Tingkat kesantunan berdasarkan Maksim Leech rubrik SMS Suara Rakyat di dalam Surat Kabar Kedaulatan Rakyat - USD Repository

  TINGKAT KESANTUNAN BERDASARKAN MAKSIM LEECH RUBRIK SMS SUARA RAKYAT DI DALAM SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Oleh: Martinus Herka Supantoro 061224065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

JURUSAN BAHASA DAN SENI

  

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2013

  TINGKAT KESANTUNAN BERDASARKAN MAKSIM LEECH RUBRIK SMS SUARA RAKYAT DI DALAM SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Disusun oleh : Martinus Herka Supantoro 061224065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA,DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

  

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

  i ii

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Skripsi ini kupersembahkan sebagai ungkapan syukur dan cintaku kepada: Yesus Kristus penerang hidupku, Kedua orangtuaku : Bapak Ignatius Heru Supanto dan IbuVeronica Mujidah, Kedua adikku : Cornelius Hardian Putranto dan

Andreas Krisna Himawan

terimakasih untuk doa, dukungan, dan kasih sayang kalian selama ini.

  iv v

  

MOTTO

Hidup itu seperti mengendarai sepeda, agar tetap seimbang, kau harus tetap bergerak

(eistein)

Bila kita terbiasa mengatasi masalah kecil dengan baik, niscaya masalah besar bisa teratasi

dengan tuntas dan mustahil masalah besar akan terpecahkan bila masalah kecil selalu

dianggap sepele

  

(desierto de atacama)

Masalah bukanlah masalah, masalah adalah caramu menyikapi masalah

(jack sparrow) vi

vii

  

ABSTRAK

  Supantoro, Martinus Herka. 2013. Tingkat Kesantunan Berdasarkan Maksim

  Leech Rubrik SMS Suara Rakyat di dalam Surat Kabar Kedaulatan

Rakyat . Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini merupakan kajian pada tuturan yang digunakan oleh pengirim SMS dalam rubrik suara rakyat di surat kabar Kedaulatan Rakyat. Kesantunan berbahasa merupakan perangkat yang digunakan penutur agar tuturannya tidak menyinggung mitra tutur. Dengan menggunakan bahasa yang santun, penutur dapat menjaga hubungan interpersonal dengan mitra tutur.

  Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan bentuk-bentuk tuturan yang tidak santun, (2) bentuk-bentuk tuturan yang santun, (3) indikator-indikator tuturan yang santun, (4) kaidah-kaidah kesantunan berbahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa di media cetak.

  Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang disampaikan melalui pesan SMS dalam rubrik suara rakyat koran Kedaulatan Rakyat. Dengan demikian, subjek penelitian ini adalah para pengirim SMS. Pengumpulan data diperoleh dengan metode baca tulis. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa yang dikemukan oleh Geoffrey Leech.

  Peneliti menemukan bahwa sebagian tuturan pengirim SMS belum menggunakan bahasa yang santun. Hal ini disebabkan karena penutur melanggar kaidah-kaidah kesantunan berbahasa. Pengirim pesan atau responden masih melakukan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech. Dari enam maksim yang dikemukakan Leech, yaitu (a) maksim kebijaksanaan (tax maxim), (b) maksim penerimaan/ penghargaan (approbation

  

maxim) , (c) maksim kemurahan hati (generosity maxim), (d) maksim kerendahan

  hati (modesty maxim), (e) maksim kesepakatan/ kecocokan (agreement maxim) dan (f) maksim simpati (sympathy maxim), pelanggaran yang dilakukan responden adalah pelanggaran maksim kebijaksanaan, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan atau maksim kecocokan, dan maksim simpati.

  Dari tuturan yang telah dianalisis, peneliti menemukan indikator-indikator tuturan yang santun kemudian merumuskan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana kepada penutur Bahasa Indonesia tentang kaidah-kaidah tuturan yang santun. Selanjutnya, penutur dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan bertutur sehari-hari. viii

  

ABSTRACT

  Supantoro, Martinus Herka. 2013. Language Politeness Level Based on Leech

  Maxim as seen in Suara Rakyat Short Message Rubric in Kedaulatan Rakyat Newspaper. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Education

  Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University

  This research was a discussion of speech act which was used by short message sender in Suara Rakyat short message rubric in Kedaulatan Rakyat newspaper. Language politeness was an instrument used by speaker in order not to insult the addressee. By using language politeness, speaker could keep interpersonal relationship with the addressee.

  This Research was aimed to (1) describe the forms of impolite, (2) polite speech act, (3) indicators of polite speech act, and (4) principles of language politeness in speaking Indonesian Language. Besides, this research was aimed to describe language politeness in written mass media.

  In this research, the data were speech acts taken from the Suara Rakyat short message rubric in Kedaulatan Rakyat Newspaper. Hence, the subject of this research was the sender of the short message in Suara Rakyat short message rubric. The method in collecting the data was observing method. The collected data analyzed using the principles of language politeness by Geoffrey Leech.

