Temuan and Hasil Penelitian Pengembangan

BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Model Pembelajaran TF-6M
Pada tahap implementasi ini, penelitian dilakukan dengan mengamati
penerapan model pembelajaran TF-6M dalam pengembangan soft skills pada
pembelajaran di SMK Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara.
Pengamatan

yang

dilakukan

meliputi

tahap

persiapan

implementasi,


implementasi, dan penutup/evaluasi.
1. Tahap Persiapan Implementasi Model Pembelajaran TF-6M
Proses persiapan implementasi diawali dengan membuat kesepakatan
dengan pihak sekolah. Dalam hal ini adalah dengan Kepala Sekolah SMK TI
Pembangunan Cimahi, wakil kepala sekolah bidang Kurikulum dan beberapa
Guru. Bentuk kesepakatannya adalah disetujuinya penelitian dilakukan di
SMK TI Pembangunan. Dengan demikian, termasuk disetujuinya penggunaan
peralatan yang ada di Workshop Teknik Pendingin dan Tata Udara, perubahan
waktu belajar, dan perubahan jadwal mengajar. Hal ini dikarenakan proses
belajar akan berubah dengan bentuk blok waktu. Dukungan dan persetujuan
ini diperoleh setelah adanya penjelasan mendalam mengenai konsep dari
model pembelajaran TF-6M, melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan
menghadirkan pemegang HKI model TF-6M yaitu Dr. Dadang Hidayat M.,
M.Pd.

Gambar 4. 1 FGD Implementasi Model TF-6M

62

63


Gambar 4. 2 FGD Implementasi Model TF-6M (2)

Hal ini sesuai dengan dalil pertama dalam model pembelajaran TF-6M yaitu:
“Model TF-6M dapat terlaksana atas kesepakatan antara guru dengan
peserta didik, didukung kebijakan kepala sekolah, sarana praktik yang
terstandar, dan dilaksanakan dalam blok waktu yang cukup” (Hidayat, D.
2010).
Beberapa temuan dalam FGD tersebut adalah adanya anggapan bahwa
Teaching Factory sama dengan Unit Produksi. Temuan lain adalah adanya
resistensi yang muncul dari ungkapan beberapa Guru senior, seperti harus
menambah waktu kerja mereka menjadi lebih lama, membuat lagi
perencanaan dan perangkat pembelajaran yang baru. Akan tetapi beberapa hal
tersebut dapat diperbaiki dengan penjelasan dan beberapa harapan perbaikan
yang ditawarkan dengan pelaksanaan model TF-6M.
FGD kedua juga dilaksanakan untuk memberikan pengarahan kepada
guru-guru yang terlibat dalam pembuatan perangkat pembelajaran dengan
menggunakan Model TF-6M. Perangkat pembelajaran yang dibuat adalah
sebagai berikut:



RPP tentang cara mengubah iklim sekolah menjadi iklim industri,



RPP tentang cara berkomunikasi yang baik,



RPP untuk mengajarkan peserta didik menganalisis dan mengerjakan
order, dan



RPP tentang Model TF-6M.
Proses penyiapan juga dilakukan pada sarana dan prasarana yang akan

digunakan, termasuk pada penyiapan order pertama yang akan dikerjakan oleh
peserta didik. Order pertama tersebut adalah order dari kepala sekolah, yaitu
perawatan AC di ruangan-ruangan yang ada di sekolah.


64

Selanjutnya adalah tahap perubahan iklim sekolah menjadi iklim
indutri. Tahap ini dilakukan dimulai dengan rencana observasi/ kunjungan ke
dunia industri. Industri yang dituju adalah industri yang menangani proyek
skala besar dan ke industri yang menangani proyek rumahan (bengkel-bengkel
kecil).
Sebelum melaksanakan observasi, peserta didik di ajak untuk
merencanakan program kunjungan. Hal ini dilakukan melalui pendekatan
problem solving dengan metode inquiry discovery dengan diskusi, presentasi
dan tanya jawab. Selanjunya peserta didik diajak untuk menyimpulkan lembar
observasi yang akan digunakan sebagai panduan saat kunjungan industri.

Peserta didik sedang berdiskusi untuk mempersiapkan kunjungan industri

Peserta didi sedang mempersentasikan hasil diskusi dalam rangka persiapan kunjungan industri
Gambar 4. 3. Tahap merencanakan program kunjungan industri

Lembar observasi diantaranya berisi tentang pendidikan karyawan, karir

karyawan, gaji karyawan lulusan SMK, aturan-aturan kerja yang diberlakukan,
peralatan dan bahan yang digunakan di bengkel tersebut.
Peserta

didik

selanjutnya

menjalankan

kunjungan

dengan

melaksanakan scientific approach: mengamati, menanya, dan mengumpulkan
data. Kunjungan industri dilaksanakan di workshop milik Asep Hermawan,

65

yang kebetulan menjadi salah satu pengurus Asosiasi bidang Teknik

Pendingin dan Tata Udara (APITU).

Bapak Asep Hermawan sedang menjelaskan seluk
beluk perusahaannya

Peserta didik sedang mengamati peralatan dan
bahan yang digunakan di workshop Bapak Asep
Hermawan

Peserta didik sedang mengamati peralatan dan
bahan yang digunakan di workshop Bapak Asep
Hermawan

Gambar 4. 4. Observasi ke Bengkel Pak Asep Hermawan

Beberapa informasi yang diperoleh peserta didik adalah mengenai
suasana industri dalam bidang Teknik Pendingin dan Tata Udara, peralatan
dan bahan yang digunakan, order-order yang dikerjakan, termasuk bagaimana
memperoleh order dan pendapatan yang diperoleh dari berbai order tersebut.
Hal yang menarik dari kunjungan industri ini adalah Pak Asep menguji

mereka untuk memperkenalkan diri dengan presentasi satu-persatu. Dengan
kata lain, industri mencoba untuk mencari tahu tentang soft skills yang
dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Hasil yang ditemukan adalah
sebagian besar peserta didik malu, gugup, kurang percaya diri bahkan terdiam
didepan, meskipun mereka hanya diminta untuk memperkenalkan diri mereka.

66

Peserta didik gugup saat memperkenalkan diri
masing-masing.

