Memahami Konsepsi Psikolinguistik - Repository Unja

  `

MEMAHAMI KONSEPSI PSIKOLINGUISTIK

BAB I PENDAHULUAN

  1.1. Tujuan Pembelajaran

  Setelah membaca bab ini, diharapkan Saudara dapat: 1) menjelaskan batasan psikologi bahasa dan psikolinguistik; 2) perbedaan psikologi bahasa dan menjelaskan psikolinguistik;

  3) menyebutkan ciri-ciri psikolinguistik; 4) menyebutkan lingkup kajian psikolinguistik; dan 5) menjelaskan kedudukan psikolinguistik dalam disiplin keilmuan linguistik.

  1.2. Bahasan Isi

  Bagian ini membahas empat hal yang berkaitan dengan psikolinguistik, yakni (1) batasan psikologi bahasa dan psikolinguistik, (2) ciri-ciri psikolinguistik, (3) lingkup kajian psikolinguistik, dan (4) kedudukan psikolinguistik.

1.2.1. Istilah Psikologi Bahasa dan Psikolinguistik

  Apakah psikologi bahasa itu? Apa hubungannya dengan psikolinguistik? Kedua istilah itu bisa disamakan bisa dibedakan, bergantung kepada sudut pandangnya. Ada yang beranggapan bahwa psikologi bahasa lebih besar mengacu kepada bidang kajian psikologi daripada ilmu bahasa (linguistik), sedangkan psikolinguistik lebih besar mengacu kepada bidang kajian linguistik daripada ilmu jiwa (psikologi). Anggapan tersebut ada juga benarnya. Orang yang banyak berkecimpung dalam bidang psikologi lebih senang menggunakan istilah psikologi bahasa (the

  

psychology of language ). Sebaliknya, orang yang berkecimpung

  dalam bidang linguistik lebih senang menggunakan istilah psikolinguistik (psycholinguistics).

  Dalam tulisan ini istilah psikologi bahasa dan psikolinguistik disikapi sebagai sebuah sinonim. Kedua-duanya merupakan kajian bahasa secara eksternal, yakni mengkaji bahasa dari segi psikologi. Dengan kata lain, psikologi bahasa atau psikolinguistik merupakan kajian bahasa yang melibatkan dua sisiplin ilmu, yakni psikologi dan linguistik. Kajian linguistik antardisiplin ini, selain merumuskan kaidah-kaidah teoretis antardisiplin, juga bersifat terapan, yakni hasilnya digunakan untuk memecahkan dan mengatasi masalah-masalah di dalam kehidupan praktis kemasarakatan.

  Istilah psikologi, yang disebut psychologia (bahasa Latin) atau ‗jiwa‘ + logos = ‗kajian, ilmu‘. Secara harfiah, psikologi itu diartikan ilmu jiwa. Istilah ini mulai dipakai pada tahun 1530 oleh seorang Jerman yang bernama Philipp Melanchton dalam ceramah akademisnya mengenai jiwa, untuk membedakannya dari

  

pneumatologi , yakni kajian jiwa manusia yang berkaitan dengan

  malaikat, roh jahat, dan Tuhan. Psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku manusia dan proses- proses yang berkaitan dengan perilaku tersebut, baik perilaku individual maupun perilaku sosial (Sukadji, 1986:1.3).

  Berikut ini disajikan beberapa definisi psikolinguistik dari para pakar sebagai bahan pemahaman.

  “Psycholinguistics investigates the interrelation of language and mind in processing and producing utterances and in language acquisition”(Hartley, 1982:16)

  [Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak dalam memroses dan menghasilkan ujaran dan pemerolehan bahasa].

  

Psycholinguistics deals directly with the processes of encoding and

decoding as they relate states of message to states of

communicators” (Osgood & Sebeok, dalam Stern, 1983:296)

  [Psikolinguistik secara langsung berhubungan dengan proses penyandian dan pemahaman sandi seperti pesan yang disampaikan oleh para pelibat komunikasi]. ―Psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisan atau sendiri- sendiri‖ (Lado, 1976:220) ―Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana pemakai suatu bahasa membangun dan memahami kalimat- kalimat bahasa tersebut‖ (Emmon Bach, 1964:64).

  

Psycholinguistics is the study of language acquisition and

linguistic behavior, as well as the psychological mechanisms

responsible for them”(Langacker, 1973:6)

  Psikolinguistik adalah telaah pemerolehan bahasa dan perilaku linguistik, terutama mekanisme psikologis yang bertanggung jawab atas kedua aspek itu.

  

Psycholinguistics is concerned in the broadest sense with realtions

between messages and the characteristics of the human individuals

who select and interpret them” (Diebold, dalam Slama,

1973:39).

  [Psikolinguistik dalam pengertian luas membicarakan hubungan antara pesan dan watak kemandirian manusia yang menyeleksi dan manfsirkan pesan itu].

  

Psychoinguistics is the study of relations between our needs for

expression and communication and the means offered to us by a

langu age learned in one’s childhood and later” (Paul Fraisse,

dalam Slama, 1973:39).

  [Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan kita untuk berekpresi dan berkomunikasi dan yang dipelajari sejak kecil dan tahap selanjutnya]. Psikolinguistik adalah telaah mengenai perkembangan bahasa anak; suatu pengenalan teori linguistik ke dalam masalah psikologis (Palmatier, 1972:140). Psikolinguistik adalah telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi (analisis) bahasa (Lyons, 1968:160). Psikolinguistik merupakan suatu ilmu yang mencoba menguraikan proses psikologis yang terjadi apabila seseorang mengucapkan kalimat-kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana cara pemerolehannya oleh manusia (Simanjuntak, 1987:1).

