Tingkat kesantunan berdasarkan Maksim Leech rubrik SMS Suara Rakyat di dalam Surat Kabar Kedaulatan Rakyat.

(1)

TINGKAT KESANTUNAN BERDASARKAN MAKSIM LEECH

RUBRIK SMS SUARA RAKYAT DI DALAM SURAT KABAR

KEDAULATAN RAKYAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh:

Martinus Herka Supantoro

061224065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

JURUSAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2013


(2)

TINGKAT KESANTUNAN BERDASARKAN MAKSIM LEECH

RUBRIK SMS SUARA RAKYAT

DI DALAM SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh : Martinus Herka Supantoro

061224065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA,DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(3)

ii  


(4)

(5)

iv  

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan sebagai ungkapan syukur dan cintaku kepada:

Yesus Kristus penerang hidupku,

Kedua orangtuaku :

Bapak Ignatius Heru Supanto dan IbuVeronica Mujidah, Kedua adikku :

Cornelius Hardian Putranto dan

Andreas Krisna Himawan

terimakasih untuk doa, dukungan, dan kasih sayang kalian selama ini.


(6)

MOTTO

Hidup itu seperti mengendarai sepeda, agar tetap seimbang, kau harus tetap bergerak (eistein)

Bila kita terbiasa mengatasi masalah kecil dengan baik, niscaya masalah besar bisa teratasi dengan tuntas dan mustahil masalah besar akan terpecahkan bila masalah kecil selalu

dianggap sepele (desierto de atacama)

Masalah bukanlah masalah, masalah adalah caramu menyikapi masalah


(7)

vi  


(8)

(9)

viii  

ABSTRAK

Supantoro, Martinus Herka. 2013. Tingkat Kesantunan Berdasarkan Maksim Leech Rubrik SMS Suara Rakyat di dalam Surat Kabar Kedaulatan Rakyat .Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini merupakan kajian pada tuturan yang digunakan oleh pengirim SMS dalam rubrik suara rakyat di surat kabar Kedaulatan Rakyat. Kesantunan berbahasa merupakan perangkat yang digunakan penutur agar tuturannya tidak menyinggung mitra tutur. Dengan menggunakan bahasa yang santun, penutur dapat menjaga hubungan interpersonal dengan mitra tutur.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan bentuk-bentuk tuturan yang tidak santun, (2) bentuk-bentuk tuturan yang santun, (3) indikator-indikator tuturan yang santun, (4) kaidah-kaidah kesantunan berbahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa di media cetak.

Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang disampaikan melalui pesan SMS dalam rubrik suara rakyat koran Kedaulatan Rakyat. Dengan demikian, subjek penelitian ini adalah para pengirim SMS. Pengumpulan data diperoleh dengan metode baca tulis. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa yang dikemukan oleh Geoffrey Leech.

Peneliti menemukan bahwa sebagian tuturan pengirim SMS belum menggunakan bahasa yang santun. Hal ini disebabkan karena penutur melanggar kaidah-kaidah kesantunan berbahasa. Pengirim pesan atau responden masih melakukan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech. Dari enam maksim yang dikemukakan Leech, yaitu (a) maksim kebijaksanaan (tax maxim), (b) maksim penerimaan/ penghargaan (approbation maxim), (c) maksim kemurahan hati (generosity maxim), (d) maksim kerendahan hati (modesty maxim), (e) maksim kesepakatan/ kecocokan (agreement maxim) dan (f) maksim simpati (sympathy maxim), pelanggaran yang dilakukan responden adalah pelanggaran maksim kebijaksanaan, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan atau maksim kecocokan, dan maksim simpati.

Dari tuturan yang telah dianalisis, peneliti menemukan indikator-indikator tuturan yang santun kemudian merumuskan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana kepada penutur Bahasa Indonesia tentang kaidah-kaidah tuturan yang santun. Selanjutnya, penutur dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan bertutur sehari-hari.


(10)

ABSTRACT

Supantoro, Martinus Herka. 2013. Language Politeness Level Based on Leech Maxim as seen in Suara Rakyat Short Message Rubric in Kedaulatan

Rakyat Newspaper. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Education

Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University

This research was a discussion of speech act which was used by short message sender in Suara Rakyat short message rubric in Kedaulatan Rakyat newspaper. Language politeness was an instrument used by speaker in order not to insult the addressee. By using language politeness, speaker could keep interpersonal relationship with the addressee.

This Research was aimed to (1) describe the forms of impolite, (2) polite speech act, (3) indicators of polite speech act, and (4) principles of language politeness in speaking Indonesian Language. Besides, this research was aimed to describe language politeness in written mass media.

In this research, the data were speech acts taken from the Suara Rakyat short message rubric in Kedaulatan Rakyat Newspaper. Hence, the subject of this research was the sender of the short message in Suara Rakyat short message rubric. The method in collecting the data was observing method. The collected data analyzed using the principles of language politeness by Geoffrey Leech.

The researcher found half of the short messages were not use language politeness. This could be happened because the speaker neglected the principles of language politeness. The sender of short message still broke the principles of language politeness which were stated by Leech. From the six maxims stated by leech, (a) tax maxim, (b) approbation maxim, (c) generosity maxim, (d) modesty maxim, (e) agreement maxim, (f) sympathy maxim, the most violation happened in tax maxim, modesty maxim, agreement maxim, and sympathy maxim.

From the analyzed speech act, the researcher found polite speech act indicators and afterwards formulated Indonesian language politeness. This research was expected to give words to Indonesian language speaker about language politeness. Moreover, the speaker could applied it in daily life.


(11)

x  

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul TINGKAT KESANTUNAN BERDASARKAN MAKSIM LEECH DALAM TINDAK TUTUR RUBRIK SMS SUARA RAKYAT DI DALAM SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (PBSID).

Skripsi ini terwujud berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyisihkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi;

3. L. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku dosen dan juga menjadi pembimbing dalam segala hal khususnya pemberi motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaiakan.

4. Seluruh dosen PBSID yang dengan berbagai cara masing-masing telah membekali berbagai ilmu dan pengetahuan;

5. Mas Sidiq yang selalu riang dan ramah dalam melayani serta membantu mahasiswa mengurusi segala keperluannya.

6. Orangtuaku tercinta, bapak Ignatius Heru Supanto dan ibu Veronica Mujidah terima kasih untuk semua doa, perhatian, teladan dan kasih sayang hingga saat ini.

7. Adik-adikku tercinta Cornelius Hardian Putranto dan Andreas Krisna Himawan terimakasih untuk doa, cinta dan kasih sayangnya.


(12)

(13)

xii  

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv

MOTTO ………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSEYUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. vii

ABSTRAK ………. viii

ABSTRACT……….. ix

KATA PENGANTAR ……… x

DAFTAR ISI ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……… 6

1.3 Tujuan Penelitian ………. 6

1.4 Manfaat Penelitian ………... 6

1.5 Batasan Istilah ………. 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ………... 10

1.7 Sistematika Penelitian ………. 10

BAB II LANDASAN TEORI ……… 11

2.1 Penelitian terdahulu yang Relevan ……… 11

2.2 Landasan Teori ..………... 15

2.2.1 Teori Kesantunan Berbahasa ……… 16

2.3 Prinsip Kesantunan Leech ……… 20

2.3.1 Maksim Kebijaksanan (Tact Maksim) ……… 26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(14)

2.3.2 Maksim Kedermawanan (Generosity Maksim) ……….. 28

2.3.3 Maksim Penghargaan (Approbation Maksim) ……….. 28

2.3.4 Maksim Kesederhanaan (Modesty Maksim) ……….. 29

2.3.5 Maksim Permufakatan (Agreement Maksim) ……….. 30

2.3.6 Maksim Kesimpatisan (Sympathy Maksim) ………... 30

2.4 Indikator Tingkat Kesantunan ……… 31

2.5 Kerangka Berfikir ……… 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 34

3.1 Jenis Penelitian ……… 34

3.2 Data dan Sumber Data ……… 36

3.3 Metode Pengumpulan Data ……….. 36

3.4 Metode Analisis Data ………. 37

3.5 Keabsahan Data dan Triangulasi ……… 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 44

4.1 Deskripsi Data Penelitian ………. 44

4.2 Hasil Analisis Data ……….. 45

4.2.1 Pelanggaran Prinsip Kesantunan Leech……… 45

4.2.1.1 Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan ……… 46

4.2.1.2 Pelanggaran Maksim Kedermawanan (Kemurahan Hati) ………...………... 51

4.2.1.3 Pelanggaran Maksim Penghargaan (Penerimaan) ... 55

4.2.1.4 Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati (Kesederhanan) ………... 59

4.2.1.5 Pelanggaran Maksim Kesetujuan (Kesepakatan/ Kecocokan) ……….. 62

4.2.1.6 Pelanggaran Maksim Kesimpatisan ………... 64

4.3 Penyebab Ketidaksantunan Berbahasa ………... 68


(15)

xiv  

BAB V PENUTUP ……… 73

5.1 Kesimpulan ………. 73

5.2 Saran ……… 74

DAFTAR PUSTAKA ……… 76

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………... 78

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi dalam masyarakat. Dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi untuk saling bertukar pengalaman dan saling mengenal orang lain. Sebagai alat komunikasi bahasa mampu menimbulkan adanya rasa saling mengerti antara penutur dan mitra tutur, atau antara penulis dan pembaca. Komunikasi merupakan suatu proses ekspresi seseorang untuk menyampaikan maksud dan tujuannya, suatu proses komunikasi akan berjalan dengan sempurna dan lancar apabila pihak lain dapat mengerti dan memahami serta dapat menerima ekspresi dari mitra tuturnya.

Di dalam komunikasi yang wajar dapat diasumsikan bahwa seorang penutur mengartikulasi ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada mitra tuturnya dan berharap mitra tuturnya memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk itu, penutur selalu berusaha agar tuturannya relevan dengan konteks, jelas, mudah dipahami, padat dan ringkas (concise) dan selalu pada persoalan (stright forward), sehingga tidak menghabiskan waktu mitra tuturnya.

Keraf (1994:4) menyimpulkan bahwa komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran-saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Komunikasi mengatur aktifitas


(17)

 

kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Komunikasi juga memungkinkan manusia menganalisis masa lampaunya untuk memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa kini dan masa yang akan datang. Baik atau buruknya seseorang dapat dilihat melalui bahasa yang digunakan dan perilaku yang diperlihatkan. Bahasa dan perilaku seseorang akan dilihat menggunakan tolak ukur kesantunan pemakaian bahasa.

