PERANAN ORANG TUA DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM - Test Repository

  

PERANAN ORANG TUA DALAM

MENGEMBANGKAN KECERDASAN

EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK

DALAM PERSPEKTIF ISLAM

S K R I P S I

  Disusun Untuk Memenuhi Kewajiban Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

  Gelar Sarjana Dalam Ilmu Tarbiyah

  

N I M : 1 1 1 0 1 0 5 6

JU R U SA N T A R B IY A H

P R O G R A M S T U D IP E N D ID IK A N A G A M A ISL A M

SE K O L A H T IN G G I A G A M A ISL A M N E G E R I

S A L A T I G A

  

2006

  D E P A R T E M E N A G A M A Rl S E K O L A H T I N G G I A G A M A IS L A M N E G E R I ( S T A IN ) S A L A T IG A JL S ta tio n 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721

  W ebsite : w w w slainsalatiea ac id E -m a il: Drs.

  Bahroni, M.Pd DOSEN STAIN SALATIGA

  NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 3 eksemplar Hal : Naskah skripsi

  Saudari ZAHROTUL BADIAH Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga di Salatiga

  Assalam u'alaikum , wr, wb

  Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari: Nama : ZAHROTUL BADIAH NIM : 111 01 056 Progdi : Tarbiyah / PAI

  Peranan Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Judul Emosional dan Spiritual Anak dalam Perspektif Islam.

  Dengan ini kami mohon skripsi Saudari tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan.

  Demikian agar menjadi perhatian.

  W assalam u'alaikum , wr, wb

DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

  Jl. Station No. 03 Salatiga 9 (0298) 23433,23706 Kode Pos 57021

P E N G E S A H A N

  Skripsi Saudara : ZAHROTUL BADE AH dengan Nomor Induk M ahasiswa :

  

111 01 056 yang beijudul : ’’PERANAN ORANG TUA DALAM

MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DALAM SPIRITUAL

(ESQ) ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM”. Telah dimunaqosahkan dalam

  Sidang Panitia Ujian, Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, pada hari : Sabtu tanggal 11 Rajab 1427 H, yang bertepatan dengan ta n g g a l: 5 Agustus 2006 M, dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar SARJANA dalam Ilmu Tarbiyah.

  11 R a j a b 1427 H Salatiga,

  5 Agustus 2006 M Panitia Ujian

  Sekretaris Ketud Sidang

  PE R SE M B A H A N Sbpipsi inipenufis persembabban bepada :

  

1. Suamibu yan g senantiasa menyediabgn

segndang ({esabaran daCam membimbingbu menapabi terjabnya bebidupan.

2. (Putri beciCbu "J4rifab NaiCaCmuna" yang

semoga menjadi anab^ yan g cerdas baib^ secara emosionaCmaupun spiritnaCsebingga mempunyai abjdabuC barimab

  

3. I6unda serta JLyabanda (JLCm) yang teCah

memberibgn m otivasi serta doanya sebingga ananda dapat menyeCesaibgn stu d i

  

4. JLde'-ade'bu, Xboirun, Pafa, V cba dan

X ibin, abfiim ya mbab^ mampu menyeCesaibgn tantangan in i

  

M O T T O

irTiada cin ta tan pa penga6dian

d ia d a penga6dian tan pa perjuangan

d ia d a perjuangan tan pa pengor6anan

d ia d a pengor6anan tan pa eifUasan dan

  

(Vengharapan ridhotfufian"

  

K A T A P E N G A N T A R

  Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya yang tak terhingga kepada hamba-Nya. Tak lupa sholawat serta salam tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW, semoga kita senantiasa di beri kekuatan untuk mengamalkan ajaran serta sunah beliau.

  Motivasi utama penulis menyusun skripsi ini adalah memberikan sumbangsih untuk seluruh insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.

  Khususnya bagi orang tua yang mengharapkan potensi anak dapat berkembang sesuai dengau fitrahnya.

  Tanpa pertolongan dari Allah yang telah mengirimkan bantuan melalui berbagai pihak, penulis yakin tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Drs. Imam Sutomo, M.Ag, selaku Ketua STAIN Salatiga.

  2. Ibu Evy Ariyani, SH, selaku Dosen Pembimbing Akademik dalam penulisan skripsi selama menempuh pendidikan di Jurusan Tarbiyah Program Studi PAI di STAIN Salatiga.

  3. Bapak Drs. Bahroni, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

  4. Seluruh staf dan civitas akademik STAIN Salatiga.

  5. Suami, Ibunda, adik-adikku, dan teman-temanku yang telah memberikan support dan membesarkan hati penulis untuk menyelesaikan studi.

  Penulis menyadari susunan skripsi ini masih jauh dari sempuma. namun mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya. dan para pembaca pada umumnya. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk skripsi ini.