Gambar 4. 5 Peserta didik memperkenalkan diri

Hal di atas membuktikan bahwa keahlian yang harus diasah bukan hanya
kemampuan teknis (hardskill), tetapi juga kemampuan soft skills.
Hasil observasi, selanjutnya dibawa ke sekolah untuk didiskusikan dan
berikutnya adalah mengambil kesimpulan. Beberapa data yang diperoleh dari
diskusi adalah mengenai persamaan dan perbedaan pembelajaran di sekolah
dengan aktivitas di industri. Persamaan yang yang diperoleh adalah sebagai
berikut:

a. Peralatan yang digunakan tidak jauh berbeda antara di industri dan di
sekolah.
b. Bahan-bahan yang digunakan sama antara di industri dan di sekolah.
Sedangkan perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1

Perbedaan Industri dan Sekolah
Perbedaan

Industri

Sekolah

Aturan kerja

Lebih disiplin

Kurang disiplin

Jam kerja


8 jam (normal)

5 jam

Sistem penilaian

Go – No Go

Semua mendapatkan nilai

Praktek

Sering berlatih

Hanya beberapa kali berlatih

Pengalaman

Dunia nyata


Dunia sekolah

67

Peserta didik presentasi setelah mendiskusikan
hasil observasi di lapangan

Gambar 4. 6 Diskusi dan presentasi hasil kunjungan industri

Proses selanjutnya adalah menawarkan kepada peserta didik untuk
menggunakan model pembelajaran alternatif dengan menggunakan suasana
industri dalam belajar. Artinya dalam pembelajaran akan menggunakan aturan
kerja, jam kerja serta sistem penilaian seperti halnya di industri. Setelah samasama menyetujui maka diambil keputusan untuk menggunakan model TF 6M.
Dalam tahap inilah, peserta didik diajak untuk melakukan kesepakatan sosial
dengan bermain peran dalam menggunakan iklim industri di sekolah, yaitu
peserta didik menjadi teknisi dan guru berperan sebagai asesor atau konsultan.

Guru menawarkan kepada peserta didik, untuk
menggunakan model TF-6M dan menyepakati

untuk bermain peran, Guru sebagai
konsultan/asessor dan peserta didik sebagai
teknisi

Gambar 4. 7 Proses melakukan kesepakatan sosial dengan bermain peran

Bermain peran (role-playing) adalah strategi pengajaran yang termasuk ke
dalam kelompok model pembelajaran sosial (social models). Strategi ini
digunakan karena lebih menekankan sifat sosial dalam pembelajaran, dan
memandang bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang peserta didik baik
secara sosial maupun intelektual (Joyce & Weil, 2003 hlm. 92).
Berdasarkan temuan dalam implemetasi Model TF-6M pada
kompetensi Teknik Pendingin dan Tata Udara, diperoleh model implementasi
dalam merubah iklim sekolah menjadi iklim industri. Model perubahan iklim

68

ini dalam rangka persiapan pelaksanaan implementasi Model TF-6M. Model
perubahan iklim tersebut digambarkan seperti gambar 4.8 berikut:
Selayang Pandang Dunia Kerja
Siswa diajak oleh Guru Kewirausahaan untuk
mendiskusikan mengenai Lulusan SMK Kompetensi
Teknik Pendingin dan Tata Udara, mengenai karir,
kesesuaian profesi dengan sekolah, dan pengalamanpengalaman yang diperoleh di dunia kerja.

1

MOdel TF-6M
(Model Pembelajaran
dengan suasana industri)

Perencanaan Kunjungan Industri (CBSA)

Persiapan Implementasi
(Perubahan Iklim Sekolah
menjadi Iklim Industri)

Konsultan/ Asesor

4
Mengerjakan
Order

5
Melakukan
Quality Control

2

2
Menganalisis
Order

Siswa dibimbing untuk merencanakan kunjungan ke indutri
yang menangani bidang Teknik Pendingin dan Tata Udara,
dalam rangka melihat secara nyata kondisi yang ada di
Industri, baik mengenai pendidikan karyawan, karir lulusan
SMK TPTU, Peralatan yang digunakan, sampai pada income
yang didapat. Siswa secara berkelompok membuat panduan
observasi sebagai pegangan kunjungan industri.

6
Menyerahkan
Order

1
Menerima
Pemberi Order

3

Kebutuhan
Konsumen

Siswa berkunjung ke industri sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat dengan menggunakan pendekatan
saintifik. Siswa menggali informasi sesuai dengan panduan
observasi dengan melihat, mengamati, menanya dan
menalar. Hasil Observasi akan dibahas dan didiskusikan di
Sekolah

3
Menyatakan
Kesiapan
Mengerjakan
Order

Kunjungan Industri (Scientific Approach)

Kesepakatan Sosial Perubahan Iklim
Diskusi dan Pembahasan hasil observasi di Industri. Siswa
menyimpulkan perbedaan dan persamaan kondisi di Sekolah dan di
Industri. Siswa ditawarkan untuk menggunakan suasana industri dalam
pembelajaran dengan menggunakan Model Teaching Factory 6 Langkah.
Dihasilkan kesepakatan sosial: Siswa menjadi karyawan/Teknisi & Guru
menjadi Asessor/Konsultan (Bruce Joice Theory)

4

Gambar 4. 8. Model Perubahan iklim sekolah menjadi iklim industri

Proses selanjutnya dalam persiapan adalah penjelasan tahapan-tahapan
dalam model pembelajaran TF-6M kepada peserta didik. Tahapan-tahapan
tersebut

adalah:

menerima

order,

menganalisa

order,

menyatakan

kesanggupan, mengerjakan order, melakukan Quality Control (QC), dan
menyerahkan order. Pada tahapan – tahapan tersebut, secara garis besar
terdapat tiga tahap soft skills dan tiga tahap hardskill.
Setelah peserta didik memahami tahapan dalam TF-6M, mereka diajak
untuk mendiskusikan mengenai kompetensi apa saja yang harus dimiliki untuk
menjalankan pembelajaran menggunakan Model TF-6M. Kesimpulan yang
diperoleh dari diskusi tersebut adalah kebutuhan untuk mengasah soft skills
dalam berkomunikasi, keberanian untuk menghadapi pelanggan, dan
kepercayaan diri untuk menyatakan kesanggupan. Kebutuhan lain dalam
mengasah hardskill, yaitu bagaimana menganalisa order dan mengerjakan
order.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan kompetensi di atas,
peserta didik diberikan pelatihan yang terencana. Pelatihan tersebut adalah
sebagai berikut:

69

a. Pelatihan menganalisa dan mengerjakan order
Pelatihan ini diberikan seperti halnya pembelajaran biasa, akan tetapi
dilaksanakan menggunakan iklim industri. Peserta didik di berikan
pengetahuan secara teoritis dan dilanjutkan dengan praktek. Pada pelatihan
ini setiap peserta didik mengikuti dengan antusias.