  Berdasarkan batasan di atas dapat disebutkan beberapa ciri psikolinguistik. Psikolinguistik adalah ilmu antardisiplin antara psikologi dan linguistik, yang memiliki ciri-ciri, antara lain:

  a) membahas hubungan bahasa dengan otak; b) berhubungan langsung dengan proses penyandian

  (encoding) dan pemahaman sandi (decoding);

  c) sebagai suatu pendekatan; d) menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa, dan peru-bahan bahasa;

  e) membahas proses yang terjadi pada pembicara dan pendengar di dalam kaitannya dengan bahasa;

  f) menitikberatkan pembahasan mengenai pemerolehan bahasa dan perilaku linguistik;

  g) merupakan hubungan kebutuhan berekspresi dan h) berhubungan dengan perkembangan bahasa anak; dan i) berkaitan dengan proses psikologis dalam membangun atau memahami kalimat.

1.2 Lingkup Psikolinguistik

  Objek psikolinguistik adalah bahasa, gejala jiwa, dan

  

hubungan di antara keduanya . Bahasa yang berproses dalam jiwa

  manusia yang tercermin dalam gejala jiwa. Bahasa dilihat dari aspek psikologis, yakni proses bahasa yang terjadi pada otak (mind), baik pada otak pembicara maupun otak pendengar.

  Aspek-aspek yang penting dalam garapan psikolinguistik, antara lain: (1) kompetensi (proses bahasa dalam komunikasi dan pikiran) (2) akuisisi (pemerolehan bahasa) (3) performansi (pola tingkah laku berbahasa) (4) asosiasi verbal dan persoalan makna

  (5) proses bahasa pada orang abnormal (6) persepsi ujaran dan kognisi (7) pembelajaran bahasa

1.3 Kedudukan Psikolinguistik

  Spolsky (1978:5) menggambarkan kedudukan psikolinguistik sebagai berikut.

  

Bagan 1: Kedudukan Psikolinguistik

  Teori Bahasa Teori Belajar Linguistik Umum Teori Belajar Bahasa

  Psikolinguistik Deskripsi Bahasa Teori Pengajaran Bahasa

  Sosiolinguistik Pembelajaran Bahasa Kedua

  Linguistik Edukasional

1.3. Latihan

  Untuk mengukur tingkat pemahaman Saudara mengenai pokok bahasan ini, jawablah pertanyaan sebagai berikut. 1)

  Jelaskan persamaan dan perbedaan psikologi bahasa dan psikolinguistik! 2)

  Sebutkan ciri-ciri psikolinguistik sebagai sebuah keilmuan! 3)

  Menurut pendapat saudara, apakah psikolinguistik itu? 4)

  Sebutkan apa saja ruang lingkup kajian psikolinguistik! 5)

  Jelaskan kedudukan psikolinguistik dalam keilmuan linguistik!

BAB II SEKILAS PERKEMBANGAN PSIKOLINGUISTIK

  2.1. Tujuan Pembelajaran

  Setelah membaca bab ini, diharapkan Saudara dapat: 1) menjelaskan perkembangan psikolinguistik di dunia; 2) menjelaskan perkembangan psikolinguistik di Indonesia.

  2.2. Bahasan Isi

  Ada dua hal yang disajikan dalam bagian ini, yakni (1) perkembangan psikolinguistik dunia dan (2) perkembangan psiko- linguistik di Indonesia.

2.2.1. Perkembangan Psikolinguistik Dunia

  Berkaitan dengan perkembangan psikolinguistik dunia, terdapat tujuh hal yang menjadi tonggaknya. Ketujuh hal tersebut adalah sebagai berikut.

  a. Psikolinguistik dimunculkan tahun 1950 oleh George Miller & Charles Osgood.

  b. Tahun 1951 ada Seminar Psikolinguistik di Universitas Cornell dengan sponsor The Social Science Research Council (SSRC): Pakar psikologi: Pakar Linguistik:

1) John Caroll 1) Joseph Greensberg

  2) Charles Osgood 2) Floyd Lounsbury 3) Thomas A. Sebeok c. John Carroll, dkk. (1953) mengadakan Seminar Psikolinguistik di Universitas Indiana

  d. Terbit Psycholinguistics: A Survey of Theory and Research Problems (Osgood & Sebeok, 1954)

  e. Sosialisasi bidang psikolinguistik dengan format yang sama terdapat pada 1) International Journal of American Linguistics

  2) The Journal of Abnormal and Social Psychology

  f. Usaha itu diperluas oleh Southwest Project in Comparative Psycholinguistics dengan mengadakan konferensi di berbagai tempat, yakni:

  ―Kedwibahasaan‖ di Universitas Columbia, 10-111 Mei 1954 2)

  ―Isi Psikolinguistik‖ di Universitas Illinois, 9-10 Pebruari 1955 3)

  ―Proses Asosiasi dlm Prilaku verbal‖ di Universitas Minnesota, 25-26 April 1955

  4) ―Dimensi Makna Analisis dan Pendekatan Eksperimental‖ di

  Universitas Yale, 17-18 Mei 1956 5)

  ―Gaya bahasa‖ di Universitas Indiana, 17-19 April 1958 6)

  ―Apasia‖ di Universitas Boston, 16 Juni-25 Juli 1965 7)

  ―Kesejagatan Bahasa‖ di Gold House, Dobbs Ferry, 13-15 April 1961. 8)

  The Annual Symposium of the Association Francaise de Psychologie di Neuchatel, 1962

  g. Terbit buku-buku ihwal psikolinguistik, antara lain: 1) Trends in Content Analysis (I de Sole Pool (Ed.), 1959) 2) Style in Language (Sebeok (Ed.), 1960, 1964) 3) Approaches to the Study of Aphasia (Osgood & Murray S. Miron,

  1963)

  4) Universals of Language (Greensberg, 1963) 5) Psycholinguistics: A Book of Readings (Sol Saporta (Ed.), 1961) 6) Psycholinguistics: A Survey of Theory and Research Problems

  (Osgood & Sebeok (Ed.), 1965) 7) A Survey of Psycholinguistics Research 1954-1964 (Diebold &

  Miller, 1965) 8) Language & Language Acquisition (Lowenthal, Vandamme,

  Cordier, 1967) 9) Papers on Language Acquisition, Language Learning and

   Language Teaching, (Henning Wode (Ed.), 1983)

