ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SELF ACCEPTANCE PENDERITA HIV DAN AIDS DALAM KELOMPOK DUKUNGAN SEBAYA (KDS) BERDASARKAN TEORI HEALTH BELIEF MODEL Repository - UNAIR REPOSITORY
SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SELF
ACCEPTANCE PENDERITA HIV DAN AIDS DALAM KELOMPOK
DUKUNGAN SEBAYA (KDS) BERDASARKAN TEORI HEALTH BELIEF
MODEL
PENELITIAN DESKRIPTIF KORELASIONAL
Oleh:
Anis Fauziah
NIM. 131311133116
SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SELF
ACCEPTANCE PENDERITA HIV DAN AIDS DALAM KELOMPOK
DUKUNGAN SEBAYA (KDS) BERDASARKAN TEORI HEALTH BELIEF
MODEL
PENELITIAN DESKRIPTIF KORELASIONAL
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Dalam Program Studi Pendidikan Ners
Pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan UNAIR
\
SURAT PERNYATAAN
HALAMAN PERNYATAAN
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
MOTTO
“Salah satu kerugian terbesar kita adalah manakala Allah memberitahukan
kepada kita bahwa surga-Nya yang disiapkan bagi orang yang beriman dan
beramal sholeh seluas langit dan bumi, kemudian kita tidak mendapatkan
tempat untuk meletakkan kaki diatas sana”
(Syaikh Shaleh Al-Mughaimisi)
“To keep your balance you must keep moving”
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan berkat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Self Acceptance Penderita HIV
dan AIDS dalam Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Berdasarkan Teori
Health Belief Model”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya. Penyusunan skripsi ini tak lepas adri bantuan berbagai pihak, oleh karena itu bersama dengan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs., (Hons) selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan izin untuk melakukan dan menyelesaikan pendidikan program studi Pendidikan Ners.
2. Bapak Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes., selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
3. Ibu Puwaningsih, S.Kp., M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan kesempatan waktu dan ilmu kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan penelitian ini serta bimbingan yang luar biasa mengenai bagaimana saya melakukan penelitian dengan baik dan benar
4. Ibu Sylvia Dwi Wahyuni, S.Kep. Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing II
8. Bapak dan Ibu Dosen derta Staf pengajar Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan fasilitas, mendidik, serta memberikan ilmu selama masa perkuliahan
9. Mbak Sista dan Mas Farid serta teman-teman Yayasan Mahameru yang telah bersedia dan mengizinkan saya untuk melakukan penelitian ini, tanpa keberadaan dan kesediaan teman-teman penelitian ini tidak akan terlaksana.
10. Kedua orangtua yang sangat saya sayangi (Suto Handoko dan Satumah AF), Kakak Moch. Syaiful Bachri, mbak Nur Wachida Novita,
Adik Niāmatul Hidayah, Daehan Nayaka Rafif Ahmad yang telah memberikan doa sepanjang waktu, dukungan untuk selalu menguatkan dan motivasi dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini 11. Sahabat-sahabat insyaallah dunia akhirat Lukman, Lyntar, Magita, Ocik,
Nyus, Endel, Umi, Lapitun, Syah, Ijah, Kak pin, yang telah memberikan keceriaan dan candaan sehingga dalam mengerjakan skripsi ini terasa lebih menyenangkan 12. Teman-teman lama seperjuangan yang tidak akan pernah saya lupakan Q-
RAZINICA, meski raga tidak mampu untuk bertemu tapi doa mereka selalu terdengar oleh-Nya
13. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2013 yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak kawan atas bantuan dan segala kisah cerita kehidupan selama 4 tahun menjadi kenangan yang tidak akan pernah terlupakan
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SELF
ACCEPTANCE PENDERITA HIV DAN AIDS DALAM KELOMPOK
DUKUNGAN SEBAYA (KDS) BERDASARKAN TEORI HEALTH BELIEF
MODEL
Penelitian Deskriptif Korelasional di Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Yayasan Mahameru Surabaya
Oleh: Anis Fauziah
Pendahuluan : Masalah dalam kehidupan ODHA tidak hanya terkait dengan
adanya stigma dan diskriminasi semata, namun juga terhadap penerimaan akan kondisi dirinya (self acceptance). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor yang berhubungan dengan self acceptance dalam Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) berdasarkan teori Health Belief Model (HBM). Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional dengan pendekatan cross-
sectional. Jumlah responden sebanyak 43 orang yang didapatkan dari purposive
sampling. Variabel dependen dalam penelitian ini self acceptance, dan variabel
independen meliputi faktor pemodifikasi demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dukungan, dan pengetahuan serta persepsi individu dari teori HBM yang meliputi persepsi keseriusan, persepsi kerentanan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan. Data diambil melalui penyebaran instrument berupa kuisioner kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan uji regresi logistik dan pearson correlation. Hasil: Hasil analisis data hubungan dengan self acceptance diperoleh nilai ρ sebesar 0,014 untuk persepsi kerentanan dan nilai ρ sebesar 0,034 untuk persepsi manfaat yang berarti ada hubungan yang signifikan. Diskusi: Diharapkan untuk dilakukan penelitian terkait faktor yang