Peserta didik sedang mengikuti berlatih untuk
menganalisa dan memperbaiki AC split di
workshop sekolah, di pandu oleh Guru.

Gambar 4. 9 Pelatihan hardskill; menganalisa dan memperbaiki peralatan pendingin

Isi pelatihan meliputi: analisa kerusakan pada lemari es dan AC split,
cara memperbaiki kerusakan pada lemari es dan AC split, serta cara
merawat AC split.
b. Pelatihan kemampuan berkomunikasi (communication skill)
Pelatihan ini berfungsi untuk memberikan bekal soft skills kepada
peserta didik dalam bentuk training, seperti layaknya pelatihan yang
diberikan perusahaan kepada karyawannya. Pelatihan soft skills ini
dilakukan dengan mengundang trainer komunikasi dari luar sekolah. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan pengalaman seperti halnya pelatihan
yang diadakan di industri. Maksud lain juga untuk memberikan
pengalaman kepada peserta didik diajar oleh praktisi. Tidak lanjut dari
pelatihan ini adalah dengan berlatih komunikasi dan mengembangkan soft
skills lain bersama dengan guru pelajaran kewirausahaan. Pelatihan ini
meliputi pengetahuan dan praktek komunikasi secara umum, presentasi,
komunikasi personal dan komunikasi melalui telepon. Pada dasarnya
materi komunikasi tidak diajarkan secara khusus pada mata pelajaran
kewirausahaan di SMK Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata
Udara.

70

Suasana saat peserta didik mengkuti pelatihan komunikasi
Gambar 4. 10 Pelatihan soft skills, Cara berkomunikasi yang baik

Peserta didik mempraktekkan hasil pelatihan komunikasi, di pandu oleh trainer.
Gambar 4. 11 Pelatihan soft skills, praktek cara berkomunikasi yang baik

c. Pelatihan membuat service report
Pada pelatihan ini peserta didik diberikan pengetahuan dan cara
membuat laporan untuk konsumen mengenai order yang diberikan. Pada
laporan ini juga peserta didik harus memberikan rekomendasi kepada
konsumen tentang keadaan terakhir peralatannya.

2. Tahap Implementasi Model Pembelajaran TF-6M Skala Sekolah
Tahap implementasi terdiri dari tahap pendahuluan dan tahap inti.
Tahap pendahuluan terdiri dari kegiatan menerima order, menganalisis order,
dan menyatakan kesiapan mengerjakan order. Sedangkan pada tahap inti
terdiri dari kegiatan mengerjakan order, melakukan quality control,
menyerahkan order kepada konsumen.
a. Tahap Pendahuluan
Tahap 1, Menerima order perawatan atau perbaikan peralatan
pendingin di lingkungan sekolah. Keadaan yang terjadi melalui
pengamatan, sebagai berikut :

71

1) Guru sebagai asesor memberikan arahannya kepada peserta didik
yang akan melakukan tugasnya sebagai teknisi, termasuk
memberikan penekanan yang harus diperhatikan dalam menerima
order, yaitu penggunaan bahasa yang benar, sikap yang santun,
keramahan, dan kepercayaan diri.
2) Konsumen dalam memberikan order tidak selalu datang ke
workshop, melainkan dapat melalui telepon, dengan demikian
kamampuan berbicara melalui pesawat telepon harus dimiliki oleh
peserta didik sebagai penerima order. Pada tahap implementasi ini
order berasal dari lingkungan internal sekolah.
3) Peserta didik bersikap profesional melayani konsumen dengan
sebaik mungkin, karena ini yang akan membiasakan peserta didik
bekerja dengan sebaik mungkin.
4) Guru kemudian memberikan penilaian soft skills kepada peserta
didik terhadap kegiatan menerima order.
Tahap 2, Menganalisis Order. Keadaan di lapangan yang terjadi
melalui pengamatan, sebagai berikut:
1) Peserta

didik

memiliki

tugas

melakukan

analisis

order,

mempelajari order, menentukan bahan dan alat yang dibutuhkan,
dan perkiraan waktu untuk untuk menyelesaikan order, serta
kalkulasi harga.
2) Kriteria hasil pekerjaan yang diinginkan menjadi poin utama dalam
menganalisis order. Dalam hal ini, peserta didik berkonsultasi
dengan guru sebagai konsultan, agar memperoleh analisa yang
tepat.

Peserta didik memeriksa dan menganalisa
AC Split di Ruang Komputer Sekolah.

Gambar 4. 12 Peserta didik melakukan analisa order di lingkungan sekolah

72

Tahap 3, Menyatakan Kesiapan Mengerjakan Order. Keadaan
yang terjadi melalui pengamatan adalah sebagai berikut:
1) Peserta didik menggunakan cara berkomunikasi/ bertutur kata yang
cukup kepada konsumen untuk menyatakan kesiapan. Hal ini
dilakukan kepada konsumen baik melalui telepon maupun yang
datang langsung.
2) Kemampuan peserta didik dalam mengambil keputusan dan
menyatakan kesiapan semakin percaya diri diimbangi dengan
kemampuan kompetensi yang dimiliki.
3) Guru kemudian memberikan penilaian soft skills kepada peserta
didik dalam rangka menyatakan kesiapan mengerjakan order
melalui lembar observasi.

b. Tahap Inti
Tahap 1 Mengerjakan Order. Keadaan

yang

terjadi

melalui

pengamatan adalah sebagai berikut:
1) Guru sebagai konsultan dan asesor memberikan bimbingan dan
arahan kepada peserta didik sebagai karyawan dalam mengerjakan
order.
2) Guru kemudian memberikan penilaian kepada peserta didik
terhadap kegiatan selama mengerjakan order.
3) Peserta

didik

sebagai

teknisi

bertanggung

jawab

dalam

mengerjakan order dengan menerapkan prosedur keselamatan kerja
dan standar kerja yang telah dipelajari.
4) Pengerjaan order peserta didik dengan membagi tugas sesuai
dengan job description yang telah disepakati. Ada yang berugas
sebagai supervisor, teknisi dan pembukuan. Upaya ini dilakukan
untuk memaksimalkan kinerja dan memberikan pengalaman seperti
halnya

di

industri.

pelaksanaannya
pengalaman.

