Sistem Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosia
Sistem Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial di Malaysia
Disusun Dalam Rangka Menempuh Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Ketenagakerjaan
Di susun oleh:
1. Arnelly Rosiana
( 14010110130123)
2. Nindya Prillianti
(14010110130128)
3. Lasurmaerza Z.A
(14010110141003)
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Secara sederhana negara kesejahteraan (welfare state) adalah negara yang menganut
system
ketenagakerjaan
yang
menitik
beratkan
pada
mementingkan
kesejahteraan
warganegaranya. Tujuan dari negara kesejahteraan bukan untuk menghilangkan perbedaan dalam
ekonomi masyarakat, tetapi memperkecil kesenjangan ekonomi dan semaksimal mungkin
menghilangkan kemiskinan dalam masyarakat. Adanya kesenjangan yang lebar antara
masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam suatu negara tidak hanya menunjukan
kegagalan negara tersebut didalam mengelola keadilan sosial, tetapi kemiskinan yang akut
dengan perbedaan penguasaan ekonomi yang mencolok akan menimbulkan dampak buruk dalam
segala segi kehidupan masyarakat. Dampak tersebut akan dirasakan mulai dari rasa ketidak
berdayaan masyarakat miskin, hingga berdampak buruk pada demokrasi, yang berupa mudahnya
orang miskin menerima suap (menjual suaranya pada pemilu) akibat keterjepitan ekonomi.
Bahkan adanya rasa frustasi orang miskin akan mudah disulut untuk melakukan tindakantindakan anarkhis, yang berakibat kontra produktif bagi perkembangan demokrasi.
Menurut Therborn, 1983 (dalam Gough,2005:2) menjelaskan defnisi dari negara
kesejahteraan yakni negara yang memberlakukan setengah dari anggaran pemerintahannya dan
khusus diperuntukkan dalam kebijakan sosial, hukum, militer, ketertiban masyarakat,
infrastruktur dan fungsi tradisional dari negara. Jadi dapat dilihat bahwa konsep negara
kesejahteraan di Eropa Barat merupakan kebijakan sosial dari pemerintah untuk masyarakatnya.
Sedangkan Esping Andersen menjelaskan bahwa negara kesejahteraan menunjukkan “peran
negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang di dalamnya
mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar
dalam tingkat tertentu bagi warganya” (Esping, Andersen,1990). Dari sini terlihat bahwa ciri dari
negara kesejahteraan ialah meemiliki program jangka panjang yang bertujuan untuk menjamin
kesejahteraan yang memungkinkan adanya permasalahan dalam modernitas, individualisasi dan
masyarakat industrialisasi. Selain itu negara juga tidak kehilangan kontrol utama terhadap
masyarakatnya serta mampu mengkombinasikan dari berbagai pihak baik organisasi sosial, pihak
independen,dll (Gough, 2005:3).
Penerapan konsep negara kesejahteraan dapat dilihat dalam pemberian jaminan sosial
meliputi penyediaan perlindungan, asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, dan akses pelayanan
kesehatan. Kemudian karakteristik dari negara kesejahteraan ini sendiri ialah (1) mayoritas
pengeluaran negara tersebut ditujukan untuk kebijakan sosial atau tanggung jawab untuk
penyediaan kesejahteraan yang bagi warganya. (2) ada komitmen jangka panjang dair negara
atau pemerintah yang dibuat dimana memiliki seperangkat program pemerintah yang bertujuan
untuk menjamin kesejahteraan untuk menghadapi kemungkinan yang akan dihadapi dalam
modernitas, individualisasi, dan masyarakat yang terindustrialisasi. (3) negara menjadi negara
yang tanpa kehilangan posisi pemegang tanggung jawab utamanya, mampu mengkombinasikan
tenaga dari berbagai pihak (organisasi sosial, pihak independen, voluntary, dll) untuk
menyediakan perlindungan kesejahteraan bagi masyarakat (Gough, 2005:4).
Ketenagakerjaan di Malaysia berada di bawah Kementerian Pengurusan Sumber Manusia
di Bawah Perdana Menteri, sejajar dengan Kementerian lain, seperti Keimigrasian. Di Malaysia
semua pekerja baik domestic maupun dari luar negara yang bekerja di Malaysia melalui kontrak
kerja yang sah antara pekerja dengan Malaysia terikat ketentuan dalam Akta Perkerjaan (undangundang ketenagakerjaan), kecuali tenaga kerja informal, sama dengan Indonesia, malaysia tidak
mempunyai perundangundangan khusus berkaitan dengan tenaga kerja informal.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem ketenagakerjaan di Malaysia?
2. Bagaimana Malaysia memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerjanya?
I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem ketenagakerjaan di Malaysia.
