Kesetimbangan Fasa Cair Cair dan Cair Ua

Laporan Praktikum Kimia

Kesetimbangan Fasa Cair-Cair dan Cair-Uap
Afdhal Junaidi*, Ana Nur Aida Putri, Rista Nabila, Caprilia Adiyat Prihasti, Ahmad Suteja
Laili Amalia.
Kelompok 5, Kelas C, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran
65145, Indonesia
ABSTRAK
Pada percobaan kesetimbangan fasa cair-cair dan cair-uap, dilakukan percobaan untuk
membuat kurva kalibrasi indeks biar terhadap fraksi mol dan untuk membuat kurva
kesetimbangan antara fasa cair-cair dan cair-uap. Metode yang digunakan untuk percobaan
ini yaitu dengan menggunakan metode destilasi campuran biner dan pengukuran indeks bias
menggunakan alat refraktometer. Praktikan melakukan pengukuran indeks bias terhadap
pelarut murni dan campuran metanol dan aseton . Dari data tersebut, praktikan dapat
membuat kurva hubungan antara indeks bias terhadap fraksi mol. Berdasarkan kurva tersebut,
menunjukkan bahwa fraksi mol metanol berbanding lurus dengan indeks biasnya. Pada
destilasi campuran biner, praktikan melakukan destilasi untuk memperoleh destilat dari
campuran pelarut methanol dan aseton. Dengan memanaskan campuran pelarut tersebut,
maka komponennya akan mengalami penguapan kemudian mengalami kondensasi dan
menghasilkan destilat.. Praktikan memperoleh kurva hubungan antara titik didih dengan
indeks bias dan titik didih dengan volatilifitas relatif (YA). Berdasarkan kurva tersebut

menunjukkan bahwa temperature berbanding terbalik dengan indeks bias dan volatilitas
relatif.
In the experimental phase equilibrium liquid-liquid and liquid-vapor, conducted an
experiment to create a calibration curve so that the mole fraction index and to make the curve
of phase equilibrium between liquid-liquid and liquid-vapor. The method used for this
experiment is by using a binary mixture distillation method and the refractive index
measurement using a refractometer. Practitioner measurement of the refractive index of the
pure solvent and a mixture of methanol and acetone. From these data, the practitioner can
make a curve relationship between the refractive index of the mole fraction. Based on the
curve, showing that the mole fraction of methanol is directly proportional to the refractive
index. In a binary mixture distillation, practitioner perform distillation to obtain a distillate
from a mixture of methanol and acetone. By heating the solvent mixture, the components will
undergo evaporation and then condenses and produces distillate. Practitioner gain curve
relationship between the boiling point of refractive index and boiling point with relative
volatilifitas (YA). Based on this curve shows that the temperature is inversely proportional to
the refractive index and the relative volatility.
Keyword:Destilasi, Campuran Biner, Refraktrometer, Indeks Bias

Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB


1

Laporan Praktikum Kimia

I.

PENDAHULUAN
Destilasi adalah proses pemisahan senyawa cair yang didahului dengan penguapan

senyawa cair dengan memanaskanya, kemudian mengembunkan uap yang terbentuk yang
akan ditampung dalam wadah yang terpisah untuk mendapatkan destilat. Proses yang terjadi
pada saat destilasi adalah perubahan fasa cair menjadi gas dengan pendidihan lalu terjadi
penguapan, kemudian pengembunan tetapi destilat bukan merupakan urutan dua proses
penguapan atau kondensasi. Tekanan uap merupakan suatu sifat-sifat dari zat cair yang
tergantung pada suhu dan selalu bertambah dengan kenaikkan suhu. Destilasi dilakukan untuk
memisahkan larutan berdasarkan titik didihnya [8].
Destilasi juga merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut
didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi destilasi merupakan metode yang
digunakan untuk memisahkan komponen-komponennya didasarkan pada perbedaan titik
didih saling berdekatan yang terdapat dalam salah satu larutan atau campuran dan bergantung

pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa cair. Syarat utama
dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara destilasi adalah komposisi uap
harus berbeda dengan komposisi cairan dengan terjadi kesetimbangan larutan-larutan dengan
komponen-komponennya cukup dapat menguap [7].
Fasa adalah bagian system yang komposisi kimia dan sifat-sifat fisiknya seragam,
yang terdapat dari bagian system lainnya oleh adanya bidang batas. Perilaku fasa yang
dimiliki oleh suatu zat murni adalah sangat beragam dan sangat rumit, akan tetapi datadatanya dapat dikumpulkan dan kemudian dengan termodinamika dapat dibuat ramalanramalan. Pemahaman mengenai perilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa gibbs.
Hukum fasa gibbs, jumlah terkecil variable bebas yang dilakukan untuk menyatakan keadaan
suatu system dengan tepat dengan kesetimbangan diungkapkan sebagai :
F=C–P+2
Dimana: F = Jumlah derajat kebebasan C = Jumlah komponen P = Jumlah fasa - Jumlah
komponen-komponen dalam suatu system didefinisikan sebagai jumlah minimum dari
“variable bebas pilihan” yang dibutuhkan untuk menggambarkan komposisi tiap fase dari
suatu system [6].
Kesetimbangan fasa dikelompokan menurut jumlah komponen penyusunnya yaitu
sistem satu komponen, dua komponen dan tiga komponen Pemahaman mengenai perilaku
fasa berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Sedangkan persamaan Clausius dan
persamaan Clausius Clayperon menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dan
Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB


2

Laporan Praktikum Kimia

perubahan suhu pada sistem satu komponen. Fasa dapat didefinisikan sebagai setiap bagian
sistem yang sebagai berikut [5]:
a. Homogen dan dipisahkan oleh batas yang jelas
b. Sifat fisik dan sifat kimia berbeda dari bagian sistem lain
c. Dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain sistem

Kesetimbangan fasa antara cairan dan uap terjadi ketika kedua proses yang
berlawanan berlangsung dengan laju yang tepat sama. Maka jika distribusi laju molekuler
diketahui untuk berbagai suhu kita dapat membuat perkiraaan teoritis dari tekanan uap
sebagai fungsi dari suhu. Ketika cairan menguap molekul dengan kecepatan yang tinggilah
yang lepas dari permukaaan. Sementara itu yang tertinggal rata-rata memiliki energi yang
lebih sedikit; ini memberikan sudut pandang molekuler dari pendinginan dan pengembunan,
[2].
Dalam pencampuran suatu zat, komposisinya dapat dihitung berdasarkan fraksi
molnya. Fraksi mol adalah perbandingan antara jumlah mol satu komponen dengan jumlah
mol total komponen yang ada dalam suatu campuran. Setiap komponen(khususnya cair)

mempunyai tekanan uap murni, dan tekanan uap ketika berada dalam campuran, atau biasa
disebut dengan tekanan uap parsial. Hubungan antara tekanan uap dengan fraksi mol ini
dijelaskan oleh hukum Raoult. Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap parsial suatu
komponen dalam campuran berbanding lurus dengan fraski molnya. Misalkan suatu
campuran terdiri dari pentana dan heksana, maka [3] :
jumlah mol pentana
Xpentana = ( jumlah mol pentana+ jumlah mol heksana)
jumlah mol heksana

Xheksana = ( jumlah mol pentana+ jumlah mol heksana)
Xpentana + Xheksana = 1
Ppentana = Popentana . Xpentana
Pheksana = Poheksana . Xheksana
Ptotal = Ppentana + Pheksana
Bila cahaya masuk dari suatu medium ke medium lain, frekuensi cahaya tidak
berubah, tetapi kecepatan cahaya berubah. Besarnya perbandingan cepat rambat cahaya di
dalam ruang hampa dengan cepat rambat cahaya di dalam medium disebut indeks bias mutlak
dari medium, yang dinyatakan oleh [1]:
Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB


3

Laporan Praktikum Kimia

c

ε. μ

n = v = √ ε .μ = √ε .μ
0

0

r

r

μ=¿permeabilitas medium

μ0 =permeabilitas ruang hampa

μr = permeabilitasrelatif
ε = permitivitas
1. Sistem Dua Komponen Cair-Cair

Gambar 1.1 Diagram fase caircair (Rohman & Mulyani, 2004).

Dua cairan dikatakan misibel sebagian jika A larut dalam jumlah yang terbatas, dan
demikian pula dengan B, larut dalam A dalam jumlah yang terbatas. Bentuk yang paling
umum dari diagram fasa T-X cair-cair pada tekanan tetap, biasanya 1 atm (seperti gambar
diatas). Diagram diatas dapat diperoleh secara eksperimen dengan menambahkan suatu
zat cair ke dalam cairan murni lain pada tekanan tertentu dengan variasi suhu [1].
Cairan B murni yang secara bertahap ditambahkan sedikit demi sedikit cairan A pada
suhu tetap (T1). Sistem dimulai dari titik C (murni zat B) dan bergerak kea rah kanan
secara horizontal sesuai dengan penambahan zat A. Dari titik C ke titik D diperoleh satu
fasa (artinya A yang ditambahkan larut dalam B). Di titik D diperoleh kelarutan
maksimum cairan A dalam cairan B pada suhu T1 [5].
Penambahan A selanjutnya akan menghasilkan sistem dua fasa (dua lapisan), yaitu
lapisan pertama (L1) larutan jenuh A dalam B dengan komposisi X A,1 dan lapisan kedua
(L2) larutan jenuh B dalam A dengan komposisi XA,2. Kedua lapisan ini disebut sebagai
lapisan konyugat (terdapat bersama-sama di daerah antara D dan F). Komposisi

keseluruhan ada diantara titik D dan F. Di titik E komposisi keseluruhan adalah X A,3.
Jumlah relatif kedua fasa dalam kesetimbangan ditentukan dengan aturan lever. Di titik E
lapisan pertama lebih banyak dari lapisan kedua. Penambahan A selanjutnya akan
mengubah komposisi keseluruhan semakain ke kanan, sementara komposisi kedua
lapisan akan tetap XA,1 dan XA,2 [6].
Perbedaan yang terjadi akibat penambahan A secara terus menerus terletak pada
jumlah relative lapisan pertama dan kedua. Semakin ke kanan jumlah relative lapisan
pertama akan berkurang sedangkan lapisan kedua akan bertambah. Di titik F cairan A
yang ditambahkan cukup untuk melarutkan semua B dalam A membentuk larutan jenuh
Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB

4

Laporan Praktikum Kimia

B dalam A. Dengan demikian sistem di F menjadi satu fasa. Dari F ke G, penambahan A
hanya merupakan pengenceran larutan B dalam A. Untuk mencapai titik G di perlukan
penambahan jumlah A yang tak terhingga banyaknya atau dengan melakukan percobaan
mulai dari zat A murni yang kemudian di tambah zat B sedikit demi sedikit sampai di
capai titik F dan seterusnya [1].