ABSTRACT
THE ANALYSIS OF FACTORS RELATED TO SELF ACCEPTANCE OF
PATIENTS WITH HIV AND AIDS IN PEER GROUP SUPPORT BASED ON
HEALTH BELIEF MODEL THEORY
Correlational Descriptive Study
By: Anis Fauziah
Introduction: Problems in the life of people with HIV and AIDS are not only
related to the existence of stigma and discrimination, but also to the acceptance of
his condition (self acceptance). This study is intended to explain factors related to
self-acceptance in peer support groups based on the Health Belief Model (HBM)
theory. Method: This study uses descriptive correlational design with cross
sectional approach. Sample were 43 people by using purposive sampling. The
variables were self acceptance, demographic modifying factors that are
developing, gender, education, employment, support, and knowledge. Individual
perceptions of HBM theory that include perceveid suscepbility, perceveid
seriousness, perceveid benefits, and perceveid barriers. Data were retrived using
quistionnaires and data analyzed using logistic regression and pearson’s
correlation. Results: Result of data analysis correlations with self acceptance
obtained ρ value of 0.014 for the perceveid suscepbility and value ρ of 0.034 for
the perceveid benefit which means there is a significant correlations. Discussion:
It is expected to conduct research related to factors that improve self-acceptance
in people with HIV and AIDS.Keywords: people with HIV and AIDS, self acceptance, individual perceptions
DAFTAR ISI
BAB 4 METODE PENELITIAN ..........................................................................42
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...........40
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Anatomi HIV ......................................................................20Gambar 2.2 Health Belief ModelsGambar 3.1 Kerangka konseptual Analisis Faktor Self Acceptance Penderita
Gambar 4.1 Kerangka Metode Penelitian Deskriptif Korelasional (Nursalam
Gambar 4.2 Kerangka Penelitian Analisis Faktor Self Acceptance Penderita HIV dan AIDS dalam Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Berdasarkan
Gambar 4.3 Kerangka Kerja Penelitian Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Self Acceptance Penderita HIV dan AIDS dalam Kelompok
DAFTAR TABEL
Tabel 5.8 Hubungan Persepsi Individu dengan Self Acceptance Penderita HIV danTabel 5.7 Hubungan Faktor Pemodifikasi Demografi dengan Persepsi Hambatan di KDS Mahameru .................................................................................68
Tabel 5.6 Hubungan Faktor Pemodifikasi Demografi dengan Persepsi Manfaat diTabel 5.5 Hubungan Faktor Pemodifikasi Demografi dengan Persepsi Keseriusan di KDS Mahameru .................................................................................67Tabel 5.4 Hubungan Faktor Pemodifikasi Demografi dengan Persepsi Kerentanan di KDS Mahameru .................................................................................67
Tabel 5.3 Self Acceptance Penderita HIV dan AIDS di Kelompok DukunganTabel 5.2 Persepsi Individu Penderita HIV dan AIDS di Kelompok DukunganTabel 2.1 Stadium HIV ..........................................................................................26
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik Demografi di KelompokTabel 4.2 Dimensi alat ukur penerimaan diri .........................................................51
Tabel 4.1. Definisi Operasional Analisis Faktor yang berhubungan dengan SelfTabel 2.3 Keaslian Penulisan .................................................................................37Tabel 2.2 Penatalaksanaan ARV ............................................................................29
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
3TC : Lamivudine AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome ARV : Anti Retroviral ASI : Air Susu Ibu AZT : Zidovudine CMV : Cytomegalovirus CD4 : Cluster of Differentiation 4 DNA : Deoxyribonucleic Acid RNA : Ribonucleic Acid EVF : Efavirenz FTC : Emtricitabine HBM : Health Belief Model HIV : Human Immunodeficiency Virus
IO : Infeksi Oportunistik KDS : Kelompok Dukungan Sebaya Kemenkes RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia KPA : Komisi Penanggulangan AIDS LPV/r : Lpinovir/ritonavir LSM : Lembaga Sosial Masyarakat NNRTI : Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor NRTI : Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor NVP : Nevapine ODHA : Orang dengan HIV dan AIDS PGL : Persistent Generalized Limphadenopaty PI : Protease Inhibitor PML : Progressive Multifocal Leukoencephalophaty
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah HIV dan AIDS menjadi masalah kontemporer yang berkaitan dengan perilaku berisiko manusia. Masalah HIV dan AIDS bukanlah masalah kesehatan semata, tetapi juga sebagai masalah sosial yang berkaitan dengan relasi seseorang dengan lingkungannya dan permasalahan dari berbagai aspek seperti ekonomi, budaya, dan politik sehingga orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan (Miller 2007). Perubahan yang terjadi di dalam diri dan di luar diri ODHA membuat mereka memiliki persepsi yang negatif tentang dirinya dan mempengaruhi perkembangan konsep dirinya.