Sopan santun berbahasa biasa disebut pula etiket berbahasa. Dasar terciptanya sopan santun berbahasa tersebut adalah sikap hormat penutur kepada mitra tutur yang terwujud dalam penggunaan bahasanya. Sopan santun berbahasa merupakan sikap hormat penutur kepada mitra tutur yang diwujudkan dalam uturan yang sopan dan tuturan yang sopan dilahirkan dari sikap yang hormat pula. Oleh Suwadji dikatakan bahwa sopan santun berbahasa adalah seperangkat prinsip yang disepakati oleh masyarakat bahasa untuk menciptakan hubungan yang saling menghargai antara anggota masyarakat pemakai bahasa yang satu dengan anggota yang lain (Baryadi, 2005: 71).

Kesantunan oleh Brown dan Levinson (Kunjana 2003 : 35) didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan untuk mengatasi akibat merugikan yang disebabkan oleh ancaman yang memalukan. Ancaman ini dapat berupa ancaman pada muka negatif maupun muka positif seseorang. Kesantunan menurut Brown dan Levinson ini kemudian dikenal dengan strategi penyelamatan muka. Fraser via Gunarwan (1992 : 88) mendefinisikan kesantunan dengan properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari untuk memenuhi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(18)

kewajibannya. Dengan demikian, kesantunan merupakan bagian dari ujaran tetapi bukan ujaran itu sendiri. Santun atau tidaknya sebuah tuturan tergantung pendapat pendengar.

Ahli lain yang membahas tentang kesantunan berbahasa adalah Grice dan Geofrey Leech. Teori yang dikemukakan Grice via Pranowo (2009 :106) dikenal dengan sebutan prinsip kerja sama. Teori ini mengatur agar sebuah tujuan bertuturan dapat tercapai dengan baik. Prinsip kerja sama terdiri dari empat maksim, yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Inti dari teori ini adalah seorang penutur harus bertutur dengan singkat, jelas, padat, dan tidak ambigu sehingga informasi dapat sampai pada mitra tutur dengan baik. Leech (1983 : 120) dengan prinsip kesantunannya mengungkapkan teori yang melengkapi prinsip kerja sama.

Menurut Leech, teori yang diungkapkan Grice tidak dapat menjelaskan mengapa seorang penutur menggunakan ungkapan yang tidak langsung untuk menyampaikan maksudnya. Melalui teori-teori yang dikemukakan para ahli ini, penulis ingin mencari dengan lebih detail kaidah-kaidah yang seharusnya dipatuhi oleh penutur agar dapat bertutur dengan santun. Untuk memperoleh kaidah-kaidahnya, penulis terlebih dahulu mencocokkan tuturan-tuturan dengan teori-teori ahli di atas.

Berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya menjdikan komunikasi bermedia mengalami kemajuan dan tidak terbatas . Tidak hanya dengan bertatap muka saja orang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan dengan berbagai alat komunikasi yang canggih seseorang dapat


(19)

 

berkomunikasi selayaknya berhadap-hadapan dengan lawan bicara seperti percakapan biasa yaitu melaui media telepon genggam atau handphone (HP).

Seseorang dapat menggunakan media kedua dalam berkomunikasi karena adanya kecanggihan teknologi misalkan melalui handphone, televisi, radio, dan lain sebagainya. Proses komunikasi seperti hal tersebut merupakan proses komunikasi secara sekunder, yakni proses penyampaian komunikasi oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai madia kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Dalam kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi, khususnya bidang teknologi komunikasi, handphone (telepon genggam) ikut berperan dalam perkembangan Bahasa Indonesia. Handphone merupakan salah satu alat komunikasi yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai media informasi. Media ini saat ini banyak digunakan oleh masyarakat. Selain berbentuk kecil dan mudah dibawa, alat ini memiliki keunggulan, seperti secara lisan dapat berbicara langsung dengan orang yang dituju dan secara tertulis dapat digunakan untuk mengirim dan menerima pesan singkat dengan memanfaatkan SMS.

Wujud bahasa tulis yang akan diteliti adalah pesan singkat atau yang lebih dikenal dengan istilah SMS (Short Message Servise). Penggunaan bahasa yang demikian merupakan suatu gejala sosial yang kontekstual, artinya pemahamannya harus dikaitkan dengan faktor-faktor nonlinguistik (Nababan, 1991: 74). Faktor nonlinguistik tersebut mencakup faktor sosial, situasi, dan kultural. Faktor sosial mencakup status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, dan agama. Faktor situasi mencakup kepada siapa, kapan, di mana, dengan bahasa apa, dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(20)

tentang apa tuturan berlangsung. Faktor kultural mencakup latar belakang seseorang yang akan mempengaruhi dalam pemakaian bahasa.

Dalam rubrik suara rakyat pembaca (penutur) diperbolehkan secara bebas untuk menyampaikan keluh kesah dan permasalahan yang terjadi di sekitar pembaca. Masalah-masalah tersebut kebanyakan belum terselesaikan sehingga mereka (para pengirim) mencoba menuliskan uneg-uneg melalui rubrik suara rakyat yang terdapat di dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat. Tulisan-tulisan singkat melalui SMS itu diharapkan mampu menyampaikan maksud penulis. Namun permasalahan yang sering muncul adalah bahwa tuturan mereka (pengirim) terkadang terlalu gamblang dan kurang enak untuk dibaca maupun diterima pembaca. Kesantunan dalam menyampaikan pesan (SMS) yang diutarakan penutur perlu diperhatiakan. Karena dalam rubrik suara rakyat, penutur terkadang kurang memahami siapa mitra tutur dan untuk siapa pesan tersebut ditujukan. Maka dari itu diharapkan dengan penelitian ini mampu untuk mengetahui tingkat kesantunan serta kesopanan dalam berkomunikasi.

Penelitian ini mengkaji mengenai kesantunan berbahasa dalam rubrik SMS suara rakyat yang berisi keluhan yang dimuat di halaman pertama di dalam surat kabar harian Kedaulatan Rakyat. Rubrik SMS suara rakyat adalah rubrik khusus dalam penerbitan pers yang disediakan bagi pembaca untuk menyampakain pendapat, komentar, kritik dan saran, protes, serta pujian simpati tentang suatu hal atau permasalahan yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Ada beberapa alasan mengapa rubrik SMS suara rakyat di harian Kedaulatan Rakyat ini diteliti. Pertama, selain karena rubrik ini berisi keluhan di harian Kedaulatan


(21)

 

Rakyat, sejauh pengetahuan penulis belum pernah diteliti, rubrik suara rakyat merupakan suatu realisasi nyata dari fungsi interaksional bahasa. Penulis mengkaji fungsi sosial bahasa karena semakin penting memelihara hubungan sosial dalam masyarakat. Alasan kedua berkaitan dengan pengajaran, khususnya pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Di dalam kurikulun tercantum mengenai sopan santun dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berlakunya pendekatan komunikatif dalam pengajaran Bahasa Indonesia menuntut pembelajaran dilakukan dengan konteks. Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan contoh konkrit bagi siswa tentang adanya berbagai tindak komunikasi, tindak tutur dan kesantunan berbahasa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat kesantunan berbahasa berdasarkan maxim Leech yang terdapat dalam rubrik SMS Suara Rakyat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tingkat kesantunan berbahasa berdasarkan maxim Leech dalam rubrik SMS Suara Rakyat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi pihak-pihak terkait. Manfaat secara praktis yang diperoleh dari hasil penelitian ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(22)

adalah memberikan masukan tentang kesantunan dalam pengunaan bahasa di dunia jurnalistik.

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi pengembangan dan pembinaan Bahasa Indonesia, khususnya mengenai kesantunan berbahasa Indonesia.

2. Bagi masyarakat penutur Bahasa Indonesia, kaidah-kaidah kesantunan dalam penelitian ini dapat dijadikan pilihan bagi masyarakat sebagai rambu-rambu

3. Bagi pengajar, khususnya guru Bahasa Indonesia diharapkan akan dapat memberikan pengertian dan pemahaman dengan tepat mengenai tuturan dalam linguistik. Penelitian ini memberikan wacana bagaimana bahasa digunakan dalam sebuah situasi tutur. Apabila kaidah-kaidah kesantunan berbahasa dapat ditemukan, guru dapat mengajarkannya pada siswa di sekolah. Dengan demikian, penelitian ini dapat memperkaya bahan pengajaran, khususnya bahasa dengan pendekatan komunikatif.

4. Diharapkan pula bahwa hasil temuan ini dapat menopang lancarnya komunikasi lintas budaya di dalam masyarakat Indonesia yang penuh dengan keanekaragaman budaya ini.


(23)

 

1.5 Batasan Istilah

Penelitian memberi batasan-batasan istlah yang dirasa penting dan mendukung dalam pemahaman yaitu sebagai berikut:

1. Kesantunan berbahasa : Di dalam KBBI (2005: 997), santun diartikan sebagai halus dan baik (budi bahasanya). Menurut Fraser, kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampui hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya (Gunarwan, 1994: 88). Jadi, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu tuturan; dan kesantunan yang diacu di dalam tulisan ini adalah kesantunan menurut pendengar.

2. Prinsip kerja sama : prinsip-prinsip yang berlaku dan dihormati oleh penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur pada konteks tertentu yang memungkinkan suatu pertuturan dapat berlangsung wajar dan baik (Nadar 1983 : 132)

3. Kesantunan positif : kesantunan yang diasosiasikan dengan muka positif mitra tutur, yaitu keinginan agar penutur dihargai dan dipahami keinginannya (Brown dan Levinson via Nadar, 2009 : 23)

4. Kesantunan negatif : kesantunan yang diasosiasikan dengan muka negatif mitra tutur, yaitu keinginan agar penutur tidak dilanggar hak-haknya oleh mitra tutur (Brown dan Levinson via Nadar, 2009 : 23).


(24)

5. Maksim kebijaksanaan : maksim menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan oran lain (Leech, 1983 : 206)

6. Maksim kemurahan hati : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk bersikap santun dan baik dalam kengungkapkan perasaannya pada orang lain (Leech, 1983 : 207)

7. Maksim kerendahan hati : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri dan memaksimalkan ketidakhormaan diri sendiri (Leech, 1983 : 207)

8. Maksim penerimaan : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan cacian di antara mereka dan memaksimalkan pujian (Leech, 1983 : 207).