  Salatiga, 31 Juli 2006 Penulis

  Zahrotul Badiah

  11101 056

  

DAFTAR ISI

  

  

  

  BAB I PENDAHULUAN

  

  

  

  

  

  

  BAB II PERKEMBANGAN KONSEP KECERDASAN MANUSIA

  

  BAB IV MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM A. Kecerdasan Emosional dan Spiritual dan Relevansinya B. Peranan Orang Tua Dalam Mendidik Kecerdasan Emosional

  BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sudah menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi

  dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat serta menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan negara.

  Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tersebut, masyarakat mempunyai pandangan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara potensial memiliki peranan paling strategis bagi pembinaan- pembinaan generasi muda sehingga menjadi pribadi yang tangguh dan mampu mengembangkan potensi dalam dirinya tanpa mengesampingkan nilai moralitas. Meskipun sebenamya sekolah hanyalah merupakan satu diantara berbagai lembaga pendidikan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan generasi muda menuju kedewasaannya.

  Keluarga merupakaft pranata sosial yang di dalamnya terdapat anggota-anggota yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga memiliki fungsi yang strategis bagi pembentukan pribadi anak. Keluarga dalam kenyataannya bukan hanya sekedar pertemuan antar komponen yang ada di dalamnya. Lebih dari itu keluarga juga mempunyai fungsi reproduktif,

  , i religius, rekreatif, sosial, dan protektif. * l

1 Fuaduddin TM.,

  Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, Lembaga Kajian Agama dan tiender, Jakarta, 1999, him. 6

  l

  2 Dalam kaitannya dengan fungsi edukatif ini, lingkungan keluarga

  memberikan pengaruh yang sangat besar dan menentukan dalam pendidikan anak. Keluarga sebagai lingkungan awal anak, disadari atau tidak disadari akan langsung berpengaruh terhadap pendidikan anak. Menurut Khatib Santhut, kedua orang tua merupakan figur yang paling berpengaruh terhadap anak. 2 Jadi menurut Agus Sujanto, anak dibesarkan oleh keluarga, maka layaklah jika kemungkinan tumbuhnya pelanggaran itu sebagian besar dari keluarga. Oleh karena itu situasi yang baik harus diciptakan dan dalam hal ini dituntut kesadaran dari kedua orang tuanya sebagai penanggung jawab pendidikan anak yang nantinya akan dimintai' pertanggung jawaban atas anak-anaknya yang merupakan amanat Allah SWT. Meskipun sudah banyak orang tua yang menyadari tanggung jawabnya tersebut, namun dalam prakteknya mereka sudah merasa puas ketika anaknya sudah pergi belajar, tanpa memberikan respon yang bersahabat terhadap anak dan terkesan otoriter. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya asumsi yang berkembang dalam masyarakat, bahwa sukses dan gagalnya seseorang dalam hidupnya tergantung seberapa tinggi nilai IQ yang dimilikinya. Tes psikologi biasanya sering dijadikan acuan dalam mengidentifikasi calon potensial

  SDM yang unggul.

  Asumsi masyarakat tersebut amat berbeda dengan hasil riset otak terbaru yang mengatakan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) bukanlah ukuran kecerdasan yang sebenamya. Temyata kecerdasan emosilah yang

2 Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, Aksara Baru, Jakarta, 1982, him. 220

  mciicntiikiiii scscorung mcmpcrolcli kcsukscsun bidup. Nmmm bimyuk pula yang tcluli meraih kesuksesan namun ia merasakan kekosongan dalam jiwanya, discbabkun olch kurangnya nilai-nilai spiritual yang ditcrimanya.

  Konsep kcccrdasan spiritual dirasa sangat penting dan diperlukan di tcngah era globalisasi ini. Dengan mcmiliki kccerdasan spiritual yang memadai, seorang anak akan mampu mengendalikan diri dan mengembalikan segala peristiwa yang dialaminya kepada Allah SWT.

  IQ dan EQ tidaklah cukup untuk membawa diri kita, masyarakat maupun bangsa ini dalam kebahagiaan hakiki, masih ada nilai lain yang perlu diperhatikan yaitu kecerdasan spiritual atau SQ. Artinya, IQ memang penting kehadirannya dalam kehidupan manusia, yaitu agar manusia bisa memanfaatkan teknologi demi efsiensi dan efektifitas. Juga peran EQ yang memegang perang begitu penting dalam membangun hubungan antar

  i

  manusia yang efektif sekaligus perannya dalam meningkatkan kinerja, namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran, maka keberhasilan itu hanyalah akan melahirkan Hitler-Hitler baru atau firaun-firaun kecil di bumi bum i.3_______ ,

  Emosi merupakan sesuatu yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Emosi berbeda-beda dalam hal intensitasnya. Ada emosi yang ringan, berat dan emosi yang memuncak. Emosi ringan meningkatkan perhatian kita pada situasi yang dihadapi, disertai dengan perasaan tegang sedikit. Di sini kita masih mampu mengendalikannya dan menghindarinya

3 Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power, Sebuah Inner Joume melalui A1 Ihsan, Arga, Jakarta, 2004, him. 65

  4 kapan kita mau. Empsi kuat, disertai dengan rangsangan fisiologis yang kuat.