ODHA cenderung menunjukkan bentuk-bentuk reaksi sikap dan tingkah laku yang salah. Hal ini disebabkan ketidakmampuan ODHA menerima kenyataan dengan kondisi yang dialami.
Seseorang yang baru mengetahui statusnya sebagai ODHA, cenderung tidak menerima dirinya sendiri yang telah menjadi seorang orang dengan HIV stress berat, dimana pada saat mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS banyak ODHA yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya tertular HIV, sehingga menimbulkan depresi dan kecenderungan bunuh diri pada ODHA (Astuti 2008).
Jumlah kasus HIV dan AIDS di dunia pada tahun 2014 terdapat 35 juta penderita dan meningkat pada tahun 2015 sehingga berjumlah 36,7 juta (WHO, 2016). Indonesia pada tahun 2012 terdapat 21.511 kasus HIV dan 5.686 kasus AIDS. Hampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia tidak ada yang bebas dari HIV dan AIDS, hal ini sesuai dengan data Kementrian Kesehatan RI (2014) yang menjelaskan situasi kasus HIV dan AIDS di Indonesia sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Desember 2012. Estimasi dan proyeksi jumlah Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) menurut populasi beresiko dimana jumlah ODHA di populasi wanita resiko rendah mengalami peningkatan dari 190.349 kasus pada tahun 2011 menjadi 279.276 kasus di tahun 2016. Di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 terdapat 15.124 ODHA pada populasi wanita resiko rendah dan Kota Surabaya terdapat pada urutan pertama yaitu 4.447 wanita resiko orang penderita yang telah diwawancarai didapatkan 6 dari 10 orang dengan mekanisme koping dan penerimaan diri yang negatif (60%) menganggap dirinya tidak berguna, masih belum menerima kenyataan yang dihadapi, serta tidak memiliki keyakinan dalam mengatasi masalah kesehatan, dan 4 orang dengan mekanisme koping dan penerimaan diri yang positif (40%) dengan mengatakan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya, dan tidak menyalahkan diri sendiri. Hasil dari studi pendahuluan yang didapatkan tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini belum diketahui faktor- faktor yang berhubungan dengan self acceptance terhadap orang dengan HIV dan AIDS dalam kelompok dukungan sebaya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sandu, et al (2016) yang dilakukan di Kelompok Dukungan Sebaya Kota Kediri didapatkan bahwa sebagian besar ODHA memiliki mekanisme koping yang negatif yaitu sebanyak 18 responden dengan presentase (60%). Penderita HIV sangat mudah merasa bersalah dan menerima penolakan dari sekitarnya, hal ini disebabkan karena anggapan bahwa tingkah laku mereka terutama tingkah laku seksual dapat Kesehatan RI 2014). Self acceptance diharapkan akan meningkat setelah bergabung dalam KDS karena didalamnya terdapat kegiatan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang HIV, interaksi sosial antar anggota, memberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman dan perasaan, serta dapat memberikan dukungan emosional. Saat self acceptance yang baik tercapai, seseorang akan memiliki keyakinan untuk mampu melakukan dan berusaha dengan baik dalam hal-hal yang harus dilakukannya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan (Heather 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya self acceptance menurut Hurlock (1999) yaitu pemahaman, hal realisitis, lingkungan, psikologis, keyakinan akan tujuan hidup, penyesuaian diri, dan perspektif diri.
