaranya berupa bimbingan, latihan, kursus, pendidikan formal, promosi, rotasi, jabatan, konferensi, rapat keija, penataran, loka karya, seminar, diskusi dan studi khusus. Walaupun banyak sekali teknik yang dapat digunakan
2 0
dalam mengembangkan kemampuan pegawai sekolah dasar penggunaannya harus dipertimbangkan sebaik-baiknya. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih teknik pengembangan peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar yaitu: (1) guru yang akan dikembangkan, (2) kemampuan guru yang akan dikembangkan, dan (3) kondisi lembaga, seperti dana, fasilitas dan orang yang bisa dilibatkan sebagai pelaksana.
B. Definisi Intensitas Belajar
Pada hakekatnya belajar adalah hasil dari proses interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar. Belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti mengalami, mengeijakan, memahami, dan sebagainya. Sehingga berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang di alami siswa. Maka pemahaman yang benar mengenai belajar mutlak diperlukan oleh pendidik.
Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi dalam lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. Perubahan bersifat relatif konstan dan berbekas13. Menurut Oemar Hamalik, "Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman”14.
13 B ud in in gsih ,
B elajar dan M engajar, Jakarta, Graha Ilm u, 2 0 0 2 , h im . 7.
21 Menurut Slameto, “Belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”15. Sedangkan menurut A. Suhaenah Supamo (dalam Slameto, 1998: 2), ’’Belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya- upaya yang dilakukannya”16.
Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Menurut Rogers dalam Dalyono belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar tersebut17. Suradi dalam Sardinian juga menyatakan bahwa salah satu ciri teijadinya proses belajar adalah ditandai dengan adanya aktivitas siswa18. Jadi suatu siswa dikatakan telah mengalami belajar jika siswa tersebut ikut terlibat secara langsung atau mengalami sendiri proses pembelajaran sehingga dalam diri siswa tersebut teijadi perubahan baik dalam hal penambahan pengetahuan, keterampilan maupun teijadi perubahan tingkah laku ataupun sikap.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan
15 Slam eto, B elajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta, R ineka Cipta, 1 9 98, h im . 18.
16 Ibid, him . 2.
17 D alyon o, Pendekatan dalam Pembelajaran, Bandung, B in a Insani, 1 9 97, h im . 54.
2 2
lingkungan yang relatif menetap. Islam mengajarkan agar menuntut ilmu (belajar) karena Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu.
Firman Allah dalam surat Al Mujadilah ayat 11: Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat,
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan19.Aktivitas siswa dalam belajar tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim teijadi dalam pembelajaran pada umumnya.
Aktivitas tersebut hendaknya mencakup aktivitas yang bersifat fisik atau jasmani maupun mental atau rohani. Diedrich dalam menyatakan ada 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut1 9 20:
1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekeijaan orang lain.
2. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
19 D ep ag RI, Jakarta, D ep ag RI, 2 0 0 5 , him . 3 7 2
A l Qur'an dan terjemahnya,
2 3
3. Listening activities, sebagai contoh adalah mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, interupsi.
4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain, berkebun, bertemak.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, gembira, bersemangat, berani, tenang, gugup.
Keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar dengan berbagai aktivitas seperti diuraikan diatas, akan menciptakan suasana belajar yang tidak membosankan dan kegiatan belajar mengajar akan beijalan maksimal.
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan kegiatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa . Tujuan belajar sangat penting dalam sistem pembelajaran, karena semua komponen yang ada dalam sistem pembelajaran dilaksanakan atas dasar pencapaian tujuan belajar. Jadi tujuan
24 belajar adalah suatu komponen sistem pembelajaran yang menunjukkan hasil belajar siswa tercipta setelah melakukan kegiatan belajar.
Tujuan belajar secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Tujuan instruksional (instructional effects), biasanya berbentuk ketrampilan dan pengetahuan; 2) Tujuan pengiring (nurturant
effects), merupakan hasil sampingan belajar, misalnya kemampuan berpikir
kritis, kreatif dan sikap terbuka.Belajar merupakan suatu proses dimana siswa dengan kemampuan awal yang dimilikinya, akan mengikuti kegiatan belajar mengajar sehingga didapatkan kemampuan akhir yang lebih baik atau tercapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal diperlukan komponen-komponen PBM yang berupa sarana dan prasarana, guru, kurikulum dan lingkungan yang memadai dan mendukung. Sedangkan untuk mengukur keberhasilan sebuah proses belajar mengajar diperlukan program evaluasi yang terstruktur dan terencana.
Rianto menggambarkan bagan sistem pengajaran sebagai berikut:22 22 Bambang Rianto, Psikologi Pengajaran, Bandung, Alfabeta, 2004, him. 16.
25 Setiap kegiatan belajar menghasilkan suatu perubahan yang khas
yaitu hasil belajar. Hasil belajar adalah tingkat pencapaian siswa terhadap tujuan yang telah ditetapkan disetiap mata pelajaran dalam waktu tertentu23.
Keberhasilan seseorang dalam mempelajari sesuatu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Slameto faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu24.
1. Faktor intern
a. Kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.
b. Inteligensi dan bakat Inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Inteleginsi besar pengaruhnya 23 Suharsimi A rikunto, D isiplin dalam Pembelajaran, Jakarta, R ineka Cipta, 2 0 0 2 , him .
37.
24 S lam eto, h im . 84.
2 6
terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingakat inteleginsi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat inteleginsi yang rendah. Bakat merupakan kemampuan untuk belajar. Seperti juga inteleginsi, bakat juga mempengaruhi belajar, jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya maka hasil belajarnya juga akan lebih baik.
c. Minat dan motivasi Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Bahan pelajaran yang menarik minat belajar siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.
Motivasi adalah penggerak atau dorongan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Menurut Nasution motivasi dapat berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) maupun dari luar (motivasi ekstrinsik)25. Motivasi bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar. Oleh karena itu guru diharapkan mengetahui kapan siswa perlu dimotivasi dan bentuk 25 S. Nasution, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta, Kanisius, 1996, him. 14.
2 8
Keadaan sekolah tempat belajar turut berpengaruh pada tingkat keberhasilan belajar. Kondisi sekolah, metode mengajar guru, kurikulum, tata tertib sekolah, serta hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa akan mempengaruhi motivasi belajar siswa sehingga hasil belajarpun terpengaruh,
c. Masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat yang berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentu kehidupan masyarakat
Intensitas ialah kesungguhan untuk mendapatkan efek yang maksimal27. Dengan demikian intensitas belajar adalah bahwa kesungguhan seseorang berkaitan dengan perubahan tingkah laku sebagai akibat bertambahnya pengetahuan dan keterampilan serta sikap pada diri seseorang.
Faktor intensitas belajar diantaranya adalah28:
a. Kegiatan belajar yang dilakukan