  10) Psycholinguistics: An Introduction to The Psychology of

   Language (Foss Donald & David T.hakes (1978)

  11) Handbook of Applied Psycholinguistics: Major Thrusts of

   Research and Theory (Rosenberg Sheldon (Ed.), 1982)

  12) Psycholinguistics (Michael Garman, 1990)

2.2.2. Perkembangan Psikolingusitik di Indonesia

  Perkembangan linguistik di Indonesia ditandai dengan terbitnya buku-buku psikolinguistik seperti: Psikolinguistik (H.G.Tarigan, 1985)

  • Psikolinguistik Moden (Mangantar Simanjuntak, 1987)
  • Aspek-aspek Psikolinguistik (Mansur Pateda, 1990)
  • Psikolinguistik (Sri Subyakto-Nababan, 1992)
  • Psikolinguistik (Soenjono Dardjowidjojo, 2002)
  • >Psikolinguistik (Abdul Chaer, 2003)

2.3. Latihan

  Jawablah pertanyaan berikut ini! 1)

  Siapa yang dianggap pelopor kemunculan psiolinguistik? 2)

  Keilmuan apa saja yang mendasari kemunculan psikolinguistik? 3)

  Kegiatan apa yang menjadi tonggak munculnya psikolinguistik? 4)

  Jelaskan konsep awal psikolinguistik! 5)

  Bagaimana perkembangan psikolinguistik di Indonesia?

BAB III TATA BAHASA TRANSFORMASI SEBAGAI DASAR KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

  3.1. Tujuan Pembelajaran

  Setelah membaca bab ini, diharapkan Saudara dapat: 1) menjelaskan batasan tatabahasa; 2) menjelaskan kompetensi dan performansi; 3) menjelaskan kreativitas bahasa; 4) menjelaskan komponen tatabahasa; 5) menjelaskan tatabahasa transformasi sebagai dasar kajian psikolinguistik.

  3.2. Bahasan Isi

  Dalam bagian ini dikemukakan lima hal yang berkaitan dengan tata bahasa transformasi sebagai dasar kajian psikolinguistik, yakni (1) batasan tatabahasa, (2) kompetensi dan performansi, (3) kreativitas bahasa, (4) komponen tatabahasa, dan (5) tatabahasa transformasi sebagai dasar kajian psikolinguistik.

3.2.1. Batasan Tatabahasa

  Tata bahasa adalah teori suatu bahasa. Unsur utama tata bahasa adalah kalimat. Kalimat yang dihasilkan harus diterima oleh pemakai bahasa (external conditions of adequacy). Tata bahasa harus general (condition of generality)

  3.2.2. Kompetensi dan Performansi

  Kompetensi (competence) merupakan pengetahuan yang dipunyai oleh pemakai bahasa tentang bahasanya. Performansi (performance) pemakaian bahasa dalam keadaan yang nyata atau sebenarnya.

  3.2.3. Kreativitas bahasa

  Kreativitas bahasa (language creativity) atau produktivitas bahasa (language productivity) merupakan ciri keuniversalan bahasa. Kreativitas bahasa memiliki empat aspek, yakni:

  (a) ketakterbatasan ekspresi lunguistik, (b) relatif bebas dari pengawasan stimulus, (c) keserasian ujaran dengan keadaan, dan (d) kesanggupan mencipta leksikon baru (Cairns & Cairns, 1976:8).

  3.2.4. Komponen Tata bahasa

  Tata bahasa (grammar) merupakan seperangkat maujud yang dikuasai oleh kaidah bersusun (ordered rules) atau kaidah modifikasi (modification of rules). Tata bahasa berkaitan dengan tiga komponen: fonologis, sintaktis, dan semantis.

  Komponen sintaktis (syntactic component) adalah sentral. Di dalamnya berisi kaidah (rules) dan leksikon (lexicon) serta relasinya, yang menurunkan adegan batin (deep structure) menjadi adegan lahir (surface structure). Adegan batin dan adegan lahir dihubungkan melalui kaidah transformasi (transformational rules).

  Komponen semantis (semantic component) diasosiasikan secara mendasar pada adegan batin, yang menghasilkan representasi semantis (semantic representation).

  Komponen fonologis (phonological component) diasosiasikan secara mendasar pada adegan lahir, yang menghasilkan representasi fonetis (phonetic representation). Bagannya sebagai berikut.

  Bagan 1: KETATABAHASAAN Syntax:

  1. Rules

  2. Lexicon rules STRUCTURES rules SURFACE Phonological SEMANTIC STRUCTURES rules INTERPRETATIONS

  PHONETIC REPRESENTATIONS

3.2.4.1. Komponen Sintaktis

  Sintaksis adalah telaah mengenai prinsip dan proses yang digunakan untuk membangun kalimat dalam bahasa tertentU (Chomsky, 1957:11); komponen tata bahasa transformasi, yang menurunkan abstraksi yang mendasari penanda frasa melalui Kaidah Struktur Frasa (KSF) dan penanda frasa turunan melalui Kaidah Transformasi; dan 3) Sistem dasar yang menurunkan struktur, dan merupakan sistem transformasi yang memetakan struktur batin menjadi struktur lahir (Palmatier, 1972:117).

  Kaidah struktur frasa (KSF) adalah suatu formula instruksi, baik yang bebas konteks maupun terikat konteks, obligatori maupun opsional, disengaja maupun tidak (Chomsky, 1957:29, 33). Berikut ini kaidah struktur frasa.