Posisi-posisi

sehingga

peserta

tersebut
didik

digilir

dalam

merasakan

semua

73

Peserta didik sedang membersihkan
outdoor AC Split yang kotor.

Gambar 4. 13 Peserta didik melakukan pekerjaan perawatan pada unit outdoor AC Split di
lingkungan sekolah

Proses melaksanakan perawatan outdoor AC Split yang dilakukan
oleh peserta didik pada saat mengerjakan order dinilai belum mengikuti
standar. Hal ini dikarenakan peserta didik tidak menggunakan peralatan
keamanan diri dan peralatan yang seharusnya. Seperti halnya hanya
menggunakan peralatan seadanya untuk menggapai unit AC, tidak
menggunakan tangga. Berikut adalah gambar yang seharusnya dilakukan
dalam mengerjakan perawatan outdoor AC Split.

Perawatan Outdoor AC Split sesuai
dengan SOP.

Sumber: serviceacmedanmurah.blogspot.com

Gambar 4. 144 Teknisi melakukan pekerjaan perawatan pada unit outdoor AC Split

74

Peserta didik sedang membersihkan
indoor AC Split yang kotor.

Gambar 4. 15 Peserta didik melakukan pekerjaan perawatan pada unit indoor AC Split di
lingkungan sekolah

Pada gambar di atas juga terlihat bahwa peserta didik melakukan
perwatan indoor AC Split tidak sesuai dengan SOP. Berikut adalah
gambar proses merawat indoor AC Split yang sesuai dengan SOP.

Proses membersihkan indoor AC
Split yang kotor sesuai dengan SOP,
dilengkapi dengan alat perlindungan
diri dan peralatan yang sesuai
dengan SOP.

Sumber: serviceacmedanmurah.blogspot.com

Gambar 4. 166 Teknisi AC melakukan pekerjaan perawatan pada unit indoor AC Split

Tahap 2, Melakukan Quality Control (QC). Keadaan yang terjadi
melalui pengamatan adalah sebagai berikut:
1) Peserta didik mengecek kesesuaian hasil pekerjaan secara
keseluruhan dengan menggunakan form isian service report.
2) Peserta didik melakukan konsultasi dan diskusi dengan asessor
terhadap hasil pekerjaan.

75

Peserta didik melakukan
pengecekan ulang hasil pekerjaan
perawatan AC Split di Ruang
komputer Sekolah.

Gambar 4. 176 Peserta didik melakukan QC pada unit AC Split di lingkungan sekolah

Tahap 3 Menyerahkan Order kepada Pemesan. Hasil pengamatan
yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1) Peserta didik menyerahkan order sesuai dengan keinginan
konsumen dengan berkomunikasi menggunakan tutur kata yang
baik.
2) Penyerahan order disertai dengan service report, yang berisi
tentang keadaan alat yang dikerjakan. Pada service report juga
berisi rekomendasi dari hasil pekerjaannya dan disampaikan
kepada konsumen.
3) Peserta didik masih gugup dalam kegiatan menyerahkan order,
karena perasaan cemas mengenai produk yang dibuat, sikap
kekhawatiran yang berlebih dalam menanggapi teguran konsumen
membuat peserta didik ragu untuk melakukannya terutama tentang
posisi sebagai peserta didik SMK.
4) Guru memberikan penilaian soft skills terhadap kinerja peserta
didik dalam melakukan kegiatan menyerahkan order, termasuk
penilaian sikap, dan keterampilan dalam berkomunikasi.

Pada akhir dari tahap implementasi Model Pembelajaran TF-6M di
bidang Teknik Pendingin dan Tata Udara skala sekolah ini diadakan evaluasi.
Evaluasi lebih ditujukan untuk mengetahui perubahan pada ranah soft skills
peserta didik. Evaluasi dilakukan oleh Guru yang terlibat dalam proses
implementasi.

Aspek

yang

dilihat

berhubungan

dengan

keberanian,

kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, kepercayaan diri dan

76

kemampuan meyakinkan orang lain. Selain itu juga termasuk tutur kata yang
digunakan, mimik muka dan juga body language. Data dan pembahasan
mengenai perubahan tersebut akan dibahas pada pembahasan berikutnya.

3. Tahap Implementasi Model Pembelajaran TF-6M Skala luas
Secara umum tahap implementasi skala luas tidak jauh berbeda dengan
implementasi skala sekolah. Perbedaan mendasarnya terletak pada konsumen
yang ditangani. Pada implementasi skala luas, peserta didik akan menangani
order dan konsumen dari masyarakat umum.
Tahap implementasi skala luas juga terdiri dari tahap pendahuluan dan
tahap inti. Tahap pendahuluan terdiri dari kegiatan menerima order,
menganalisis order, dan menyatakan kesiapan mengerjakan order. Sedangkan
pada tahap inti terdiri dari kegiatan mengerjakan order, melakukan quality
control, menyerahkan order kepada konsumen. Pada tahap implementasi
Model Pembelajaran dengan skala luas, peserta didik memperoleh pengalaman
dan pembelajaran yang utuh. Artinya peserta didik mempraktekkan setiap
tahapan-tahapan Model TF-6M secara keseluruhan dengan menggunakan
bekal-bekal pelatihan yang telah diberikan.
Peserta didik berlatih untuk memenuhi tanggung jawabnya, meskipun
masih terdapat beberapa konsultasi kepada konsultan. Hal ini dikarenakan
peserta didik kurang yakin dengan order yang mereka kerjakan. Salah satunya
adalah ketika mendapatkan trouble di lapangan yang belum pernah mereka
pelajari sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa peran Guru sebagai
konsultan sangat vital dalam implementasi Model TF-6M.
Temuan lain yang ditemui oleh peserta didik adalah ketika berhadapan
dengan konsumen/pemberi order yang “cerewet”. Dalam hal ini peserta didik
merasakan pentingnya penerapan dari pelatihan komunikasi yang telah
diberikan, meskipun kadang peserta didik merasa kesal, ketakutan, dan kurang
percaya diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan konsumen.
Berdasarkan wawancara singkat dengan Guru diperoleh hasil yang
menarik, yaitu adanya semangat yang berbeda pada peserta didik yang tadinya
tergolong “malas” untuk mengikuti pelajaran. Sedangkan dari wawancara

77

singkat dengan peserta didik terbaca adanya perasaan senang, karena
memperoleh banyak pengalaman baik dalam hal hard skills maupun soft
skills-nya yang menurutnya tidak diperoleh selama ini di sekolah. Dalam hal
hard skills mereka memperoleh pengalaman praktek yang banyak sehingga
mengasah kemampuan dalam analisa dan troubleshoot. Sedangkan pada soft
skills-nya, mereka merasa bisa membangun kerjasama dengan tim-nya, bisa
menjelaskan dan bernegosiasi dengan konsumen/pemberi order.

