Metode runge kutta untuk solusi persamaa

METODE RUNGE-KUTTA
UNTUK SOLUSI PERSAMAAN PENDULUM

SKRIPSI
Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh
Nama

: Rahayu Puji Utami

NIM

: 4150401035

Program studi : Matematika
Jurusan

: Matematika


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005

PENGESAHAN

Telah dipertahankan dihadapkan siding Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada:
Hari

:

Tanggal

:
Panitia Ujian

Ketua,

Sekretaris,


……………….
NIP.

………………
NIP.

Pembimbing I

Anggota Penguji

DR. St Budi Waluyo
NIP 132046848

1. ..........................
NIP.

Pembimbing II

2. .........................

NIP.

Drs. Moch Chotim, M. Si
NIP 130781008

3. ........................
NIP.

ABSTRAK

Ilmu Pengetahuan banyak memberikan landasan teori bagi perkembangan suatu
teknologi, salah satunya adalah matematika. Cabang dari matematika modern yang mempunyai
cakupan wilayah penelitian teoritik dan aplikasi luas adalah persamaan differensial. Persamaan
diferensial nonlinier khususnya yang berorde dua dapat diselesaikan dengan metode RungeKutta. Metode ini mencapai ketelitian yang tinggi untuk kasus tak linier . Satu contoh persamaan
d 2θ
g
differensial nonlinier orde dua adalah persamaan Pendulum yang ditulis dalam bentuk
+
2
dt

l
sin θ = 0. Persamaan Pendulum ini sukar dan tidak mungkin diselesaikan secara analitis. Dengan
alasan di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang metode Runge-Kutta untuk menentukan
suatu solusi dari persamaan diferensial nonlinier orde dua khususnya persamaan Pendulum dan
menggunakan Maple untuk visualisasinya. Sehingga dalam penulisan skripsi ini penulis
mengambil judul “ Metode Runge-Kutta Untuk Solusi Persamaan Pendulum”.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah menentukan solusi persamaan diferensial nonlinier
orde dua khususnya persamaan Pendulum dengan metode Runge-Kutta dan mengetahui aplikasi
program Maple untuk visualisasinya persamaan Pendulum.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian ini antara lain menentukan masalah, merumuskan masalah, studi
pustaka, analisis dan pemecahan masalah, penarikan kesimpulan.
Pada pembahasan dilakukan analisis untuk menentukan solusi persamaan Pendulum
dengan menggunakan metode Runge-Kutta. Adapun formula dari metode Runge-Kutta adalah
1
yi+1 = yi + [ (k1 + 2k2 + 2 k3 + k4 )] h, dengan: k1 = f(xi, yi), k2 = f(xi + ½h, yi + ½hk1), k3 =
6
f(xi + ½h, yi + ½hk2), k4 = f(xi + h, yi + hk3). Dari solusi tersebut dapat dibuat grafik untuk
beberapa nilai y(0) dan y’(0) dengan menggunakan program Maple.
Dari uraian pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa solusi persamaan diferensial

d 2θ
g
nonlinier orde dua 2 +
sin θ = 0 adalah : k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]),
K
= h/2*(
dt
l
yp[n] + k1/2), k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1), k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K,
yp[n] + k2), L = h*( yp[n] + k3), k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3), x[n + 1] = x[n] +
h, y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3), yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 +
k4). Dengan program Maple diperoleh grafik untuk beberapa nilai y(0) dan y’(0).

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya” (Q.S. Al Baqoroh:
286)
“Imajinasi lebih berharga daripada sekedar ilmu pasti” (Albert Einstein)

“Disaat kita mau berusaha keberhasilan akan selalu menyertai kita”

PERSEMBAHAN
Skripsi penulis peruntukan kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta.
2. Kakak-kakakku, adikku dan semua saudarasaudaraku tercinta.
3. Sahabat-sahabatku yang sangat aku sayangi.
4. Sayankqu always in myheart.
5. Teman-teman seperjuangan (Matematika ’01).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan petunjuk dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Metode
Runge-Kutta Untuk Solusi Persamaan Pendulum”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Drs. H.A.T. Soegito, S.H., M.M. selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Bapak Drs. Kasmadi Imam S., M.S. selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang.
3. Bapak Drs. Supriyono, M.Si. selaku Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri

Semarang.
4. DR. ST. Budi Waluyo, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Drs. Moch Chotim, M.S selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dan
arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
6. Segenap sivitas akademika di jurusan Matematika FMIPA UNNES.
7. Ayah dan Ibu yang senantiasa mendoakan serta memberikan dorongan baik secara moral
maupun spiritual dan segala yang ternilai.
8. Sahabat-sahabatku Nanny, Lidia dan adikku mahda yang telah memberikan dorongan untuk
segera menyelesaikan skripsi ini.
9. Mas Dwi yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
10. Dea atau Yaya, Kakakku Yuni dan Kakakku Agus yang telah memberikan dorongan untuk
segera menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-temanku Rina, Mey, Woro, Eli, Dwi, Taufik, Sigit, Ardi, Bowo, Doni, Aris dan
semua angkatan 2001 yang selalu memberiku semangat dan dorongan hingga selesainya
skripsi ini.
12. Adikku Isti dan Mas Gik yang selalu memberiku semangat dan dorongan hingga selesainya
skripsi ini.

13. Dan orang-orang yang telah memberikan inspirasi, baik disengaja maupun tidak, serta pihakpihak yang telah memberikan segala dukungan baik langsung maupun tidak langsung,

material maupun immaterial, hingga proses penyusunan skripsi ini berjalan dengan lancar
sampai terselesainya skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Semarang, Agustus 2005
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................ii
ABSTRAK ..........................................................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .....................................................................iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x
BAB I


PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Permasalahan.................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
E. Sistematika Penulisan Skripsi .......................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 8
A. Persamaan Diferensial...................................................................... 8
B. Metode Runge-Kutta ..................................................................... 11
C. Persamaan Pendulum .................................................................... 23
D. Maple.............................................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 27
A. Menemukan Masalah .................................................................... 27
B. Merumuskan Masalah ................................................................... 27
C. Studi Pustaka ................................................................................. 27
D. Analisis dan Pemecahan Masalah .................................................. 28
E. Penarikan Kesimpulan ................................................................... 28
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 29
A. Solusi persamaan Pendulum dengan menggunakan metode Runge-Kutta

B. Aplikasi program Maple untuk visualisasi persamaan Pendulum . 42

BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 45
A. Simpulan ....................................................................................... 45
B. Saran-Saran ................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 47
LAMPIRAN-LAMPIRAN

29

BAB II
LANDASAN TEORI

A.

Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial diperoleh berdasarkan pemodelan matematika dari
permasalahan yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh penerapan
matematika pada ilmu fisika. Persamaan diferensial dari hukum Newton II yang timbul
karena gejala alam, bahwa massa kali percepatan dari suatu benda sama dengan gaya luar

yang bekerja pada benda itu. Suatu benda bermassa m bergerak sepanjang sumbu y pada
d2y
sistem koordinat kartesius. Hukum Newton II dapat dituliskan sebagai m 2 = F , dengan
dt

F melambangkan gaya luar yang bekerja pada benda itu. Persamaan tersebut merupakan
persamaan diferensial karena memuat turunan dari fungsi yang tidak diketahui y(t) dengan
y sebagai variabel terikat yang tergantung pada variabel bebas t. Jadi persamaan diferensial
adalah persamaan yang memuat turunan-turunan dari satu atau lebih variabel terikat yang
tergantung pada satu atau lebih variabel bebas. Berikut ini disajikan beberapa contoh
persamaan diferensial:
(1)

dy
= x + 10 ,
dx

(2)

d3y
dy
+ 3 + 2y = 0,
2
dx
dx

(3)

∂z
∂z
= z + x , dan
∂y
∂x

∂2 z ∂2 z
+
(4)
= 0.
∂x 2 ∂y 2
Suatu persamaan diferensial yang memuat turunan biasa dari satu atau lebih
varibel terikat yang tergantung pada varabel bebas tunggal disebut persamaan diferensial
biasa. Persamaan diferensial yang memuat turunan parsial dari satu atau lebih variabel
terikat yang tergantung pada variabel bebas yang tidak tunggal disebut persamaan
diferensial parsial. Persamaan diferensial (1) dan (2) adalah suatu contoh dari persamaan
diferensial biasa. Persamaan diferensial (3) dan (4) merupakan suatu contoh dari persamaan
diferensial parsial.
Orde dari persamaan diferensial adalah derajat atau pangkat tertinggi dari turunan
yang muncul dalam persamaan tersebut. Contoh (1) dan (3) adalah persamaan diferensial
orde satu, persamaan (4) merupakan persamaan diferensial orde dua, dan persamaan (2)
adalah persamaan diferensial orde tiga.
Secara umum persamaan diferensial berorde n dapat dituliskan sebagai

[

]

F t , u (t ), u1 (t ),Κ , u n (t ) = 0 .
Notasi di atas menyatakan hubungan antara varibel bebas t dan nilai-nilai dari fungsi

u , u (t ), u1 (t ),Κ , u n (t ) .
Suatu fungsi y(t) yang didefinisikan pada suatu interval dikatakan solusi suatu
persamaan diferensial bila untuk variabel bebas t, maka nilai-nilai y(t) dan turunannya bila
disubtitusikan memenuhi persamaan diferensial tersebut. Beberapa contoh solusi dari
persamaan diferensial:
1. Solusi dari persamaan diferensial y = C1e x + C2e 2 x + x adalah
dengan A, B sembarang konstan.

d2y
dy
− 3 + 2y = 0
2
dx
dx

2. Solusi

dari

persamaan

diferensial

y = Ae 2 x + Be x + C

adalah

d3y
d2y
dy
−3 2 + 2
= 0 untuk C sembarang konstan.
3
dx
dx
dx
Solusi pada persamaan diferensial dibedakan menjadi dua yaitu solusi umum dan
solusi khusus. Solusi umum suatu persamaan diferensial adalah solusi yang mengandung
sembarang konstan, sedangkan solusi khusus suatu persamaan diferensial adalah solusi
yang dapat diperoleh dengan memberikan nilai tertentu pada sembarang konstan yang
terdapat pada solusi umum.
Klasifikasi penting persamaan diferensial adalah apakah persamaan diferensial

(

)

tersebut linier atau nonlinier. Persamaan diferensial biasa F t , y, y1 ,Κ , y (n ) = 0 dikatakan
linier jika F adalah fungsi linier dari variabel y, y1 ,Κ , y (n ) , definisi yang sama dapat
diterapkan untuk persamaan diferensial parsial. Jadi persamaan diferensial orde-n secara
umum dapat ditulis sebagai:
a0 (t ) y (n ) + a1 (t ) y (n −1) + Κ + an (t ) y = F (t )

dengan a0 , a1 ,Κ , an dan F adalah fungsi-funsi dari t dan a0 (t ) ≠ 0 . Jika suatu persamaan
diferensial tidak dapat ditulis dalam bentuk tersebut maka dikatakan persamaan diferensial
tersebut persamaan diferensial nonlinier. Contoh:
(1)

dy
+ 3 xy 2 = sin x merupakan persamaan nonlinier,
dx

(2)

dy
+ 3 xy = sin x merupakan persamaan linier, dan
dx

(3)

d2y
dy
+ 5 y + 6 y = 0 merupakan persamaan nonlinier.
2
dt
dt

Kebanyakan persamaan diferensial nonlinier tidak dapat diselesaikan secara
eksak. Cara yang tepat dalam mempelajari persamaan diferensial nonlinier adalah dengan

membuat persamaan itu menjadi linier yaitu dengan cara menghampiri persamaan tersebut
oleh persamaan diferensial linier (aproximasi).

B.

Metode Runge-Kutta
Metode Runge-Kutta mencapai ketelitian suatu pendekatan deret taylor tanpa
memerlukan kalkulasi turunan yang lebih tinggi. Banyak perubahan terjadi, tetapi
semuanya dapat ditampung dalam bentuk umum dari persamaan:
Yi+1 = y1 + φ (x1, y1, h) h

(1)

dimana φ (x1, y1, h) disebut suatu fungsi yang dapat diinterpretasikan sebagai sebuah slope
rata-rata sepanjang interval. Fungsi tersebut dapat ditulis dalam bentuk umum sebagai
berikut:
φ = a1k1 + a2 k2 + … + ankn

(2)

dimana setiap a adalah konstanta dan setiap k besarnya adalah:
k1 = f(xi , yi )

(3)

k2 = f(xi + p1h, yi + q11k1h)

(4)

k3 = f(xi + p2h, yi + q21k1h + q22k2h)

(5)

.
.
.
kn = f(xi + p n-1h, yi + qn-1,1 k1h + qn-1,2 k2h
+ … + qn-1,n-1 kn-1h)

(6)

Semua harga k berhubungan secara rekursif. Artinya k1 muncul dalam persamaan untuk k2,
yang muncul lagi dalam persamaan untuk k3, dan seterusnya. Rekurensi ini membuat
metode RK efisien untuk kalkulasi oleh komputer.