Strategi dalam penerimaan diri terhadap penderita HIV dan AIDS dapat diteliti dengan menggunakan pendekatan teori Health Belief Models (HBM) yang mengemukakan bahwa persepsi seorang individu tentang penyakitnya akan mempengaruhi perilaku kesehatan. Teori ini berfokus pada persepsi subjektif seseorang diantaranya: persepsi seseorang terhadap kerentanan tertular penyakit (perceveid susceptibility) yaitu penyakit HIV dan AIDS; persepsi seseorang
Berdasarkan masalah diatas, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan self acceptance terhadap penderita HIV dan AIDS dalam kelompok dukungan sebaya menggunakan pendekatan Teori Health Belief Model (HBM). Temuan ini akan sangat bermakna sebagai informasi dalam rangka peningkatan self acceptance yang akan berimplikasi pada status kesehatan seseorang dengan HIV dan AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
Faktor apasajakah yang berhubungan dengan self acceptance terhadap penderita HIV dan AIDS dalam Kelompok Dukungan Sebaya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis faktor yang berhubungan dengan self acceptance terhadap penderita HIV dan AIDS dalam Kelompok Dukungan Sebaya berbasis teori
Health Belief Model.
1.3.2 Tujuan Khusus
yang berhubungan dengan self acceptance terhadap penderita HIV dan AIDS dalam kelompok dukungan sebaya berbasis teori Health Belief Model (HBM)
1.4.2 Manfaat Praktis 1.
Bagi penderita HIV dan AIDS Diharapkan dapat bergabung dengan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan mengikuti kegiatannya secara rutin dan berkala 2. Bagi Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan, pengalaman, serta dukungan kepada sesama ODHA
3. Bagi perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi serta pendampingan pada penderita HIV positif sebagai upaya meningkatkan
self acceptance 4.
Bagi tim layanan kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan perawatan secara holistic dan komprehensif kepada penderita HIV positif dan dapat
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Self Acceptance
2.1.1 Pengertian self acceptance
Self Acceptance (penerimaan diri) merupakan suatu kemampuan individu
untuk dapat melakukan penerimaan terhadap keberadaan diri sendiri. Hal ini didasarkan pada kepuasan individu atau kebahagiaan individu mengenai dirinya serta berpikir mengenai kebutuhannya untuk memiliki mental yang sehat. Sikap penerimaan diri dapat dilakukan secara realistis, tetapi juga dapat dilakukan secara tidak realistis (Hurlock 1999 dalam Agoes 2005). Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap memandang diri sendiri sebagaimana adanya dan memperlakukannya secara baik disertai rasa senang serta bangga dan terus mengusahakan kemajuannya. Menerima diri sendiri perlu kesadaran dan kemauan untuk melihat fakta yang ada pada diri, baik fisik maupun psikis, sekaligus kekurangan dan ketidaksempurnaan tanda ada rasa kecewa, tujuannya untuk merubah diri menjadi lebih baik.
Self acceptance (penerimaan diri) melibatkan pemahaman diri, kesadaran
yang reaslistis, memahami kekuatan dan kelemahan seseorang, sehingga menghasilkan perasaan individu tentang dirinya. Hurlock (2000) menjelaskan bila individu hanya melihat dari satu sisi saja maka tidak mustahil akan timbul kepribadan yang tidak seimbang, semakin individu menyukai dirinya maka ia akan mampu menerima dirinya dan semakin diterima oleh orang lain yang mengatakan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik akan mampu meneriman karakter-karakter alamiah.
Handayani (2011) menambahkan bahwa self acceptance (penerimaan diri) adalah sejauh mana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya. Penerimaan diri ini ditunjukkan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihannya sekaligus menerima segala kekurangannya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus menerus untuk mengembangkan diri. Penerimaan diri mengacu pada kepuasan individu atas kebahagiaan terhadap diri, dan dianggap perlu untuk kesehatan mental mengetahui statusnya sebagai penderita HIV ditemukan bahwa 78% penderita HIV dapat beradaptasi dalam jangka waktu 8-12 bulan yang ditandai dengan penurunan jumlah CD4 limfosit sebesar 38 %.
Uraian di atas dapat diketahui bahwa penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap diri sendiri, mampu dan mau menerima keadaan diri baik kelebihan atau kekurangan sehingga dapat memandang masa depan lebih positif. Tanpa penerimaan diri seseorang hanya dapat membuat sedikit atau tidak ada kemajuan sama sekali dalam suatu hubungan yang efektif.
2.1.2 Ciri-ciri Self Acceptance
Self acceptance (penerimaan diri) setiap individu terhadap dirinya sendiri
cenderung tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Cutrona (1987) ciri-ciri orang yang menerima dirinya adalah sebagai berikut : 1.