  Sedangkan intensitas emosi yang paling kuat adalah emosi yang memuncak. 4 Apabila emosi masih berada pada intensitas yang proporsional, maka di samping sebagai pembangkit energi kepada hal yang dituju, dan relatif mudah diarahkan kepada hal yang positif. Namun apabila intensitas emosi sudah memuncak, orang tidak mampu lagi untuk berpikir jernih dan menguasai diri.

  Oleh karena itu, sangatlah diperlukan suatu bimbingan agar seseorang mampu menerapkan emosinya secara proporsional dan agar senantiasa menyertakan nilai spiritual dalam bimbingan tersebut. Konsep kecerdasan Emosional Spiritual ini diharapkan akan membawa banyak perubahan baru dalam siklus kehidupan umat manusia pada umumnya dan agar anak mampu mengaktualisasikan diri sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di bumi pada khususnya.

B. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari salah pemahaman pada skripsi yang berjudul

  Peranan Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosi dan 4 Spiritual (ESQ) Anak dalam Perspektif Islam, maka penulis menjelaskan

  beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut, yaitu :

4 Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi , Remaja Rosda K^arya, Bandung, 1996,

  him. 41

  5

  1. Peranan Orang Tua

  a. Peranan Berasal dari kata “peran” dan mendapat akhiran “an” yang berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa5 atau bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.6

  b. Orang Tua Orang tua yang dimaksud dalam skripsi ini adalah ayah dan

  f '

  ibu kandung yang merupakan penanggung jawab pertama dan utama bagi anak.

  2. Mengembangkan Mempunyai arti menjadikan maju, baik atau sempuma. 7 Yang dimaksud di sini adalah bagaimana tindakan orang tua untuk membuat i ' 1 kecerdasan emosi dan spiritual anak menjadi semakin baik.

  3. Kecerdasan Emosi dan Spiritual Menurut Ary Ginanjar Austian, kecerdasan emosi dan spiritual merupakan sebuah penggabungan gagasan dua energi yaitu Kecerdasan

  Emosi (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ ).8

  a. Kecerdasan Emosi Istilah ini pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

  5 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, him. 51

  6 Ibid., him. 667

  7 Ibid., him. 204

  8 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Arga, Jakarta, 2005, him. xxxviii

  6 University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas

  emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas- kualitas ini antara lain adalah : 9 1) Empati

  2) Mengungkapkan dan memahami perasaan 3) Mengendalikan amarah 4) Kemandirian 5) Kemampuan menyesuaikan diri 6) Disukai 7) Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi

  8) Ketekunan 9) Kesetiakawanan

  10) Keramahan 11) Sikap hormat

  Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahap menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.10 Sedangkan menurut Ary Ginanjar Agustian,

  9 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, terj. Alex Tri Kantjono, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, him. 5

  10 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, him. 45

  7 Kecerdasan emosi sebagai garis datar yang horizontal antara manusia

  dengan manusia.11

  b. Kecerdasan Spiritual (SQ) Menurut Ary Ginanjar Agustian, Kecerdasan Spiritual sebagai garis lurus yang vertikal antara manusia dengan Tuhan.1

  1

  12 Sedangkan Kecerdasan Spiritual yang dimaksud oleh penulis adalah religiusitas.13

  Menurut Ary Ginanjar Agustian, dalam Islam hal-hal yang berhubungan dengan kecerdasan emosi dan spiritual seperti konsistensi (istiqomah), kerendahan hati (tawadhu), berusaha dan berserah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempuranaan (ihsan), ini semua merupakan ahlaqul karimah. Jadi, ahlaqul karimah adalah ESQ itu sendiri.14

  4. Anak Adalah seseorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa. 15 Anak di sini adalah anak kandung yang berumur dua tahun sampai dengan enam tahun. 16

  11 Ary Ginanjar Agustian, op. cit., him. xxxviii

  12 Ibid., him. xxxiii

  13 Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, him. 288

  14 Ary Ginanjar Agustian, op. ail., him. 199 - 200

  15 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan,

   Rineka Cipta, Jakarta, 1990, him. 166

  16 Syamsu Yusuf L. N ., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, him. 162

  8

  5. Perspektif Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, perspektif diartikan dengan sudut pandang atau pandangan. 17

  6. Islam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Islam berarti agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci Al-

  Qur’an yang diturunkan melalui malaikat Jibril.18 Jadi yang dimaksud dari Judul ’’Peranan Orang Tua dalam

  Mengembangkan Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) Anak dalam Perspektif Islam” adalah suatu tindakan dan tugas utama yang harus dilaksaiiakan oleh orang tua (ibu bapak) dalam mendidik. Pada anak yang berumur dua sampai dengan enam tahun.