9. Maksim kesepakatan : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan kesepakatan di antara mereka dan meminimalkan ketidaksepakatan di antara mereka (Leech, 1983 : 207). 10. Maksim simpati : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan

untuk memaksimalkan simpati dan meminimalkan anti pati pada mitra tutur (Leech, 1983 : 207).

11.Maksim kualitas : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk mengatakan sesuatu yang benar dan tidak mengatakan sesuatu yang tidak ada bukti-buktinya secara memadai (Leech, 1983 : 207).

12.Maksim kuantitas : maksim yang menggariskan setiap peserta pertuturan untuk memberikan informasi yang sesuai kebutuhan saja dan tidak


(25)

10 

 

memberikan informasi yang berlebihan dalam suatu pertuturan (Grice via Leech, 1983 : 128).

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sebagai suatu penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini hanya dibatasi pada upaya mendeskripsikan jenis-jenis kesantunan berbahasa maenurut maxim Leech dan jenis-jenis penanda kesantunan yang terdapat pada rubrik SMS dalam surat kabar. Adapun surat kabar yang diteliti adalah Kedaulatan Rakyat periode Januari – Maret 2011.

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, definisi istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penyajian.

2. BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi mengenai landasan teori, yang terdiri dari penelitian sejenis dan landasan teori.

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini mencakup jenis penelitian, data dan sumber data penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data.


(26)

4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan.

5. BAB V PENUTUP


(27)

 

12 

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan teori yang akan digunakan untuk pemecahan masalah. Kajian teori tersebut meliputi: (1) penelitian terdahulu yang relevan, berisi tinjauan topik-topik sejenis yang dilakukan penelitian terdahulu (2) teori yang relevan, teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dalam penelitian, (3) prinsip kesopanan, prinsip yang menguatkan teori tentang kesantunan berbahasa. Di bawah ini akan di uraikan mengenai ketiga hal tersebut.

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Ada beberapa penelitian sejenis yang relevan dengan apa yang diteliti dan dituliskan kembali oleh peneliti dalam tulisan ini. Penelitian-penelitian itu adalah sebagai berikut.

Penelitian Gunarwan yang berjudul Persepsi Kesantunan Direktif di dalam Bahasa Indonesia di antara Beberapa Kelompok Etnik di Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1992 dan dimuat di buku PELLBA 5 (hal. 179-202). Hasil penelitian mengisyaratkan bahwa memang ada kesejajaran di antara ketaklangsungan tindak ujaran direktif dan kesantunan pemakaiannya. Hanya saja kesejajaran itu tidak selamanya berlaku. Artinya, semakin tidak langsung bentuk ujarannya tidak selalu berarti semakin santun penggunaannya. Tampaknya bagi anggota guyup tutur bahasa Indonesia, setidak-tidaknya bagi responden penelitian ini, ada titik optimal yang di seberang itu ketaklangsungan lalu mengisyaratkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(28)

daya (force) sindiran, yang dinilai kurang sopan oleh mereka.

Penelitian Oktaviani Pratiwi pada tahun 2003 dengan judul Kesantunan Berbahasa Elit Politik Dalamtayangan Di Metro Tv: Today’s Dialogue dan Save

Our Nation. Penelitian ini menemukan mengenai berbagai bentuk kesantunan berbahasa dalam media elektronik. Dari penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa kesantunan berbahasa seseorang tidak ditentukan dari jabatan, kedudukan. Kesimpulan ini bertentangan dengan pendapat Brown dan Levinson yang mengatakan bahwa semakin tinggi jabatan atau kedudukan seseorang semakin santunlah bahasanya.

Dalam penelitian ini, sebagian elit politik masih menggunakan bahasa yang tidak santun. Oleh karena itu, peneliti merumuskan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa bagi elit politik. Peneliti merumuskan kaidah ini setelah meneliti tentang pelanggaran-pelanggaran maksim oleh elit politik dan mendapatkan indikator tuturan yang santun.

Berdasarkan analisis data, peneliti mendapatkan pelangggaran-pelanggaran maksim sebagai berikut. Pertama, pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh elit politik adalah pelanggaran prinsip kerja sama, pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa, dan pelanggaran konsep muka Brown dan Levinson. Kedua, bentuk tuturan yang tidak santun yang dilakukan elit politik dalam acara Today’s Dialogue dan Save Our Nation adalah tuturan yang menyinggung, melukai mitra tutur serta berpotensi merusak citra diri penutur dan mitra tutur. Ketiga, faktor yang membuat elit politik tidak santun ketika bertutur adalah (a) penutur tidak dapat menahan emosi, (b) penutur memaksakan pendapat,


(29)

14

(c) penutur memojokkan mitra tutur, (d) penutur mengkritik secara langsung. Keempat, bentuk tuturan yang santun yang dilakukan elit politik ternyata tidak selalu mematuhi ketiga aturan kesantunan berbahasa. Bentuk tuturan yang santun dapat berupa pelanggaran salah satu aturan kesantunan dalam rangka untuk mematuhi aturan lainnya. Kelima, indikator tuturan elit politik yang dikatakan santun adalah bila tuturan tersebut (a) menanggapi mitra tutur dengan positif, (b) menyampaikan pendapat dengan lugas, (c) mengungkapkan ketidaksetujuan tanpa memojokkan mitra tutur, (d) mengutarakan kritik dengan ‘guyonan’, (e) bertutur dengan rendah hati, (f) menggunakan cara yang santun ketika bertutur. Keenam, fakta pemakaian bahasa oleh elit politik adalah masih banyak tuturan elit politik yang menggunakan bahasa yang kurang santun karenanya masih perlu diperbaiki.

Berbahasa dengan santun bukan hanya dapat menjaga hubungan dengan orang lain namun juga dapat membentuk citra diri yang baik bagi penutur sendiri. Oleh karena itu, penutur hendaknya memperhatikan kaidah-kaidah kesantunan ketika bertutur. Bila penutur mampu bertutur dengan santun, akan memperoleh manfaat ganda yaitu menjaga relasi dengan orang lain sekaligus membentuk citra diri yang positif.

Penelitian dilakukan oleh Ventianus Sarwoyo (2009). Penelitian ini berjudul Tindak Ilokusi dan Penanda Tingkat Kesantunan Tuturan di dalam Surat Kabar. Penelitian ini berusaha menemukan jawaban terhadap dua persoalan atau masalah utama, yakni: (a) jenis tindak ilokusi apa saja yang terdapat dalam tuturan di surat kabar? dan (b) penanda apa saja yang terdapat dalam tuturan atau ujaran tersebut?


(30)

Dari tujuan di atas, ada dua hal yang merupakan hasil dari penelitian ini. Pertama, ditemukan ada empat jenis tindak ilokusi yang muncul di dalam surat kabar. Keempat jenis tindak ilokusi tersebut adalah: tidak ilokusi direktif, komisif, representatif, dan ekspresif. Pengungkapan keempat tindak ilokusi tersebut terwujud dalam tiga bentuk atau jenis tuturan, yakni tuturan imperatif, deklaratif dan interogatif. Tindak ilokusi direktif merupakan tindak ilokusi yang paling banyak ditemukan dalam tuturan di surat kabar. Bentuk pengungkapannya terwujud tuturan imperatif dan non-imperatif. Tuturan imperatif yang menyatakan tindak ilokusi direktif itu masih dapat dibagi-bagi lagi menjadi: tuturan imperatif langsung atau biasa, imperatif larangan, imperatif permintaan, imperatif permohonan, imperatif harapan, imperatif anjuran, dan imperatif persilaan; sedangkan tuturan non-imperatifnya terdiri dari tuturan deklaratif dan interogatif. Tindak ilokusi repesentatif dan komisif pada dasarnya diungkapkan dengan bentuk pengungkapan yang menggunakan tuturan deklaratif, sedangkan tindak ilokusi ekspresif diungkapkan dengan bentuk tuturan deklaratif dan interogatif atau pun kombinasi keduanya.

Kedua, ditemukan juga enam jenis penanda tingkat kesantunan tuturan di dalam surat kabar, yakni: analogi, diksi atau pilihan kata, gaya bahasa, penggunaan keterangan atau kata modalitas, penyebutan subjek yang menjadi tujuan tuturan, dan bentuk tuturan. Enam jenis penanda inilah yang memungkinkan mitra tutur atau pendengar bisa berpersepsi atau memberikan penilaian terhadap tinggi rendahnya (tingkat) kesantunan tuturan di dalam surat kabar. Selain itu, penanda-penanda ini sesungguhnya juga bisa digunakan sebagai


(31)

16

strategi-strategi dalam berkomunikasi demi mewujudkan tuturan yang lebih santun sehingga komunikasi yang tercipta menjadi harmonis dan lancar.

Penelitian yang dilakukan V. Yuliani dengan judul Implikatur dan Penanda Lingual Kesantunan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di Media Luar Ruang (Outdoor Media). Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai jenis-jenis implikatur dalam Iklan Layanan Masyarakat berbahasa Indonesia di luar ruang ILM. Penelitian tersebut menemukan dua hasil, yakni pertama, ditemukan empat jenis implikatur yang digunakan dalam ILM; tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur tidak langsung tidak literal. Kedua, jenis-jenis penanda lingual yang menunjukkan kesantunan sebuah ILM yakni partikel -lah, pilihan kata atau (diksi) berkonotasi positif, pilihan kata denotasi bermakna halus, konjungsi (demi, untuk) yang menyatakan kuat tujuan/ bermakna baik, interjeksi (kesyukur-an, peringatan, ajakan), modalitas pengingkaran, jenis kalimat (deklaratif, imperatif, dan interogatif), gaya bahasa (epizeuksis, anafora, asonansi, aliterasi, personifikasi, hiperbola), ILM yang dipersepsikan kurang hingga tidak santun ditandai dengan pengungkapan kalimat imperatif secara langsung dan pilihan kata (diksi) denotasi yang bermakna kasar.

2.2 Landasan Teori

Teori yang dijadikan dasar atau pijakan di dalam penelitian ini adalah (1) teori kesantunan berbahasa, (2) prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech (3) aspek kesantunan berbahasa.


(32)

2.2.1 Teori Kesantunan Berbahasa

Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan ketika berkomunikasi adalah menjaga sopan santun, khususnya sopan santun berbahasa. Di dalam sopan santun berbahasa itulah sesungguhnya sikap hormat penutur kepada mitra tutur akan tercermin. Agar pemahaman kita semakin jelas tentang wujud bahasa yang santun dan wujud bahasa yang tidak santun, berikut akan disajikan berbagai teori atau pandangan dari beberapa ahli mengenai kesantunan berbahasa.