4. Tahap Penutup/Evaluasi Model Pembelajaran TF-6M
Kegiatan pada tahap ini bertujuan memberikan masukan dari
pelaksanaan implementasi Model TF-6M pada kompetensi Teknik Pendingin
dan Tata Udara yang telah dilakukan. Hasil pengamatan yang yang diperoleh
pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a. Guru berperan sebagai konsultan, asesor dan penanggung jawab
seluruh program pembelajaran, bertugas mengamati, mengevaluasi
hasil belajar, mengevaluasi proses dan program pembelajaran.
b. Evaluasi dilakukan setiap pagi sebelum proses pembelajaran dengan
Model

TF-6M

dimulai,

seperti

layaknya

di

industri

dalam

melaksanakan breefing sebelum mulai pekerjaan. Dalam kegiatan ini
juga dilakukan diskusi membahas tentang pengalaman mengerjakan
order yang sebelumnya dikerjakan, baik trouble yang yang dikerjakan
maupun penyelesaiannya. Upaya ini berfungsi untuk memantau
perkembangan penerapan model sekaligus melihat perkembangan
kompetensi peserta didik.

B. Perubahan Soft skills Peserta Didik Kompetensi Keahlian Teknik
Pendingin dan Tata Udara
Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran angket dan observasi
yang dilaksanakan oleh peneliti dengan panduan lembar observasi. Data lain
adalah wawancara dengan guru mengenai hasil pengamatan yang dilakukan. Data
ini bertujuan untuk membaca perubahan yang terjadi pada ranah soft skills peserta
didik. Terdapat beberapa data yang akan dipaparkan, yaitu:

78



Data observasi pada peserta didik dalam melaksanakan Model TF-6M
ranah soft skills (Menerima order, Menyatakan kesanggupan dan
Menyerahkan order) yang dilakukan peneliti.



Data dari angket yang diisi oleh peserta didik, untuk melihat beberapa
perubahan aspek soft skills terutama pada ranah interpersonal skills.



Data hasil evaluasi autentik yang dilakukan guru.

Secara garis besar kemampuan peserta didik dalam proses
pembelajaran TF-6M yang menggambarkan soft skills peserta didik
meningkat seiring dengan bertambahnya pengalaman peserta didik dalam
menerima order dalam bentuk pekerjaan perawatan dan perbaikan peralatan
pendinginn. Dalam hal belajar paling tidak terdapat tiga dimensi, yaitu (1)
pengalaman atau latihan, (2) terjadinya perubahan tingkah laku, (3) tingkah
laku sebagai hasil belajar (Kimlet dlm Supriadie, 2012: 27). Berdasarkan
pendapat tersebut, proses pembelajaran dengan implementasi Model TF-6M
mempengaruhi soft skills peserta didik sebagai hasil dari proses
pembelajaran. Kemampuan soft skills peserta didik meningkat seiring
bertambahnya pengalaman peserta didik dalam melakukan pekerjaan
menerima dan menangani order. Kemampuan soft skills peserta didik
bergerak naik semenjak diterapkannya Model TF-6M. Perkembangan soft
skills peserta didik dapat dilihat cara berkomunikasi yang meliputi bahasa
lisan, body language, cara pandang, serta mimik muka.


Gambaran Kemampuan Soft skills dalam Menerima Order
Observasi ini dilakukan dengan menggunakan random sampling,

artinya tidak dilakukan pada semua peserta didik yang melaksanakan
model TF-6M. Sampel terdiri dari 32 peserta didik yang diambil dari 2
kelas yang sedang melaksanakan implementasi TF-6M. Data hasil
observasi kemampuan soft skills dalam menerima order yang dilakukan
selama proses sebanyak tiga kali: a) setelah melaksanakan proses
perubahan iklim sekolah menjadi iklim industri; b) setelah melaksanakan

79

implementasi skala sekolah, c) setelah melaksanakan implementasi skala
luas.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat dibuat
tabel kemampuan soft skills peserta didik dalam menerima order berikut.
Tabel 4.2
Kemampuan Soft skills Menerima Order
Proses 1

Proses 2

Proses 3

Jumlah

230

378

488

Rata-rata

7.188

11.813

15.250

Maksimum

11

14

18

Minimum

3

9

13

Berdasarkan tolok ukur kategori yang didasarkan pada kurva normal
berikut:
Xideal – (ZxSideal) sampai dengan ideal +( ZxSideal)
Rumus Popham J. W. dan Sirotnik K. A
Keterangan:
Xideal
= Rata-rata ideal
Sideal
= Standar deviasi ideal
Z
= Kurva normal untuk daerah 34,13% = 1,00

Diperoleh bahwa, rata-rata di bawah 3,33 berada pada kategori rendah,
kategori sedang rata-rata antara 3,33 sampai 16,67 dan kategori tinggi
rata-rata di atas 16,67.
Rata-rata kemampuan soft skills peserta didik dalam menerima
order berada pada kategori sedang, yaitu 7,188 setelah melaksanakan
proses perubahan iklim sekolah menjadi iklim industri. Rata-rata setelah
melaksanakan implementasi skala sekolah sebesar 11,813. Rata-rata
setelah melaksanakan implementasi skala luas sebesar 15,25.
Perubahan kemampuan peserta didik tergambar dari cara
komunikasi peserta didik dalam menerima order dari pelanggan. Peserta
didik pada awalnya terlihat kebingungan dengan apa yang harus mereka
lakukan dalam menerima order. Dilihat dari mimik wajahnya sebagaian
besar peserta didik terlihat tegang. Ketika Peneliti menanyakan kesan

80

pertama menerima order sebagian besar peserta didik menjawab tegang
dan kurang percaya diri. Seiring dengan berjalannya pembelajaran
menggunakan model TF-6M, kemampuan dalam menerima order
meningkat. Hal ini terlihat dari rasa percaya diri peserta didik dalam
berkomunikasi menerima pelanggan. Peserta didik lebih percaya diri
dalam menaggapi keluhan konsumen.