  F = 1. kalimat FN + FV

  2. FV Verba + Nomina

  3. FN Det + Nomina 4. Det satu, sebuah, itu, ....

  5. N orang, bola, ....

  6. V membawa, membaca, ....

  7. Mod akan, sedang, sudah, dapat, harus, ....

a. Kalimat Inti

  Kaidah struktur frasa berada dalam kalimat inti. Ciri utama kalimat inti berupa kalimat (a) sederhana, (b) aktif, (c) afirmatif, dan (4) deklaratif, yang dapat disingkat Ki SAAD. Contoh: Saya membeli buku.

b. Kalimat Transformasi

  Transformasi ialah proses pembentukan unsur bahasa dari struktur dasar ke struktur turunan. Setiap kalimat yang bukan kalimat inti, disebut kalimat transformasi. Ada lima kaidah transformasi, yakni;

  (1) Transformasi tunggal:

  • Penambahan keterangan waktu, tempat, cara, modalitas
  • Penambahan ingkar, tanya, optatif, suasana, aspek, seruan, kelanjutan
  • Pengurangan: perintah, pelesapan umum
  • Penmggantian: pronomina, penanya, pemendekan (2) Transformasi sematan: klausa relatif, pelengkap (FN, FV,

  FA, Fnu, FP) alternatif, sandingan, dubiatif, eksesif, eksklusif, hasilan, jelasan, konsesi, kontras, korelatif, lanjutan, lebihan, misalan, mulaian, optatif, sebaban, serempakan, simpulan, sudahan, syaratan, tak serasian, tegasan, tujuan, usahan, waktu;

  (4) Transformasi fokus: subjek, objek, kalimat Tanya; (5) Transformasi khusus: predikat, takrif, nominalisasi (bahwa, yang), gerundif, -nya, dan ada yang.

3.2.4.2. Komponen Fonologis

  Komponen fonologis meliputi (1) jenis fonetik: artikulatoris, akustis, dan auditoris; (2) produksi bunyi bahasa (proses aliran udara, fonasi, artikulasi, dan oro-nasal), (3) fonem segmental (vokal, konsonan, dan semi-vokal) dan fonem suprasegmental (prosodi), (4) fonotaktik (distribusi, deretan foenm, penyukuan). Berikut ini vokal dan konsonan dalam bahasa Sunda.

  Vokal:

  i eu u E e o a

  Konsonan:

  Konsonan bila- labio- den alveo- pal vel glo lari- bial dental tal 1) hambat: (tbs) p t c k ?

  (bs) b d j g 2) frikatif (tbs) f s sy x h (bs) v z kh 3) trill (bs) r 4) lateral (bs) l 5) nasal (bs) m n ny ng 6) semivokal (bs) w y

  Unsur prosodi: intonasi (jangka, tekanan, jeda, irama)

3.2.4.3. Komponen Semantis

  Komponen semantis berkaitan dengan makna dan ciri-ciri semantis. Struktur batin suatu kalimat memuat informasi yang diperlukan untuk menafsirkannya secara semantik (Fodor & Katz, 1964; Katz & postal, 1964).

  Ciri-ciri semantis atau fitur semantis (semantic feature) berkaitan dengan analisis makna suatu butir leksikal. Misalnya: (1) nomina: bernyawa (insan, flora, fauna)-- tak bernyawa, konkret -- abstrak, terbilang -- tak terbilang, kolektif -- bukan kolektif

  (2) verba: aksi, proses, keadaan (3) adjektiva: watak, bentuk, ukuran, waktu & usia, warna, kuasa tenaga, kesan indera.

  (4) numeralia: jumlah, urutan, tingkat. (5) tugas: -- ingkar, kuantitas, pembatas, penanda

  • aspektualitas, modalitas
  • kualitas (positif, intensif, elatif, eksesif, atenuatif, augmentatif; ekuatif, komparatif, dan superla
  • aditif, alterantif, kontrastif, waktu, pengandaian,

3.3. Latihan

  Jelaskan pertanyaan berikut ini! 1)

  Bagaimana menurut pendapatmu tentang tata bahasa! 2)

  Apakah persamaan dan perbedaan kompetensi dan performansi! 3)

  Apakah yang disebut keuniversalan bahasa? 4)

  Sebutkan komponen tata bahasa transformasi! Sebutkan hubungan di antara komponen-komponen itu! 5)

  Apakah yang disebut fitur semantis itu?

BAB III PEMEROLEHAN BAHASA

  3.1. Tujuan Pembelajaran

  Setelah membaca bab ini, diharapkan Saudara dapat: 1) menjelaskan batasan psikologi bahasa dan psikolinguistik; 2) menjelaskan perbedaan psikologi bahasa dan psiko- linguistik;

  3) menyebutkan ciri-ciri psikolinguistik; 4) menyebutkan lingkup kajian psikolinguistik; dan 5) menjelaskan kedudukan psikolinguistik dalam disiplin keilmuan linguistik.

  3.2. Bahasan Isi

3.2.1. Batasan Pemerolehan Bahasa

  Setakat ini para psikolinguis lebih suka memakai istilah pemerolehan bahasa (language acquisition) daripada pembelajaran bahasa (language learning). Istilah pemerolehan bahasa dirasakan lebih tepat dan sederhana (Lyons, 1981:252). Hal ini sesuai dengan penafsiran bahwa pemerolehan bahasa ditujukan kepada proses pengahsilan pengetahuan bahasa tanpa kualifikasi oleh penutur bahasa. Kedua istilah itu memang mamiliki perbedaan. Pemerolehan

  

bahasa (1) terjadi pada masa kanak-kanak, (2) bermotovasi internal,

  ada tingkah laku dan komunikasi verbal, (3) data bahasa tak terprogram, (4) tak ada guru (instruktur) formal; sedangkan

  

pembelajaran bahasa (1) terjadi kemudian jika performansi pertama

  sudah tetap, (2) bermotivasi eksternal, ada faktor kebutuh-an dan kemanfaatan, (3) berlangsung dengan program terencana, dan (4) ada guru (instruktur) formal.