  The researcher found half of the short messages were not use language politeness. This could be happened because the speaker neglected the principles of language politeness. The sender of short message still broke the principles of language politeness which were stated by Leech. From the six maxims stated by leech, (a) tax maxim, (b) approbation maxim, (c) generosity maxim, (d) modesty maxim, (e) agreement maxim, (f) sympathy maxim, the most violation happened in tax maxim, modesty maxim, agreement maxim, and sympathy maxim.

  From the analyzed speech act, the researcher found polite speech act indicators and afterwards formulated Indonesian language politeness. This research was expected to give words to Indonesian language speaker about language politeness. Moreover, the speaker could applied it in daily life. ix

KATA PENGANTAR

  x

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul TINGKAT KESANTUNAN BERDASARKAN MAKSIM LEECH DALAM TINDAK TUTUR RUBRIK SMS SUARA RAKYAT DI DALAM SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT.

  Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (PBSID).

  Skripsi ini terwujud berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

  2. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyisihkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi;

  3. L. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku dosen dan juga menjadi pembimbing dalam segala hal khususnya pemberi motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaiakan.

  4. Seluruh dosen PBSID yang dengan berbagai cara masing-masing telah membekali berbagai ilmu dan pengetahuan;

  5. Mas Sidiq yang selalu riang dan ramah dalam melayani serta membantu mahasiswa mengurusi segala keperluannya.

  6. Orangtuaku tercinta, bapak Ignatius Heru Supanto dan ibu Veronica Mujidah terima kasih untuk semua doa, perhatian, teladan dan kasih sayang hingga saat ini.

  7. Adik-adikku tercinta Cornelius Hardian Putranto dan Andreas Krisna Himawan terimakasih untuk doa, cinta dan kasih sayangnya. xi

  xii

  8 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………...

  2.3 Prinsip Kesantunan Leech ……………………………………… 20

  16

  2.2.1 Teori Kesantunan Berbahasa ………………………………

  15

  2.1 Penelitian terdahulu yang Relevan ……………………………… 11 2.2 Landasan Teori ..…………………………………………….......

  10 BAB II LANDASAN TEORI ………………………………………… 11

  10 1.7 Sistematika Penelitian ………………………………………….

  6 1.5 Batasan Istilah ………………………………………………….

  DAFTAR ISI

  6 1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………...

  6 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………….

  1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………

  1

  1 1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………………..

  HALAMAN JUDUL ………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...……………………………………… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………. iv

MOTTO ………………………………………………………………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………… vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSEYUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH …………………………………………………….. vii

ABSTRAK ……………………………………………………………. viii

ABSTRACT …………………………………………………………….. ix

KATA PENGANTAR ………………………………………………… x

DAFTAR ISI ………………………………………………………….. xii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………..

  Halaman

  2.3.1 Maksim Kebijaksanan (Tact Maksim) ……………………… 26

  2.3.2 Maksim Kedermawanan (Generosity Maksim) …………….. 28

  2.3.3 Maksim Penghargaan (Approbation Maksim) …………….. 28 2.3.4 Maksim Kesederhanaan (Modesty Maksim) ……………..

  29 2.3.5 Maksim Permufakatan (Agreement Maksim) ……………..

  30

  2.3.6 Maksim Kesimpatisan (Sympathy Maksim) ……………..... 30

  2.4 Indikator Tingkat Kesantunan …………………………………

  31

  2.5 Kerangka Berfikir ……………………………………………… 33

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………… 34

  3.1 Jenis Penelitian …………………………………………………

  34

  3.2 Data dan Sumber Data …………………………………………

  36 3.3 Metode Pengumpulan Data ……………………………………..

  36

  3.4 Metode Analisis Data ……………………………………………. 37

  3.5 Keabsahan Data dan Triangulasi ………………………………… 42

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………… 44 4.1 Deskripsi Data Penelitian ……………………………………….

  44 4.2 Hasil Analisis Data ……………………………………………..

  45

  4.2.1 Pelanggaran Prinsip Kesantunan Leech ……………… 45

  4.2.1.1 Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan …………… 46

  4.2.1.2 Pelanggaran Maksim Kedermawanan (Kemurahan Hati) ……………................………... 51

  4.2.1.3 Pelanggaran Maksim Penghargaan (Penerimaan) ... 55

  4.2.1.4 Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati (Kesederhanan) ……………………………….......

  59

  4.2.1.5 Pelanggaran Maksim Kesetujuan (Kesepakatan/ Kecocokan) ……………………….. 62

  4.2.1.6 Pelanggaran Maksim Kesimpatisan ……………... 64

  4.3 Penyebab Ketidaksantunan Berbahasa ……………………..... 68 4. 4 Bentuk Tuturan yang Santun ………………………..……… 72 xiii

BAB V PENUTUP ……………………………………………………… 73 5.1 Kesimpulan …………………………………………………….