Pranowo dalam bukunya Berbahasa Secara Santun (2009) menyatakan bahwa setiap penutur dapat berbahasa santun dengan cara seperti berikut: (1) Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung, (2) pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih santun dibandingkan dengan pemakaian bahasa dengan kata-kata ligas, (3) ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih santun dibandingkan dengan ungkapan biasa, (4) tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksud biasanya tuturan lebih santun, (5) tuturan yang dikatakan secara implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang dikatakan secara eksplisit. Cara-cara tersebut dapat digunakan sesuai dengan keperluan diri penutur untuk menciptakan kesantunan dalam berkomunikasi. Kesantunan berbahasa memang sangat perlu dilakukan, karena kesantunan merupakan salah satu hasil kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang. Budaya berbahasa yang santun itu diciptakan agar tercipta suatu sikap saling menghormati dan menghargai.


(33)

18

Grice dalam Pranowo (2009) mengajukan 4 kaidah agar tuturan dapat menjadi santun yaitu: prinsip kerja sama yang meliputi (a) prinsip kualitas (jika berbahasa, apa yang dikatakan harus didukung oleh data), (b) prinsip kuantitas ( jika berbahasa, apa yang dikatakan cukup seperlunya saja, tidak ditambah dan tidak dikurangi), (c) prinsip relevansi (jika berbahasa, yang dikatakan harus ada relevansinya dengan pokok yang dibicarakan), dan (d) prinsip cara (jika berbahasa, disamping harus memikirkan pokok masalah yang dibicarakan, juga bagaimana cara menyampaikannya). Pemikiran Grice ini dikatakan cukup baik, setidaknya sudah mulai memikirkan perlunya ada kaidah berbahasa diluar kaidah tata bahasa. Namun, jika dicermati, pemikiran Grice tersebut hanya cocok untuk menyampaikan informasi, tetapi justru dapat mengancam keharmonisan hubungan sosial. Sejalan dengan pendapat austin di atas adalah pedapat Searle (1979). Searle menyatakan bahwa dalam satu tindak tutur sekaligus terkandung tiga macam tindakan yaitu (1) pengujaran berupa kata atau kalimat, (2) tindak proposisional berupa acuan dan prediksi, (3) tindak ilokusi dapat berupa pernyataan, pertanyaan, janji, perintah, dan sebagainya.

Untuk melengkapi teori Grice, Leech (1983) dalam bukunya mengajukan 7 prinsip kesantunan yang disebut dengan istilah maksim yaitu (a) maksim kebijaksanaan, (b) maksim kedermawanan, (c) maksim pujian, (d) maksim kerendahan hati, (e) maksim kesetujaun, (f) maksim simpati, (g) maksim pertimbangan. Prinsip kesantunan Leech ini oleh beberapa ahli pragmatik dipandang sebagai usaha ”menyelamatkan muka Grice, karena prinsip kesantunan Grice sering tidak dipatuhi daripada diikuti di dalam praktik penggunaan bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(34)

yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena cooperative principles Grice hanya cocok untuk berkomunikasi secara formal. Berhubungan dengan bermacam-macam maksud yang dikomunikasikan oleh penutur dalam suatu tuturan, Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Adapun aspek-aspek situasi tuturan itu meliputi : (1) penutur atau penulis dan lawan tutur atau penyimak, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal (Wijaya:27- 31).

Dengan mengacu pendapat Leech (1983), Tarigan (1987:34-37) mengemukakan lima aspek situasi tuturan, yaitu pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak lokusi, dan ucapan sebagai produk tindak verbal. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain unsur waktu dan tempat, unsur yang paling penting dalam suatu tuturan adalah aspek tuturan itu sendiri. Manfaat dari aspek-aspek situasi tuturan adalah memudahkan dalam menentukan hal-hal yang tergolong dalam bidang kajian pragmatik. Selain aspek-aspek tuturan itu, dalam tindak komunikasi seharusnya antara penutur dan lawan tutur saling mengetahui faktor-faktor penentu tindak komunikasi. Adapun faktor-faktor penentu tindak komunikasi meliputi : (1) siapa yang berbahasa dengan siapa, (2) untuk tujuan apa, (3) dalam situasi apa, (4) dalam konteks apa, (5) jalur yang mana, (6) media apa, dan (7) dalam peristiwa apa (Suyono 1990:3).

Dell Hymes (1978) dalam Pranowo (2009: 100) menyatakan bahwa ketika seseorang berkomunikasi hendaknya memperhatikan beberapa komponen tutur


(35)

20

yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING. Masing-masing akronim merupakan inisial dari istilah-istilah berikut: (S) setting and scene (latar) mengacu pada tempat dan waktu terjadi komunikasi. (P) participants (peserta) mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi (O1 dan O2). (E) ends (tujuan komunikasi) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai dalam komunikasi. (A) act sequence (pesan yang ingin disampaikan) mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin. Bentuk pesan dapat disampaikan dalam bahasa tulisan atau bahasa lisan misalnya, berupa permintaan, sedangkan isi pesan adalah wujud permintaan. (K) key (kunci) mengacu pelaksanaan percakapan. Maksudnya, bagaimana pesan itu disampaikan kepada mitra tutur (cara penyampai). (N) norms (norma) yaitu pranata sosial kemasyarakatan yang mengacu pada norma perilaku partisipan dalam berkomunikasi. (G) genres (ragam, register) mengacu pada ragam bahasa yang digunakan, misalnya ragam formal, ragam santai dan sebagainya.

Austin (1978) dalam Pranowo (2009: 106) ujaran dalam tindak komunikasi selalu mengandung tiga unsur yaitu (1) tindak lokusi berupa ujaran yang dihasilkan oleh seorang penutur, (2) tindak ilokusi berupa maksud yang terkandung dalam ujaran. Dan (3) tindak perlokusi berupa efek yang ditimbulkan oleh ujaran. Searle menyatakan bahwa dalam satu tindak tutur sekaligus terkandung tiga macam tindakan yaitu pengujaran yaitu (1) pengujaran (utterance act) berupa kata atau kalimat, (2) tindak proposisi (proposisional act) berupa acuan dan prediksi, dan (3) tindak lokusi (illocutionary act) dapat berupa pernyataan, pertanyaan, janji, perintah, dan sebagainya. Efek komunikatif (perlokusi atau tindak proposisional) itulah yang kadang-kadang memiliki dampak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(36)

terhadap perilaku masyarakat. Hal-hal yang bersifat perlokutif inilah yang biasanya muncul dari maksud yang berada di balik tuturan (implikatur).

2.3 Prinsip Kesantunan Leech

Leech memandang prinsip kesantunan sebagai “piranti” untuk menjelaskan mengapa penutur sering bertutur secara tidak langsung (indirect) dalam mengungkapkan maksudnya. Motivasi penggunaan tindak tutur tidak langsung dimaksudkan agar ujaran terdengar santun. Penutur biasanya menggunakan implikatur. Implikatur adalah apa yang tersirat dalam suatu ujaran. Jika kita bedakan “apa yang dikatakan” (what is said) dan “apa yang dikomunikasikan” (what is communicated), implikatur termasuk apa yang dikomunikasikan. Prinsip kesantunan Leech ini oleh beberapa ahli pragmatik dipandang sebagai usaha “menyelamatkan muka Grice, karena prinsip kesantunan Grice sering tidak dipatuhi daripada diikuti dalam praktik penggunaan bahasa yang sebenarnya” (Thomas, 1995: 15). Suatu tuturan dikatakan santun bila dapat meminimalkan pengungkapan pendapat yang tidak santun (Leech, 1983: 81).

Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan. Maksim-maksim ini dimasukkan ke dalam kategori prinsip kesopanan.


(37)

22

Leech (1983) dalam bukunya, membuat 6 prinsip kesantunan yang disebut dengan istilah maksim yaitu (a) maksim kebijaksanaan, (b) maksim kedermawanan, (c) maksim pujian, (d) maksim kerendahan hati, (e) maksim kesetujaun, (f) maksim simpati, (g) maksim pertimbangan. Prinsip kesantunan Leech ini oleh beberapa ahli pragmatik dipandang sebagai usaha ”menyelamatkan muka Grice, karena prinsip kesantunan Grice sering tidak dipatuhi daripada diikuti di dalam praktik penggunaan bahasa yang sebenarnya.

Ada enam maksim menurut Leech (1993) yakni: 1) Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)

a. Kurangi kerugian orang lain. b. Tambahi keuntungan orang lain.

2) Maksim Penerimaan/ Penghargan (Approbation Maxim) a. Kurangi keuntungan diri sendiri.

b. Tambahi kerugian diri sendiri.

3) Maksim Kemurahan (Generosity Maxim) a. Kurangi cacian pada orang lain. b. Tambahi pujian orang lain

4) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) a. Kurangi pujian pada diri sendiri.

b. Tambahi cacian pada diri sendiri.

5) Maksim Kesepakatan/Kecocokan (Agreement Maxim)

a. Kurangi ketidakcocokan antara diri sendiri dengan orang lain.


(38)

b. Tingkatkan kecocokan antara diri sendiri dengan orang lain. 6) Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

a. Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain.

b. Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain. (Tarigan, 1990: 82-83 dalam Rahardi 2005: 5)

Maksim yang berskala dua kutub karena berhubungan dengan keuntungan/kerugian diri sendiri dan orang lain (Wijana, 1996: 55-60).

1. Maksim yang berpusat pada orang lain.

a. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) b. Maksim Kemurahan (Generosity Maxim) 2. Maksim yang berpusat pada diri sendiri.

a. Maksim Penerimaan/Penghargaan (Approbation Maxim) b. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim).

Maksim yang berskala satu kutub karena berhubungan dengan penilaian buruk bagi penutur terhadap dirinya sendiri/orang lain.

1. Maksim Penerimaan (Approbation Maxim) 2. Maksim Kesimpatian (Sympathy Maxim

Seorang penutur seringkali tidak menggunakan tuturan langsung dan lebih memilih untuk mengungkapkan sesuatu secara implisit. Tuturan dengan maksud direktif diungkapkan secara deklaratif sehingga tuturan tersebut tidak terdengar seperti sebuah perintah. Prinsip kesantunan lebih menekankan pada aspek sosial


(39)

24

psikologis antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh pada maksim relevansi, seorang penutur tidak memenuhi maksim tersebut dan justru melanggarnya. Hal ini dilakukan penutur untuk menjaga kesantunan terhadap mitra tuturnya.