  Jelaslah bahwa pemerolehan bahasa terjadi secara alamiah pada masa kanak-kanak. Karena itu, Kiparsky (1977) menjelaskan bahwa pemerolehan bahasa itu ―proses yang dipakai oleh kanak- kanak untuk menyesuaikan serangkai- an hipotesis yang makin bertambah rumit atau teori-teori yang masih terpendam yang mungkin terjadi dengan ucapan orang tuanya sampai dia memilih menurut ukuran penilaian tata bahasa yang terbaik dan sederhana dari bahasanya‖ Lebih khusus lagi, Simanjuntak (1987:157) menjelaskan bahwa pemerolehan bahasa merupakan proses yang terjadi dalam otak kanak-kanak (bayi) sewaktu memperoleh bahasa ibunya. Jadi, pemerolehan bahasa melibatkan bahasa pertama, yang berbeda dengan pembelajaran bahasa yang melibatkan bahasa kedua atau bahasa asing.

  Penelitian tentang perkembangan bahasa anak telah lama dan banyak dilakukan seperti di Jerman, Perancis, dan Inggris selama paruh akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Salah seorang yang menonjol di Amerika Serikat, G. Stanley Hall, telah berkecimpung di bidang psikologi perkembangan. Ia tertarik untuk mengetahui ―isi otak anak‖. Hasil penelitian Hall ini menjadi inspirasi bagi para peneliti perkembangan bahasa anak di Amerika Serukat.

  Sejak itulah bermunculan berbagai penelitian mengenai perkembangan bahasa anak, baik yang dilakukan oleh linguis maupun oleh psikolog atau psikolinguis. Berbagai upaya, metodolgi dan pandangan yang berbeda lahir dari penelitian pemerolehan bahasa itu. Akibatnya, lahir berbagai pokok dan tokoh dalam pemerolehan bahasa.

  Dalam tulisan ini disajikan berbagai teori pemerolehan bahasa, baik yang berkaitan dengan pokok pembicaraannya, maupun dengan pedekatannya.

3.2.2. Pokok-pokok Pemerolehan Bahasa

  3.2.2.1. Komponen Pemerolehan Bahasa Komponen bahas itu berkaitan erat dengan kaidah bahasa.

  Chomsky (1965) menjelaskna bahwa kaidah (tata)bahasa mel;iputi komponen: fonologi, sintaksis, dan semantik. Sintaksis merupakan komponen sentral yang konsisten dengan pnguasaan kaidah dan

  

leksikon untuk menurunkan struktur batin dan struktur lahir yang

  dihubungkan melalui kaidah transformasi. Singkatnya, komponen pemerolehan bahasa itu meliputi komponen (1) fonologi, (2) sintaksis, dan (3) semantik.

  3.2.2.2. Proses Pemerolehan Bahasa

  Proses yang terjadi ketika anak memperoleh bahasa ibunya itu meliputi dua aspek: performansi dan kompetensi. Performansi merupakan pelaksanaan kemampuan bahasa secara nyata (aktual) berupa ujaran yang dihasilkan bahasawan seperti berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Kompetensi merupakan pengetahuan tentang bahasa yang bersifat abstak dan tidak sadar.

  Umumnya proses brbahasa digambarkan berikut ini. PRODUKTIF RESEPTIF Idealisasi Pemahaman Rancangan bahasa Identifikasi antisipasi Pelaksanaan Rekognisi atau digambarkan oleh Brooks (1975) sebagai berikut.

  PEMBICARA PENYIMAK Praucap Pascaucap Encoding Decoding Fonasi Audisi

  Transisi Pemerolehan bahasa anak berarti proses anak mulai mengenal komuni-kasi dengan ligkungannya secara verbal. Anak- anak (0-7 tahun) berbahasa sebagai pranata sosial dan sistem lambang komunikasi. Halliday (1975) menyebutkan 7 fungsi bahasa yakni fungsi (1) instrumental, (2) regulasi, (3) interaksional, (4) personal, (5) heiristik, (6) representasional, dan (7) imajinatif.

  Wood (1981) menggambarkan fungsi bahasa dengan fase pemerolehan bahasa sebagai berikut. (1) Fase I (9-16 bulan): bunyi dan makna dengan fungsi bahasa

  regulasi, instrumental, interaksional, heuristik, personal, dan imajinatif.

  (2) Fase II (16-24 bulan): tata bahasa dan dialog dengan fungsi bahasa pragmatik dan matetik. (3) Fase III (24 bulan - …): teks dengan fungsi bahasa interpersonal dan ideasional.

3.2.2.4. Masa Kritis Proses Pemerolehan Bahasa

  Penfield & Robets berpendapat bahwa secara neurologis anak usia 2-12 tahun memiliki kemampuan terbatas untuk berbahasa. masa ini merupakan masa pemerolehan bahasa secara khusus karena otak platis bahasa anak berkembang.

  Masa ini oleh Lenneberg (1969) disebut masa kritis karena anak yang tidak mengalami proses sosial berbahasa sampai dengan usia lewat masa kritis akan mengalami kesulitan dan keterlambatan berbahasa. Lenneberg membagi masa kritis berbahasa sebagai berikut.

  

Tabel

PERKEMBANGAN PROSES BERBAHASA

Usia Proses Berbahasa

  0 - - 3 bulan Mendengkur 4 – 20 bulan Proses meraban sampai kata tunggal 21-36 bulan Proses pemerolehan bahasa 03-10 tahun Pemurnian tata bahasa dan penambahan kosa kata 11-14 tahun Pemunculan intonasi asing

3.2.2.5. Tahap Pemerolehan Bahasa

  Steinberg (1982:149-157) menjelaskan tiga tahap dalam pemerolehan bahasa, yakni (1) penamaan dan holofrasis, (2) telegrafis, dan (3) transformasional dan morfemis.

  Tahap pemerolehan bahasa ini berkaitan erat dengan performansi linguistik. Atchison (1976) menggambarkan hubungan tahap pemerolehan bahasa dan performansi linguistik sebagai berikut.