  73

  5.2 Saran ……………………………………………………………

  74 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………

  76 LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………...

  78 xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Bahasa merupakan alat komunikasi dalam masyarakat. Dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi untuk saling bertukar pengalaman dan saling mengenal orang lain. Sebagai alat komunikasi bahasa mampu menimbulkan adanya rasa saling mengerti antara penutur dan mitra tutur, atau antara penulis dan pembaca. Komunikasi merupakan suatu proses ekspresi seseorang untuk menyampaikan maksud dan tujuannya, suatu proses komunikasi akan berjalan dengan sempurna dan lancar apabila pihak lain dapat mengerti dan memahami serta dapat menerima ekspresi dari mitra tuturnya.

  Di dalam komunikasi yang wajar dapat diasumsikan bahwa seorang penutur mengartikulasi ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada mitra tuturnya dan berharap mitra tuturnya memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk itu, penutur selalu berusaha agar tuturannya relevan dengan konteks, jelas, mudah dipahami, padat dan ringkas (concise) dan selalu pada persoalan (stright forward), sehingga tidak menghabiskan waktu mitra tuturnya.

  Keraf (1994:4) menyimpulkan bahwa komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran- saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Komunikasi mengatur aktifitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Komunikasi juga memungkinkan manusia menganalisis masa lampaunya untuk memetik hasil- hasil yang berguna bagi masa kini dan masa yang akan datang. Baik atau buruknya seseorang dapat dilihat melalui bahasa yang digunakan dan perilaku yang diperlihatkan. Bahasa dan perilaku seseorang akan dilihat menggunakan tolak ukur kesantunan pemakaian bahasa.

  Sopan santun berbahasa biasa disebut pula etiket berbahasa. Dasar terciptanya sopan santun berbahasa tersebut adalah sikap hormat penutur kepada mitra tutur yang terwujud dalam penggunaan bahasanya. Sopan santun berbahasa merupakan sikap hormat penutur kepada mitra tutur yang diwujudkan dalam uturan yang sopan dan tuturan yang sopan dilahirkan dari sikap yang hormat pula. Oleh Suwadji dikatakan bahwa sopan santun berbahasa adalah seperangkat prinsip yang disepakati oleh masyarakat bahasa untuk menciptakan hubungan yang saling menghargai antara anggota masyarakat pemakai bahasa yang satu dengan anggota yang lain (Baryadi, 2005: 71).

  Kesantunan oleh Brown dan Levinson (Kunjana 2003 : 35) didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan untuk mengatasi akibat merugikan yang disebabkan oleh ancaman yang memalukan. Ancaman ini dapat berupa ancaman pada muka negatif maupun muka positif seseorang. Kesantunan menurut Brown dan Levinson ini kemudian dikenal dengan strategi penyelamatan muka. Fraser via Gunarwan (1992 : 88) mendefinisikan kesantunan dengan properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari untuk memenuhi kewajibannya. Dengan demikian, kesantunan merupakan bagian dari ujaran tetapi bukan ujaran itu sendiri. Santun atau tidaknya sebuah tuturan tergantung pendapat pendengar.

  Ahli lain yang membahas tentang kesantunan berbahasa adalah Grice dan Geofrey Leech. Teori yang dikemukakan Grice via Pranowo (2009 :106) dikenal dengan sebutan prinsip kerja sama. Teori ini mengatur agar sebuah tujuan bertuturan dapat tercapai dengan baik. Prinsip kerja sama terdiri dari empat maksim, yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Inti dari teori ini adalah seorang penutur harus bertutur dengan singkat, jelas, padat, dan tidak ambigu sehingga informasi dapat sampai pada mitra tutur dengan baik. Leech (1983 : 120) dengan prinsip kesantunannya mengungkapkan teori yang melengkapi prinsip kerja sama.

  Menurut Leech, teori yang diungkapkan Grice tidak dapat menjelaskan mengapa seorang penutur menggunakan ungkapan yang tidak langsung untuk menyampaikan maksudnya. Melalui teori-teori yang dikemukakan para ahli ini, penulis ingin mencari dengan lebih detail kaidah-kaidah yang seharusnya dipatuhi oleh penutur agar dapat bertutur dengan santun. Untuk memperoleh kaidah- kaidahnya, penulis terlebih dahulu mencocokkan tuturan-tuturan dengan teori- teori ahli di atas.

  Berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya menjdikan komunikasi bermedia mengalami kemajuan dan tidak terbatas . Tidak hanya dengan bertatap muka saja orang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan dengan berbagai alat komunikasi yang canggih seseorang dapat berkomunikasi selayaknya berhadap-hadapan dengan lawan bicara seperti percakapan biasa yaitu melaui media telepon genggam atau handphone (HP).