C. Rumusan Masalah

  Bertolak dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirum uskan beberapa pokok masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah ciri-ciri perkembangan emosi dan spiritual anak?

  2. Bagaimana peranan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual anak dalam perspektif Islam?

  17 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta, 1991, him. 1146

  18 Depdikbud, him. 977 op. cit.,

  9 D. Tujuan Penelitian

  a. Mengetahui bagaimanakah ciri-ciri perkembangan emosi dan spiritual anak.

  b. Mengetahui bagaimanakah peranan atau cara orang tua dalam menngembangkan kecerdasan emosi dan spiritual anak dalam perspektif Islam.

  E. Manfaat Penelitian i i

  a. Diharapkan setelah mengetahui peranan atau cara orang tua dalam mendidik kecerdasan emosi dan spiritual anak dalam perspektif Islam, orang tua dapat memahami dan mengaplikasikannya.

  b. Dapat memberi sumbangan pemikiran atau wawasan khususnya bagi penulis dalam mempersiapkan diri sebagai pendidik.

F. Metode Penelitian

  1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini tergolong pada penelitian pustaka. Apabila dilihat dari tempat di mana penelitian dilakukan, maka penelitian ini tergolong ke dalam kategori penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku perpustakaan dan literatur-literatur lainnya.19

19 Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian I, Gajah Mada, Yogyakarta, 1983, him. 3

  10

  2. Metode Pengumpulan Data , Pengumpulan data penelitian ini diperoleh dari dua sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan data. 20 Dan sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya Ary Ginanjar Agustian yaitu

  Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, dan Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja Karya Syamsu Y usuf LN.

  Adapun sumber sekunder adalah sumber yang tidak secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya. 21 Diantaranya adalah buku Kecerdasan emosional pada Anak karya Lawrence D. Shapiro, buku Mencerdaskan Anak karya Suharsono dan Majalah Ummi edisi spesial 4.

  3. Metode Analisis Data

  • Dalam analisis data kualitatif, metode yang digunakan dalam membahas sekaligus sebagai kerangka berpikir dalam kajian ini adalah metode deskriptif analitik, yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula adanya analisa dan interprestasi atau penafsiran terhadap data*data tersebut.22

  20 Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan, Prosedur dan Strategi, Angkasa, Bandung, 1984, him. 42

  21 Ibid., him. 42

  22 Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung, 1990, him. 139

  11 Dalam analisis data kualitatif menggunakan cara :

  a. Pola pikir deduktif yaitu pola pikir dari konsep abstrak yang lebih umum untuk mencari hal yang lebih spesifik atau konkret.23 4

  b. Pola pikir induktif, yaitu pola pikir yang berasal dari empiris dan mencari abstraksi-abstraksi. 24 Lebih jelas lagi Sutrisno Hadi menjelaskan “penalaran induktif yaitu metode berpikir berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkret kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik i 1 1 generalisasi-generalisasi yang sifatnya umum.25

G. Sistematika Penulisan Skripsi

  Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan masing-masing bab memuat beberapa sub bab. Adapun susunannya sebagai berikut:

  Pada bagian awal memuat : halaman judul, halaman pengajuan skripsi, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman pengantar, halaman daftar isi dan halaman daftar tabel.

  Bab satu (I) Pendahuluan yang berisi ; latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

  23 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif,

   Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, him. 93 24 Ibid.

  25 Sutrisno Hadi, Metode Research I, Andi Offset, Yogyakarta, 1997, him. 42

  12 Hub duu (II) membuhus perkembangan keeerdusun munusiu yung

  mcliputi konscp kcccrdusun inlclcktul, konscp kcccrdusun cinosionul, dun konscp kecerdasan spiritual.

  Hub tigu (III) membuhus perkembungun emosi dun spiritual unuk yang ineliputi : pengertian emosi, ciri-ciri emosi anak, jenis-jenis emosi anak, perkembangan emosi anak pada umur 2 - 6 tahun, pengertian spiritual, ciri-ciri spiritual anak, tingkatan, tingkatan spiritual pada anak, sifat-sifat spiritual pada anak, dan perkembangan spiritual anak pada umur 2 - 6 tahun.

  Bab empat IV) membahas tentang mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual anak dalam perspektif serta relevansinya dengan ajaran agama Islam, dan peranan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosi spiritual pada anak.

  Bab lima (V) berisi penutup yang meliputi kesimpulan, saran-saran, kata penutup disertai dengan lampiran-lampiran.

BAB II PERKEMBANGAN KONSEP KECERDASAN MANUSIA A. Konsep Kecerdasan Intelektual

1. Pengertian Kecerdasan Intelektual

  Konsep kecerdasan intelektual lahir akibat adanya berbagai test mental yang dilakukan oleh para psikolog untuk menilai manusia ke dalam berbagai tingkat kecerdasan yang kemudian lebih dikenal dengan Intelligence Quotient (IQ).