Menerima diri sendiri apa adanya Memahami diri ditandai dengan perasaan yang tulus, nyata, dan jujur dalam menilai diri sendiri. Kemampuan seseorang untuk memahami dirinya tergantung pada kapasitas intelektual dan kesempatan menemukan dirinya.
2. Tidak menolak apabila memiliki kekurangan Sikap atau respon dari lingkungan membentuk sikap terhadap diri seseorang.
Individu yang mendapat sikap yang sesuai dan menyenangkan dari lingkungannya cenderung akan meneriman dirinya. Kelebihan merupakan suatu kemampuan karakteristik atau ciri tentang diri dianggap lebih baik daripada kemampuan-kemampuan lain dalam dirinya. Salah satu penyebab seseorang sulit untuk menerima kelebihannya dikarenakan ingin mendapatkan sesuatu yang lebih dalam hal itu. Kekurangan adalah kemampuan yang sebenarnya diharapkan untuk lebih baik dari kondisi yang sesungguhnya namun ternyata tidak demikian, yang dianggap kurang biasanya adalah hal diinginkan untuk menjadi lebih baik, dan kekurangan bisa melahirkan rasa malu dan minder.
3. Memiliki keyakinan bahwa untuk mencintai diri sendiri, seseorang tidak harus dicintai dan dihargai oleh orang lain.
Seseorang yang dapat mengidentifikasi dirinya sendiri serta memiliki penyesuaian diri yang baik maka cenderung dapat menerima dirinya dan dapat
4. Tidak perlu merasa sempurna Seseorang yang memiliki konsep diri yang stabil akan melihat dirinya dari waktu secara konstan dan tidak mudah berubah-rubah. Memandang diri secara positif merupakan sikap mental yang melibatkna proses memasukkan pikran, kata, dan gambaran yang membangun perkembangan dari suatu pemikiran.
Pendapat lain dikemukakan oleh Bastaman (2007) mengenai beberapa hal yang menentukan keberhasilan seseorang dalam melakukan perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi hidup yang bermakna, yaitu : 1.
Pemahaman diri (self insight) Meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik
2. Makna hidup (the meaning of life) Nilai-nilai yang penting dan bermakna bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi.
3. Pengubahan sikap (changing attitude) Merubah diri yang bersikap negatif menjadi positif dan lebih bijak dalam
5. Kegiatan terarah (directed activities) Suatu upaya yang dilakukan secara sadar berupa pengembangan potensi pribadi yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk mencapai tujuan hidup.
6. Dukungan sosial (social support) Hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya, dan selalu sedia memberi bantuan pada saat diperlukan
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Acceptance
Pada dasarmya untuk memiliki self acceptance bukanlah suatu hal yang mudah karena individu jauh lebih mudah menerima kelebihan yang ada pada dirinya daripada menerima segala kekurangan yang ada pada dirinya juga. Sikap tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi diri seseorang sehingga menjadi individu yang mempunyai penerimaan diri yang rendah. Menurut Hurlock (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dalam diri seseorang yaitu: 1.
Adanya pemahaman tentang diri sendiri kesempatan tercapainya suatu harapan, maka akan menimbulkan kepuasan diri yang merupakan hal penting dalam penerimaan diri
3. Tidak adanya hambatan di dalam lingkungan Seseorang yang memiliki harapan, namun jika lingkungan disekitarnya tidak memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi, maka harapannya akan sulit tercapai.
4. Sikap lingkungan seseorang Sikap yang berkembang di masyarakat akan ikut andil dalam proses penerimaan diri seseorang, jika lingkungan memberikan sikap yang baik pada individu, maka individu akan cenderung untuk senang dan menerima dirinya 5. Ada tidaknya tekanan yang berat
Tekanan emosi yang berat dan terus menerus akan mengganggu seseorang dan menyebabkan ketidakseimbangan fisik maupun psikologis
6. Frekuensi keberhasilan Setiap orang pasti akan mengalami kegagalan, hanya saja frekuensinya yang berbeda-beda. Semakin banyak keberhasilan yang dicapai akan menyebabkan
8. Perspekstif diri Perspektif diri terbentuk jika individu dapat melihat dirinya sama dengan apa yang dilihat oleh orang lain pada dirinya. Rendahnya perspektif diri akan menimbulkan perasaan tidak puas dan penolakan diri 9. Latihan pada masa kanak-kanak
Pelatihan yang diterima pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi pola kepribadian anak selama masa perkembangan. Latihan yang baik pada masa kanak-kanak akan memberikan pengaruh positif pada penerimaan diri.