  Seseorang dapat menggunakan media kedua dalam berkomunikasi karena adanya kecanggihan teknologi misalkan melalui handphone, televisi, radio, dan lain sebagainya. Proses komunikasi seperti hal tersebut merupakan proses komunikasi secara sekunder, yakni proses penyampaian komunikasi oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai madia kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

  Dalam kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi, khususnya bidang teknologi komunikasi, handphone (telepon genggam) ikut berperan dalam perkembangan Bahasa Indonesia. Handphone merupakan salah satu alat komunikasi yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai media informasi. Media ini saat ini banyak digunakan oleh masyarakat. Selain berbentuk kecil dan mudah dibawa, alat ini memiliki keunggulan, seperti secara lisan dapat berbicara langsung dengan orang yang dituju dan secara tertulis dapat digunakan untuk mengirim dan menerima pesan singkat dengan memanfaatkan SMS.

  Wujud bahasa tulis yang akan diteliti adalah pesan singkat atau yang lebih dikenal dengan istilah SMS (Short Message Servise). Penggunaan bahasa yang demikian merupakan suatu gejala sosial yang kontekstual, artinya pemahamannya harus dikaitkan dengan faktor-faktor nonlinguistik (Nababan, 1991: 74). Faktor nonlinguistik tersebut mencakup faktor sosial, situasi, dan kultural. Faktor sosial mencakup status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, dan agama.

  Faktor situasi mencakup kepada siapa, kapan, di mana, dengan bahasa apa, dan tentang apa tuturan berlangsung. Faktor kultural mencakup latar belakang seseorang yang akan mempengaruhi dalam pemakaian bahasa.

  Dalam rubrik suara rakyat pembaca (penutur) diperbolehkan secara bebas untuk menyampaikan keluh kesah dan permasalahan yang terjadi di sekitar pembaca. Masalah-masalah tersebut kebanyakan belum terselesaikan sehingga mereka (para pengirim) mencoba menuliskan uneg-uneg melalui rubrik suara rakyat yang terdapat di dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat. Tulisan-tulisan singkat melalui SMS itu diharapkan mampu menyampaikan maksud penulis.

  Namun permasalahan yang sering muncul adalah bahwa tuturan mereka (pengirim) terkadang terlalu gamblang dan kurang enak untuk dibaca maupun diterima pembaca. Kesantunan dalam menyampaikan pesan (SMS) yang diutarakan penutur perlu diperhatiakan. Karena dalam rubrik suara rakyat, penutur terkadang kurang memahami siapa mitra tutur dan untuk siapa pesan tersebut ditujukan. Maka dari itu diharapkan dengan penelitian ini mampu untuk mengetahui tingkat kesantunan serta kesopanan dalam berkomunikasi.

  Penelitian ini mengkaji mengenai kesantunan berbahasa dalam rubrik SMS suara rakyat yang berisi keluhan yang dimuat di halaman pertama di dalam surat kabar harian Kedaulatan Rakyat. Rubrik SMS suara rakyat adalah rubrik khusus dalam penerbitan pers yang disediakan bagi pembaca untuk menyampakain pendapat, komentar, kritik dan saran, protes, serta pujian simpati tentang suatu hal atau permasalahan yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Ada beberapa alasan mengapa rubrik SMS suara rakyat di harian Kedaulatan Rakyat ini diteliti. Pertama, selain karena rubrik ini berisi keluhan di harian Kedaulatan

  

Rakyat , sejauh pengetahuan penulis belum pernah diteliti, rubrik suara rakyat

  merupakan suatu realisasi nyata dari fungsi interaksional bahasa. Penulis mengkaji fungsi sosial bahasa karena semakin penting memelihara hubungan sosial dalam masyarakat. Alasan kedua berkaitan dengan pengajaran, khususnya pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Di dalam kurikulun tercantum mengenai sopan santun dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berlakunya pendekatan komunikatif dalam pengajaran Bahasa Indonesia menuntut pembelajaran dilakukan dengan konteks. Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan contoh konkrit bagi siswa tentang adanya berbagai tindak komunikasi, tindak tutur dan kesantunan berbahasa.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat kesantunan berbahasa berdasarkan maxim Leech yang terdapat dalam rubrik SMS Suara Rakyat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat ?

  1.3 Tujuan Penulisan

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tingkat kesantunan berbahasa berdasarkan maxim Leech dalam rubrik SMS Suara Rakyat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi pihak- pihak terkait. Manfaat secara praktis yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah memberikan masukan tentang kesantunan dalam pengunaan bahasa di dunia jurnalistik.

  Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Bagi pengembangan dan pembinaan Bahasa Indonesia, khususnya mengenai kesantunan berbahasa Indonesia.

  2. Bagi masyarakat penutur Bahasa Indonesia, kaidah-kaidah kesantunan dalam penelitian ini dapat dijadikan pilihan bagi masyarakat sebagai rambu-rambu

  3. Bagi pengajar, khususnya guru Bahasa Indonesia diharapkan akan dapat memberikan pengertian dan pemahaman dengan tepat mengenai tuturan dalam linguistik. Penelitian ini memberikan wacana bagaimana bahasa digunakan dalam sebuah situasi tutur. Apabila kaidah-kaidah kesantunan berbahasa dapat ditemukan, guru dapat mengajarkannya pada siswa di sekolah. Dengan demikian, penelitian ini dapat memperkaya bahan pengajaran, khususnya bahasa dengan pendekatan komunikatif.