Berbagai jenis metode Runge-Kutta dapat direncanakan dengan melaksanakan
jumlah suku-suku yang berbeda pada fungsi tersebut seperti dinyatakan oleh n. Pada RK
orde pertama dengan n = 1 ternyata adalah metode Euler. Sekali n telah dipilih, hargaharga untuk setiap a, p, dan q dievaluasikan dengan memberikan harga persamaan: yi+1 =
yi + φ h sama dengan suku-suku pada sebuah perluasan deret taylor. Jadi sekurangkurangnya untuk versi orde lebih rendah, jumlah suku n biasanya menunjukkan orde
pendekatan. Misalnya pada pasal berikut ini, metode RK orde kedua menggunakan sebuah
fungsi inkremen dengan dua suku (n = 2). Metode orde kedua ini akan eksak bila solusi
untuk persamaan persamaan diferensial adalah kuadratik. Tambahan pula, disebabkan
suku-suku dengan h3 danlebih tinggi dihilangkan, selama penurunan, kesalahan
pemotongan lokal 0(h3) dan kesalahan global adalah 0(h2). Pada pasal-pasal berikutnya
dikembangkan metode RK orde ketiga dan keempat (n = 3 dan 4 ). Untuk kasus-kasus ini,
kesalahan-kesalahan pemotongan global masing-masing adalah 0(h3) dan 0(h4).
Metode Rungga-Kutta orde kedua versi orde kedua dari persamaan (1) atau yi+1 =
yi + φ (xi, yi, h) h adalah:
yi+1 = yi + (a1k1 + a2k2 ) h

(7)

dengan:
k1 = f(xi,yi)

(8)

k2 = f(xi + p1h, yi + q11k1h)

(9)

Harga-harga untuk a1 dan a2, p1, q11 diselesaikan dengan menyamakan persamaan (7)
dengan menggunakan sebuah perluasan deret taylor terhadap orde kedua. Dengan ini dapat

menurunkan tiga persamaan untuk menyelesaikan empat konstanta yang tidak dikenal.
Ketiga persamaan itu adalah:
a1 + a2 = 1

(10)

=

1
2

(11)

a2 q11 =

1
2

(12)

a2 p1

Karena kita memilika tiga persamaan dengan empat yang tidak dikenal, kita harus
menganggap sebuah harga dari salah satu yang tidak dikenal tersebut untuk menentukan
ketiga buah yang lainnya. Misalkan kita nyatakan sebuah harga untuk a2. Kemudian
persamaan (10) sampai (12) dapat diselesakan secara simultan untuk:
a1 = 1 - a2

p1 = q11 =

(13)

1
2a2

(14)

Karena kita dapat memilih sejumlah tak hingga harga untuk a2, maka terdapat sejumlah tak
hingga metode RK orde kedua. Setiap versi akan mengandung hasil-hasil yang sama secara
eksak, jika solusi untuk PDB adalah kuadratik, linier atau sebuah konstanta. Tetapi versiversi itu mengandung hasil-hasil yang berbeda kalau (dalam kasus sejenis), solusi tersebut
adalah lebih rumit. Kita akan memberikan tiga buah versi yang paling lazim digunakan
serta yang disenangi:

Metode Heun dengan sebuah korektor tunggal (a2 =

Persamaan (13) dan (14) dapat diselesaikan untuk a1 =

1
1
). Jika a2 dianggap = ,
2
2

1
dan p1 = q11 = 1. Parameter2

parameter ini kemudian dimasukkan kedalam persamaan (7) sehingga:
1
1
yi+1 = yi + ( k1 +
k2 ) h
2
2

(15)

dengan:
k1 = f(xi, yi)

(16)

k2 = f(xi + h, yi + hk1)

(17)

k1

merupakan slope pada awal interval dan k2 adalah slope pada akhir interval.

Konsekuensinya metode RK orde kedua sebenarnya adalah teknik heun dengan sebuah
korektor iterasi tunggal.
Metode Poligon yang diperbaiki (a2 =

= q11 =

1
). Jika dianggap a2 = 1, maka a1 = 0, p1
2

1
dan persamaan (7) menjadi:
2

yi+1 = yi + k2h,

(18)

dengan:
k1 = f(xi, yi)
k2 = f(xi +

1
1
h, yi + hk1)
2
2

Ini adalah metode poligon yang diperbaiki.

(19)
(20)

Metode Raltson (a2 =

2
) Raltson (1962) serta Raltson dan Rabinowitz (1978)
3

telah menentukan serta memilih a2 =

2
3

yang memberikan suatu batas minimal pada

kesalahan pemotongan untuk algoritma RK orde kedua. Untuk versi ini, a1 =

q11 =

1
dan p1 =
3

3
:
4

1
2
yi+1 = yi + ( k1 + k2 ) h
3
3

(21)

dengan:
(22)

k1 = f(xi, yi)
k2 = f(xi +

3
3
h, yi + hk1)
4
4

(23)

Contoh:
1. Gunakan metode poligon yang diperbaiki dan metode raltson untuk mengintegrasikan
secara numerik dari persamaan berikut ini;
f(x,y) = - 2x3 + 12x2 - 20x + 8,5

dari x = 0 hingga x = 4 dengan menggunakan ukuran langkah = 0,5.
Penyelesaian:
Langkah pertama menggunakan metode poligon yang diperbaiki yaitu dengan
menggunakan persamaan (19) guna menghitung
k1 = - 2 (0)3 + 12 (0)2 – 20 (0) + 8,5 = 8,5
k2 = - 2 (0,25)3 + 12 (0,25)2 – 20 (0,25) + 8,5 = 4,21875
y (0,5) = 1 + 4,21875 (0,5) = 3,109375

Pada metode raltson, k1 untuk interval pertama juga berharga 8,5 maka:
k2 = - 2 (0,375)3 + 12 (0,375)2 – 20 (0,375) + 8,5 = 2,58203125
Slope rata-rata dihitung oleh:
φ=