10. Konsep diri yang stabil Konsep diri yang stabil bagi seseorang akan memudahkan dala usaha menerima dirinya. Apabila konsep dirinya selalu berubah-ubah maka individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam memahami dan menerima dirinya.
2.1.4 Karakteristik Self Acceptance
Tingkah laku orang yang memiliki self acceptance dan tidak memiliki self
acceptance tentu berbeda. Seseorang dikatakan memiliki self acceptance yang
baik dapat dilihat dari perkataan dan perilakunya sehari-hari. Pada umumnya
4. Menerima kualitas-kualitas kemanusiaan tanpa menyalahkan diri terhadap keadaan-keadaan diluar kendali mereka Hal terpenting ketika seseorang mampu menerima dirinya adalah ketika dapat menerima segala potensi yang ada pada dirinya, baik itu yang berkaitan dengan kelebihan ataupun dengan kelemahan/kekurangan, dan orang tersebut akan mudah untuk berinteraksi dengan orang lain karena bersedia menerima kritik ataupun penolakan dari orang lain dengan sikap positif. Terdapat beberapa komponen yang menentukan keberhasilan seseorang dalam melakukan perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi hidup yang bermakna. Berdasarkan indikator komponen-komponen penerimaan diri yang dikemukakan oleh Shareer (1949) dan dimodifikasi oleh Berger (dalam Denmark, 1973) terdapat 9 domain
slef acceptance , yaitu : 1.
Sikap dan perilaku didasarkan nilai-nilai standar diri tidak dipengaruhi lingkungan luar
2. Keyakinan dalam menjalani hidup 3.
Berani bertanggung jawab terhadap perilakunya
2.1.5 Manfaat Self Acceptance
Self acceptance (penerimaan diri) memliki peranan yang penting dalam
interaksi sosial. Self acceptance dapat membantu individu dalam berinteraksi dengan individu lain, meningkatkan kepercayaan diri serta membuat hubungan menjadi lebih akrab karena individu tersebut menyadari bahwa setiap individu diciptakan sama yaitu memiliki kelebihan dan kekurangan. Tanpa self acceptance individu cenderung sulit untuk dapat berinteraksi dengan individu lain sehingga dapat berpengaruh buruk pada kepribadiaannya. Hurlock (1999) mengatakan bahwa “semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuain diri dan sosialnya”. Tanpa Self acceptance individu cenderung akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya.
Salah satu karakteristik dari individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik yaitu mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya, biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence), selain itu juga individu lebih dapat menerima kritik dibandingkan dengan orang yang kurang dapat menerima dirinya, dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengevaluasi
2.1.6 Aspek Self Acceptance
Pada umumnya, individu dengan penerimaan diri yang baik akan menunjukkan ciri-ciri tertentu dalam berfikir dan melakukan aktifitas kesehariannya. Individu yang dapat menerima dirinya secara utuh berarti individu tersebut mampu menerima secara positif aspek-aspek dalam diri, Grinder dalam Parista (2008), aspek-aspek penerimaan diri meliputi: 1.
Aspek Fisik Tingkat penerimaan diri secara fisik, tingkatan kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan menggambarkan penerimaan fisik sebagai suatu evaluasi dan penilaian diri terhadap raganya, apakah raga dan penampilannya menyenangkan atau memuaskan untuk diterima atau tidak.
2. Aspek Psikis
Aspek psikis meliputi pikiran, emosi dan perilaku individu sebagai pusat penyesuaian diri (Calhoun & Acocella, 1990). Individu yang dapat menerima dirinya secara keseluruhan serta memiliki keyakinan akan kemampuan diri
4. Aspek Moral
Perkembangan moral dalam diri dipandang sebagai suatu proses yang melibatkan struktur pemikiran individu dimana individu mampu mengambil keputusan secara bijak serta mampu mempertanggungjawabkan keputusan atau tindakan yang telah diamilnya berdasarkan konteks sosial yang telah ada Grinder dalam Marsya (2008).
2.2 Konsep HIV dan AIDS
2.2.1 Pengertian HIV dan AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menyerang infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan bahwa sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia menjadi mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Nasronudin 2014).
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia yang merupakan retrovirus dengan kemampuan menggunakan RNA dan DNA sebagai penjamu untuk membentuk virus DNA yang dikenali selama periode inkubasi yang panjang dan menyebabkan munculnya tanda dan gejala tertentu. AIDS merupakan bentuk lanjut dari HIV yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem
copy RNA genom, dan 3 enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase, dan
integrase. Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan
target antibody dalam tes screening HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein dinamakan p17 yang merupakan lapisan dibawah selubung lipid, sedangkan selubung lipid virus ini mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen
gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa
protein prekusor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein mature (Jawetz, et al. 2011).