  4. Diharapkan pula bahwa hasil temuan ini dapat menopang lancarnya komunikasi lintas budaya di dalam masyarakat Indonesia yang penuh dengan keanekaragaman budaya ini.

1.5 Batasan Istilah

  Penelitian memberi batasan-batasan istlah yang dirasa penting dan mendukung dalam pemahaman yaitu sebagai berikut:

  1. Kesantunan berbahasa : Di dalam KBBI (2005: 997), santun diartikan sebagai halus dan baik (budi bahasanya). Menurut Fraser, kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampui hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya (Gunarwan, 1994: 88). Jadi, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu tuturan; dan kesantunan yang diacu di dalam tulisan ini adalah kesantunan menurut pendengar.

  2. Prinsip kerja sama : prinsip-prinsip yang berlaku dan dihormati oleh penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur pada konteks tertentu yang memungkinkan suatu pertuturan dapat berlangsung wajar dan baik (Nadar 1983 : 132)

  3. Kesantunan positif : kesantunan yang diasosiasikan dengan muka positif mitra tutur, yaitu keinginan agar penutur dihargai dan dipahami keinginannya (Brown dan Levinson via Nadar, 2009 : 23)

  4. Kesantunan negatif : kesantunan yang diasosiasikan dengan muka negatif mitra tutur, yaitu keinginan agar penutur tidak dilanggar hak-haknya oleh mitra tutur (Brown dan Levinson via Nadar, 2009 : 23).

  5. Maksim kebijaksanaan : maksim menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan oran lain (Leech, 1983 : 206)

  6. Maksim kemurahan hati : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk bersikap santun dan baik dalam kengungkapkan perasaannya pada orang lain (Leech, 1983 : 207)

  7. Maksim kerendahan hati : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri dan memaksimalkan ketidakhormaan diri sendiri (Leech, 1983 : 207)

  8. Maksim penerimaan : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan cacian di antara mereka dan memaksimalkan pujian (Leech, 1983 : 207).

  9. Maksim kesepakatan : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan kesepakatan di antara mereka dan meminimalkan ketidaksepakatan di antara mereka (Leech, 1983 : 207).

  10. Maksim simpati : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan simpati dan meminimalkan anti pati pada mitra tutur (Leech, 1983 : 207).

  11. Maksim kualitas : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk mengatakan sesuatu yang benar dan tidak mengatakan sesuatu yang tidak ada bukti-buktinya secara memadai (Leech, 1983 : 207).

  12. Maksim kuantitas : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk memberikan informasi yang sesuai kebutuhan saja dan tidak memberikan informasi yang berlebihan dalam suatu pertuturan (Grice via Leech, 1983 : 128).

  1.6 Ruang Lingkup Penelitian

  Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sebagai suatu penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini hanya dibatasi pada upaya mendeskripsikan jenis-jenis kesantunan berbahasa maenurut maxim Leech dan jenis-jenis penanda kesantunan yang terdapat pada rubrik SMS dalam surat kabar.

  Adapun surat kabar yang diteliti adalah Kedaulatan Rakyat periode Januari – Maret 2011.

  1.7 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, definisi istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penyajian.

  2. BAB II LANDASAN TEORI

  Bab ini berisi mengenai landasan teori, yang terdiri dari penelitian sejenis dan landasan teori.

  3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  Bab ini mencakup jenis penelitian, data dan sumber data penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data.

  4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan.

  5. BAB V PENUTUP Bab ini berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diuraikan teori yang akan digunakan untuk pemecahan

  masalah. Kajian teori tersebut meliputi: (1) penelitian terdahulu yang relevan, berisi tinjauan topik-topik sejenis yang dilakukan penelitian terdahulu (2) teori yang relevan, teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dalam penelitian, (3) prinsip kesopanan, prinsip yang menguatkan teori tentang kesantunan berbahasa. Di bawah ini akan di uraikan mengenai ketiga hal tersebut.

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

  Ada beberapa penelitian sejenis yang relevan dengan apa yang diteliti dan dituliskan kembali oleh peneliti dalam tulisan ini. Penelitian-penelitian itu adalah sebagai berikut.

  Penelitian Gunarwan yang berjudul Persepsi Kesantunan Direktif di dalam

  

Bahasa Indonesia di antara Beberapa Kelompok Etnik di Jakarta . Penelitian ini

  dilakukan pada tahun 1992 dan dimuat di buku PELLBA 5 (hal. 179-202). Hasil penelitian mengisyaratkan bahwa memang ada kesejajaran di antara ketaklangsungan tindak ujaran direktif dan kesantunan pemakaiannya. Hanya saja kesejajaran itu tidak selamanya berlaku. Artinya, semakin tidak langsung bentuk ujarannya tidak selalu berarti semakin santun penggunaannya. Tampaknya bagi anggota guyup tutur bahasa Indonesia, setidak-tidaknya bagi responden penelitian ini, ada titik optimal yang di seberang itu ketaklangsungan lalu mengisyaratkan daya (force) sindiran, yang dinilai kurang sopan oleh mereka.