Jika percobaan dilakukan pada suhu tinggi akan di peroleh batas kelarutan yang
berbeda. Semakin tinggi suhu, kelarutan masing-masing komponen satu sama lain
meningkat, sehingga daerah fasa semakin menyempit. Kurva kelarutan pada akhirnya
bertemu disuatu titik pada suhu konsolut atas, atau disebut juga suhu kelarutan kritis (Tc).
Di atas titik Tc cairan saling melarut sempurna dalam berbagai komposisi [4].
2. Sistem Dua Komponen Cair-Uap

Gambar
1.2
Sketsa
diagram
temperaturvolume spesifik untuk air
yang
memperlihatkan
daerah cair, daerah dua
fase cair-uap, dan daerah
uap
(tidak
untuk
diskalakan) (Moran &

Ketika sistem berada pada keadaan cair jenuh (keadaan f pada Gambar 1.2),
penambahan kalor pada tekanan tertentu menyebabkan pembentukan uap tanpa terjadi
perubahan temperature, tetapi dengan peningkatan volume spesifik yang cukup berarti.
Ketika campuran cair dan uap berada dalam kesetimbangan, fase cair merupakan cair
jenuh dan fase uap merupakan uap jenuh. Jika sistem terus dipanaskan sampai butir
cairan terakhir menguap, maka tercapai titik g pada Gambar 1.2, yaitu keadaan uap
jenuh. Campuran dua fase cair-uap dapat dibedakan satu dengan yang lainnya
menggunakan suatu sifat intensif yang dikenal sebagai kualitas [2]
Untuk suatu campuran dua fase cair dan uap, rasio massa uap terhadap massa total
campuran merupakan kualitas, x, yang dapat dihitung sebagai berikut,
m uap

x = muap+ mcair
Kualitas mempunyai nilai dari nol sampai dengan satu: pada keadaan cair jenuh, x = 0,
dan pada keadaan uap jenuh, x = 1,0. Meskipun didefinisikan sebagai nilai
perbandingan, kualitas seringkali diberikan dalam bentuk persentase [3].

Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB

5


Laporan Praktikum Kimia

Tujuan daripada percobaan ini yaitu membuat kurva kalibrasi indeks bias terhadap
komposisi dan membuat kurva kesetimbangan antara uap dan cairan.
II.

METODOLOGI

II.1. Alat dan Bahan
Alat yang dibutuhkan pada praktikum Kesetimbangan Fasa Cair-Cair dan Cair-Uap
adalah satu set destilator sederhana, satu set refraktometer, gelas kimia 250 mL, pipet ukur
2,1 mL, tabung reaksi, pipet tetes dan kertas saring. Bahan-bahan yang diperlukan
diantaranya metanol, akuades, etanol dan pelarut organik lainnya
II.2. Prosedur kerja
2.2.1 Kalibrasi komposisi melalui penentuan indeks bias
Pertama disiapkan 5 buah tabung reaksi dan isi dengan campuran pelarut sesuai
dengan tugas dari asisten. Buat komposisi yang sesuai berdasarkan Tabel 2.1, kemudian
hitung fraksi molnya
Tabel 2.1 : Komposisi pada campuran biner 1
No
Pelarut I
Pelarut II

Volume (mL)
I

II

III

IV

V

VI

VII

3
0

2.5
0.5

2
1

1.5
1.5

1
2

0.5
2.5

0
3

Setelah memahami cara menggunakan refraktometer, maka langkah selanjutnya adalah
membersihkan tempat sampel dengan menggunakan aseton 1-2 tetes, lalu lakukan
pengukuran indeks bias dengan campuran pada tabel 2.1. terkahir buat kurva antra indeks
bias dan fungsi komposisi.
2.2.2 Destilasi campuran biner
Pertama siapkan 5 seri campuran biner dengan komponen sama seperti tabel 2.1 tetapi
berbeda komposisi sesuai tabel 2.2, setelah itu siapkan set alat destilasi sederhana lengkap
dengan heating mantle, masukkan campuran I kedalam labu bundar, kemudian pasang pada
alat destilasi, alirkan air dingin melalui kondensor lalu hidupkan heating mantle.