Gambaran

Perubahan

Kemampuan

Soft

skills

Dalam

Menyatakan Kesanggupan Mengerjakan Order
Observasi ini juga dilakukan pada sampel yang sama. Data hasil
observasi kemampuan soft skills dalam menyatakan kesanggupan
mengerjakan order yang dilakukan selama proses sebanyak tiga kali: a)
setelah melaksanakan proses perubahan iklim sekolah menjadi iklim
industri; b) setelah melaksanakan implementasi skala sekolah, c) setelah
melaksanakan implementasi skala luas.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat dibuat
tabel

kemampuan

soft

skills

peserta

didik

dalam

menyatakan

kesanggupan mengerjakan order berikut.
Tabel 4. 3
Menyatakan Kesanggupan Mengerjakan Order

Jumlah
Rata-rata
Maksimum
Minimum

Proses 1

Proses 2

Proses 3

312
9.750
14
5

479
14.969
19
13

519
16.219
19
13

Berdasarkan rumus Popham J. W. dan Sirotnik K. A diperoleh bahwa,
rata-rata di bawah 4,00 berada pada kategori rendah, kategori sedang
rata-rata antara 4,00 sampai 20,00 dan kategori tinggi rata-rata di atas
20,00.
Rata-rata kemampuan soft skills peserta didik dalam menyatakan
kesanggupan mengerjakan order berada pada kategori sedang, yaitu
9,750 setelah melaksanakan proses perubahan iklim sekolah menjadi
iklim industri. Rata-rata setelah melaksanakan implementasi skala

81

sekolah sebesar 14,969. Rata-rata setelah melaksanakan implementasi
skala luas sebesar 16,219.
Kemampuan komunikasi peserta didik pada langkah menyatakan
kesanggupan mengerjakan order di awal terlihat kurang percaya diri. Ini
dilihat ketika peserta didik menyatakan kesanggupan menerima order.
Sebagian besar peserta didik pandangan matanya banyak melihat bukan
kepada lawan bicara. Bahasa lisan yang menggambarkan tingkat emosi,
peserta didik berbicara terbata-bata. Kemampuan ini disebabkan
penguasaan tentang analisis order masih rendah rendah. Hal ini
mengakibatkan kurang percaya diri dalam berkomunikasi. Seiring
dengan seringnya menangani order dan diskusi pada saat breefing pagi
sebelum memulai pekerjaan, kemampuan analisa order meningkat,
sehingga

dalam

menyatakan

kesanggupan

meningkat

setelah

implementasi skala sekolah dan implementasi skala luas.


Gambaran

Perubahan

Kemampuan

Soft

skills

Dalam

Menyerahkan Order
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat dibuat
tabel kemampuan soft skills peserta didik dalam menyerahkan order
berikut.
Tabel 4. 4
Menyerahkan Order
Proses 1

Proses 2

Proses 3

Jumlah

253.00

425.00

475.00

Rata-rata

7.91

13.28

14.84

Maksimum

10.00

15.00

16.00

Minimum

5.00

12.00

13.00

Berdasarkan Rumus Popham J. W. dan Sirotnik K. A diperoleh bahwa,
rata-rata di bawah 2,67 berada pada kategori rendah, kategori sedang
rata-rata antara 2,67 sampai 13,3 dan kategori tinggi rata-rata di atas
13,3.

82

Rata-rata kemampuan soft skills peserta didik dalam menyerahkan
order 7,91 berada pada kategori sedang. Setelah melaksanakan proses
perubahan iklim sekolah menjadi iklim industri 13,28 berada pada
kategori sedang. Rata-rata setelah melaksanakan implementasi skala
sekolah sebesar 14,84 berada pada kategori tinggi.
Kemampuan

komunikasi

peserta

didik

pada

langkah

Menyerahkan Order kepada pelanggan saat di awal tergambar dengan
peserta didik bingung bagaimana cara menyerahkan order kepada
pelanggan. Peserta didik lebih cendrung hanya memberitahukan bahwa
pekerjaannya telah selesai, tanpa melakukan pembicaraan yang detil
mengenai kondisi unit dengan pelanggan. Dilihat dari mimik wajahnya
sebagaian besar peserta didik terlihat tegang. Ketika Peserta didik
mengarahkan pelanggan dalam melakukan pembayaran peserta didik
ragu-ragu dalam berbicara. Hal ini tergambar dari bahasa lisan yang
terbata-bata dalam menyampaikan pesan.

Secara

umum

pengamatan

yang

diperoleh

selama

proses

pembelajaran, peserta didik saling tunjuk menunjuk dalam menerima
pemberi order. Hal ini di deskripsikan dengan sikap kepercayaan diri peserta
didik masih rendah. Dihubungan dengan teori mengenai petunjuk kinestik
mengenai postural (Rakmat, 2012, hlm. 286) pesan melalui gerak tubuh
sebagian besar peserta didik menunjukan gerak tubuh tidak responsif atau
kaku ini tergambarkan dari diri komunikator (peserta didik) ketika berbicara.
Mimik muka yang menggambarkan berbagai ekspresi rata-rata peserta didik
menunjukan mimik muka yang tegang ketika pretest. Kontak mata yang
menggambarkan kepercayaan diri komunikator (peserta didik) ketika pretest
peserta didik lebih cenderung tidak melakukan kontak mata kepada lawan
berbicara dan cendrum berpaling dari lawan bicara. Dilihat dari petunjuk
parangulistic yaitu cara mengucapkan lambang verbal yang menggambarkan
keadaan emosional peserta didik. Peserta didik lebih cendrum berbicara
dengan lambat, ragu-ragu, dan tersendat-sendat ini dipahami dengan
ungkapan rendah diri peserta didik dalam berbicara.