  Penelitian Oktaviani Pratiwi pada tahun 2003 dengan judul Kesantunan

  

Berbahasa Elit Politik Dalamtayangan Di Metro Tv: Today’s Dialogue dan Save

Our Nation. Penelitian ini menemukan mengenai berbagai bentuk kesantunan

  berbahasa dalam media elektronik. Dari penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa kesantunan berbahasa seseorang tidak ditentukan dari jabatan, kedudukan. Kesimpulan ini bertentangan dengan pendapat Brown dan Levinson yang mengatakan bahwa semakin tinggi jabatan atau kedudukan seseorang semakin santunlah bahasanya.

  Dalam penelitian ini, sebagian elit politik masih menggunakan bahasa yang tidak santun. Oleh karena itu, peneliti merumuskan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa bagi elit politik. Peneliti merumuskan kaidah ini setelah meneliti tentang pelanggaran-pelanggaran maksim oleh elit politik dan mendapatkan indikator tuturan yang santun.

  Berdasarkan analisis data, peneliti mendapatkan pelangggaran-pelanggaran maksim sebagai berikut. Pertama, pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh elit politik adalah pelanggaran prinsip kerja sama, pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa, dan pelanggaran konsep muka Brown dan Levinson. Kedua, bentuk tuturan yang tidak santun yang dilakukan elit politik dalam acara Today’s Dialogue dan Save Our Nation adalah tuturan yang menyinggung, melukai mitra tutur serta berpotensi merusak citra diri penutur dan mitra tutur. Ketiga, faktor yang membuat elit politik tidak santun ketika bertutur adalah (a) penutur tidak dapat menahan emosi, (b) penutur memaksakan pendapat,

  (c) penutur memojokkan mitra tutur, (d) penutur mengkritik secara langsung.

  

Keempat , bentuk tuturan yang santun yang dilakukan elit politik ternyata tidak

  selalu mematuhi ketiga aturan kesantunan berbahasa. Bentuk tuturan yang santun dapat berupa pelanggaran salah satu aturan kesantunan dalam rangka untuk mematuhi aturan lainnya. Kelima, indikator tuturan elit politik yang dikatakan santun adalah bila tuturan tersebut (a) menanggapi mitra tutur dengan positif, (b) menyampaikan pendapat dengan lugas, (c) mengungkapkan ketidaksetujuan tanpa memojokkan mitra tutur, (d) mengutarakan kritik dengan ‘guyonan’, (e) bertutur dengan rendah hati, (f) menggunakan cara yang santun ketika bertutur. Keenam, fakta pemakaian bahasa oleh elit politik adalah masih banyak tuturan elit politik yang menggunakan bahasa yang kurang santun karenanya masih perlu diperbaiki.

  Berbahasa dengan santun bukan hanya dapat menjaga hubungan dengan orang lain namun juga dapat membentuk citra diri yang baik bagi penutur sendiri.

  Oleh karena itu, penutur hendaknya memperhatikan kaidah-kaidah kesantunan ketika bertutur. Bila penutur mampu bertutur dengan santun, akan memperoleh manfaat ganda yaitu menjaga relasi dengan orang lain sekaligus membentuk citra diri yang positif.

  Penelitian dilakukan oleh Ventianus Sarwoyo (2009). Penelitian ini berjudul Tindak Ilokusi dan Penanda Tingkat Kesantunan Tuturan di dalam Surat

  

Kabar . Penelitian ini berusaha menemukan jawaban terhadap dua persoalan atau

  masalah utama, yakni: (a) jenis tindak ilokusi apa saja yang terdapat dalam tuturan di surat kabar? dan (b) penanda apa saja yang terdapat dalam tuturan atau ujaran tersebut?

  Dari tujuan di atas, ada dua hal yang merupakan hasil dari penelitian ini.

  

Pertama, ditemukan ada empat jenis tindak ilokusi yang muncul di dalam surat

  kabar. Keempat jenis tindak ilokusi tersebut adalah: tidak ilokusi direktif, komisif, representatif, dan ekspresif. Pengungkapan keempat tindak ilokusi tersebut terwujud dalam tiga bentuk atau jenis tuturan, yakni tuturan imperatif, deklaratif dan interogatif. Tindak ilokusi direktif merupakan tindak ilokusi yang paling banyak ditemukan dalam tuturan di surat kabar. Bentuk pengungkapannya terwujud tuturan imperatif dan non-imperatif. Tuturan imperatif yang menyatakan tindak ilokusi direktif itu masih dapat dibagi-bagi lagi menjadi: tuturan imperatif langsung atau biasa, imperatif larangan, imperatif permintaan, imperatif permohonan, imperatif harapan, imperatif anjuran, dan imperatif persilaan; sedangkan tuturan non-imperatifnya terdiri dari tuturan deklaratif dan interogatif.