  Sebelum membahas hal-hal yang berkaitan dengan Intelligence

  Quotient, berikut ini beberapa definisi inteligensi:

  a. Heidenrich (1970) mengemukakan inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dengan menggunakan apa yangtelah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal, atau dalam pemecahan masalah-masalah. 1 b. Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi mendefinisikan inteligensi terdiri atas tiga komponen, yaitu :

  1) Kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan.

  2) Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan t ■ ' tersebut telah dilaksanakan. *

  'W asty Sumanto, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Malang, 1983, him. 13

  14

  3) Kemampuan untuk mengritik diri sendiri atau melakukan

  autocriticism. 2 3

  c. Sarlito Wirawan menyebutkan inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah 4

  • 5 serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.

  Menurut William Stem, inteligensi sebagian besar tergantung pada dasar atau turunan, sedangkan pendidikan dan lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang, inteligensi bisa berkembang jik a diperbaiki atau dilatih.

2. Tingkatan Inteligensi

  Woodwort dan Marquis (1995) telah mengemukakan klasifikasi tingkatan inteligensi manusia seperti pada tabel di bawah i n i : 4

  Klasifikasi Kelas Interval Skor IQ

  Genius (luar biasa) 1 4 0 -k e a ta s 1 3 0 -1 3 9 Very superior (amat cerdas) 1 2 0 -1 2 9 Superior (cerdas)

  9 0 - 1 1 9 Average (normal) 8 0 - 8 9 Dudil (bodoh) Border line (batas potensi) 7 0 - 7 9

  5 0 - 6 9 Morons / debil (terbelekang) Imbecile 3 0 - 4 9

  Dibawah 30 Idiot

  2Saifudin Azwar, Psikologi Inteligensi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, him. 5

  3Saparinah Sadli, Inteligensi Bakat dan Test IQ, Gaya Favorit Press, 1991, him. 51

  15 Beberapa ciri yang berhubungan dengan tingkatan inteligensi

  serta pengaruhnya terhadap proses belajar antara lain : 5

  a. Idiot IQ : 0 -2 9 . Idiot merupakan kelompok individu terbelakang yang paling rendah. Tidak dapat berbicara atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata. Tidak dapat mengurus dirinya sendiri, seperti : mandi, berpakaian, makan dan sebagainya.

  Perkembangan inteligensinya sama dengan anak normal yang berumur 2 tahun. Seringkali um um ya tidak panjang sebab selain inteligensinya rendah, badannya juga kurang tahan terhadap penyakit.

  b. Imbecile IQ = 30 - 49. Kelompok imbecile setingkat lebih tinggi dari anak idiot. Ia dapat belajar berbahasa dan mengurusi dirinya sendiri dengan pengawasan yang teliti. Kecerdasannya sama dengan anak normal berumur tahun sampai 7 tahun.

  c. Moron atau debil IQ = 56 - 69. Kelompok ini sampai tingkat tertentu dapat belajar membaca, menulis dan membuat perhitungan sederhana, dapat diberikan pekerjaan rutin tertentu yang tidak memerlukan perencanaan dan pemecahan.

  d. Bordeline IQ = 70 - 79. Kelompok ini berada di atas kelompok debil dan di bawa kelompok average (normal). Kelompok ini dapat melaksanakan sekolah lanjutan tingkat pertama tetapi sukar sekali

  5Syamsu Y usuf LN., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Rosda,

  16

  untuk menyelesaikan kelas-kelas terakhir di sekolah lanjutan tingkat pertama e. Dull (bodoh) IQ = 80 - 89. Kelompok ini agak lambat belajar, mereka dapat menyelesaikan sekolah menengah tingkat pertama tetapi agak kesulitan menyelesaikan tugas-tugas pada jenjang SLTA.

  f. Average IQ = 90 - 119. Kelompok ini merupakan kelompok yang normal atau rata-rata. Mereka merupakan kelompok terbesar persentasenya dalam populasi penduduk.

  g. Superior IQ = 120 - 129. Kelompok ini berhasil dalam sekolah dan pekerjaan.

  h. Very superior IQ = 130 - 139. Kelompok ini lebih cakap dalam membaca, mempunyai pengetahuan tentang bilangan yang sangat baik, perbendaharaan kata yang luas dan cepat memahami pengertian yang abstrak. i. Genius dengan IQ = 140 keatas. Kelompok genius mempunyai kemampuan luar biasa, mampu memecahkan masalah dan dapat menemukan sesuatu yang baru walaupun mereka tidak bersekolah.

3. Faktor yang Mempengaruhi Inteligensi

  Faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi, sehingga terdapat perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lain ialah : i ' 1

  a. Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri yang dibawa sejak lahir.