(main), N (new atau non-M, non-O), dan O (outlier). Kelompok M yang dominan terdiri dari 11 subtipe atau clades (A-K), telah teridentifikasi 6 subtipe HIV-2 yaitu sub tipe A-F. HIV-1 lebih mematikan, mudah masuk ke dalam tubuh, dan sumber infeksi paling banyak di dunia (Ardhiyanti, et al. 2015).
2.2.3 Etiologi HIV dan AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus
penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili
lentivirinae . Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid
yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang luar seperti air mendidih, sinar matahari, dan mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, dan sebagainya, tetapi relatif resiten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet. Virus HIV ditemukan dalam darah, saliva, semen, airmata, dan mudah mati diluar tubuh. HIV juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag, dan sel glia jaringan otak (Kementrian Kesehatan RI 2014).
2.2.4 Siklus HIV dan AIDS
Virus memasuki tubuh terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul protein CD4. Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T. sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrite, sel langerhans, dan sel microglia (Price, et al. 2012). HIV yang masuk ke dalam tubuh akan ditangkap oleh sel dendrit pada membran mukosa dan kulit 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi akan membuat jalur ke nodus limfa dan pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan, replikasi virus semakin cepat. Siklus hidup HIV dibagi menjadi 5 fase yaitu; masuk kemudian mengikat,
reverse trancriptase , replikasi, budding, dan maturasi. Replikasi HIV di dalam sel
4. DNA virus bergerak menuju nukleus sel CD4 dan mengintegrasikan diri terhadap DNA sel penjamu atau sel inang (CD4) dengan bantuan enzim
integrase ; 5.
Virus RNA baru digunakan sebagai genomik RNA dan untuk membuat beberapa virus protein;
6. Virus RNA baru dan beberapa protein bergerak menuju permukaan sel dan membentuk virus HIV baru yang belum matur; dan
7. Virus-virus yang sudah matur melepaskan protein HIV melalui enzim protease dan siap memasuki sel CD4 lainnya.
2.2.5 Patogenesis HIV dan AIDS
Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang hanya dikendalikan sebagian oleh respon imun spesifik dan berlanjut menjadi infeksi kronik progresif pada jaringan limfoid perifer. Perjalanan penyakit dapat dipantau dengan mengukur jumlah virus dalam serum pasien dan menghitung jumlah sel T CD4 dalam darah tepi. Sistem kekebalan tubuh pada awalnya mampu mengendalikan infeksi HIV, akan tetapi perjalanan dari waktu ke waktu virus HIV menyebabkan terhadap HIV terjadi selama 1 minggu sampai 3 bulan setelah terinfeksi. Viremia plasma menurun dan level sel CD4 kembali meningkat, tetapi respon imun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna dan sel-sel yang terinfeksi HIV menetap dalam limfoid (Murtiastutik 2009).
Masa laten klinis ini dapat berlangsung sampai 10 tahun, selama masa ini banyak terjadi replikasi virus. Siklus hidup virus dari saat infeksi sel sampai produksi virus baru yang menginfeksi sel berikutnya rata-rata 2,6 hari. Pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan gejala klinis yang nyata, seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi lebih lanjut. HIV yang ditemukan pada pasien dengan penyakit tahap lanjut biasanya jauh lebih virulen dan sitopatik dari pada strain virus yang ditemukan pada awal infeksi (Jawetz, et al. 2011).
2.2.6 Cara Penularan HIV dan AIDS
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu; kontak seksual, kontak dengan darah atau secret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan, dan pemberian ASI. HIV berada terutama dalam cairan sehingga penularan HIV dapat melalui aktivitas sebagai berikut: 1. Hubungan seksual dengan orang yang mengidap HIV dan AIDS, berhubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung kondom 2. Kontak darah/luka dan transfusi darah yang tercemar virus HIV 3.
Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bersama atau bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV
4. Ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada bayi yang sedang dikandung.
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2014) dalam buku pedoman program pencegahan ibu ke anak HIV, HIV tidak dapat ditularkan melalui aktivitas berikut: 1.
Bersalaman 2. Berpelukan 3. Bersentuhan atau berciuman 4. Penggunaan toilet umum, kolam renang, alat makan atau minum secara bersama HIV dan terapi Antiretroviral pada orang dewasa (Kementrian Kesehatan RI 2011), Stadium dalam HIV dan AIDS sebagai berikut:
Tabel 2.1 Stadium HIVStadium 1 : HIV 1.