  Tindak ilokusi repesentatif dan komisif pada dasarnya diungkapkan dengan bentuk pengungkapan yang menggunakan tuturan deklaratif, sedangkan tindak ilokusi ekspresif diungkapkan dengan bentuk tuturan deklaratif dan interogatif atau pun kombinasi keduanya.

  Kedua, ditemukan juga enam jenis penanda tingkat kesantunan tuturan di

  dalam surat kabar, yakni: analogi, diksi atau pilihan kata, gaya bahasa, penggunaan keterangan atau kata modalitas, penyebutan subjek yang menjadi tujuan tuturan, dan bentuk tuturan. Enam jenis penanda inilah yang memungkinkan mitra tutur atau pendengar bisa berpersepsi atau memberikan penilaian terhadap tinggi rendahnya (tingkat) kesantunan tuturan di dalam surat kabar. Selain itu, penanda-penanda ini sesungguhnya juga bisa digunakan sebagai strategi-strategi dalam berkomunikasi demi mewujudkan tuturan yang lebih santun sehingga komunikasi yang tercipta menjadi harmonis dan lancar.

  Penelitian yang dilakukan V. Yuliani dengan judul Implikatur dan Penanda Lingual Kesantunan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di Media Luar Ruang (Outdoor Media). Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai jenis- jenis implikatur dalam Iklan Layanan Masyarakat berbahasa Indonesia di luar ruang ILM. Penelitian tersebut menemukan dua hasil, yakni pertama, ditemukan empat jenis implikatur yang digunakan dalam ILM; tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur tidak langsung tidak literal. Kedua, jenis-jenis penanda lingual yang menunjukkan kesantunan sebuah ILM yakni partikel -lah, pilihan kata atau (diksi) berkonotasi positif, pilihan kata denotasi bermakna halus, konjungsi (demi, untuk) yang menyatakan kuat tujuan/ bermakna baik, interjeksi (kesyukur-an, peringatan, ajakan), modalitas pengingkaran, jenis kalimat (deklaratif, imperatif, dan interogatif), gaya bahasa (epizeuksis, anafora, asonansi, aliterasi, personifikasi, hiperbola), ILM yang dipersepsikan kurang hingga tidak santun ditandai dengan pengungkapan kalimat imperatif secara langsung dan pilihan kata (diksi) denotasi yang bermakna kasar.

2.2 Landasan Teori

  Teori yang dijadikan dasar atau pijakan di dalam penelitian ini adalah (1) teori kesantunan berbahasa, (2) prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech (3) aspek kesantunan berbahasa.

2.2.1 Teori Kesantunan Berbahasa

  Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan ketika berkomunikasi adalah menjaga sopan santun, khususnya sopan santun berbahasa. Di dalam sopan santun berbahasa itulah sesungguhnya sikap hormat penutur kepada mitra tutur akan tercermin. Agar pemahaman kita semakin jelas tentang wujud bahasa yang santun dan wujud bahasa yang tidak santun, berikut akan disajikan berbagai teori atau pandangan dari beberapa ahli mengenai kesantunan berbahasa.

  Pranowo dalam bukunya Berbahasa Secara Santun (2009) menyatakan bahwa setiap penutur dapat berbahasa santun dengan cara seperti berikut: (1) Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung, (2) pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih santun dibandingkan dengan pemakaian bahasa dengan kata-kata ligas, (3) ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih santun dibandingkan dengan ungkapan biasa, (4) tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksud biasanya tuturan lebih santun, (5) tuturan yang dikatakan secara implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang dikatakan secara eksplisit. Cara-cara tersebut dapat digunakan sesuai dengan keperluan diri penutur untuk menciptakan kesantunan dalam berkomunikasi. Kesantunan berbahasa memang sangat perlu dilakukan, karena kesantunan merupakan salah satu hasil kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang. Budaya berbahasa yang santun itu diciptakan agar tercipta suatu sikap saling menghormati dan menghargai.

  Grice dalam Pranowo (2009) mengajukan 4 kaidah agar tuturan dapat menjadi santun yaitu: prinsip kerja sama yang meliputi (a) prinsip kualitas (jika berbahasa, apa yang dikatakan harus didukung oleh data), (b) prinsip kuantitas ( jika berbahasa, apa yang dikatakan cukup seperlunya saja, tidak ditambah dan tidak dikurangi), (c) prinsip relevansi (jika berbahasa, yang dikatakan harus ada relevansinya dengan pokok yang dibicarakan), dan (d) prinsip cara (jika berbahasa, disamping harus memikirkan pokok masalah yang dibicarakan, juga bagaimana cara menyampaikannya). Pemikiran Grice ini dikatakan cukup baik, setidaknya sudah mulai memikirkan perlunya ada kaidah berbahasa diluar kaidah tata bahasa. Namun, jika dicermati, pemikiran Grice tersebut hanya cocok untuk menyampaikan informasi, tetapi justru dapat mengancam keharmonisan hubungan sosial. Sejalan dengan pendapat austin di atas adalah pedapat Searle (1979).