  17

  b. Kematangan, tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang, jik a ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

  c. Pembentukan yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Terdapat dua macam pembentukan, yaitu pembentukan sengaja (pengaruh alam sekitar). 4

  d. Minat yang mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan.

  e. Kebebasan yang berarti manusia dapat memilih metode-metode tertentu dal am memecahkan m asalah.6 i ' ' Pandangan lama menunjukkan bahwa kualitas inteligensi dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam belajar atau meraih kesuksesan dalam hidupnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya muncul pandangan lain yang menyatakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi kesuksesan individu bukan semata-mata ditentukan oleh tingginya kecerdasan intelektual, tetapi oleh faktor pemantapan emosional. Daniel Goleman menyebutnya Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional). Kecerdasan emosional ini merujuk kepada kemampuan-kemampuan mengendalikan diri, memotivasi diri dan berem pati.7

  6Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, CV. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1987, him. 60

  18 i

B. Konsep Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

  Kecerdasan adalah perkembangan akal budi pekerti (seperti kepandaian, ketajaman pikiran dan lain sebagainya).8 Sementara itu, emosi atau perasaan berarti suatu keadaan dalam diri seseorang yang tidak kentara dan sulit untuk diukur. 9

  Menurut psikologi, Peter Solve seperti Daniel Goleman mencetuskan definisi dasar tentang kecerdasan emotional seraya memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah.

  a. Mengenali Emosi Dalam diri seseorang pasti terdapat sifat yang berbeda.

  Begitu pula kemampuan pengendalian emosi. Ada orang bisa

  • 1

  dibilang dewasa meskipun ia belum terlalu tua usianya, bahkan yang sudah tuapun sering kali masih disebut masih kekanak- kanakan. Hal ini masih sering terjadi, hanya karena kita perlu untuk mengenali emosi kita.

  Kesadaran diri mengenal perasan itu, merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu yang merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri.

  8WJS Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia I Jilid 3, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, Jakarta, him. 1070

  9Linda L. Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar Edisi 2, Erlangga, Jakarta, 1991, him. 48

  19

  b. Mengelola emosi Bakat, kemampuan, sifat yang ada dalam diri harus selalu kita kelola agar terjadi suatu proses pematangan di dalamnya.

  Begitu pula emosi, maupun perasaan yang ada pada diri kita harus kita kelola agar kita bisa menjadi orang yang dapat membawa diri.

  Jika kita tidak mampu mengelola emosi, maka kita akan “terjerumus” ke dalamnya.

  c. Memotivasi diri sendiri Motivasi sangat diperlukan bagi diri manusia. Hal ini guna pemicu untuk lebih bersemangat dalam menjalani hidup. Kita sedang mengalami penurunan semangat, penurunan gairah dan tidak mau terns bereaksi maka diperlukan suplemen-suplemen yang bia membangkitkan semangat kita lagi.

  d. Mengenali emosi orang lain Dalam pergaulan yang terpenting adanya persamaan dalam memahami orang lain, khususnya dalam hal emosi. Kita harus sangat memahami tentang bagaimana emosi sahabat kita. Hal ini sering disebut Goleman sebagai sikap empati. 4 Orang yang memiliki empati tinggi akan mampu memenangkan sinyal sosial yang tersembunyi yang N mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikhendaki orang lain.

  i

  20

  e. Membina Hubungan Kemampuan membina hubungan adalah terikat pada kemampuan memahami mosi seseorang, hal ini sebagai penunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan dalam pribadi satu dengan yang lainnya. 10 *

  2

  1

  2. Perbandingan antara IQ dengan EQ

  IQ dan EQ sebenamya sudah ada dalam diri manusia, keduanya mempunyai kelebihan masing-masing. Kecerdasan intelektual (kognitif) mengacu kepada kemampuan kita dalam berkonsentrasi, merencanakan dan mengelola bahan menggunakan kata-kata, memahami serta memaknai kata-kata tersebut. IQ cenderung mencapai puncaknya pada remaja usia 17 tahun, beijalan hingga usia dewasa dan mulai menurun ketika memasuki usia senja. Berbeda dengan EQ, semakin tua usia kita maka semakin bijaksana pula kita dalam menghadapi segala permasalahan. 11

  Dalam artian tertentu, kita mempunyai dua otak dan pikiran serta dua kecerdasan yang berlainan : kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional. Keduanya mempunyai peran menentukan keberhasilan dalam kehidupan. Intelektualitas tidak dapat bekerja 1 9 dengan baik tanpa kecerdasan emosional.

  10Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, him.

  "Ibid., him. 38 12Ibid.

  21 Standar IQ memang akan meniperigaruhi kesuksesan seseorang

  secara pribadi, apalagi selama masa sekolah, kecerdasan intelektual seperti kemampuan berhitung, menganalisa, dan memecahkan gejala- gejala alam menjadi ukuran bagi tingkatan prestasi seorang anak. Namun ketika seorang anak tumbuh dewasa dan menjadi bagian dari masyarakat, ia membutuhkan kemampuan mengelola hubungan dengan orang lain. Ini berarti, selain kesuksesan pribadi seseorang juga membutuhkan kesuksesan sosial, dalam hal ini kecerdasan

  • 1 ^ emosional.