1
2
(8,5) +
(2,58203125) = 4,5546875
3
3

yang digunakan untuk memprediksikan:
y (0,5) = 1 + 4,5546875(0,5) = 3,27734375

Gambar 1.1 Perbandingan solusi sebenarnya dan solusi numerik dengan menggunakan
tiga buah metode RK orde kedua serta metode Euler
Metode Runge-Kutta orde ketiga untuk n = 3, suatu turunan yang serupa dengan
penurunan buat metode orde kedua dapat dilaksanakan. Hasil dari turunan ini adalah enam
persamaan dengan delapan yang tidak dikenal. Karena itu, harga-harga untuk dua buah
yang tidak dikenal tersebut harus dispesifikasikan sebelumnya agar dapat menentukan
parameter-parameter sisanya. Sebuah versi yang umum mamberikan hasil:
yi+1 = yi + [

1
(k1 + 4k2 + k3 )] h
6

(24)

dengan:
(25)

k1 = f(xi, yi)
k2 = f(xi +

1
1
h, yi + hk1)
2
2

k3 = f(xi + h, yi - hk1 + 2hk2)

(26)
(27)

Jika turunan tersebut hanyalah sebuah fungsi x, metode orde ketiga ini terediksi menjadi
aturan simpson

1
. Raltson (1962) serta raltson dan rabinowitz (1978) telah
3

mengembangkan suatu versi alternatif yang memberikan sebuah batas minimal pada
kesalahan pemotongan. Pada sembarang hal, metode RK orde ketiga tersebut mempunyai
kesalahan-kesalahan lokal dan global masing-masing sebesar 0(h4) dan 0(h3) serta
mengandung hasil-hasil eksak jika solusi tersebut adalah sebuah kubik. Seperti terlihat
pada contoh berikut, jika kita berhadapan dengan polinomial, persamaan (24) juga akan
eksak bila persamaan diferensial adalah kubik dan solusi tersebut adalah kuadratik. Ini
disebabkan aturan simpson

1
memberikan perkiraan integral yang eksak untuk kubik.
3

Contoh:
1. Gunakan persamaan (24) untuk mengintegrasikan:
(a) Sebuah PDB yang semata-mata fungsi x:
dy
= - 2x 3 + 12x2 – 20x + 8,5
dx

dengan y(0) = 1 dan ukuran langkah = 0,5
(b)

Sebuah PDB yang merupakan fungsi x dan y:
dy
= 4e0,8 – 0,5y
dx

dengan y(0) = 2 dari x = 0 hingga 1 serta ukuran langkah sebesar satu.
Penyelesaian:
(a)

Persamaan (25) sampai (27) dapat digunakan untuk
menghitung:
k1 = - 2 (0)3 + 12 (0)2 – 20 (0) + 8,5 = 8,5
k2 = - 2 (0,25)3 + 12 (0,25)2 – 20 (0,2005) + 8,5 = 4,21875
k3 = - 2 (0,5)3 + 12 (0,5)2 – 20 (0,5) + 8,5 = 1,25

yang dapat disubstitusikan kedalam persamaan (3.2) maka:
y (0,5) = 1 + {

1
[ 8,5 + 4 (4,21875) + 1,25 ]} 0,5 = 3,21875.
6

Jadi, karena solusi sebenarnya adalah sebuah polinomial orde keempat, aturan
simpson

(b)

1
memberikan sebuah hasil yang eksak.
3

Persamaan (25) sampai (27) dapat digunakan untuk
menghitung:
k1 = 4e0,8 (0) – 0,5 (2) = 3
k2 = 4e0,8 (0,5) – 0,5 [ 2 + 0,5 (1) 3 ] = 4,21729879
k3 = 4e0,8 (1,0) – 0,5 [ 2 – 1 (3) + 2 (1) 4,21729879 ] = 5,18486492

yang dapat disubstitusikan kedalam persamaan (24) maka:
y (1,0) = 1 + {

1
[ 3 + 4 (4,21729879) + 5,18486492 ]}1
6

= 6,175676681.
Serta menunjukkan harga sebenarnya = 6,175676681.

Metode Runge-Kutta orde keempat, metode RK ini yang paling populer adalah
orde keempat. Seperti halnya pendekatan orde kedua, terdapat sejumlah tak hingga versi.
Yang berikut ini seringkali disebut dengan metode RK orde keempat klasik:
yi+1 = yi + [

1
(k1 + 2k2 + 2 k3 + k4 )] h
6

(28)

dengan:
(29)

k1 = f(xi, yi)
k2 = f(xi +

1
1
h, yi + hk1)
2
2

(30)

k3 = f(xi +

1
1
h, yi + hk2)
2
2

(31)
(32)

k4 = f(xi + h, yi + hk3)

Pada PDB yang hanya merupakan fungsi dari x, metode RK orde keempat klasik adalah
ekuivalen pula terhadap aturan simpson

1
.
3

Contoh:
1. Gunakan metode RK orde keempat klasik untuk mengintegrasikan:
f(x,y) = - 2x3 + 12x2 – 20x + 8,5

dengan menggunakan ukuran langkah sebesar 0,5 dan suatu kondisi awal y = 1 pada x =
0.
Penyelesaian:
Persamaan (29) sampai (32) dapat digunakan untuk menghitung:
k1 = - 2 (0)3 + 12 (0)2 – 20 (0) + 8,5 = 8,5
k2 = - 2 (0,25)3 + 12 (0,25)2 – 20 (0,25) + 8,5 = 4,21875
k3 = 4, 21875

k4 = - 2 (0,5)3 + 12 (0,5)2 – 20 (0,5) + 8,5 = 1,25

yang dapat disubstitusikan kedalam persamaan (28) maka:
y (0,5) = 1 + {

1
[ 8,5 + 2 (4, 21875) + 2 (4, 21875) + 1,25 ]} 0,5
6

= 3,21875.
Metode orde keempat memberikan suatu hasil yang eksak.
Metode Runge-Kutta orde lebih tinggi. Bilamana diperlukan suatu hasil yang lebih teliti,
maka metode RK orde kelima butcher (1964) merekomendasikan:
yi+1 = yi + h[

1
(7k1 + 32k3 + 12 k4 + 32 k5 + 7k6 )]
90

(33)

dengan:
(34)

k1 = f(xi, yi)
k2 = f(xi +

1
1
h, yi + hk1)
4
4

(35)

k3 = f(xi +

1
1
1
h, yi + hk1 + hk2 )
4
8
8

(36)

k4 = f(xi +

1
1
h, yi - hk2 + hk3 )
2
2

(37)

k5 = f(xi +

3
3
9
h, yi +
hk1 +
hk4)
4
16
16

(38)

k6 = f(xi + h, yi -

3
2
12
12
8
hk1 + hk2 +
hk3 hk4 + hk5 )
7
7
7
7
7

(39)