  Searle menyatakan bahwa dalam satu tindak tutur sekaligus terkandung tiga macam tindakan yaitu (1) pengujaran berupa kata atau kalimat, (2) tindak proposisional berupa acuan dan prediksi, (3) tindak ilokusi dapat berupa pernyataan, pertanyaan, janji, perintah, dan sebagainya.

  Untuk melengkapi teori Grice, Leech (1983) dalam bukunya mengajukan 7 prinsip kesantunan yang disebut dengan istilah maksim yaitu (a) maksim kebijaksanaan, (b) maksim kedermawanan, (c) maksim pujian, (d) maksim kerendahan hati, (e) maksim kesetujaun, (f) maksim simpati, (g) maksim pertimbangan. Prinsip kesantunan Leech ini oleh beberapa ahli pragmatik dipandang sebagai usaha ”menyelamatkan muka Grice, karena prinsip kesantunan Grice sering tidak dipatuhi daripada diikuti di dalam praktik penggunaan bahasa yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena cooperative principles Grice hanya cocok untuk berkomunikasi secara formal. Berhubungan dengan bermacam-macam maksud yang dikomunikasikan oleh penutur dalam suatu tuturan, Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Adapun aspek-aspek situasi tuturan itu meliputi : (1) penutur atau penulis dan lawan tutur atau penyimak, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal (Wijaya:27- 31).

  Dengan mengacu pendapat Leech (1983), Tarigan (1987:34-37) mengemukakan lima aspek situasi tuturan, yaitu pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak lokusi, dan ucapan sebagai produk tindak verbal. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain unsur waktu dan tempat, unsur yang paling penting dalam suatu tuturan adalah aspek-aspek tuturan itu sendiri. Manfaat dari aspek- aspek situasi tuturan adalah memudahkan dalam menentukan hal-hal yang tergolong dalam bidang kajian pragmatik. Selain aspek-aspek tuturan itu, dalam tindak komunikasi seharusnya antara penutur dan lawan tutur saling mengetahui faktor-faktor penentu tindak komunikasi. Adapun faktor-faktor penentu tindak komunikasi meliputi : (1) siapa yang berbahasa dengan siapa, (2) untuk tujuan apa, (3) dalam situasi apa, (4) dalam konteks apa, (5) jalur yang mana, (6) media apa, dan (7) dalam peristiwa apa (Suyono 1990:3).

  Dell Hymes (1978) dalam Pranowo (2009: 100) menyatakan bahwa ketika seseorang berkomunikasi hendaknya memperhatikan beberapa komponen tutur yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING. Masing-masing akronim merupakan inisial dari istilah-istilah berikut: (S) setting and scene (latar) mengacu pada tempat dan waktu terjadi komunikasi. (P) participants (peserta) mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi (O1 dan O2). (E) ends (tujuan komunikasi) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai dalam komunikasi. (A) act

  

sequence (pesan yang ingin disampaikan) mengacu pada bentuk dan pesan yang

  ingin. Bentuk pesan dapat disampaikan dalam bahasa tulisan atau bahasa lisan misalnya, berupa permintaan, sedangkan isi pesan adalah wujud permintaan. (K)

  

key (kunci) mengacu pelaksanaan percakapan. Maksudnya, bagaimana pesan itu

Dokumen yang terkait

dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat (Analisis Framing Pemberitaan Tim Sepakbola Persiba Bantul dalam Surat Insider Friendship dan Pemberitaan Persiba Bantul dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat (Analisis Framing Pemberitaan Tim Sepakbola Per

0 2 15

PENDAHULUAN Insider Friendship dan Pemberitaan Persiba Bantul dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat (Analisis Framing Pemberitaan Tim Sepakbola Persiba Bantul dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Periode Agustus 2011 – September 2011).

0 3 26

PENUTUP Insider Friendship dan Pemberitaan Persiba Bantul dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat (Analisis Framing Pemberitaan Tim Sepakbola Persiba Bantul dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Periode Agustus 2011 – September 2011).

0 2 22

Tingkat kesantunan berdasarkan Maksim Leech rubrik SMS Suara Rakyat di dalam Surat Kabar Kedaulatan Rakyat.

1 1 149

Pengelolaan Saung Ohle di Surat Kabar Pikiran Rakyat Bandung.

0 1 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Framing Pemberitaan Bencana Letusan Gunung Merapi di Surat Kabar Suara Merdeka dan Kedaulatan Rakyat

0 0 18

Suara Suara Islam dalam Surat Kabar dan

0 0 14

Kohesi antarkalimat dalam rubrik ``Nama dan Peristiwa`` Surat Kabar Harian Kompas edisi Maret 2005 - USD Repository

0 0 93

Pola pengembangan paragraf dalam tajuk rencana surat kabar Kedaulatan Rakyat edisi Oktober 2010 - USD Repository

0 1 215

Campur kode dalam Rubrik Pikiran Pembaca Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat bulan Oktober 2011 - USD Repository

0 0 112