  Namun dalam kenyataannya banyak orang tua yang kurang memahami adanya keterlibatan emosi dalam kegiatan syaraf otak yang dibutuhkan untuk merekatkan pelajaran dalam ingatan. Padahal anak yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi pada umumnya

  1 akan lebih dapat mengatasi masalah, lebih tenang, lebih tabah lebih konsentrasi dan lebih berani melakukan hal-hal yang baru. Sedangkan anak yang tidak memiliki kecerdasan emosional akan menyebabkan emosinya tidak stabil dan cenderung meninggi.

  Di sini lingkungan keluarga terutama orang tua dituntut perannya sebagai guru pertama bagi anak untuk mempelajari emosi.

  Cara-cara orang tua memperlakukan anak berakibat mendalam bagi kehidupan emosi anak. 3 l3Sirlyfera Jamil, Menggapai Sukses dengan Emosi Cerdas, Majalah

  UMMI Edisi Spesial 4 tahun 2004, him. 20

  22 Adapun gaya mendidik anak, yang secara emosional tidak

  efisien antara lain : 14

  a. Sama sekali mengabaikan perasaan. Orang tua gagal memanfaatkan momen emosional sebagai peluang untuk menjadi lebih dekat dengan anak, atau untuk menolong anak memperoleh pelajaran dalam ketrampilan emosional. Orang tua sem acam ini memperlakukan emosional anaknya sebagai hal kecil atau gangguan.

  b. Terklalu membebaskan, orang tua semacam ini peka akan perasaan anak, tetapi berpendapat bahwa apapun yang dilakukan anak untuk menangani badai emosinya sendiri itu baik adanya. Orang tua semacam ini jarang berusaha memperlihatkan kepada anaknya respon-respon emosional atematif.

  c. Menghina, tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak. Orang tua semacam ini suka mengecam dan menghukum anak-anaknya.

  Apabila orang tua secara mantap mempraktekkan pelatihan emosi kepada anaknya, maka sang anak akan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, berprestasi, dapat bergaul dengan baik, tidak banyak mengalami masalah tingkah laku, dan tidak mudah melakukan tindak kekerasan. Secara emosional pun mereka lebih baik. i4Daniel Goleman, op. cit., him. 269

C. Konsep Kecerdasan Spiritual

  1. Pengertian Kecerdasan Spiritual Belum sempat kita mencema lebih dalam mengenai kecerdasan emosional, muncul konsep kecerdasan yang lebih mendalam, yaitu kecerdasan spiritual. Konsep kecerdasan spiritual berhubungan erat dengan pengembangan kejiwaan yang berdimensi ketuhanan. 15

  Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual merupakan garis lurus yang vertikal antara manusia dengan Tuhan. 16 Orientasi dari konsep kecerdasan ini bukan materi semata, namun lebih berorientasi pada spiritualisme tauhid. 17 1 Contoh kecerdasan spiritual adalah ketika

  8 kita mengalami suatu masalah, maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi seperti kemarahan, kesedihan, kekesalan, atau ketakutan. i ’ '

  Akan tetapi karena aspek mental telah dilindungi oleh prinsip tauhid, maka emosi akan terkendali dan suara hati pada dimensi spiritual 1 R bekerja dengan normal.

  15Ary Ginanjar Agustian, Kata Pengantar Belajar EQ dan SQ dari Sunah

  Nabi, Karya M. Usman Najati,. Hikmah, Jakarta, 2003, him. vii

  16Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi

dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Arga, Jakarta. 2 0 0 :.

him. xxxviii

  17Ary Ginanjar, Menggali Potensi ESQ, Pada Khazanah Sabili No. 14 TH

  I X , 2001

  18Ary Ginanjar, ESQ Power Sebuah Innerjorney Melalui A l Ihsan, Arga, Jakarta, 2004, him. 221

  , Memahami kecerdasan spiritual sebagai habl min Allah (hubungan manusia dengan Allah) membuat seseorang dengan mudah i • • menemukan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan adalah dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT dan mengembalikan apapun hasilnya kepada Allah SWT. 19

  2. Komponen Kecerdasan Spiritual A rief Rachman menggambarkan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang terdiri dari lima komponen : 20 a. Kecerdasan yang meyakini Allah sebagai penguasa, penentu, pelindung dan pem aaf dan kita percaya kehadiran yang Maha

  Kuasa, artinya semua rukun iman diyakini dengan kuat.

  b. Dalam konsep kecerdasan spiritual ada yang disebut kemampuan untuk bekerja keras, kemampuan mencari ridho Allah. Dengan demikian seseorang akan meiniliki etos keija yang tinggi.

  c. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk kokoh melakukan ibadah secara disiplin, sebab Rasulullah yang telah dijanjikan surga oleh Allah telah mencontohkannya dalam keseharian beliau.

  d. Kecerdasan spiritual diisi dengan kesabaran, ketahanan, kemampuan untuk melihat bahwa orang harus selalu berikhtiar supaya tidak putus asa.