  

Tabel

TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA

Usia (Tahun) Performansi Linguistik

  0,3 Mulai meraban 0,9 Pola intonasi telah kedengaran 1,0 Kalimat satu kata (holofrasis) 1,3 Lapar kata (lexical overgeneralization) 1,8 Ujaran dan kata 2,0 Infleksi; kalimat tiga kata (telegrafis) 2,3 Mulai menggunakan kata ganti 2,6 Kalimat tanya, kalimat negatif, kalimat empat kata, dan pelafalan telah sempurna 3,6 Pelafalan konsonan telah sempurna 4,0 Kalimat sederhana yang tepat, tetapi masih terbatas 5,0 Konstruksi morfologis dan sintaktis telah sempurna

  10 Matang berbicara Tahap pemerolehan bahasa atau perkembangan bahasa anak dilihat dari kaidah bahasa meliputi komponen fonologi, semantik, dan sintaksis. Perkembangan fonologi anak meliputi pengembangan fonetik, fonemik, dan fonotaktik. Pada tahap meraban, misalnya, merupakan kegiatan anak-anak untuk (a) menyesuaikan bunyi yang didengarnya dengan diwarisinya, (b) mengucapkan bunyi vokal sebagai pernyataan senang, (c) mencari kemungkinan bunyi yang kontrastif.

  Perkembangan semantik menunjukkan bahasa anak secara

  fungsional. Anak mulai mengenal makna denotatif ke makna

  

konotatif. Dalam perkembangan semantik ditemukan jumlah kosakata anak sesuai dengan perkembangan usianya. Lenneberg (1966) menggambarkannya sebagai berikut.

  

Tabel

PERKEMBANGAN JUMLAH KATA ANAK

Usia (Tahun) Jumlah (Kuantitas) Kata

  1 Beberapa kata 2 200 —270 kata 3 lebih kurang 900 kata

  4 lebih kurang 1520 kata 5 lebih kurang 2060 kata 6 lebih kurang 2550 kata

  Dalam hal ini, anak dapat menyebutkan benda (kenyataan) yang mereka alami. Tiap bentuk bahasa diterima sebagai satu kata satu konsep.

  Perkembangan sintaksis anak serta kaitannya dengan

  pengembangan morfologis. Anak menerima kata tunggal dan kata kompleks sebagai satu bentuk saja. Pengembangan sintaksis meliputi tahap: (1) pengembangan satu cabang (10-20 bulan) (2) pengembangan dua cabang (18-24 bulan) (3) pengembangan empat cabang (3-6 tahun) (4) pengembangan enam dan delapan cabang (7-9 tahun).

3.3. Tokoh dan Aneka-Teori Pemerolehan Bahasa

  Kajian pemerolehan bukanlah perjalanan yang mulus dan homogen. Berbagai pendekatan dan metode dicoba digunakan para pakar sehingga timbul aneka pandangan dan teori mengenai pemerolehan bahasa. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan dan teori mngenai pemerolehan bahasa itu.

3.3.1 Pendekatan Teoritis terhadap Pemerolehan Bahasa Masalah pemerolehan bahasa telah lama diperbincangkan.

  Pada tahun 1960-an di Amerika Serikat berlangsung perdebatan sengit mengenai dua hal: Apakah penguasaan bahasa pada anak itu ―alamiah‖ (nature) atau ―suapan‖ (nurture)? Apakah perkembangan bahasa pada anak itu dikendalikan sendiri oleh si anak (yaitu kendali dari dalam diri si anak) atau dibentuk dari luar (yaitu oleh lingkungan si anak) Pandangan pertama dianut oleh

  

kaum nativisme , se- dangkan pandangan kedua dianut oleh kaum

behaviorisme. Selain itu, di Eropa pun muncul kelompok lain yang

  disebut kaum kognitivisme.

3.3.1.1 Pandangan Nativistik

  Pandangan nativistik (mentalistik) yang dipelopori oleh

  

Noam Chomsky ini beranggapa bahwa pengaruh lingkungan bukan

  faktor penting dalam pemerolehan bahasa. Dalam belajar bahasa manusia telah memiliki kemampuan yang secra genetis telah dipraprogramkan. Pandangan ini beranggapan bahwa bahasa merupakan pemberian biologis yang sering disebut sebagai ―hipotesis nurani‖ (innteness hypothesis).

  Menurut pandangan ini, bahasa selalu kompleks dan mustahil dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti ―peniruan‖ (imitation). Jadi, beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa pasti sudah ada pada manusia secara alamiah. Chomsky (1965, 1975) tidak hanya terkesan akan kompleksnya bahasa, melainkan juga betapa banyak kesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan bahasa (performance). Manusia tidak mungkin belajar bahasa (pertama) dari manusia lain; selama belajar mereka mengguna- kan prinsip-prinsip yang membimbingnya menyusun tata bahasa. Belajar bahasa hanyalah mengisikan detail dalam struktur yang sudah ada secara alamiah.

  Bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Pandangan ini berlandaskan pada asumsi bahwa (1) perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetic), pola perkembangan bahas sama pada pelbagai bahasa dan budaya (bersifat universal), dan lingkungan memiliki peranan yang kecil dalam proses pematangan berbahasa; (2) bahasa dikuasai dalam waktu yang singkat (anak usia 4 tahun sudah dapat berbicara mirip dengan orang dewasa); dan (3) ling- kungan bahasa anak tidak dapat menyediakan cukup data bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.

  Chomsky (1979) menjelaskan bahwa anak sudah dibekali secara alamiah dengan ―piranti penguasaan bahasa‖ (language acquistion devide (LAD)). Alat yang merupakan pemberian biologis ini sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai suatu bagian fisiologis dari otak yang dikhususkan untuk memproses bahasa dan tidak berkaitan dengan kemampuan kognitif yang lain. LAD membekali anak dengan kemampuan alamiah untuk berbahasa. Kelengkapan bahasa ini berisi sejumlah hipotesis bawaan.