Metode Runge-Kutta Fehlberg yang didasarkan pada perhitungan dua metode RK
dari orde yang berbeda,dengan mengurangkan hasil-hasilnya untuk mendapatkan suatu
taksiran kesalahan. Teknik tersebut terdiri dari suatu formula orde keempat:

yi+1 = yi + (

25
1408
2197
1
k1 +
k3 +
k4 + k5)h
216
2565
4104
5

(40)

bersama dengan suatu formula orde kelima:
yi+1 = yi + (

16
6656
28561
9
2
k2 +
k3 +
k4 k5 +
k6)h
135
12825
56430
50
55
(41)

dengan:

k1 = f(xi, yi)

(42)

1
1
k2 = f(xi + h, yi + hk1)
4
4

(43)

k3 = f(xi +

3
3
h, yi + hk1 + hk2 )
8
32

(44)

k4 = f(xi +

1
1
h, yi - hk2 + hk3 )
2
2

(45)

k5 = f(xi +

3
3
9
h, yi +
hk1 +
hk4)
4
16
16

(46)

k6 = f(xi + h, yi -

3
2
12
12
8
hk1 + hk2 +
hk3 - hk4 + hk5 )
7
7
7
7
7

(47)

Persamaan Pendulum ( Ayunan )
Sebagai contoh bandul sederhana atau persamaan ini sering disebut dengan
persamaan pendulum seperti gambar 1:
R
x

θ

a

w

y

Gambar 1 Sebuah diagram bebas dari bandul berayun memperlihatkan gaya-gaya pada
partikel serta percepatan.
Partikel dengan berat W tersebut digantungkan pada sebuah batang tanpa berat yang
panjangnya l. Gaya yang bekerja pada partikel hanyalah beratnya serta tegangan R pada
batang. Posisi partikel pada sembarang waktu dinyatakan dengan lengkap dalam sudut
dan l. Pada bandul berayun gaya bekerja pada partikel dan pada percepatan. Dalam hal ini
diterapkan hukum gerak Newton kedua dalam arah x yang menyinggung lintasan partikel,
yang diberikan dengan:

F = −W sin

=

W
a
g

dimana g adalah konstanta gravitasi (32,2 ft/dt2) dan a adalah percepatan dalam arah
x. Percepatan sudut partikel ( α ) menjadi:

α =

a
l

Karena itu, dalam koordinat polar (
- W sin

=

= d2 /dt2 ),

Wl
Wl d 2θ
a =
g
g dt 2

atau
d 2θ
g
+
sin θ = 0.
2
dt
l

Persamaan ini merupakan persamaan diferensial tak linier orde kadua.

B.

Maple
Maple sering digunakan untuk keperluan penyelesaian permasalahan persamaan

diferensial dan visualisasinya, karena selain mudah digunakan Maple mempunyai

kemampuan menyederhanakan persamaan diferensial sehingga solusi persamaan
diferensial dapat dipahami dengan baik. Keunggulan dari Maple untuk aplikasi persamaan
diferensial adalah kemampuan melakukan animasi (gerakan) grafik dari suatu fenomena
gerakan yang dimodelkan ke dalam persamaan diferensial yang mempunyai nilai awal dan
syarat batas.
Statement yang sering digunakan untuk keperluan menyelesaikan permasalahan

persamaan diferensial antara lain: diferensial digunakan untuk mendiferensialkan
(menurunkan) suatu fungsi, dsolve digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial,
evalf memberikan nilai numerik dari suatu persamaan, dan simplify digunakan untuk

menyederhanakan suatu persamaan. Namun tentu saja pernyataan-pernyataan awal seperti
restart dan deklarasi variable atau konstanta yang diperlukan tidak boleh diabaikan.

Sedangkan untuk membuat grafik digunakan perintah plot, plot 2d, plot 3d, tergantung
dimensi dari pernyataan yang dimiliki, untuk membuat animasi digunakan perintah animate
3d. Setiap perintah pada maple harus dituliskan setelah tanda maple prompt yang diakhiri

dengan titik dua (bila hasilnya tidak akan ditampilkan) atau titik koma (bila hasilnya akan
ditampilkan).
Maple merupakan salah satu perangkat lunak (software) yang dikembangkan oleh
waterloo inc. Kanada untuk keperluan computer algebraic System (CAS). Menu-menu yang

terdapat pada tampilan maple terdiri dari menu: file, edit, view, insert, format, spreadsheat,
option, window, dan help merupakan menu standar yang dikembangkan untuk program
aplikasi pada system windows.
Bahasa yang digunakan pada maple merupakan bahasa pemrograman yang
sekaligus sebagai bahasa aplikasi, sebab pernyataan atau statement yang merupakan

masukan (input) pada maple merupakan deklarasi pada bahasa program dan perintah
(command) yang sering digunakan pada bahasa aplikasi.
Maple bisa dipakai untuk menganalisis model dan menginterpretasikan solusi

yang diperoleh ke masalah nyata yang telah di modelkan. Maple sangat dibutuhkan untuk
membantu mempermudah menyelesaikan persamaan differensial.

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Langkah-langkah yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

A. Menemukan Masalah
Dalam tahap ini dicari sumber pustaka dan dipilih bagian dari sumber pustaka sebagai
suatu masalah.

B. Merumuskan Masalah
Masalah yang ditemukan kemudian dirumuskan dalam pertanyaan yang harus
diselesaikan yaitu:
1. Bagaimana menentukan solusi persamaan pendulum dengan menggunakan metode
Runge-Kutta?
2. Bagaimana aplikasi program Maple untuk visualisasi persamaan pendulum?

C. Studi Pustaka
Dalam tahap ini dilakukan kajian sumber-sumber pustaka dengan cara mengumpulkan
data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan, mengumpulkan konsep pendukung
seperti definisi dan teorema serta membuktikan teorema-teorema yang diperlukan untuk
menyelesaikan permasalahan. Sehingga didapat suatu ide mengenai bahan dasar
pengembangan upaya pemecahan masalah.

D. Analisis dan Pemecahan Masalah

Dari berbagai sumber pustaka yang menjadi bahan kajian, diperoleh suatu pemecahan
permasalahan diatas. Selanjutnya dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan bagaimana menentukan solusi persamaan pendulum dengan menggunakan
metode Runga-Kutta.
2. Menjelaskan bagaimana aplikasi program Maple untuk visualisasi persamaan pendulum.