Contoh

Ayah : Tolong ambilkan kacamata saya di meja depan. Nina : Maaf, saya sedang menggoreng ikan.

Tuturan yang diungkapkan oleh Nina melanggar maksim relevansi karena tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan tuturan Ayah. Tuturan ‘Maaf, saya sedang menggoreng ikan’ memang tidak ada kaitannya dengan tuturan ayah namun secara tidak langsung tuturan Nina merupakan sebuah penolakan pada perintah Ayah. Nina menolak mengambilkan kacamata karena sedang menggoreng ikan. Tuturan Nina tersebut lebih santun daripada Nina mengungkapkan penolakan secara langsung dengan mengatakan ‘tidak’. Untuk menjaga kesantunan itulah Leech mengemukakan enam maksim dalam prinsip kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim simpati. Maksim ini berfungsi untuk menjaga kesantunan sebuah tuturan.

Maksim pertama adalah maksim kebijaksanaan. Sebuah tuturan dikatakan memenuhi maksim kebijaksanaan bila tuturan tersebut memberikan keuntungan pada mitra tutur. Dengan mematuhi prinsip kebijaksanaan, penutur dapat menghindari sikap dengki dan kurang santun kepada mitra tutur. Menurut maksim ini, semakin panjang tuturan maka semakin besar juga keinginan penutur untuk bersikap santun pada mitra tuturnya.


(40)

Sebagai contoh ketika sedang berkendara dengan motor, seorang penutur bertemu dengan seorang teman yang sedang berjalan kaki, sebagai bentuk kesantunan, ia memberi tawaran untuk memboncengkannya. Tawaran ini merupakan bentuk kepatuhan seorang penutur dengan prinsip kebijaksanaan. Dengan memberikan tawaran, penutur berarti ingin memberikan keuntungan kepada mitra tuturnya.

Maksim kedua adalah maksim kemurahan hati. Melalui maksim ini, Leech menyarankan agar penutur mengutamakan kepentingan mitra tuturnya. Dengan mendahulukan kepentingan mitra tutur dan bersikap murah hati, penutur akan dianggap sebagai orang yang santun. Dengan memberikan tawaran untuk membocengkan, penutur pada contoh di atas juga bisa dikatakan mematuhi maksim kemurahan hati. Tuturan “Ayo, aku boncengkan..” sebagai bentuk kesantunan penutur kepada mitra tuturnya. Dengan memberikan tawaran untuk memboncengkan berarti mengutamakan kepentingan mitra tuturnya dan memberikan keuntungan orang lain. Mitra tutur akan senang apabila mendapatkan sebuah pujian dari pada sebuah penghinaan. Oleh karena itu, penutur disarankan untuk memberikan pujian kepada mitra tuturnya. Dengan memaksimalkan pujian dan pengormatan kepada orang lain, penutur mematuhi maksim penerimaan. Sebagai contoh tuturan berikut.

A : Kemarin nilai ulangan Bahasa Indonesia-ku dapat seratus lo.. B : Wah, kamu hebat sekali..padahal aku kesulitan mengerjakannya. C : Ah, cuma begitu saja, aku juga bisa.


(41)

26

Tuturan B adalah tuturan yang mematuhi maksim penerimaan karena B memberikan pujian kepada A sedangkan tuturan C melanggar maksim penerimaan karena C tidak berusaha memaksimalkan pujian terhadap lawan tuturnya. C justru terkesan meremehkan A karena C pun merasa ia bisa mendapatkan nilai seperti A.

Berbeda dengan maksim penerimaan yang berpusat kepada orang lain, maksim kerendahan hati lebih berpusat pada diri sendiri. Maksim ini mewajibkan penutur untuk meminimalkan pujian terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, maksim ini meminta penutur untuk bertutur dengan rendah hati. Pada contoh tuturan A, B, C, tuturan B melanggar maksim kerendahan hati karena C menonjolkan dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa dirinya juga bisa mendapatkan nilai seratus seperti A.

Maksim kecocokan atau disebut juga maksim kesepakatan, menekakan agar penutur menjaga kecocokan dalam bertutur dengan mitra tutur. Seorang penutur harus menanggapi tuturan mitra tuturnya agar kegiatan bertutur dapat terus berlangsung. Maksim ini tidak membenarkan jika seorang penutur membelokkan atau mengalihkan percakapan.

Maksim yang terakhir adalah maksim simpati. Maksim menyarankan kepada penutur agar memaksimalkan simpati dan meminimalkan anti pati. Artinya apabila mitra tutur sedang mengalami peristiwa duka, penutur wajib untuk menaggapinya dengan menunjukkan rasa simpati. Apabila penutur justru menunjukkan anti patinya, penutur tersebut melanggar masim simpati.


(42)

Contoh

X : Kakiku sakit, kemarin aku jatuh dari motor.

Y : Bagian mana yang sakit? Sudah pergi ke dokter belum? Z : Rasain lu!

Pada contoh di atas, Y mencoba menunjukkan simpatinya dengan menunjukkan rasa ingin tahunya tentang luka yang dialami X. Y juga menunjukkan rasa khawatirnya dengan bertanya apakah lukanya sudah diobati dengan pergi ke dokter. Dengan demikian, Y telah mematuhi maksim simpati. Berbeda dengan Z yang justru menunjukkan antipati dengan mengolok-olok X.

2.3.1 Maksim Kebijaksanan (Tact Maxim)

Gagasan dasar dari maksim kebijaksanaan dalam pinsip kesantunan berbahasa adalah bahwa penutur hendaknya harus selalu berpegang pada prisnsip untuk mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi orang lain dalam proses bertutur.

Apabila didalam aktivitas bertutur orang selalu berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, dia akan mampu menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap lain yang santun terhadap mitra tutur. Demikian pula rasa sakit hati sebagai akibat dari perlakuan yang tidak menguntungkan dari pihak-pihak lain, akan diminimalisasikan apabila maksim kebijaksanaan ini dipegang secara kuat dan benar-benar teguh, dan dilaksanakan dengan sunguh-sungguh.

Pada maksim kearifan penutur diharuskan bisa memperkecil kerugian petutur dan sebaliknya memperbesar keuntungan bagi mitra tutur. Dengan kata


(43)

28

lain, buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.

Adapun parameter yang dapat mempengaruhi maksim kearifan, sebagai berikut:

a. semakin besar kerugian tindakan penutur kepada mitra tutur

b. semakin besar jarak sosial yang horizontal antara petutur dengan mitra tutur c. semakin besar status kekuasaan penutur atas mitra tutur

d. maka pengungkapan sebuah impositif oleh petutur perlu semakin manasuka dan semakin taklangsung, tanpa terkecuali, walaupun kemanasukaan tersirat kelangsungan, dalam ketaklangsungan tidak tersirat kemanasukaan (Leech, 1993:200).

Dengan kata lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik. Sebagai penjelas pelaksanaan maksim kebijaksanaan dalam berkomunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh berikut.

Tuan rumah : Silahkan makan saja dulu, nak. Tadi kami sudah mendahului. Tamu : Wah, saya jadi tidak enak, Bu.

Dalam tuturan diatas nampak jelas bahwa apa yang dituturkan si tuan rumah sungguh memaksimalkan keuntungan bagi sang tamu. Meskipun sebenarnya si tuan rumah belum makan, namun si tuan rumah berusaha meyakinkan dengan mengatakan “tadi kami sudah mendahuli”. Tuturan itu disampaikan dengan maksud agar sang tamu merasa bebas dan dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan tanpa ada perasaan tidak enak sedikitpun.


(44)

2.3.2 Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Pada maksim kemurahhatian/kedermawanan, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain, buatlah keuntungan sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin untuk dirinya sendiri.

Kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27). Jika setiap orang melaksanakan inti pokok maksim kedermawanan dalam ucapan dan perbuatan dalam pergaulan sehari-hari, maka kedengakian, iri hati, sakit hati antara sesama dapat terhindar. Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain

.

2.3.3 Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)

Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun bila dalam bertutur selalu beusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan para penutur tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. peserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai


(45)

30

orang yang tidak sopan. Dikatan demikian, karen tindakan mengejek merupakan tindakan tidak meghargai orang lain.

Pada maksim penghargaan penutur diharuskan untuk mengurangi celaan terhadap petutur dan sebaliknya memperbanyak pujian terhadapnya. Maksim pujian mempunyai nama lain yang kurang baik, yakni, ”maksim rayuan”. Namun, istilah ”rayuan” biasanya digunakan untuk pujian yang tidak tulus. Pada maksim ini aspek negatif yang lebih penting, yaitu, ”Jangan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain!”

Pada maksim penghargan, sebuah pujian akan sangat dihargai, sedangkan ujaran yang berupa celaan, ejekan, atau bahkan makian tidak akan dihargai sama sekali. Oleh karena itu, ujaran-ujaran yang mengandung celaan, hinaan, atau makian sangat bertentangan dengan maksim ini. Dengan kata lain, kecamlah orang lain sesedikit mungkin dan pujilah orang lain sebanyak mungkin.

2.3.4 Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)

Maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatan sombong, congkak hati apabila di dalam kegiaatan berturur selalu memuji dan megunggulkan dirinya sendiri.

Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang


(46)

2.3.5 Maksim Permufakatan (Agreement Maxim)

Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kecocokan atau kesetujuan antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi, maka akan terbentuk suatu komunikasi yang santun.

2.3.6 Maksim Kesimpatisan (Sympathy Maxim)

Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar para penutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipasti terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagi tindakan tidak santun. Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan terhadap orang lain ini di dalam komunikasi kesehariannya. Orang yang bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.


(47)

32

2.4 Indikator Tingkat Kesantunan

Dari teori diatas, yang dikemukakan Leech dapat dibuat kriteria kesantunan berbahasa sebagai berikut.

Tabel 2.5.1 : Indikator Tingkat Kesantunan

No Tingkat Kesantunan Indikator

1 Sangat Santun

1. Menggunakan kata mohon, maaf, dan mohon maaf

2. Memberi saran disertai solusi

3. Tidak merendahkan pendapat orang lain

4. Tidak berprasangka buruk terhadap orang lain

5. Teguran membangun

6. Menggunakan kata terima kasih

7. Tidak menyinggung perasaan orang lain

8. Dilakukan dengan diksi yang halus

2 Santun

1. Memberikan saran secara tidak langsung

2. Pilihan kata tepat, memberi kritik membangun

3. Memberikan argumen tepat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(48)

4. Jujur apa adanya

5. Memberi alternaif dengan tidak memaksa

6. Teguran membangun

7. Memberikan kritik yang membangun

3 Tidak Santun

1. Berprasangka buruk pada orang lain 2. Menyindir, menuduh, tidak menghargai

orang lain

3. Memojokkan dan menjatuhkan salah satu pihak

4. Memaksakan kehendak, melecehkan 5. Mementingkan kepentingan pribadi 6. Teguran dengan nada kasar, tinggi

Berdasakan modifikasi dengan indikator yang telah ditentukan teori Leech (1983) , klasifikasi tingkat kesantunan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu sangat santun, santun dan tidak santun.