2. Untuk mengetahui jaminan sosial bagi tenaga kerja di Malaysia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Sistem Ketenagakerjaan di Malaysia
II.2. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Malaysia
Sebagai negara persemakmuran, sistem jaminan sosial di Malaysia berkembang lebih
awal dan lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan sistem jaminan sosial di negara lain di
Asia Tenggara. Pada tahun 1951 Malaysia sudah memulai program tabungan wajib pegawai
untuk menjamin hari tua (employee provident fund, EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh
pegawai swasta dan pegawai negeri yang tidak berhak atas pensiun wajib mengikuti program
EPF. Ordonansi EPF kemudian diperbaharui menjadi UU EPF pada tahun 1991. Pegawai
pemerintah mendapatkan pensiun yang merupakan tunjangan karyawan pemerintah. Selain itu,
Malaysia juga memiliki sistem jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat yang dikelola oleh
Social Security Organization (SOCSO). Oleh karena pemerintah federal Malaysia bertanggung
jawab atas pembiayaan dan penyediaan langsung pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk
yang relatif gratis, maka pelayanan kesehatan tidak masuk dalam program yang dicakup sistem
jaminan sosial di Malaysia. Dengan sistem pendanaan kesehatan oleh negara, tidak ada risiko
biaya kesehatan yang berarti bagi semua penduduk Malaysia yang sakit ringan maupun berat.
Sektor informal merupakan sektor yang lebih sulit dimobilisasi. Namun demikian, dalam
sistem jaminan sosial di Malaysia, sektor informal dapat menjadi peserta EPF atau SOCSO
secara sukarela. Termasuk sektor informal adalah mereka yang bekerja secara mandiri dan
pembantu rumah tangga. Karyawan asing dan pegawai pemerintah yang sudah punya hak
pensiun juga dapat ikut program EPF secara sukarela.
Di dalam penyelenggaraannya, masing-masing program dan kelompok penduduk yang
dilayani mempunyai satu badan penyelenggara. Program EPF dikelola oleh Central Provident
Fund (CPF), sebuah badan hukum di bawah naungan Kementrian Keuangan. Lembaga ini
merupakan lembaga tripartit yang terdiri atas wakil pekerja, pemberi kerja, pemerintah, dan
profesional. Untuk tugas-tugas khusus, seperti investasi, lembaga ini membentuk Panel Investasi.
Penyelenggaraan pensiun bagi pegawai pemerintah dikelola langsung oleh kementrian keuangan
karena program tersebut merupakan program tunjangan pegawai (employment benefit) dimana
pegawai tidak berkontribusi. Program jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat dikelola oleh
SOCSO yang dalam bahasa Malaysia disebut Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO).
Manfaat (benefits) yang menjadi hak peserta terdiri atas: (1) Peserta dapat menarik
jaminan hari tua berupa dana yang dapat diambil seluruhnya (lump-sum) untuk modal usaha,
menarik sebagian lump-sum dan sebagian dalam bentuk anuitas (sebagai pensiun bulanan), dan
menarik hasil pengembangannya saja tiap tahun sementara pokok tabungan tetap dikelola CPF.
(2) Peserta dapat menarik tabungannya ketika mengalami cacat tetap, meninggal dunia (oleh ahli
warisnya), atau meninggalkan Malaysia untuk selamanya. (3) Peserta juga dapat menarik
dananya untuk membeli rumah, ketika mencapai usia 50 tahun, atau memerlukan biaya
perawatan di luar fasilitas publik yang ditanggung pemerintah. (4) Ahli waris peserta berhak
mendapatkan uang duka sebesar RM 1.000-30.000, tergantung tingkat penghasilan, apabila
seorang peserta meninggal dunia.
Tingkat iuran untuk program EPF, dalam prosentase upah, bertambah dari tahun ke tahun
seperti disajikan dalam tabel berikut. Jumlah iuran tersebut ditingkatkan secara bertahap untuk
menyesuaikan dengan tingkat upah dan tingkat kemampuan penduduk menabung. Dalam
program EPF di Malaysia, sekali seseorang mengikuti program tersebut, maka ia harus terus
menjadi peserta sampai ia memasuki usia pensiun yang kini masih 55 tahun (Kertonegoro,
1998).