E. Penarikan simpulan
Tahap ini merupakan tahap akhir dari penelitian. Penarikan simpulan dari
permasalahan yang dirumuskan berdasarkan studi pustaka dan pembahasannya.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Solusi persamaan pendulum dengan menggunakan metode Runge-Kutta
Perhatikan persamaan pendulum atau persamaan ayunan dari partikel dengan berat W yang
digantung pada sebuah batang dan dengan panjang l. gaya yang bekerja pada partikel
hanyalah beratnya serta tegangan R pada batang. Posisi partikel pada sembarang waktu
dinyatakan dengan lengkap dalam sudut θ dan l. Gaya yang bekerja pada partikel serta
percepatan. Ada baiknya menerapkan hukum gerak Newton kedua dalam arah x yang
menyinggung lintasan partikel:

F = −W sin

=

W
a
g

Dengan g adalah konstanta gravitasi (32,2 ft/dt2) dan a adalah percepatan dalam arah x.
Percepatan sudut partikel ( α ) menjadi:

α =

a
.
l

Dalam koordinat polar,

- W sin

=

F disajikan dengan

Wl
Wl d 2θ
a =
.
g
g dt 2

Jadi
d 2θ
g
+
sin θ = 0.
2
dt
l

(1)

Solusi 1: Suatu persamaan diferensial dapat direduksi menjadi suatu bentuk yang dapat
diselesaiakan secara analitis. Perluasan deret untuk sin θ diberikan oleh:
sin θ = θ -

θ3
3.!

+

θ5
5.!

-

θ7
7.!

+….

(2)

Untuk simpangan sudut yang kecil, besarnya sin θ dapat disama dengan θ . Untuk
perpindahan yang kecil, persamaan (1) menjadi:
d 2θ
g
+ θ =0
2
dt
l

(3)

yang merupakan sebuah persamaan diferensial liniear orde dua. Aproksimasi ini sangat
penting, karena persamaan (3) mudah diselesaikan secara analitis. Solusi yang didasarkan
pada teori persamaan diferensial diberikan oleh:

θ (t) = θ 0 cos

g
t
l

(4)

dengan θ 0 adalah perpindahan pada t = 0 dan dianggap bahwa kecepatan ( v =


) dari
dt

partikel adlah nol pada t = 0. Waktu yang diperlukan oleh partikel menyempurnakan suatu
siklus osilasi yang disebut periode dan diberikan oleh:
T = 2π

l
.
g

Pada persamaan (3) ditransformasikan menjadi dua persamaan orde pertama supaya dapat
diselesaikan yaitu sebagai berikut:
d 2θ
+ k θ = 0.
dt 2

(a)


= y
dt

(b)

Tulis

dy d 2θ
Jelas
= 2 .
dt
dt

(c)

dy
+ kθ = 0
dt

Jadi

(d)

dy
= - kθ .
dt
Jadi persamaan (b) dan (c) adalah pasangan dari persamaan orde pertama yang ekuivalen
terhadap persamaan orde kedua.

Solusi 2: teknik aproksimasi numerik dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan
diferensial dengan metode Runge-Kutta orde empat.
(1) Solusi numerik dengan metode Runge-Kutta orde empat memberikan
hasil-hasil sebagai berikut: (dengan mengganti θ = x dan ukuran langkah
= 0,2)
Tulis

d 2x
+ k θ = 0,
dt 2

d2
atau 2 y(x) + k sin y(x) = 0,
dx
Dipunyai y(0) = 1, y’(0) = -1, x = x[n], N = 10, xd = 0, dan yd = 1, ypd = 0,5
Jadi

z

0

d2
y(0) + k sin y(0) = 0, dan penyelesaiannya adalah:
dx 2

1
df+x2 cos( f ) − 2 cos(1) + 1

1

0

1
df
2 cos( f ) − 2 cos(1) + 1

dengan metode RK untuk x1:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,09588510770
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,04520574462
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,07864102030
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,08180018910
L = h*( yp[n] + k3) = 0,08363996218
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,06601813295
x[n + 1] = x[n] + h = 0,2
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,082911579
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,3390714468
untuk x2:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,06652231010
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,3058102918
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,05383747025
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,05627639640
L = h*( yp[n] + k3) = 0,5655901008
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,04491729586
x[n + 1] = x[n] + h = 0,4
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,138950123
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,2285156670
untuk x3:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,04530640556
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,02058624642

k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,03643721152
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,03817990754
L = h*( yp[n] + k3) = 0,03806715190
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,03031388552
x[n + 1] = x[n] + h = 0,6
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,176658355
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,1535641572
untuk x4:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,03059226228
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,01382680261
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,02453243944
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,02573479406
L = h*( yp[n] + k3) = 0,02556587262
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,02038346022
x[n + 1] = x[n] + h = 0,8
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,201980553
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,1030607607
untuk x5:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,02057568278
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,009277291930
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,01647831491
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,01729486170
L = h*( yp[n] + k3) = 0,01715317980

k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,01368350958
x[n + 1] = x[n] + h = 1,0
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,218969448
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,06912557884
untuk x6:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,01381410820
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,006221852475
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,01105665440
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,01160725904
L = h*( yp[n] + k3) = 0,01150366396
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,009178986740
x[n + 1] = x[n] + h = 1,2
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,230362696
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,04635193824
untuk x7:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,09267068430
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,004171840402
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,007415274000
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,007785365315
L = h*( yp[n] + k3) = 0,007713314584
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,006155269410
x[n + 1] = x[n] + h = 1,4
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,238001903

yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,03107739942
untuk x8:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,06214479440
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,002797015970
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,004972071700
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,005220472550
L = h*( yp[n] + k3) = 0,005171385374
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,004126997926
x[n + 1] = x[n] + h = 1,6
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,243123581
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,02083521080
untuk x9:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,004166740676
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,001875184046
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,003333539656
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,003500155534
L = h*( yp[n] + k3) = 0,003467011054
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,002766891678
x[n + 1] = x[n] + h = 1,8
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,246557261
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,01396820322
untuk x10:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,002793549800

K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,001257142832
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,002234884170
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,002346609966
L = h*( yp[n] + k3) = 0,002324318650
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,00 1854970062
x[n + 1] = x[n] + h = 2,0
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,248859232
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,009364367172
untuk x11:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,001872846062
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,0008427944140
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = - 0,001498290207
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,001573199169
L = h*( yp[n] + k3) = 0,001558233601
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,001243585753
x[n + 1] = x[n] + h = 2,2
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,250402483
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,006277896983
(2) Solusi numerik dengan metode Runge-Kutta orde empat de