(49)

34

2.5 Kerangka Berfikir

Kesantunan dalam Berbahasa

Skala Kesantunan Berdasarkan

Maxim Leech

SMS Suara Rakyat dalam

Surat kabar

“Kedaulatan

R k

t”

Tingkat Kesantunan Berbahasa

SMS dalam Rubrik Suara

Rakyat

“Kedaulatan Rakyat”


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang: (1) jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (3) metode pengumpulan data, dan (4) analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan penjelasan pada Bab II sebelumnya jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian kebahasaan yang memfokuskan pada bidang Pragmatik. Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pada analisis penggunaan strategi kesantunan dalam melakukan tindak tutur direktif. Oleh karena itu, metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengkaji penggunaan bahasa (language use) di dalam surat kabar. Karena mengkaji penggunaan bahasa di dalam masyarakat, dalam hal ini di dalam surat kabar, maka penelitian ini disebut sebagai penelitian sosiopragmatik. Seperti yang diungkapkan Leech (Gunarwan, 1994: 83), sosiopragmatik adalah salah satu dari dua sisi linguistik, yang sisi lainnya adalah pragmalinguistik. Yang pertama berhubungan dengan sosiologi dan yang kedua (pragmalinguistik) berhubungan dengan tatabahasa.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang


(51)

36 

alamiah dan dengan memanfaatkan beberapa metode alamiah (Moleong, 2007: 6). Inti analisis kualitatif terletak pada tiga proses yang berkaitan yaitu: mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya, dan melihat bagaimana konsep-konsep yang muncul itu satu dengan lainnya berkaitan (Moleong, 2005: 289). Hasil sajian data deskriptif dalam penelitian ini berupa tuturan lisan dalam peristiwa tutur yang berkaitan dengan kesantunan tuturan.

Soewandi (2007a:7) membuat klasifikasi penelitian berdasarkan metodenya. Ada penelitian kuantitatif dan ada penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan metode deduktif. Maksudnya dalam penelitian kuantitatif kerangka teori itu sudah ada dan akan dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan atau menginterpretasi data. Sebaliknya penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan metode induktif. Dalam penelitian kualitatif ini, pada langkah awal peneliti menemukan fakta-fakta; berdasarkan fakta- fakta itu peneliti menemukan sesuatu (teori). Berdasarkan uraian Soewandi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa jika dilihat dari metodenya penelitian ini termasuk penelitian kualitatif karena pada langkah awal peneliti menemukan fakta- fakta terlebih dahulu. Setelah itu barulah peneliti merumuskan sebuah kesimpuan umum (teori) berdasarkan fakta-fakta yang ada itu. Selain itu, penelitian ini juga digolongkan sebagai penelitian kualitatif karena natural setting dijadikan sebagai sumber data langsung, dan peneliti merupakan instrumen kunci.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(52)

3.2 Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini adalah data yang berwujud kata-kata, yakni tuturan-tuturan yang disampaikan melalui SMS yang terdapat pada rubrik Suara Rakyat surat kabar berserta konteksnya (siapa yang berbicara dan pada situasi seperti apa orang itu berbicara). Pesan yang disampaiakan melalui SMS tersebut tidak disertai dengan nama pengirim yang jelas. Hanya menyertakan nomor pengirim yang di rahasiakan oleh pihak penerbit. Untuk itu, konteks dalam pesan tersebut juga sangat sederhana.

Di dalam satu surat kabar terdapat begitu banyak tuturan, apalagi ketika jumlah surat kabarnya lebih banyak atau lebih dari satu. Jumlah data yang begitu banyak tentunya menjadi kesulitan tersendiri bagi peneliti dan peneliti memiliki keterbatasan dalam hal waktu apabila akan meneliti data yang begitu banyak. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelitian dengan sumber data utamanya adalah tuturan yang ada di dalam dua surat kabar, yakni: Kedaulatan Rakyat Januari -Maret 2011.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penyimakan (observasi) yakni dengan menyimak penggunaan atau pemakaian bahasa di dalam surat kabar yang merupakan bahan tertulis (berwujud dokumen). Metode penyimakan (observasi) juga dipilih karena peneliti meneliti atau menyelidiki benda-benda tertulis, yaitu dokumen. Metode penyimakan (observasi) terhadap sumber-sumber tertulis ini tidak berbeda dengan metode yang sering disebut


(53)

38 

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode membaca sumber dengan menggunakan teknik dasarnya adalah catat tulis; sedangkan teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik teknik catat. Pertama-tama yang dilakukan penulis ketika meneliti adalah membaca atau mengamati pemakaian atau penggunaan bahasa di dalam surat kabar. Setelah dibaca atau diamati, peneliti kemudian menyadap beberapa pemakaian bahasa (tulis) di dalam surat kabar yang dianggap relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Dalam membaca penggunaan bahasa di dalam surat kabar seperti yang dimaksud, peneliti tidak ikut terlibat langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data. Peneliti secara murni hadir sebagai seorang yang mengamati. Karena itulah maka teknik lanjutan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teknik catat tulis. Setelah data-data dibaca oleh peneliti, data-data itu kemudian dicatat di dalam beberapa kertas.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan tahap setelah data terkumpul. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan analisis pragmatik yaitu analisis bahasa berdasarkan pada sudut pandang pragmatik (Rustono 1999:18). Analisis data dilakukan dengan menginterpretasikan berdasakan maksim-maksim yang secara universal diikuti untuk menunjukkan kesopanan berbahasa terhadap lawan tutunya.

Data-data yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah data berupa kata-kata karena yang diteliti adalah tuturan-tuturan (dalam bentuk tulis) yang sudah ada di dalam surat kabar. Kata-kata itu diperoleh sebagai hasil dari kegiatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(54)

mengamati dan menyadap penggunaan bahasa di dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat (diperoleh melalui sumber tertulis).

Setelah data-data dikumpulkan, tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kontekstual. Adapun yang dimaksud dengan metode analisis kontekstual adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan konteks. Konteks yang dimaksud itu oleh Brown dan Yule didefinisikan sebagai lingkungan di mana bahasa itu digunakan. Kridalaksana menegaskan bahwa konteks itu adalah aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang berkaitan dengan tuturan (Rahardi, 2000: 14).

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis data kualitatif. Metode analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting, dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain (Bodgan dan Biken melalui Moleong, 2006: 248).

Data yang berupa tuturan yang didapatkan dari membaca suber sms tertulis dari media cetak, yaitu surat kabar Kedaulatan Rakyat kemudian dikumpulkan, dipilah-pilah berdasarkan jenis, wujud, dan tingkat kesantunannya. Langkah-langkah penggunaan analisis kualitatif ini adalah:

1. Inventarisasi


(55)

40 

penelitian. Jadi, peneliti mengumpulkan tuturan-tuturan dalam komunikasi melalui SMS yang ada di media tersebut selama periode Januari-Maret 2011 yang dikumpulkan guna keperluan penelitian.

2. Identifikasi

Data harus memiliki keterkaitan informasi dengan penelitian, yaitu tuturan-tuturan yang didapatkan dari koran Kedaulatan Rakyat edisi Januari- Maret 2011. Peneliti melakukan identifikasi terhadap data-data yang sudah diperoleh, membuat ciri-ciri data-data yang telah ada.

3. Klasifikasi

Dalam klasifikasi peneliti mulai mengklasifikasi data berdasarkan ciri-ciri yang telah dibuat dan data-data dikelompokan berdasarkan ciri-ciri masing-masing data. Diklasifikasi dan dianalisi berdasarkan keterangan-keterangan yang ada pada masing-masing tuturan tersebut. Data yang sesuai dengan penelitian ditranskrip dan dikalisfikasi dengan cara pencatatan. Dengan kata lain, klasifikasi adalah proses memilih tuturan yang akan dikaji dengan cara pencatatan. Data yang tidak sesuai tidak akan dimasukan dalam analisis penelitian.

4. Deksripsi (pelaporan)

Pada tahap ini peneliti melaporkan hasil analisis mengenai tingkat kesantunan yang terdapat dalam SMS dalam Rubrik Suara Rakyat koran Kedaulatan Rakyat edisi Januari-Maret 2011. Data yang terkumpul ditelaah, dibuat rangkuman, kemudian disimpulkan. Berdasarkan analisis terhadap tuturan-tuturan dalam komunikasi SMS Suara Rakyat koan Kedaulatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(56)

Rakyat : (1) kesantunan berbahasa yang disapaikan melalui SMS , (2) wujud kesantunan tuturan dalam interaksi tersebut dan (3) bagaimana tingkat kesantunan tuturan dalam interaksi di dalam Rubrik Suara Rakyat tersebut.

Tuturan yang telah terkumpul sebagai data diinventaris, diklasifikasikan serta diperikan ciri-cirinya. Selanjutnya data diinterpretasikan sesuai acuan pada landasan teori. Tahap selanjutnya adalah membahas data secara terperinci. Contohnya sebagai berikut.

(1) RS Sarjito mohon lebih membenahi dan meningkatkan pelayanan terhadap pasien dan pengunjung. Jangan beda terlalu jauh malu dengan rumah sakit swasta. 0857642xxx.

(2) Sampah depan Fak Geografi UGM menumpuk. Tanggungjawab siapa untuk membersihkan? 08572737XXX

Dari tuturan tersebut, peneliti mengklasifikasikan dan memerikan ciri-ciri masing-masing tuturan. Ciri-ciri tersebut kemudian disusun dalam bentuk tabel seperti di bawah ini.

Tuturan

Santun/ tidak santun

Penyebab Indikator Keterangan

1. RS Sarjito

mohon lebih membenahi dan meningkatkan pelayanan terhadap pasien dan pengunjung. Jangan beda terlalu jauh malu dengan rumah sakit

Santun •Mematuhi maksim kebijaksanaan Tidak menjelek-jelekan pihak lain

Tuturan tersebut sopan karena menggunakan kata ‘mohon’ sehingga mempunyai kesan positif


(57)

42 

swasta. 0857642xxx.