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
III.2. SARAN
Daftar Pustaka
Anonym,t.t. Welfare state: sejarah dan Perkembangannya. [online] tersedia di
http://www.scribd.com/doc/47842253/Welfare-States-Skandinavian-or-whom [diakses pada 18
September 2013]
http://ms.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Sumber_Manusia_Malaysia [diakses pada 18
September 2013]
Hantaris, Linda. 2007. “Welfare Policy”, dalam Hay, Colin dan Menond, Anand
http://jamsos.blogspot.com/2013/02/membedah-sistem-jaminan-sosial-di.html [diakses pada 18
September 2013]
Disusun Dalam Rangka Menempuh Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Ketenagakerjaan
Di susun oleh:
1. Arnelly Rosiana
( 14010110130123)
2. Nindya Prillianti
(14010110130128)
3. Lasurmaerza Z.A
(14010110141003)
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Secara sederhana negara kesejahteraan (welfare state) adalah negara yang menganut
system
ketenagakerjaan
yang
menitik
beratkan
pada
mementingkan
kesejahteraan
warganegaranya. Tujuan dari negara kesejahteraan bukan untuk menghilangkan perbedaan dalam
ekonomi masyarakat, tetapi memperkecil kesenjangan ekonomi dan semaksimal mungkin
menghilangkan kemiskinan dalam masyarakat. Adanya kesenjangan yang lebar antara
masyarakat kaya dengan masyarakat miskin dalam suatu negara tidak hanya menunjukan
kegagalan negara tersebut didalam mengelola keadilan sosial, tetapi kemiskinan yang akut
dengan perbedaan penguasaan ekonomi yang mencolok akan menimbulkan dampak buruk dalam
segala segi kehidupan masyarakat. Dampak tersebut akan dirasakan mulai dari rasa ketidak
berdayaan masyarakat miskin, hingga berdampak buruk pada demokrasi, yang berupa mudahnya
orang miskin menerima suap (menjual suaranya pada pemilu) akibat keterjepitan ekonomi.
Bahkan adanya rasa frustasi orang miskin akan mudah disulut untuk melakukan tindakantindakan anarkhis, yang berakibat kontra produktif bagi perkembangan demokrasi.
Menurut Therborn, 1983 (dalam Gough,2005:2) menjelaskan defnisi dari negara
kesejahteraan yakni negara yang memberlakukan setengah dari anggaran pemerintahannya dan
khusus diperuntukkan dalam kebijakan sosial, hukum, militer, ketertiban masyarakat,
infrastruktur dan fungsi tradisional dari negara. Jadi dapat dilihat bahwa konsep negara
kesejahteraan di Eropa Barat merupakan kebijakan sosial dari pemerintah untuk masyarakatnya.
Sedangkan Esping Andersen menjelaskan bahwa negara kesejahteraan menunjukkan “peran
negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang di dalamnya
mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar
dalam tingkat tertentu bagi warganya” (Esping, Andersen,1990). Dari sini terlihat bahwa ciri dari
negara kesejahteraan ialah meemiliki program jangka panjang yang bertujuan untuk menjamin
kesejahteraan yang memungkinkan adanya permasalahan dalam modernitas, individualisasi dan
masyarakat industrialisasi. Selain itu negara juga tidak kehilangan kontrol utama terhadap
masyarakatnya serta mampu mengkombinasikan dari berbagai pihak baik organisasi sosial, pihak
independen,dll (Gough, 2005:3).
Penerapan konsep negara kesejahteraan dapat dilihat dalam pemberian jaminan sosial
meliputi penyediaan perlindungan, asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, dan akses pelayanan
kesehatan. Kemudian karakteristik dari negara kesejahteraan ini sendiri ialah (1) mayoritas
pengeluaran negara tersebut ditujukan untuk kebijakan sosial atau tanggung jawab untuk
penyediaan kesejahteraan yang bagi warganya. (2) ada komitmen jangka panjang dair negara
atau pemerintah yang dibuat dimana memiliki seperangkat program pemerintah yang bertujuan
untuk menjamin kesejahteraan untuk menghadapi kemungkinan yang akan dihadapi dalam
modernitas, individualisasi, dan masyarakat yang terindustrialisasi. (3) negara menjadi negara
yang tanpa kehilangan posisi pemegang tanggung jawab utamanya, mampu mengkombinasikan
tenaga dari berbagai pihak (organisasi sosial, pihak independen, voluntary, dll) untuk
menyediakan perlindungan kesejahteraan bagi masyarakat (Gough, 2005:4).
Ketenagakerjaan di Malaysia berada di bawah Kementerian Pengurusan Sumber Manusia
di Bawah Perdana Menteri, sejajar dengan Kementerian lain, seperti Keimigrasian. Di Malaysia
semua pekerja baik domestic maupun dari luar negara yang bekerja di Malaysia melalui kontrak
kerja yang sah antara pekerja dengan Malaysia terikat ketentuan dalam Akta Perkerjaan (undangundang ketenagakerjaan), kecuali tenaga kerja informal, sama dengan Indonesia, malaysia tidak
mempunyai perundangundangan khusus berkaitan dengan tenaga kerja informal.
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem ketenagakerjaan di Malaysia?
2. Bagaimana Malaysia memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerjanya?
I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem ketenagakerjaan di Malaysia.