Suara yang selalu

83

berubah-ubah volumenya menunjukan diri komunikan kurang mampu dalam
membicarakan

suatu

topik

serta

gagap

dan

ragu

menunjukan

ketidaktenangan atau peka terhadap materi pembicaraan.
Dihubungkan dengan hasil belajar peserta didik dalam soft skills,
hasil belajar dipengaruhi oleh (1) Faktor internal yakni semua faktor yang
berada dalam diri individu, (2) Faktor eksternal yakni semua faktor yang
berada di luar diri individu, misalnya orang tua dan guru, atau kondisi
lingkungan di sekitar individu (Slameto, 2010, hlm. 54-72). Aspek yang
mempengaruhi hasil belajar salah satunya adalah metode pembelajaran yang
digunakan. Efektifnya Model TF-6M dalam meningkatkan kemampuan soft
skills peserta didik tidak terlepas dari kedua faktor tersebut, baik itu dari
peserta didiknya sendiri (internal) maupun dari proses pembelajaran yang
dilaksanakan (eksternal). Pembelajaran TF-6M secara tidak langsung
mengajarkan peserta didik dalam mengelola diri dalam bentuk tanggung
jawab untuk berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan manfaat Teaching
Factory, Menurut Yahya dan Muhammad (dalam Syafiah, 2012, hlm.43):
1. Proses belajar menjadi lebih efektif bagi peserta didik karena
mengekspos ke lingkungan yang realistis.
2. Meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran juga sikap dan
pola pikir guru dan peserta didik.
3. Para peserta didik dengan terbiasa dengan sikap multidisiplin dan
rekayasa seperti di industri.
4. Peserta didik akan belajar dan mengambil tanggung jawab untuk
berkomunikasi dengan seorang pelanggan, perencanaan dan
penjadwalan kerja dengan baik dan memastikan kualitas yang dicapai
sebagai diisyarakat oleh spesifikasi order.
5. Peserta didik memungkinkan untuk berhubungan erat dengan aspek
pekerjaan studi mereka dan mengurangin kesenjangan antara industri
dan pelatihan
C. Model Implementasi untuk Pengembangan Soft skills Peserta Didik
Berdasarkan pembahasan dan uji hipotesis di atas diperoleh adanya
pengembangan yang signifikan pada ranah soft skills peserta didik. Dengan
demikian dapat ditarik sebuah proses yang bisa digunakan sebagai sebuah model
implementasi dalam pengembangan soft skills peserta didik di dalam pelaksanaan
Implementasi Model TF-6M.

84

Pengembangan soft skills pada penerapan Model TF-6M ini lebih
ditekankan pada ranah interpersonal skills peserta didik. Yaitu mengembangkan
kepercayaan diri peserta didik khususnya dalam berkomunikasi kepada konsumen,
baik pada saat menyatakan kesiapan mengerjakan order, maupun pada saat
menyerahkan order dan memberikan rekomendasi unit yang dikerjakan. Aspek
Interpersonal skills yang juga dikembangkan adalah bagaimana membina
hubungan baik dan kerjasama dengan tim.

Komunikasi
Umum

Public
Speaking

Pelatihan
Soft skills
(Pelatihan
Komunikasi)

Komunikasi
Efektif

Praktek
Berbicara
Komunikasi
Marketing

Gambar 4. 16 Model Implementasi untuk Pengembangan Soft skills Peserta Didik

Proses pembelajaran pada Model TF-6M menyerupai suasana dunia usaha.
Peserta didik berperan sebagai pekerja dan guru berperan sebagai konsultan.
Model TF-6M mampu memberikan pengalaman bagaimana bekerja di dunia
usaha yang sesungguhnya sehingga memberikan dampak positif kepada peserta
didik. Proses pengembangan soft skill juga lakukan seperti halnya di industri,
yaitu dengan diadakannya pelatihan-pelatihan komunikasi. Pelatihan-pelatihan
tersebut meliputi pelatihan tentang komunikasi secara umum, public speaking,
komunikasi efektif, komunikasi marketing dan praktek berbicara. Peserta didik
dituntut belajar bertanggung jawab untuk berkomunikasi dalam mengikuti proses
pembelajaran serta lebih percaya diri dalam pembelajaran. Model pembelajaran
TF-6M memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dan

85

melakukan komunikasi secara langsung. Salah satu prinsip penentu keberhasilan
metode pembelajaran yang digunakan adalah adanya repetisi atau pengulangan.
Model TF-6M memberikan pengalaman yang berulang dalam melakukan
menerima pelanggan dalam pekerjaan perawatan dan perbaikan peralatan
pendingin. Selama proses penelitian, peserta didik diberikan pengalaman berkalikali dalam melakukan komunikasi kepada pelanggan. Pemaparan sebelumnya
memperlihatkan bahwa kemampuan softskils peserta didik meningkat dari waktu
ke waktu. Hal tersebut membuktikan bahwa pengalaman yang berulang-ulang
yang diperoleh melalui Model TF-6M mampu meningkatkan kemampuan soft
skills peserta didik. Pembelajaran dengan pencontohan secara langsung dapat
mengembangkan soft skills peserta didik.
Berdasarkan pemaparan di atas, tampak bahwa proses pembelajaran pada
Model TF-6M berpengaruh positif pada kepercayaan diri peserta didik. Berkaitan
dengan soft skills pada proses pembelajaran TF-6M keterampilan peserta didik di
asah secara langsung menghadapi konsumen. Keterampilan peserta didik
berkembang akibat dari pengalaman. Pendapat tersebut telah dibuktikan
kebenarannya dalam penelitian ini. Pengalaman yang diperoleh peserta didik
selama proses pembelajaran Model TF-6M mampu meningkatkan kemampuan
soft skills peserta didik. Pengalaman yang diperoleh melalui Model TF-6M
mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik secara maksimal.
Penerapan Model TF-6M dengan merubah suasana sekolah layaknya
suasana di dunia usaha memberikan pengaruh yang baik terhadap peningkatan
kemampuan soft skills yang dimiliki oleh peserta didik. Kegiatan pembelajaran
pada Model TF-6M dimulai dengan menerima order, menganalisis order,
menyatakan kesiapan mengerjakan order, mengerjakan order, melakukan quality
control dan menyerahkan order. Peserta didik dituntut harus mampu melakukan
pelayanan jasa dalam bentuk komunikasi dan mengerjakan order yang diberikan
dan dituntut mampu bekerja layaknya di dunia kerja. Peningkatan kemampuan
soft skills tersebut berdampak pada kemampuan komunikasi peserta didik yang
dilihat dari bahasa lisan, body languege, cara berpandang, dan mimik muka.
Semakin sering peserta didik melakukan proses menerima order maka semakin
baik komunikasi peserta didik. Kemampuan komunikasi yang baik diharapkan