Segera Turunkan Harga

1. Untuk orang-orang yang kerja di pemerintahan, tolong cepat turunkan harga sembako, karena sudah manut wudele dewe. Terima kasih. 08573540XXX . Tidak Santun • Melanggar maksim simpati Bersifat memaksa dan menyuruh Tuturannya bersifat menyuruh dan memaksa

Tuturan tersebut jika dianalisis dengan prinsip kerja sama, bahwa tuturan (1) merupakan tuturan yang sopan, karena mematuhi maksim kebijaksanaan. Penutur memberikan informasi yang sesuai dengan keadaan. Tidak mengada-ada dan tidak menjatuhkan pihak lain. Pengirim juga menuturkan dengan sopan karena menggunakan kata ‘mohon’ sehingga terlihat lebih menghargai pihak lain.

Tuturan (2) melanggar maksim simpati, hal itu terlihat pada kalimat kedua “tolong cepat”. Kalimat tersebut berkesan menyuruh orang lain secara paksa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(58)

3.5 Keabsahan Data dan Triangulasi

Moleong ( 2007: 320), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi, mendemontrasikan nilai yang benar, menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.

Berdasakan teknik-teknik pemeriksan keabsahan data tersebut, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik ketekunan pengamatan, serta triangulasi. Moleong (2007: 329) mengatakan bahwa ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2007: 330). Denzin (dalam Moleong 2007: 330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori keabsahan data. Pada penelitian ini penulis melakukannya dengan cara triangulasi dengan sumber dan teori.

Menurut Patton dalam Moleong (2007: 330), triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.


(59)

44 

Metode tersebut dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari subyek dengan informan diluar subyek.

Triangulasi dengan teori adalah membandingkan teori yang ditemukan berdasarkan kajian lapangan dengan teori yang telah ditemukan oleh peneliti lain, untuk itu diperlukan adanya penjelasan banding (rivalexplanation). Triangulasi teoritik dan pakar dilakukan dengan konsultasi pada pakar pragmatik yaitu Prof. Dr. Pranowo, M. Pd, yang dilaksanankan selama proses penelitian berlansung.

Metode triangulasi tersebut digunakan dalam suatu penelitian kualitatif sebagai keabsahan data, dimana peneliti me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber yang dirasa berhubungan dengan penelitian tersebut.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Data yang dianalisis merupakan data berupa tuturan yang diambil dari surat kabar, yakni Kedaulatan Rakyat dengan jangka waktu bulan Januari sampai Maret 2011 . Data penelitian berupa SMS singkat yang berisikan tuturan dalam rubrik suara rakyat surat kabar Kedaulatan Rakyat . Jumlah data yang dianalisi adalah 145 sms dalam rubrik suara rakyat surat kabar Kedaulatan Rakyat. Data yang telah diambil kemudian dianalisis berdasarkan maksim kesantunan menurut Leech dan tingkat kesantunannya.

Pembaca dapat memanfaatkan rubrik suara rakyat untuk menyampaikan pendapat, komentar, protes, kritik, pujian, simpati tentang suatu hal. Rubrik ini kebanyakan ditujukan kepada perorangan maupun instansi atau pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, lawan tutur dapat memberikan tanggapan balik juga melalui rubrik ini.

Peneliti mengelompokkan pelanggaran aturan-aturan kesantunan berbahasa berdasarkan pada kaidah yang telah ditetapkan Leech, misalnya pelanggaran terhadap prinsip kerja sama, pelanggaran terhadap prinsip kesantunan berbahasa, dan pelanggaran kesantunan berbahasa.


(61)

46 

 

4.2 Hasil Analisi Data

Hasil penelitian terhadap kesantunan berbahasa SMS dalam rubrik suara rakyat surat kabar Kedaulatan Rakyat adalah sbagai berikut.

4.2.1 Pelanggaran Prinsip Kesantunan Leech

Dalam membahas masalah kesantunan, Leech (1993: 206-207) menjelaskan bahwa kesantunan berbahasa pada dasarnya harus memperhatikan enam maksim kesantunan. Keenam maksim ini akan dijelaskan pada subbab berikutnya. Dengan menerapkan maksim kesantunan, penutur tidak akan menggunakan tuturan tuturan yang merendahkan mitra tutur sehingga komunikasi akan berjalan dalam situasi yang kondusif.

Berbicara tidak selamanya berkaitan dengan masalah yang bersifat tekstual, tetapi seringkali pula berhubungan dengan persoalan yang bersifat interpersonal. Prinsip Kesantunan memiliki sejumlah maksim, yakni maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerndahan hati, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian.

Pada keenam maksim di atas terdapat bentuk ujaran yang digunakan untuk mengekspresikannya. Bentuk-bentuk ujaran yang dimaksud adalah bentuk ujaran impositif, komisif, ekspresif, dan asertif. Bentuk ujaran komisif adalah bentuk ujaran yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran. Ujaran impositif adalah ujaran yang digunakan untuk menyatakan perintah atau suruhan. Ujaran ekspresif adalah ujaran yang digunakan untuk menyatakan sikap psikologis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(62)

pembicara terhadap sesuatu keadaan. Ujaran asertif adalah ujaran yang lazim digunakan untuk menyatakan kebenaran proposisi yang diungkapkan.

Berikut ini penulis akan menganalisis tuturan langsung ketidaksantunan berbahasa di dalam rubrik sms suara rakyat surat kabar Kedaulatan Rakyat. Tuturan yang dianalisis hanyalah tuturan yang melanggar prinsip kesantunan Leech.

4.2.1.1 Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan

Bijaksana adalah suatu sifat atau karakter. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bijaksana diartikan sebagai sifat yang selalu menggunakan akal budi, arif, adil, kecakapan dalam menghadapi atau memecahkan suatu masalah.

Tuntunan-tuntunan untuk bertutur bijaksana agar tercipta hubungan antara diri (penutur) dan lain (petutur), dipaparkan dalam ilmu Pragmatik. Gagasan untuk bertutur santun itu dikemukakan oleh Leech dalam maksim kebijaksanaan, yang mengharuskan peserta tutur agar senantiasa berpegang teguh untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan pihak lain.

Dalam konteks tuturan sehari-hari yang spontan, banyak kita jumpai pelanggaran terhadap maksim ini, baik disengaja ataupun tidak disengaja. Seperti tuturan di bawah ini.


(63)

48 

 

No.data : 1

Hari/Tanggal : Senin, 2 Januari 2011 KONTEKS

Dituturkan oleh penutur yg kesal dengan oknum pemungut liar yang melakukan pungli terhadap para penambang

DATA

Pungutan Penambangan Pasir

Kepada pemerintah desa Umbulmartani Kec Ngemplak dimohon tidak semena-mena melakukan pungutan kepada para penambang pasir yang ada di daerah anda. Penambang pasir itu berpendapatan rendah namun mempunyai resiko kecelakaan yang sangat tinggi. Saya ragu kalau pungutan sebesar Rp 30 ribu tsb adalah pungutan resmi. Terimakasih. 0856256XXX

ANALISIS

1. Tuturan di atas TIDAK SANTUN, karena bernada mengecam 2. Sasaran ujaran tersebut mengarah kepada tindakan provokatif

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Pelanggaran Prinsip Kesopanan dengan

Maksim Kebijaksanaan, karena telah memaksimalkan kerugian orang lain dan meminimalkan keuntungan orang lain

Pemaknaan:

Tuturan di atas adalah tuturan seorang penutur (pengirim sms) yang terdengar kurang santun dan memojokkan salah satu pihak yaitu pemerintah setempat. Namun, Pengirim menuturkan dengan menggunakan bahasa yang enak didengar. Selain dapat mengakibatkan efek yang buruk bagi mitra tutur, kalimat “dimohon tidak semena-mena melakukan pungutan kepada para penambang pasir yang ada di daerah anda” menimbulkan kesan negatif kepada pihak yang dituding melakukan pungli. Dalam tuturan tersebut penutur yang merupakan penambang pasir menyalahkan pemerintah desa setempat karena pungutan sebesar 30 ribu dirasa tidak sebanding dengan pekerjaan penambang yang mempunyai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(1)

Kebijaksanaan karena peserta tindak tutur telah mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain.

27/3 Pelajar Ugal-Ugalan

Dimohon polisi lalu lintas di Kulonprogo lebih menertibkan jalan, dikhawatirkan akan menimbulkan kecelakaan, mohon ditindaklanjuti, terutama untuk pelajar, banyak yang naik motor ugal-ugalan. 08783825XXX

KONTEKS

Penutur yang memohon kepada dinas terkait agar memotong ranting pohon yang mengganggu jalan

ANALISIS

1. Tuturan di atas SANGAT SANTUN, penutur memohon bukan menyuruh 2. Indikator ujaran tersebut mengarah saran yang baik

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Prinsip Kesopanan dengan Maksim Kebijaksanaan karena peserta tindak tutur telah mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain.

Tertibkan Lampu Mobil

Polisi harap tertibkan lampu mobil yang tidak standar, karena lampu yang sinarnya keputih-putihan sangat menyilaukan pengendara lain yang papasan. 08574305XXX

KONTEKS

Dituturkan oleh penutur yang mengharapkan adanya tindakan tegas terhadap pemakai lampu sorot putih pada pengendara mobil, karena dirasa membahayakan pengendara lain ANALISIS

1. Tuturan di atas SANTUN, penutur memohon bukan menyuruh 2. Indikator ujaran tersebut mengarah saran yang baik

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Prinsip Kesopanan dengan Maksim Kebijaksanaan karena peserta tindak tutur telah mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain.

28/3 Jalan ke Sardjito Perlu Penerangan

Yth dinas terkait, jalan menuju RS Sardjito dari arah manapun sangat minim penerangan. Mengingat sangat pentingnya akses menuju RS tersebut bagi para pasien. Trmksh. 08572576XXX

KONTEKS

Dituturkan oleh penutur yang memohon kepada dinas terkait agar memberikan penerangan di sekitar jalan menuju RS Sardjito

ANALISIS


(2)

2. Indikator ujaran tersebut mengarah saran yang baik

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Prinsip Kesopanan dengan Maksim Kebijaksanaan karena peserta tindak tutur telah mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain.