  Lenneberg (Browns, 1980:21) menjelaskan bahwa bahasa merupakan pola tingkah laku spesifik dan bentuk persepsi kecakapan mengkatagori serta mekanisme bahasa secara biologis telah ditentukan. Sebagai kemampuan bawaan, LAD terdiri dari: (1) kecakapan untuk membedakan bunyi bahasa ke dalam sejumlah bunyi yang lain; (2) kecakapan mengorganisasikan satuan bahas ke dalam sejumlah kelas yang akan berkembang kemudia; (3) pengetahuan tentang sistem bahasa yang mungkin dan yang tidak mungkin; dan (4) kecakapan menggunakan sistem bahasa yang didasarkan pada penilaian perkembangan sistem linguistik sehingga dapat melahirkan sistem yang dirasakan mungkin di luar data linguistik yang ditemukan.

  Keterangan di atas menunjukkan bahwa LAD menyentuh berbagai aspek pemerolehan bahasa, misalnya aspek makna, abstaksi, dan kreativitas.

3.3.1.2 Pandangan Behavioristik

  Pandang behavioristik (empirik atau mekanik) dipelopori oleh B.F. Skinner (1957). Pandangan ini menekankan bahwa proses penguasaan bahasa (pertama) dikendalikan dari luar, yaitu oleh stimulus yang disodorkan melalui lingkungan. bahasa merupakan sesuatu yang kompleks di antara prilaku yang lain. Dengan demikian, bagi kaum behavioris istilah bahasa maujud (entity), sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Untuk sitilah bahasa, mereka lebih suka menggunakan istilah prilaku verbal, agar lebih kelihatan kemiripan- nya dengan prilaku lain yang harus dipelajari. kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui stimulus dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya ibarat lempung yang dibentuk menjadi wujud baru. Anak tidak memiliki peranan aktif dalam proses perkembangan prilaku, bahkan kematangan si anak pun bukanlah sesuatu yang menentukan proses perkembangan bahasa. Proses perkembangan bahasa ditentukan oelh lamanya latihan yang disodorkan oleh lingkungannya.

  Bagi Skinner ―kaidah gramatikal‖ itu merupakan prilaku verbal yang memungkinkan kemampuan menjawab (atau mengatakan sesuatu) tanpa pajanan (exposure) terhadap sesuatu dari luar. Melalui peniruan akhirnya si anak dapat menguasai, misalnya, pola konstruksi seperti teh boy’s bike, dan akhirnya ber- kembang menjadi sesuatu rangka garamatikal sehingga dapat diperluas dengan pemasukan leksikal baru. Panguasaan bahasa bukanlah ―pengasaan kaidah‖ (rule-governed) melainkan dibentuk secara langsung oleh faktor luar dirinya. Rangsangan dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbicara anak. Perkembangan bahasa dipandang sebagai suatu kemajuan dari ekspresi verbal yang sembarangan (random) sampai kemampuan matang untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian Stimulus- Response dan peniruan-peniruan.

  Skinner berpendapat bahwa apabila perbuatan tertentu terjadi berulang, akan terjadi penguatan positif atau negatif. Penguatan positif terjadi apabila perbuatan sering berlangsung, dan penguasaan bersifat negatif apabila perbuatan itu tidak berulang. Dalam hal ini, lingkungan akan mendorong anak untuk pengukuhan terhadap tuturan yang tidak gramatikal.

3.3.1.3 Pandangan Kognitif

  Pandangan kognitif ini dipelopori oleh Jean Peaget. Menurut pandangan ini bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan asalah satu di antara kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif. Bahas distrukturkan atu dikendalai oleh nalar; perkembangan bahasa harus berlandaskan kepada (atau diturunkan dari) perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Dengan demikian, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.

  Piaget menegaskan bahwa struktur kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan bukan pula sesuatu yang dipelajari dari lngkungan. Struktur ini timbul sebagai akaibat dari interaksi yang terus-menerus antara tingkat fungsi kognisi si anak dan lingkungan bahasa (dan yang bukan bahasa). Struktur itu sendiri adalah sesuatu larutan yang timbul secara tak tere-lakan dari serentetan interaksi. Karena timbulnya tak terelakan, maka tidak perlu struktur itu harus tersediakan secara alamiah.

  Menurut pandangan ini lingkungan tidak besar pengaruh- nya terhadap perkembangan intelektual anak. Perkembangan anak tergantung pada keterlibatannya secara aktif dengan lingkungannya. Jadi, yang penting ialah interaksi antara anak dengan lingkungannya.

  Untuk lebih memahami hubungan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa, dapat diamati tahap perkembangan intelektual pada anak. Tahap perkembangan sejak lahir sampai berumur l8 bulan atau 2 tahun lebih disebut tahap

  

sensorimotor. Pada tahap sensorimotor dianggap belum ada bahasa,

  menunjuk pada benda-benada di sekitarnya. Anak pada masa itu memahami dunianya hanya melalui indera (sensory)nya dan gerak kegiatan yang dilakukannya (motorik). Anak pada usia ini hanya dapat mengenal objek jika benda itu dialaminya secara langsung. Begitu benda itu hilang dari penglihatannya, benda itu dianggap tidak ada lagi. Baru menjelang akhir usia satu tahun si anak dapat menangkap bahwa objek itu permanen; entah sedang dilihat entah tidak, benda tetap ada sebagai benda, dan bersipat permanen. Setelah menangkap kepermanenan objek, anak-anak mulai menggunakan simbol untuk memresentasikan objek yang tidak lagi hadir di depan matanya. Simbol ini kemudian menjadi kata- kata awal yang diucapkan anak. Kepermanenan objek adalah pembuka jalan yang diperlukan bagi penguasaan bahasa. Jadi, perkembangan kognitif harus tercapai terlebih dahulu, sesudah itu baru pengetahuan itu keluar dalm wujud keterampilan berbahasa.

  Piaget menggambarkan tahap perkembangan bahasa sebagai berikut.

  0.0 - 0,5 Tahap Meraban (pralinguistik) pertama; 0,5 - 1,0 Tahap Meraban (pralinguistik) kedua: kata-kata nonsens; 1,0 - 2,0 Tahap Linguistik I: Holofrastik; kalimat satu kata; 2.0 - 3,0 Tahap Linguistik II: Kalimat dua kata; 3.0 - 4.0 Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa; 4,0 - 5,0 Tahap Linguistik IV: T ata Bahasa menjelang dewasa‘ 5.0 - … Tahap Linguistik V: Kompetensi penuh.