86

dapat menumbuhkan hubungan baik dengan orang lain. Berkomunikasi yang baik
akan meninggalkan kesan yang baik dalam menjalin hubungan dengan orang lain
sesuai dengan bidangnya. Hal tersebut sesuai dengan tujuan model pembelajaraan
TF-6M, yaitu meningkatkan kompetensi peserta didik dalam mata pelajaran
produktif, dengan menciptakan hubungan sosial dalam bentuk berkomunikasi, dan
bekerja sebagai pekerja dalam iklim atau suasana industri dalam suatu blok waktu
di sekolah (Hidayat, D., 2010 hlm. 420).
Berdasarkan temuan di lapangan dan pembahasan mengenai hasil yang
diperoleh selama penelitian, dapat dibuat model implementasi untuk penerapan
Model TF-6M pada kompetensi keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara.
Model implementasi ini khususnya digunakan pada di Sekolah Menengah
Kejuruan dengan kompetensi keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara. Model
implementasi lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.24.

87

MODEL IMPLEMENTASI MODEL TF-6M TPTU
Selayang Pandang Dunia Kerja

Konsultan/ Asesor

2
Menganalisis
Order

Konsultan/ Asesor

Diskusi dan Pembahasan hasil observasi di Industri.
Siswa menyimpulkan perbedaan dan persamaan
kondisi di Sekolah dan di Industri. Siswa ditawarkan
untuk menggunakan suasana industri dalam
pembelajaran dengan menggunakan Model Teaching
Factory 6 Langkah. Dihasilkan kesepakatan sosial:

4

Pelatihan
Pelatihan Pembuatan
Service report

6
Menyerahkan
Order

1
Menerima
Pemberi Order
Kebutuhan
Konsumen

Pelatihan
Mengerjakan
Order

Kesepakatan Sosial Perubahan Iklim

Evaluasi
perkembangan Soft
Skills peserta didik
Evaluasi Proses
Belajar

3
Menyatakan
Kesiapan
Mengerjakan
Order

2
Menganalisis
Order

3

6
Menyerahkan
Order

Siswa berkunjung ke industri sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat dengan
menggunakan pendekatan saintifik. Siswa
menggali informasi sesuai dengan panduan
observasi dengan melihat, mengamati,
menanya dan menalar. Hasil Observasi akan

Analisa
Order

Kebutuhan
Konsumen

Kunjungan Industri (Scientific Approach)

Pelatihan
PERSIAPAN

1
Menerima
Pemberi Order

Persiapan
Implementasi
(Perubahan Iklim
Sekolah menjadi
Iklim Industri)

Evaluasi
keberjalanan
Implementasi

3
Menyatakan
Kesiapan
Mengerjakan
Order

2

EVALUASI

5
Melakukan
Quality Control

Pelatihan
Soft skills
(Pelatihan
Komunikasi)

Perencanaan Kunjungan Industri (CBSA)
Siswa dibimbing untuk merencanakan
kunjungan ke indutri yang menangani bidang
Teknik Pendingin dan Tata Udara, dalam
rangka melihat secara nyata kondisi yang ada
di Industri, baik mengenai pendidikan
karyawan, karir lulusan SMK TPTU, Peralatan
yang digunakan, sampai pada income yang

4
Mengerjakan
Order

1

PELAKSANAAN SKALA LUAS

5
Melakukan
Quality Control

PELAKSANAAN SKALA SEKOLAH

4
Mengerjakan
Order

Siswa diajak oleh Guru Kewirausahaan untuk
mendiskusikan mengenai Lulusan SMK
Kompetensi Teknik Pendingin dan Tata
Udara, mengenai karir, kesesuaian profesi
dengan sekolah, dan pengalamanpengalaman yang diperoleh di dunia kerja.

Pelatihan
Pelatihan Pembuatan
Administrasi
keuangan

[ Sugeng Rifqi M. TF-6M | 2015 ]

Gambar 4.17 Model Implementasi Model TF-6M Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara

Evaluasi Hasil
Belajar

88

D. Kelebihan Implementasi Model Pembelajaran TF-6M Pada SMK
Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara
Pada pelaksanaan implementasi Model TF-6M di SMK Kompetensi
Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara, diperoleh beberapa kelebihan, yaitu:
1. Pengalaman yang diperoleh peserta didik merupakan pengalaman
langsung menghadapi kondisi di lapangan.
2. Melalui pelaksanaan pembelajaran dengan model TF-6M, peserta didik
semakin sering mengerjakan order, maka semakin terasah kemampuan
menyelesaikan permasalahan secara teknis, sehingga meningkatkan
kepercayaan diri peserta didik.
3. Semakin banyak konsumen yang dihadapi, maka semakin banyak
pengalaman dalam berkomunikasi dengan berbagai karakter dan tipe
konsumen.
E. Kelemahan Implementasi Model Pembelajaran TF-6M Pada SMK
Kompetensi Keahlian Teknik Pendingin dan Tata Udara
Selama proses implementasi Model TF-6M di SMK Kompetensi Keahlian
Teknik Pendingin dan Tata Udara ditemukan beberapa permasalahan, yang
dianggap sebagai kelemahan, yaitu:
1. Persiapan order kurang cukup.
Pada pelaksanaan implementasi model TF-6M Kompetensi keahlian
Teknik Pendingin dan Tata Udara, berada pada bidang jasa, sehingga
order yang ada harus terus menerus. Dalam pelaksanaan penelitian ini,
order yang ada berasal dari beberapa koneksi guru dan Peneliti, sehingga
dalam satu hari masih ada kelompok yang tidak mendapatkan order.
2. Keamanan dan Pemantauan
Implementasi model TF-6M pada kompetensi keahlian Teknik Pendingin
dan Tata Udara, lebih banyak mengerjakan order di luar sekolah,
sehingga butuh pemantauan yang lebih ekstra. Hal ini belum bisa
terpenuhi oleh sekolah, dengan jumlah guru yang tersedia tidak
sebanding dengan kelompok peserta didik.