Asimtomatis 2. Limfadenopati generalisata yang persisten atau persistent generalized
limphadenopaty (PGL) yaitu limfadenopati pada beberapa kelenjar getah
bening yang bertahan lama. Adanya pembengkakan kelenjar akan tetapi sulit dilihat dan lebih mudah ditemukan saat menyentuhnya
3. Tingkat aktivitas 1: aktivitas masih normal
Stadium 2 : Asimptomatik 1.
Penurunan BB < 10% BB sebelumnya 2. Manifestasi mukokutaneus minor seperti ulserasi oral, infeksi jamur kuku 3. Herpes zoster selama 5 tahun terakhir 4. Infeksi saluran napas atas berulang misalnya sinusitis akibat infeksi bakteri
5. Tingkat aktivitas 2: Simtomatis dan aktivitas normal
Stadium 3 : Pembesaran kelenjar limfe 1.
Penurunan BB>10% BB sebelumnya 2. Diare kronis yang tidak jelas penyebabnya selama lebih dari 1 bulan 3. Demam lama yang tidak jelas penyebabnya selama lebih dari 1 bulan 4. Kandidiasis oral 5. Oral hairy leukoplakia yaitu bercak putih pada mulut berambut 6. TB paru dalam 1 tahun terakhir 7. Infeksi bakteri berat seperti pneumonia dan bisul pada otot 8. Co-trimoxazole prophylaxis dapat diberikan karena efektif 9. Tingkat aktivitas 3: tidak bangun dari tempat tidur <50% dalam sehari selama 1 bulan terakhir
Stadium 4: AIDS 1.
HIV wasting syndrome, kondisi penurunan BB>10% dari BB sebelumnya,
11. TB ekstrapulmonar 12.
Limfoma 13. Sarkoma kaposi 14. Ensefalopati HIV, ketidakmampuan mental atau disfungsi motorik 15. Co-trimoxazole prophylaxis dapat diberikan karena efektif 16. Klien tidak bangun dari tempat tidur >50% dalam sehari selama 1 bulan terakhir
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
2.2.8 Penatalaksanaan ARV
Antiretroviral (ARV) merupakan obat yang menghambat replikasi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) (Departemen Kesehatan 2009). Pengobatan infeksi
HIV dengan antiretroviral digunakan untuk memelihara fungsi kekebalan tubuh mendekati keadaan normal, mencegah perkembangan penyakit, memperpanjang harapan hidup, dan memelihara kualitas hidup dengan cara menghambat replikasi virus HIV. Replikasi aktif HIV menyebabkan kerusakan progresif sistem imun dan berkembangnya infeksi oportunistik, keganasan (malignasi), penyakit neurologi, penurunan berat badan yang akhirnya berakibat ke arah kematian (Imrotul 2010).
Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse
3. TDF + 3TC (atau FTC) + NVP (Tenofovir + Lamivudine
(emtricitabine) + Nevirapine) 4. TDF + 3TC (atau FTC) + EFV (Tenofovir + Lamivudine
(emtricitabine) + Efavirenz) NRTI bekerja dengan cara menghambat kompetitif reverse transcriptase
HIV-1 dan dapat bergabung dengan rantai DNA virus yang sedang aktif dan menyebabkan terminasi. Obat golongan ini memerlukan aktivasi intrasitoplasma,difosforilasi oleh enzim menjadi bentuk trifosfat. Golongan ini terdiri dari : Analog deoksitimidin (Zidovudin), analog timidin (Stavudin), analog deoksiadenosin (Didanosin), analog adenosisn (Tenovir disoproxil fumarat/TDF), analog sitosin (Lamivudin dan Zalcitabin) dan analog guanosin (Abacavir) (Katzung 2004).
NNRTI bekerja dengan cara membentuk ikatan langsung pada situs aktif enzim reverse transcriptase yang menyebabkan aktivitas polimerase DNA terhambat. Golongan ini tidak bersaing dengan trifosfat nukleosida dan tidak memerlukan fosforilasi untuk menjadi aktif. Golongan ini terdiri dari: Nevirapin, inti virion matang dan protease penting untuk produksi virion infeksius matang selama replikasi. Obat golongan ini menghambat kerja enzim protease sehingga mencegah pembentukan virion baru yang infeksius. Golongan ini terdiri dari : Saquinavir, Ritonavir, Nelfinavir, Amprenavir (Katzung 2004). Panduan lini kedua yang direkomendasikan oleh pemerintah yaitu : TDF atau AZT + 3TC + LPV/r.