Tabel 2.2 : Komposisi pada campuran biner 2
Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB

6

Laporan Praktikum Kimia

No
Pelarut I (Metanol)
Pelarut II (Aseton)

Volume (mL)
I
20
8

Hitung temperatur sewaktu terjadi tetesan pertama sampai volume 2 mL dan ditampung
sebagai komponen awal, lalukan cara yang sama sebanyak 7 kali pengamatan. Tampung
setiap fraksi di tabung yang berbeda. Setelah itu ukur indeks bias masing masingnya,
hentikan proses destilasi ketika sudah medapat 7 buah fraksi.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kalibrasi Komposisi melalui Penentuan Indeks Bias
n (indeks
bias)
1,3280
1,3327
1,3380
1,3440
1,3505
1,3552
1,3595

X aseton
0
0,1
0,2
0,35
0,527
0,733
1

Tabel 3.1. Indeks Bias dengan Fraksi Mol
Kurva Baku Indeks Bias dengan Fraksi Mol
1.37

Indeks Bias

1.36

f(x) = 0.03 x + 1.33
R² = 0.96

1.35
1.34
1.33
1.32
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

Fraksi Mol

Grafik 3.1. Indeks Bias dengan Fraksi Mol
Dari percobaan yang sudah dilakukan didapatkan pada percobaan kalibrasi komposisi
melalui penentuan indeks bias untuk metanol 3 mL didapatkan indeks bias sebesar 1,3280
didapatkan fraksi mol aseton 1. Untuk campuran II antara metanol 2,5 mL dengan aseton 0,5
mLdidapatkan indeks bias sebesar 1,3327 didapatkan fraksi mol aseton 0,1 sehingga fraksi
mol metanol 0,9. Campuran III antara metanol 2 mL dengan aseton 1 mL didapatkan indeks
Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB

7

Laporan Praktikum Kimia

bias sebesar 1,3380 didapatkan fraksi mol aseton 0,209 sehingga fraksi mol metanol 0,791.
Campuran IV antara metanol 1,5 mL dengan aseton 1,5 mL didapatkan indeks bias sebesar
1,3440 didapatkan fraksi mol aseton 0,358 sehingga fraksi mol metanol 0,642. Campuran V
antara metanol 1 mLdengan aseton 2 mL didapatkan indeks bias sebesar 1,3505 didapatkan
fraksi mol aseton 0,527 sehingga fraksi mol metanol 0,473. Campuran VI antara metanol 0,5
mL dengan aseton 2,5 mL didapatkan indeks bias sebesar 1,3552 didapatkan fraksi mol
aseton 0,733 sehingga fraksi mol metanol 0,267 dan untuk campuran VII aseton 3 mL
didapatkan indeks bias 1,3595 didapatkan fraksi mol metanol 1. Berdasarkan data yang
diperoleh dapat diketahui bahwa hubungan antara indeks bias dengan fraksi mol berbanding
lurus. Semakin besar nilai indeks bias maka komposisi aseton semakin besar. Hal ini
disebabkan karena fraksi mol aseton semakin meningkat. Hubungan antara kurva baku indeks
bias dengan fraksi mol didapatkan persamaan y= 0,0319x + 1,3307 dan R2 = 0,959.
3.2

Destilasi Campuran Biner
Titik didih
(oC)
58
59
59,5
59,7
59,9
60
60,2

n
1,3500
1,3440
1,3435
1,3409
1,3401
1,3395
1,3385

Fraksi mol
(xA)
1,000
0,191
0,179
0,123
0,107
0,096
0,076

YA
1,000
0,322
0,306
0,221
0,195
0,176
0,143

Tabel 3.2. Campuran 20 ml metanol dan 8 ml Aseton
Kurva Kesetimbangan Cair Uap (Aseton : Metanol)