  Penganut teori kognitif beranggapan bahwa ada prinsip yang mendasari organisasi linguistik yang digunakan oleh anak untuk menafsirkan serta mengoperasikan lingkungan linguistik- nya. semua ini adalah hasil pekerjaan mental yang meskipun tidak diamati, tetapi jelas mempunyai dasar fisik. Proses mental secara kualitatif berbeda dari tingkah laku yang diamati. Karena itu, pandangan kognitif berbeda dari pandangan behavioristik.

3.2 Teori Pemerolehan Ketatabahasaan

  Dilihat dari kaidah bahasa, pemerolehan bahasa itu dapat berupa komponen ketatabahasaan, yakni komponen fonologi, komponen sintaksis, dan komponen semantik (Simanjuntak, 1990:2) sebagai representasi item leksikal (Langacker, l972:11).

  Terdapat pelbagai ragam teori pemerolehan fonologi. Berikut ini disaji- kan intisarinya.

a. Teori Struktural Universal: Jakobson

  Roman Jakobson (1956) menjelaskan bahwa pemerolehan fonologi harus didasarkan pada linguistik universal, yakni kaidah struktural yang melandasi tiap perubahan bahasa dengan menghubungkannya pada afasia serta proses penyembuhannya. Teori ini pun didasarkan pula pada sistem analisis fitur distingtif dan asumsi bahwa pemerolehan fonologi anak-anak merupakan proses kreatif.

  Teori struktural universal dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Anak-anak mengucapkan dan menyimak bunyi bahasa berdasarkan fitur distingtif yang diperolehnya menurut hirarki yang sitematis dan universal. (2) Yang diperoleh anak itu fitur berkontras (oposisi fonemis), yakni oral-nasal (/b/;/m/), labio-dental (/p/;/t/), stop-frikatif (/p/; /f/). (3) Perkembangan kontras selanjutnya diterangkan dengan kaidah ―irreversible solidarity‘ dan kaidah implikasi. (4) Keseringan bunyi bahasa ditentukan oleh konvensi lingkungan pemakainya. (5) Selama proses pemerolehan bahasa, ucapan seorang anak mempunyai sturktur sendiri. Meskipun begitu, akan menunjukkan persamaan yang sistematis dengan ucapan orang dewasa. (6) Pemerolehan bahasa meliputi dua periode, yakni (i) masa membabel prabahasa, dan (ii) masa pemerolehan bahasa murni.

b. Teori Semantik Universal: Shvachkin

  Shvachkin (1973) menjelaskan bahwa pengkajian pemerolehan fonologi dalam satu bagian generalisasai dapat diambil yang juga berlaku dalam pemerolehan fonologi bahasa lain. Artikulasi (produksi) dan penyimakan (per- sepsi) masa pentingnya dalam pemerolehan dan perkembangan fonologi anak- anak. Ada dua masa perkembangan bahasa anak, yakni (i) masa pra fonemik dan ucapan prosodik, dan (ii) masa ucapan fonemik.

  Selanjutnya, dijelaskannya empat dasar fitur fonemis dalam pemrolehan bahasa, yakni (i) keumumnan (generality) fonem, (ii) fungsi fonem sebagai pembeda (distinctive), (iii) kekonstanan

  (constancy) fonem, dan (iv) kerelaan (voluntariness) dan kesengajaan (intentionnality) fonem.

  Simpulannya, teori semantik universal ini sebagai barikut. (1) Kemampuan si anak untuk mengenal perbedaan implisit dalam bunyi (persepsi fonem) bahasa ibunya berkembang pada tahun kedua sejak dini dia dilahirkan. (2) Kemampuan mengenal perbedaan di antara bunyi-bunyi ini berhubungan dengan perkembangan pemerolehan semantik anak. (3) Persepsi fonem menyangkut juga kebolehan ana-anak untuk menghubungkan bunyi dengan kata-kata yang sesuai serta mengenai bunyi secar konsisten dalam kata-kata yang baru dikenalnya.

  (4) Semua anak mengikuti urutan pemerolehan yang teratur dan konstan dalam mengamati dan mengenal oposisi bunyi.

c. Teori Behavioris-Psikolanalisis: Mowrer

  Mowrer (1952) menjelaskan bahwa si anak pada mulanya mengikuti kebiasaan ibunya (pengasuhnya), baru kemudian vokalisasi ibunya dihubung- kan dengan pengukuhan utama (primary reinforcement). JIka anak mengeluar- kan vokalisasi yang mirip dengan ibunya, maka ia mendapat pengukuhan. Selain pengukuhan dari luar, si anak pun memperoleh pengukuhan dari dirinya (intrinsic reinforcement). Proses pemerolehan fonologi selanjutnya didasarkan pada pengukuhan pilihan (selective reinforcement).

  Dalam teori ini ada dua hal penting, yakni (i) ada perbedaan dalam me- kanisme psikologi yang berlaku pada persepsi dan produksi fonologi, dan (ii) ada prinsip ekonomis yang berlaku dalam pengawalan laku simbolik.

  Dikatakannya bahwa bahasa adalah keviasaan berprilaku (habit behavi- or). Si anak memperoleh bahasa ibunya dengan cara

  ―resonance‖ dan hanya dapat diterangkan dengan cara ―imitation of what is heard‖. Tetapi kemudian pengedengaran ini digabungkan dengan penglihatan bila anak mulai mengamati gerak bibir ibunya atau orang dewasa lainnya. Dalam hal ini, si anak mulai berusaha secara sadar mengucapkan kata-kata dengan lebih tepat.

  d. Teori Behavioris Universal: Olmsted

  Olmsted (1966) mengakui bahwa ada sifat universal dalam pemerolehan fonologi. Dia mengemukakan 21 postulat sebagai pengukuh atas ciri khas teori S-R (behaviorisme).