> restart:
> with(plots):
> pdb := diff(y(x),x$2)+2*sin((y(x)))=0;
d2
pdb :=
y( x ) + 2 sin( y( x ) ) = 0
dx2
> sol:= dsolve({pdb,y(0)=1,D(y)(0)=-1},y(x));

sol := y( x ) =
1

_Z

1
d _f + x −
4 cos( _f ) − 4 cos( 1 ) + 1

RootOf
0

1
d _f
4 cos( _f ) − 4 cos( 1 ) + 1
0

> #solek:= subs(x=x[n],sol);
> f:=(x,y,yp)->-2*sin(yp);
f := ( x, y, yp ) → −2 sin( yp )

h:=0.1;N:=10;x[0]:=0;y[0]:=1;yp[0]:=0.5;
dengan metode RK untuk x1:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,04794255386
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,02380143616
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,04368172336
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,04406460881
L = h*( yp[n] + k3) = 0,04559353912
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,04003243629
x[n + 1] = x[n] + h =0,1
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,045477037
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,4121774485
untuk x2:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,04006053648
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,01960735902
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,03635882752
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,03670341394
L = h*( yp[n] + k3) = 0,03754740346
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,03323278373
x[n + 1] = x[n] + h =0,2

y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,082924023
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,3390381808
untuk x3:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,03325801785
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,01612045860
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,03010372398
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,03040437109
L = h*( yp[n] + k3) = 0,03086338097
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,02746536086
x[n + 1] = x[n] + h =0,3
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,113702304
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,2784583245
untuk x4:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,02748736851
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,01323573201
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,02483446138
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,02509135330
L = h*( yp[n] + k3) = 0,02533669712
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,02262982125
x[n + 1] = x[n] + h =0,4
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,138967697
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,2284687180
untuk x5:

k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,02264862990
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,01085722015
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,02043700076
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,02065344559
L = h*( yp[n] + k3) = 0,02078152724
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,01860710400
x[n + 1] = x[n] + h =0,5
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,159689933
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,1873231758
untuk x6:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,01862295688
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,008900584870
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,01679011621
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,01697077004
L = h*( yp[n] + k3) = 0,01703524058
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,01527809352
x[n + 1] = x[n] + h =0,6
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,176676122
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,1535155682
untuk x7:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,01529132940
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,007293495175
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,01377845084

k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,01392827993
L = h*( yp[n] + k3) = 0,01395872883
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,01253285728
x[n + 1] = x[n] + h =0,7
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,190594410
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,1257696854
untuk x8:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,01254383764
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,005974888330
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,01129840752
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,01142214426
L = h*( yp[n] + k3) = 0,01143475411
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,01027437674
x[n + 1] = x[n] + h =0,8
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,201995899
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,1030165795
untuk x9:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,01028344670
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,004893742808
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,009260028120
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,009361925385
L = h*( yp[n] + k3) = 0,009365465412
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,08419294385

x[n + 1] = x[n] + h =0,9
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,211334044
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,08436769680
untuk x10:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,008426764550
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,004007715726
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,007586796110
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,007670548175
L = h*( yp[n] + k3) = 0,007669714862
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,006897179865
x[n + 1] = x[n] + h = 1,0
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,218981343
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,06908815248
untuk x11:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n]) = - 0,006903320400
K = h/2*( yp[n] + k1/2) = 0,003281824614
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1) = -0,006214476220
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2) = - 0,006283226015
L = h*( yp[n] + k3) = 0,006280492646
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3) = - 0,005649161025
x[n + 1] = x[n] + h =1,1
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3) = 1,225243457
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4) = 0,05657219052.

B. Aplikasi program Maple untuk visualisasi persamaan pendulum.
1. Phase portrait persamaan (1) dengan k = 2 untuk y(0) = 1, y’(0) = 0, y(0) = 2, y’(0) = 0,
y(0) = 3, y’(0) = 0, y(0) = -1, y’(0) = 1, y(0) = -2, y’(0) = 1, x = -10..10 dan y = -5..5, h =
0,5 dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Phase portrait persamaan (1.1)
2. Phase portrait persamaan (1) untuk k=1 dengan y(0)=1,y’(0)=0 dapat dilihat pada
gambar

Phase portrait atau bidang fase merupakan bidang gerakan pergeseran y dan
kecepatan

dy
= y’ sebagai koordinator persegi panjang. Bidang ini sangat penting untuk
dt

mempelajari sifat umum suatu solusi terutama untuk persamaan-persamaan diferensial
nonlinier. Gambar-gambar phase portrait diatas merupakan kurva solusi dari persamaan
pendulum atau persamaan ayunan. Grafik-grafik pada gambar 1 dan gambar 2 diatas
menggambarkan lintasan persamaan pendulum untuk beberapa nilai y(0) dan y’(0). Pada
ganbar 1 dengan y(0) = 1, y’(0) = 0, y(0) = 2, y’(0) = 0, y(0) = 3, y’(0) = 0, y(0) = -1,
y’(0) = 1, y(0) = -2, y’(0) = 1, pada gambar 2 dengan y(0) = 1, y’(0) = 0, y(0) = 2, y’(0) =
0, y(0) = 3, y’(0) = 0, y(0) = -1, y’(0) = 1, y(0) = -2, y’(0) = 1 . Untuk jarak nilai antara
y(0) dan y’(0) kecil akan menghasilkan kurva yang berbentuk gelombang yang teratur.

BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
Dari uraian pada pembahasan di atas dapat disimpulkan
1. Garis besar langkah-langkah dalam metode Runge-Kutta orde keempat untuk
menentukan solusi persamaan diferensial nonlinier

d 2θ
g
sin θ = 0 adalah sebagai
+
2
dt
l

berikut:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n])
K = h/2*( yp[n] + k1/2)
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1)
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2)
L = h*( yp[n] + k3)
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3)
x[n + 1] = x[n] + h
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3)
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4).
Dengan menerapkan metode Runge-Kutta orde keempat pada persamaan
diperoleh penyelesaian yaitu sebagai berikut:

pendulum,

z

0

1
df+x2 cos( f ) − 2 cos(1) + 1

1

0

1
df
2 cos( f ) − 2 cos(1) + 1

2. Dengan aplikasi program Maple untuk visualisasi persamaan pendulum diperoleh grafik
lintasan untuk beberapa nilai y(0) dan y’(0). Dari grafik-grafik tersebut dapat dilihat
bahwa persamaan pendulum mempunyai karakteristik untuk beberapa nilai y(0) dan
y’(0). Untuk jarak nilai antara y(0) dan y’(0) kecil akan menghasilkan kurva yang
berbentuk gelombang yang teratur.