2. Untuk mengetahui jaminan sosial bagi tenaga kerja di Malaysia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Sistem Ketenagakerjaan di Malaysia
II.2. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Malaysia
Sebagai negara persemakmuran, sistem jaminan sosial di Malaysia berkembang lebih
awal dan lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan sistem jaminan sosial di negara lain di
Asia Tenggara. Pada tahun 1951 Malaysia sudah memulai program tabungan wajib pegawai
untuk menjamin hari tua (employee provident fund, EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh
pegawai swasta dan pegawai negeri yang tidak berhak atas pensiun wajib mengikuti program
EPF. Ordonansi EPF kemudian diperbaharui menjadi UU EPF pada tahun 1991. Pegawai
pemerintah mendapatkan pensiun yang merupakan tunjangan karyawan pemerintah. Selain itu,
Malaysia juga memiliki sistem jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat yang dikelola oleh
Social Security Organization (SOCSO). Oleh karena pemerintah federal Malaysia bertanggung
jawab atas pembiayaan dan penyediaan langsung pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk
yang relatif gratis, maka pelayanan kesehatan tidak masuk dalam program yang dicakup sistem
jaminan sosial di Malaysia. Dengan sistem pendanaan kesehatan oleh negara, tidak ada risiko
biaya kesehatan yang berarti bagi semua penduduk Malaysia yang sakit ringan maupun berat.
Sektor informal merupakan sektor yang lebih sulit dimobilisasi. Namun demikian, dalam
sistem jaminan sosial di Malaysia, sektor informal dapat menjadi peserta EPF atau SOCSO
secara sukarela. Termasuk sektor informal adalah mereka yang bekerja secara mandiri dan
pembantu rumah tangga. Karyawan asing dan pegawai pemerintah yang sudah punya hak
pensiun juga dapat ikut program EPF secara sukarela.
Di dalam penyelenggaraannya, masing-masing program dan kelompok penduduk yang
dilayani mempunyai satu badan penyelenggara. Program EPF dikelola oleh Central Provident
Fund (CPF), sebuah badan hukum di bawah naungan Kementrian Keuangan. Lembaga ini
merupakan lembaga tripartit yang terdiri atas wakil pekerja, pemberi kerja, pemerintah, dan
profesional. Untuk tugas-tugas khusus, seperti investasi, lembaga ini membentuk Panel Investasi.
Penyelenggaraan pensiun bagi pegawai pemerintah dikelola langsung oleh kementrian keuangan
karena program tersebut merupakan program tunjangan pegawai (employment benefit) dimana
pegawai tidak berkontribusi. Program jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat dikelola oleh
SOCSO yang dalam bahasa Malaysia disebut Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO).
Manfaat (benefits) yang menjadi hak peserta terdiri atas: (1) Peserta dapat menarik
jaminan hari tua berupa dana yang dapat diambil seluruhnya (lump-sum) untuk modal usaha,
menarik sebagian lump-sum dan sebagian dalam bentuk anuitas (sebagai pensiun bulanan), dan
menarik hasil pengembangannya saja tiap tahun sementara pokok tabungan tetap dikelola CPF.
(2) Peserta dapat menarik tabungannya ketika mengalami cacat tetap, meninggal dunia (oleh ahli
warisnya), atau meninggalkan Malaysia untuk selamanya. (3) Peserta juga dapat menarik
dananya untuk membeli rumah, ketika mencapai usia 50 tahun, atau memerlukan biaya
perawatan di luar fasilitas publik yang ditanggung pemerintah. (4) Ahli waris peserta berhak
mendapatkan uang duka sebesar RM 1.000-30.000, tergantung tingkat penghasilan, apabila
seorang peserta meninggal dunia.
Tingkat iuran untuk program EPF, dalam prosentase upah, bertambah dari tahun ke tahun
seperti disajikan dalam tabel berikut. Jumlah iuran tersebut ditingkatkan secara bertahap untuk
menyesuaikan dengan tingkat upah dan tingkat kemampuan penduduk menabung. Dalam
program EPF di Malaysia, sekali seseorang mengikuti program tersebut, maka ia harus terus
menjadi peserta sampai ia memasuki usia pensiun yang kini masih 55 tahun (Kertonegoro,
1998).
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
III.2. SARAN
Daftar Pustaka
Anonym,t.t. Welfare state: sejarah dan Perkembangannya. [online] tersedia di
http://www.scribd.com/doc/47842253/Welfare-States-Skandinavian-or-whom [diakses pada 18
September 2013]
http://ms.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Sumber_Manusia_Malaysia [diakses pada 18
September 2013]
Hantaris, Linda. 2007. “Welfare Policy”, dalam Hay, Colin dan Menond, Anand
http://jamsos.blogspot.com/2013/02/membedah-sistem-jaminan-sosial-di.html [diakses pada 18
September 2013]