Parkir Pasar Prawirotaman Semrawut

Kepada dinas terkait, mohon depan pasar Prawirotaman parkirannya ditertibkan, karena bikin semrawut. 08564343XXX

KONTEKS

Dituturkan oleh penutur yang memberkan masukan kepada dinas terkait untuk mengatur parkir di depan pasar Prawirotaman

ANALISIS

1. Tuturan di atas SANGAT SANTUN, penutur memohon bukan menyuruh 2. Indikator ujaran tersebut mengarah saran yang baik

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Prinsip Kesopanan dengan Maksim Kebijaksanaan karena peserta tindak tutur telah mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain.

29/3 Tanya Biaya Tetap Rekening Telepon

Yth PT Telkom, mohon penjelasan tentang biaya tetap rekening telepon. Abonemen 0 tapi biaya tetap yang nilainya 2x lipat dari abonemen. Percuma abonemen gratis tapi masih saja ada biaya tetap yang ternyata nilainya lebih besar. 08190426XXX.

KONTEKS

Dituturkan oleh pengirim yang menginginkan penjelasan mengenai biaya tetap rekening telepon.

ANALISIS

1. Tuturan di atas termasuk tutran yang TIDAK SANTUN

2. Tidak mengandung unsur negatif yang mengarah pada perbuatan mencela

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Pelanggaran Prinsip Kesopanan dengan Maksim Penghargaan, karena peserta tindak tutur telah meminimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan memaksimalkan keuntungan diri sendiri.

30/3 Bersihkan, Ranting Pohon di Jombor

Kepada Bp Kep DPU Sleman, mohon ranting pohon di atas jalan Kebon Agung dari Jombor sampe Sayegan ditebangi atau dibersihkan. 081727XXX

KONTEKS

Dituturkan oleh penutur yang memohon kepada dinas terkait agar memotong ranting pohon yang mengganggu jalan


(3)

ANALISIS

1. Tuturan di atas SANTUN, penutur memohon bukan menyuruh 2. Indikator ujaran tersebut mengarah saran yang baik

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Prinsip Kesopanan dengan Maksim Kebijaksanaan karena peserta tindak tutur telah mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain.

Pembangunan Talut Kali Serang

Kepada Bp Kep DPU Wates, mohon dicek pembangunan talut di kali Serang, pertengahan jembatan bendungan dengan jalan tentara pelajar melongsorkan jalan membahayakan pengguna jalan. 0856431XXX

KONTEKS

Pengirim memberikan saran agar pihak DPU Wates mengecek pembangunan talut. ANALISIS

1. Tuturan di atas SANTUN, penutur menyampaikan saran dengan halus 2. Indikator ujaran tersebut mengarah saran dan masukan yang baik

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Prinsip Kesopanan dengan Maksim Kerendahan Hati karena peserta tindak tutur telah meminimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan memaksimalkan keuntungan diri sendiri.

31/3 Masukan untuk Jogjatronik

Kepada pengelola Jogjatronik mohon tangga masuk menuju gedung yang berwarna biru diganti, karena saat hujan sangat licin dan sudah banyak memakan korban jatuh. 08587827XXX

KONTEKS

Penutur adalah pengunjung Jogjatronik yang memberikan saran kepada pengelola Jogjatronik

ANALISIS

1. Tuturan di atas SANGAT SANTUN N, penutur menyampaikan perasaannya dengan halus

2. Indikator ujaran tersebut mengarah kepada perbuatan baik

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Prinsip Kesopanan dengan Maksim Kerendahan Hati karena peserta tindak tutur telah meminimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan memaksimalkan keuntungan diri sendiri.

Jalan Rusak di Kranji Sariharjo

Jalan Gatut Kaca/ jalan Kranji di ds Sariharji Ngaglik Sleman rusak, banyak lubangnya. Kepada yg berwenang mohon diperbaiki demi keselamatan pengguna jalan. 08157891XXX.


(4)

KONTEKS

Dituturkan oleh penutur yang mengajukan permohonan agar jalan yang rusak segera diperbaiki

ANALISIS

1. Tuturan di atas SANGAT SANTUN, penutur menyampaikan perasaannya dengan halus

2. Indikator ujaran tersebut mengarah kepada perbuatan baik

3. Tuturan ini termasuk ke dalam Prinsip Kesopanan dengan Maksim Kebijaksanaan karena peserta tindak tutur telah mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain.


(5)

viii  

ABSTRAK

Supantoro, Martinus Herka. 2013. Tingkat Kesantunan Berdasarkan Maksim Leech Rubrik SMS Suara Rakyat di dalam Surat Kabar Kedaulatan Rakyat . Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini merupakan kajian pada tuturan yang digunakan oleh pengirim SMS dalam rubrik suara rakyat di surat kabar Kedaulatan Rakyat. Kesantunan berbahasa merupakan perangkat yang digunakan penutur agar tuturannya tidak menyinggung mitra tutur. Dengan menggunakan bahasa yang santun, penutur dapat menjaga hubungan interpersonal dengan mitra tutur.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan bentuk-bentuk tuturan yang tidak santun, (2) bentuk-bentuk tuturan yang santun, (3) indikator-indikator tuturan yang santun, (4) kaidah-kaidah kesantunan berbahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa di media cetak.

Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang disampaikan melalui pesan SMS dalam rubrik suara rakyat koran Kedaulatan Rakyat. Dengan demikian, subjek penelitian ini adalah para pengirim SMS. Pengumpulan data diperoleh dengan metode baca tulis. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa yang dikemukan oleh Geoffrey Leech.

Peneliti menemukan bahwa sebagian tuturan pengirim SMS belum menggunakan bahasa yang santun. Hal ini disebabkan karena penutur melanggar kaidah-kaidah kesantunan berbahasa. Pengirim pesan atau responden masih melakukan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech. Dari enam maksim yang dikemukakan Leech, yaitu (a) maksim kebijaksanaan (tax maxim), (b) maksim penerimaan/ penghargaan (approbation maxim), (c) maksim kemurahan hati (generosity maxim), (d) maksim kerendahan hati (modesty maxim), (e) maksim kesepakatan/ kecocokan (agreement maxim) dan (f) maksim simpati (sympathy maxim), pelanggaran yang dilakukan responden adalah pelanggaran maksim kebijaksanaan, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan atau maksim kecocokan, dan maksim simpati.

Dari tuturan yang telah dianalisis, peneliti menemukan indikator-indikator tuturan yang santun kemudian merumuskan kaidah-kaidah kesantunan berbahasa Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana kepada penutur Bahasa Indonesia tentang kaidah-kaidah tuturan yang santun. Selanjutnya, penutur dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan bertutur sehari-hari.


(6)

ix  

ABSTRACT

Supantoro, Martinus Herka. 2013. Language Politeness Level Based on Leech Maxim as seen in Suara Rakyat Short Message Rubric in Kedaulatan Rakyat Newspaper. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University

This research was a discussion of speech act which was used by short message sender in Suara Rakyat short message rubric in Kedaulatan Rakyat newspaper. Language politeness was an instrument used by speaker in order not to insult the addressee. By using language politeness, speaker could keep interpersonal relationship with the addressee.

This Research was aimed to (1) describe the forms of impolite, (2) polite speech act, (3) indicators of polite speech act, and (4) principles of language politeness in speaking Indonesian Language. Besides, this research was aimed to describe language politeness in written mass media.

In this research, the data were speech acts taken from the Suara Rakyat short message rubric in Kedaulatan Rakyat Newspaper. Hence, the subject of this research was the sender of the short message in Suara Rakyat short message rubric. The method in collecting the data was observing method. The collected data analyzed using the principles of language politeness by Geoffrey Leech.

The researcher found half of the short messages were not use language politeness. This could be happened because the speaker neglected the principles of language politeness. The sender of short message still broke the principles of language politeness which were stated by Leech. From the six maxims stated by leech, (a) tax maxim, (b) approbation maxim, (c) generosity maxim, (d) modesty maxim, (e) agreement maxim, (f) sympathy maxim, the most violation happened in tax maxim, modesty maxim, agreement maxim, and sympathy maxim.

From the analyzed speech act, the researcher found polite speech act indicators and afterwards formulated Indonesian language politeness. This research was expected to give words to Indonesian language speaker about language politeness. Moreover, the speaker could applied it in daily life.


Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN MOTIVASI MAHASISWA MENJADI JURNALIS DALAM RUBRIK SWARA KAMPUS DI SURAT KABAR HARIAN KEDAULATAN RAKYAT (Studi Kualitatif Terhadap Motivasi Mahasiswa yang Menjadi Jurnalis Dalam Rubrik Swara Kampus di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat).

0 3 26

PENUTUP MOTIVASI MAHASISWA MENJADI JURNALIS DALAM RUBRIK SWARA KAMPUS DI SURAT KABAR HARIAN KEDAULATAN RAKYAT (Studi Kualitatif Terhadap Motivasi Mahasiswa yang Menjadi Jurnalis Dalam Rubrik Swara Kampus di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat).

0 3 60

HALAMAN PERSETUJUAN Kompetisi Surat Kabar yang Beredar di Eks Karesidenan Surakarta Berdasarkan Keberagaman Pemasukan Iklan (Pengukuran Kompetisi Surat Kabar Pengukuran Kompetisi Surat Kabar Jawa Pos, Suara Merdeka,Solopos, Joglosemar, Kedaulatan Rakyat,

0 2 11

PRESUPOSISI DAN REFERENSI PADA RUBRIK SUNGGUH-SUNGGUH TERJADI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT Presuposisi Dan Referensi Pada Rubrik Sungguhsungguh Terjadi Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Edisi Desember 2011.

0 1 16

PENDAHULUAN Presuposisi Dan Referensi Pada Rubrik Sungguhsungguh Terjadi Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Edisi Desember 2011.

0 3 127

PRESUPOSISI DAN REFERENSI PADA RUBRIK SUNGGUH-SUNGGUH TERJADI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT Presuposisi Dan Referensi Pada Rubrik Sungguhsungguh Terjadi Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Edisi Desember 2011.

0 2 15

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM WACANA SMS PEMBACA PADA RUBRIK "HALO JOGJA" DI SURAT KABAR HARIAN JOGJA.

9 64 190

KESALAHAN KALIMAT DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR HARIAN KEDAULATAN RAKYAT

0 3 139

Campur kode dalam Rubrik Pikiran Pembaca Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat bulan Oktober 2011 - USD Repository

0 0 112

Tingkat kesantunan berdasarkan Maksim Leech rubrik SMS Suara Rakyat di dalam Surat Kabar Kedaulatan Rakyat - USD Repository

0 2 147