B. SARAN
1. Perlu diadakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai penggunaan metode RungeKutta untuk menentukan solusi persamaan pendulum khususnya dan diferensial nonlinier
pada umumnya, juga penerapannya pada masalah fisika dan teknik.
2. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut apakah metode Runge-Kutta bisa berlaku untuk
semua persamaan diferensial nonlinier.
3. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut mengenai metode-metode numerik lain selain
metode Runge-Kutta.

DAFTAR PUSTAKA

Edward B. Saff, R. Kent Nagle. Fundamentals of Diferential Equations and Boundary Value
Problems. 1993. USA: Addison-Wesley Publishing Company.
Erwin Kreyzig. Matematika Teknik Lanjutan. 1993. Jakarta: PT. Gramedia.
J.C. Ault, M.Sc, Frank Ayres, JR, Ph.D. Persamaan Diferensial dalam Satuan SI metric.
Jakarta: Erlangga.
Kartono. Maple untuk Persamaan Differensial. 2001. Yogyakarta: J&J Learniang.
Louis A. Pipes. Applied Mathematics for Engineers and Physicists. 1958. New York.
McGraw-Hill Book Company, Inc.
N. Finizio, G. Ladas. Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan Modern. 1988.
Jakarta: Erlangga.
Raymond P. Canale, Steven C. Chapra. Metode Numerik Untuk Teknik Dengan Penerapan
Pada Komputer Pribadi. 1991. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Shepley L. Ross. Differential Equations. 1989. New York: John and Wiley & Sons.
Wiliams E. Boyce, R. C. DiPrima. Elementary Differential Equations and Boundary Value
Problems. 1992. New York: John and Wiley & Sons, Inc.

Pada metode raltson, k1 untuk interval pertama juga berharga 8,5 maka:
k2 = - 2 (0,375)3 + 12 (0,375)2 – 20 (0,375) + 8,5 = 2,58203125
Slope rata-rata dihitung oleh:
φ =

1
2
(8,5) +
(2,58203125) = 4,5546875
3
3

yang digunakan untuk memprediksikan:
y (0,5) = 1 + 4,5546875(0,5) = 3,27734375

y

4

a = Analitik
b = Euler
c = Heun
d = Poligon
b
c

a

Gambar 1.1 Perbandingan solusi sebenarnya dan solusi numerik dengan menggunakan
tiga buah metode RK orde kedua serta metode Euler
Metode Runge-Kutta orde ketiga untuk n = 3, suatu turunan yang serupa dengan
penurunan buat metode orde kedua dapat dilaksanakan. Hasil dari turunan ini adalah
enam persamaan dengan delapan yang tidak dikenal. Karena itu, harga-harga untuk dua
buah yang tidak dikenal tersebut harus dispesifikasikan sebelumnya agar dapat
menentukan parameter-parameter sisanya. Sebuah versi yang umum mamberikan hasil:
k6 = f(xi + h, yi -

3
2
12
12
8
hk1 + hk2 +
hk3 - hk4 + hk5 )
7
7
7
7
7

(3.6f)

B. Persamaan Pendulum ( Ayunan )
Sebagai contoh bandul sederhana atau persamaan ini sering disebut dengan
persamaan pendulum seperti gambar 1:

R
x

θ

a

w

y

Gambar 1 Sebuah diagram bebas dari bandul berayun memperlihatkan gaya-gaya pada
partikel serta percepatan.
Partikel dengan berat W tersebut digantungkan pada sebuah batang tanpa berat
yang panjangnya l. Gaya yang bekerja pada partikel hanyalah beratnya serta tegangan R
pada batang. Posisi partikel pada sembarang waktu dinyatakan dengan lengkap dalam
sudut

dan l. Pada bandul berayun gaya bekerja pada partikel dan pada percepatan.

Dalam hal ini diterapkan hukum gerak Newton kedua dalam arah x yang menyinggung
lintasan partikel, yang diberikan dengan:

BAB V
PENUTUP

C. SIMPULAN
Dari uraian pada pembahasan di atas dapat disimpulkan
1. Garis besar langkah-langkah dalam metode Runge-Kutta orde keempat untuk
menentukan solusi persamaan diferensial nonlinier

d 2θ
g
sin θ = 0 adalah sebagai
+
2
dt
l

berikut:
k1 = h/2 *f (x[n], y[n], yp[n])
K = h/2*( yp[n] + k1/2)
k2 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k1)
k3 = h/2*f(x[n] + h/2, y[n] + K, yp[n] + k2)
L = h*( yp[n] + k3)
k4 = h/2*f(x[n] + h, y[n] + L, yp[n] + 2*k3)
x[n + 1] = x[n] + h
y[n + 1] = y[n] + h*(yp[n] + 1/3*(k1 + k2 + k3)
yp[n + 1] = yp[n] + 1/3*(k1 + 2*k2 + 2*k3 + k4).
Dengan menerapkan metode Runge-Kutta orde keempat pada persamaan
diperoleh penyelesaian yaitu sebagai berikut:
z

0

1
df+x2 cos( f ) − 2 cos(1) + 1

1

0

1
df
2 cos( f ) − 2 cos(1) + 1

pendulum,

2. Dengan aplikasi program Maple untuk visualisasi persamaan pendulum diperoleh grafik
lintasan untuk beberapa nilai y(0) dan y’(0). Dari grafik-grafik tersebut dapat dilihat
bahwa persamaan pendulum mempunyai karakteristik untuk tiap-tiap nilai y(0) dan y’(0).
Untuk jarak nilai antara y(0) dan y’(0) kecil akan menghasilkan kurva yang berbentuk
gelombang yang teratur.

B. SARAN
1. Perlu diadakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai penggunaan metode RungeKutta untuk menentukan solusi persamaan pendulum khususnya dan diferensial nonlinier
pada umumnya, juga penerapannya pada masalah fisika dan teknik.
2. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut apakah metode Runge-Kutta bisa berlaku untuk
semua persamaan diferensial nonlinier.
3. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut mengenai metode-metode numerik lain selain
metode Runge-Kutta.

DAFTAR PUSTAKA

Edward B. Saff, R. Kent Nagle. Fundamentals of Diferential Equations and Boundary Value
Problems. 1993. USA: Addison-Wesley Publishing Company.
Erwin Kreyzig. Matematika Teknik Lanjutan. 1993. Jakarta: PT. Gramedia.
J.C. Ault, M.Sc, Frank Ayres, JR, Ph.D. Persamaan Diferensial dalam Satuan SI metric.
Jakarta: Erlan