Temperatur (oC)

f(x) = 0.32 x + 58.19
R² = 0.84

0.5

0.6

0.6

0.7

0.7

0.8

0.8

0.9

0.9

1.0

1.0

Fraksi mol

Grafik 2. Campuran 20 ml Metanol dan 8 ml Aseton
Campuran 20 ml Metanol dengan 8 ml Aseton didapatkan temperatur pada destilat
pertama yaitu 58oC dengan indeks bias 1,3500 memiliki fraksi mol 1 dan relativitas volatilitas
(YA) 1. Destilat kedua pada temperatur 59 oC dengan indeks bias 1,3440 memiliki fraksi mol
0,191 dan relativitas volatilitas (YA) 0,322. Destilat ketiga pada temperatur 59,5oC dengan
indeks bias 1,3435 memiliki fraksi mol 0,179 dan relativitas volatilitas (Y A) 0,306. Destilat
keempat pada temperatur 59,7oC dengan indeks bias 1,3409 memiliki fraksi mol 0,123 dan
Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB

8

Laporan Praktikum Kimia

relativitas volatilitas (YA) 0,221. Destilat kelima pada temperatur 59,9oC dengan indeks bias
1,3401 memiliki fraksi mol 0,107 dan relativitas volatilitas (YA) 0,195. Destilat keenam pada
temperatur 60oC dengan indeks bias 1,3395 memiliki fraksi mol 0,096 dan relativitas
volatilitas (YA) 0,176. Destilat ketujuh pada temperatur 60,2 oC dengan indeks bias 1,3385
memiliki fraksi mol 0,076 dan relativitas volatilitas (Y A) 0,143. Berdasarkan data yang
diperoleh, dapat diketahui bahwa temperatur berbanding terbalik dengan fraksi mol. Semakin
tinggi temperatur maka fraksi mol semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kemampuan
untuk menguap (volatil) dari metanol semakin tinggi sehingga komposisi dari metanol
semakin menurun. Komposisi tiap komponen dapat diketahui melalui beberapa parameter
fisik salah satunya harga indeks bias. Karena fraksi mol berbanding lurus dengan indeks bias,
maka fraksi mol dalam destilasi campuran menyebabkan harga indeks bias dan relativitas
volatil menurun. Persamaan untuk kurva yang terletak pada daerah fasa uap adalah y = 2,2709x + 60,192 dan R2 = 0,9174. Persamaan untuk kurva yang terletak pada daerah fasa
cair adalah y = -2,0647x + 59,972 dan R2 = 0,8606.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum kali ini yaitu kesetimbangan cair-cair dan cair uap dapat disimpulkan
bahwa grafik yang didapatkan antara indeks bias dengan fraksi mol yaitu berbanding lurus
sehingga sesuai dengan teori, indeks bias berbanding lurus dengan fraksi mol. Pada
percobaan destilasi campuran biner dapat disimpulkan bahwa grafik yang didapatkan
memperlihatkan hubungan fraksi mol terhadap temperatur yaitu berbanding terbalik sehingga
sesuai dengan teori, fraksi mol berbanding terbalik dengan temperatur.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Atkins, P.W. 1990. Physical Chemistry. Oxford: Oxford University Press.
[2] Dogra, SK dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: UI-PRESS.
[3] Hugh D. Young. 2002. Fisika Universitas Jilid 1 Edisi 10. Jakarta: Erlangga.
[4] Mohrig, Jerry R et.al. 2010. Techniques in Organic Chemistry. New York: W. H. Freeman
and Company.
[5] Moran, Michael J., Howard N. Shapiro. 2004. Termodinamika Teknik Edisi ke-4. Jakarta:
Erlangga.
[6] Rohman, Ijang dan Sri Mulyani. 2004. Kimia Fisika I. Jakarta: JICA.
[7] Santoso, Didik R. 2006. Petunjuk Praktikum Fisika Dasar-2. Malang: Laboratorium
Fisika Dasar Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya.
[8]Widjajanti,
Endang.
LFK.
2008.
“Kesetimbangan
Fasa”.
(http://staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/endang-widjajanti-lfxmsdr/kesetimbangan%2520fasa.pdf). Diakses pada tanggal 10 April 2014 pukul
16:09 WIB

Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, UB

9