  24

  19Inayati, Kecerdasan Spiritual, Majalah UMMI Edisi Spesial 4 tahun

  2002

  25

  e. Kecerdasan spiritual berarti menerima keputusan terakhir dari Allah, sebab hal tersebut akan mendatangkan ketenangan dalam hidup.

  Dengan lima komponen tersebut akan terbentuk manusia yang bermental pemiinpin senantiasa bekerja keras, tidak mudah putus asa dalam menghadapi cobaan dan tantangan namun tetap tunduk dan patuh kepada Allah.

  Melalui penggabungan dua faktor yaitu kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual diharapkan akan lahir generasi yang sukses secara sosial (duniawi) serta sukses batiniah, sebab ESQ {Emotional Spiritual

  

Quotient) merupakan garis horisontal dan vertikal atau habl min annas

wa habl min Allah yang di dalamnya terdapat jalinan hubungan antara

  manusia dengan sesamanya dan hubungan antara manusia dengan penciptanya.

BAB III PERKEMBANGAN EMOSI DAN SPIRITUAL ANAK A. Perkembangan Emosi Anak

  1. Pengertian Emosi Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e_” menjadi

  emovere untuk memberi arti “bergerak menjauh”, dan menyiratkan

  bahwa emosi merupakan kecenderungan bertindak atau dorongan untuk bertindak. 1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, emosi berarti suatu keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan,

  • * keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subjektif. Sedangkan dalam Kamus Psikologi, emosi dapat dirumuskan sebagai satu keadaan dari individu yang mencakup perubahan-perubahan yang disadari dan mendalam sifatnya, disertai perubahan perilaku. Oleh karena itu emosi lebih intens daripada perasaan sederhana (biasa). Jika perasaan lembut berisikan unsur kemarahan dan kejengkelan tidak dapat diamati oleh orang lain, maka kegusaran selalu dibarengi perubahan tingkah laku yang amat hebat, mendalam, dan ekspresif sehingga dapat diamati oleh orang lam. *

  2 Kecerdasan Emosional, 'Daniel Goleman, terj. Hermaya, Gramedia, Jakarta, 1997, him. 7

  3

  Kamus Besar Bahasa Indonesia,

  2Depdikbud, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, him. 228

  3CP Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, him. 163

  4

  27 Daniel Goleman menjelaskan bahwa emosi merujuk pada suatu

  perasaan, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak, misalnya kemarahan, kesedihan, ketakutan, kenikmatan dan masih banyak lagi jenis emosi dengan campuran, variasi, mutasi, dan nuansanya.4

  Dari defmisi di atas menunjukkan bahwa antara emosi dan dorongan terdapat hubungan yang erat. Selain itu, emosi seperti halnya dorongan, mengarahkan tingkah laku. Emosi takut, misalnya, mendorong seseorang untuk menghindar dari bahaya yang mengancamnya atau emosi marah mendorong seseorang untuk mempertahankan diri. 5 Oleh karena lebih konkrit, maka tingkah laku lebih mudah untuk dipelajari daripada jiw a dan melalui tingkah laku, kita dapat mengenali seseorang.

  Di dalam Al-Qur’an banyak uraian yang teliti tentang berbagai emosi yang dirasakan manusia, seperti takut, marah, cinta, gembira, benci, dengki, dan sedih.

  6 Misalnya emosi ketakutan yang dikemukakan dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar berikut i n i :

  4Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Malang, 1983, him. 13

  Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa,

  5Usman Najati, teij. Ahmad Rofi’, Pustaka, Bandung, 1985, him. 66

  28 ^ ‘cr * t f ) Jlfij^j

  ( x r ) i U j - i O

  ’’Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) A1 Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, 1 gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada

  Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang punpem beri petunjuk baginya” . (QS. Az Zumar, 39 1 2 3 ) 7

  Selain mengambarkan emosi takut, ayat di atas juga mengisyaratkan pengaruh emosi terhadap perubahan fisik individu.

  “Gemetar” menunjukkan emosi ketakutan sedangkan “menjadi tenang kulit dan hati mereka” menunjukkan keadaan yang tenteram.

  2. Ciri-Ciri Emosi Anak Sejumlah studi tentang emosi anak telah menyingkapkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor pematangan dan faktor belajar. Sebagai contoh perkembangan kelenjar endokrin yang sangat penting dalam mematangkan pedlaku emosional pada bayi relatif kurang, itulah sebabnya reaksi fisiologis terhadap stres pada bayi sangat kecil, dan ketika mereka beranjak dewasa, maka kelenjar endokrin tersebut semakin meningkat.

  8 Sedangkan contoh perkembangan emosi yang bergantung pada faktor belajar, yaitu

  9 >> .> >